“PANAS! Kerja itu yang becus!” Amira memandang Arsyila dengan tatapan dengki. “Lihat, gara-gara kamu, tanganku jadi merah ketumpahan air panas! Matamu ditaruh mana, sih?”
"A-aku bisa jelaskan," ucap Arsyila dengan tubuh gemetar saat semua orang mengerubunginya."Apa? Apalagi yang ingin kamu jelaskan? Semua orang melihat, kamu sengaja nyiram teh panas itu ke tanganku, kan? Berani sekali karyawan sepertimu berbuat lancang!?" Amira ingin menampar pipi Arsyila, tapi tangan kanannya tidak kuasa menahan panas."Maaf, Non. Saya tidak sengaja. Sungguh, saya berani sumpah, saya tidak pernah bermaksud menyiram tangan Nona Amira.” Arsyila ingin memaki Amira, tapi dia sadar, dia hanya pegawai biasa yang beruntung bisa bekerja di sini karena ayah gadis sombong itu.Arsyila adalah anak yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan. Dia bekerja di tempat Pak Handoko tak lain ayah dari Amira karena permintaan Pak Handoko sendiri karena mengetahui jika Arsyila ingin melanjutkan pendidikannya di jenjang perkuliahan, bahkan Pak Handoko sendiri tahu jika Arsyila sebenarnya anak yang cerdas dan berprestasi.Handoko Group adalah salah satu perusahaan besar yang terkenal di kota ini. Perusahaan itu bergerak di bidang properti. Handoko sebagai pendiri merupakan ayah kandung Amira. Mungkin itulah yang membuat Amira bertingkah semena-mena atau bahkan ada rahasia lain yang disembunyikan Amira sampai dia sangat membenci keberadaan Arsyila di perusahaan ini.Arsyila sendiri sebenarnya tidak bekerja dan hanya mengabdi di sebuah panti asuhan balita. Karena kebaikan hati dan kesabaran gadis berhijab itu dalam mengasuh panti asuhan, Handoko memintanya bekerja di perusahaan. Awalnya dia menolak, tapi setelah mengetahui Handoko yang selama ini membiayai seluruh kebutuhan panti asuhan, tanpa pikir panjang, gadis itu menerima tawaran.Hari-hari pertama bekerja nampaknya bukan jadi masalah untuk Arsyila, tapi semua itu berubah ketika Amira mulai ikut campur dan terus mengusik kehidupannya di perusahaan. Pun siang ini, Amira sengaja merebut nampan yang dibawa Arsyila sampai teh panas itu tumpah karena kesalahannya sendiri."Tidak sengaja katamu? Bilang saja, kamu ingin mencelaiku karena kamu tidak suka denganku, kan?” Amira membuat Arsyila geram dan merasa kesabarannya kehilangan batas. “Akui perbuatanmu dan minta maaf, dasar karyawan!”"Sudahlah, Arsyila, jangan banyak tingkah dan cepat minta maaf," bisik Kayla, teman office girl Arsyila yang ketakutan melihat amukan Amira. “Plis, jangan sampai perbuatanmu berimbas buruk ke semua office girl di sini.”“Tidak akan,” lirih ArsyilaGadis itu menoleh, matanya seketika menatap tajam ke arah Amira. Dia sama sekali tidak takut. “Tugas office girl hanya membawakan minum untuk para tamu. Jangankan dengan keluarga pemilik perusahaan, dengan para tamu saja, kita sangat menghormati. Aneh sekali jika ada office girl sengaja menumpahkan teh panas ke tangan orang lain!”“Jaga mulutmu, Arsyila!” Kayla ikut membentak gadis berhijab itu. “Cepat minta maaf agar kita tidak dihukum sama Non Amira!”“Minta maaf? Aku tidak akan sudi minta maaf atas kesalahan yang dilakukan orang lain!”Amira mengangkat tangannya dan siap menampar Arsyila. “Katakan sekali lagi atau kutampar mulutmu dan kamu dipecat secara tidak hormat di hadapan semua pegawai serta tamu undangan!”“Tampar saja, saya tidak takut! Semua orang punya mata. Mereka adalah saksi bahwa teh panas itu jatuh karena kesalahan Nona sendiri. Saat saya berjalan ke arah tamu laki-laki itu, Nona dengan cepat merebut nampan yang saya bawa tanpa berbicara lebih dulu. Jangankan saya, karyawan atau pelayan restoran dengan 40 tahun pengalamannya pun akan mengalami hal yang sama jika nampan yang dia bawa, seketiak direbut oleh orang lain.”Ucapan Arsyilla membuat semua orang yang ada di hall perusahaan, diam seribu bahasa. Dari awal perusahaan ini berdiri, baru kali ini ada yang seberani itu membela diri di hadapan keluarga pendiri perusahaan.Amira yang merasa terpojok, seketika membela diri dan berucap lantang, "La-lancang sekali mulutmu, Arsyila!Sekarang, cepat kemasi barang-barangmu dan angkat kaki dari sini karena kamu dipecat!”"Nona Amira yang terhormat, saya sangat senang mendengar itu dari mulut Anda. Terlebih, setelah saya dipecat, saya tidak akan bertemu lagi dengan orang seperti Anda.” Arsyila nampak santai dan tidak tertekan sama sekali. “Satu hal yang perlu Anda ingat, Nona, bahwa saya tidak pernah sedikitpun tercetus keinginan untuk bekerja di sini, kecuali karena kebaikan Tuan Handoko, ayah Anda. Camkan itu, Nona!”Setelah mengutarakan isi hatinya, Arsyila berlalu begitu saja sembari menerobos kerumunan pegawai dan tamu yang masih tidak percaya dengan kejadian ini. Sementara Amira, dia nampak sangat marah sekaligus malu."Bubar! Semuanya bubar!" teriak Amira membuat yang lainnya kembali bekerja sesuai dengan bagian mereka masing-masing. Dia naik ke lantai dua dan membanting pintu ruang pribadinya sangat keras. Di dalam sana, dia terus mengutuk Arsyilla dan mengata-ngatainya dengan banyak sekali sumpah serapah.Di ujung lobby utama perusahaan, Kayla mengintip Arsyilla yang sedang mengemasi barang-barangnya.Hanya melihat bahunya saja, Kayla tahu betul kalau teman dekatnya itu menangis sesenggukan.Arsyila tidak peduli lagi. Hatinya sudah hancur. Dia benar-benar sakit hati dengan perlakuan Amira yang sengaja menjebaknya. Gadis itu berlari secepat air matanya yang terus membasahi pipi. Tepat di dekat pintu keluar perusahaan, Arsyila seketika terjengkang.Brak!"Arsyila menabrak seorang laki-laki berperawakan tinggi, berpakaian jas hitam terlihat perfect dan tampan."Ma-maaf," ucap Arsyila sembari mengambilkan tas yang terjatuh dan memberikannya kepada laki-laki tersebut. “A-a-aku, tidak sengaja. Aku melamun,” ucapnya terbata-bata."Ini salahku. Aku minta maaf." Arsyila berujar pelan tanpa menoleh, lantas berlalu tanpa peduli siapa laki-laki yang ada di hadapannya.Laki-laki tersebut hanya menerima tas pemberian dari Arsyila tanpa berkata apapun, kemudian pergi meninggalkan Arsyila seorang diri. Arsyila tercengang, Dia juga masih mengatur napasnya yang tidak karuan.Tak terasa, dua puluh menit Arsyila meratapi nasibnya. Impian agar bisa kuliah seperti yang selama ini dia inginkan, harus pupus begitu saja karena dia tidak punya uang. Padahal, bekerja di Handoko Group adalah satu-satunya cara agar dia bisa kuliah dan melanjutkan pendidikannya.Jam makan siang tiba dan Arsyilla masih menangis di taman air mancur dekat gerbang keluar perusahaan. Tak ada satu pun orang yang peduli. Semua karyawan lalu-lalang meninggalkan Arsyila seorang diri karena tidak ingin waktu istirahat mereka tersita, atau bahkan tak ingin berurusan dengan Amira, mengingat gadis itu baru saja dipecat karena berani menentang anak pemilik perusahaan.“Kenapa bengong? Pasti kepikiran, ya?” Kayla menepuk pundak Arsyila hingga membuyarkan lamunan gadis itu. "Tak apa, tak usah dipermasalahkan. Aku tau, kamu hanya dijebak. Aku tau perasaanmu. Jika aku jadi kamu, aku pun melakukan hal yang sama.”“Bukan. Bukan karena dipecat, ini perkara lain,” balas Arsyila, matanya masih terpaku menatap air mancur. “Saat syok tadi, aku sempat menabrak seorang lelaki. Bodohnya, aku hanya mengambilkan tasnya yang jatuh, minta maaf, dan berlalu. Aku masih merasa bersalah dengan sikapku tadi.”Kayla yang sempat melihat Arsyila menabrak laki-laki itu, seketika tersenyum."Ayo ikut!" ajak Kayla sembari menarik tangan Arsyila ke kantin perusahaan yang letaknya tak jauh dari taman air mancur."Kay, kita mau ke mana?" tanya Arsyila sembari menepis tangan Kayla yang menarik tangannya. Kayla menoleh dan tersenyum tipis, lalu mengajaknyamakan siomay dengan es teh jumbo kesukaan gadis itu."Syil, kamu tau ga? Yang tadi kamu tabrak itu...”“Siapa? Cepat bilang siapa biar aku bisa minta maaf!” Arsyila memotong.“Haish,” ketus Kayla. “Yang tadikamu tabrak itu Tuan Mahardika Putra Handoko atau biasa di panggil Tuan Dika, anak sulung dari Pak Handoko. Dia baru saja diangkat jadi CEO PT. Handoko MahardikaProperty atau anak anak perusahaan Handoko Group.”“Ma-maksudmu, laki-laki itu keluarga Pak Handoko?”“Betul sekali. Dia adalah kakak kandung Amira, orang yang sengaja membuatmu dipecat tadi.”“Kay!” Arsyila meninggikan suaranya. “Jangan sebut nama itu di hadapanku!”Suasana hening sejenak, sampai Arsyila kembali bertanya, “Hah? Bentar. Kamu bilang, kakak kandung? Bukannya Pak Handoko cuma punya anak perempuan aja? Plis, jangan malah bikin aku bingung!”"Nah, kaget kan?" ucap Kayla, terlihat heboh sendiri."Kaget? Buat apa?Kenapa ku harus kaget? Aku sudah dipecat dan tidak ada lagi urusan dengan perusahaan ini.”Kayla terkekeh pelan. Dia menatap raut ketertarikan pada wajah Arsyila, lantas menggodanya. “Urusanmu memang bukan dengan perusahaan, tapi sifatnya pribadi antara kamu dengan Tuan Mahardika aja. Katamu, kamu ingin ketemu sama orang yang tadi kamu tabrak?”“Nggak jadi,” singkat Arsyila."Hari ini, ada dua kejadian yang berkaitan dengan Pak Handoko. Amira yang mecat kamu sama Tuan Mahardika yang enggak sengaja kamu tabrak. Aku yakin, kedatangan Tuan Mahardika ke perusahaan pasti untuk menemui Pak Handoko. Nggak menuntut kemungkinan, namamu akan diucap ketika mereka bertiga ketemu. Terlebih, Pak Handoko yang marah besar setelah tahu tingkah anaknya, Amira, yang sama sekali tidak menghormatimu!"Kayla paham betul perlakuan khusus Pak Handoko kepada Arsyila karena dulu, waktu awal ketemu, mereka bertukar cerita tentang betapa susahnya masuk ke perusahaan ini. Bahkan, untuk jadi office girl saja butuh dua kali sesi wawancara sampai bisa dinyatakan lolos dan diterima kerja.Namun, berbeda halnya dengan Arsyila. Ketika pegawai lain harus susah payah berjuang agar bisa bekerja di sini, gadis itu mendapat karpet merah karena Pak Handoko sendiri yang memintanya bekerja."Orang tua pasti lebih membela anaknya, tak terkecuali Pak Handoko.” Arsyila menunduk, kembali teringat peristiwa satu jam lalu saat Amira memecatnya di hadapan semua pegawai. “Pemecatanku sudah mutlak. Amira sekarang yang memegang kuasa. Meski Pak Handoko memintaku kembali bekerja, semua sudah terlambat. Aku rasa, Tuan Mahardika ga jauh beda dengan atasan kita.”"Hus! Jangan begitu! Kamu belum tahu betapa baiknya Tuan Mahardika. Kata temanku yang bulan ini diterima di PT Mahardika Handoko, dia orangnya sangat ramah, bijak, tampan pula. Sungguh idaman semua gadis," sanggah Kayla yang membuat Arsyila semakin jengah."Kamu itu berkata seolah sudah banyak tahu banget tentang Tuan Mahardika, memangnya kamu sudah pernah ketemu sama dia?"Pernah, waktu kamu izin sakit dan aku yang ganti shift kamu. Aku ingat betul, Pak Handoko memintaku secangkir kopi panas. Aku sempat heran karena Pak Handoko bukan pecinta kopi. Saat aku melamun, Pak Handoko langsung menyela kalau kopi itu untuk anaknya. Awalnya, aku kira itu Nona Amira, tapi ternyata laki-laki tampan nan mempesona. Aku bahkan ti-““Sama saja!” Arsyila menyela.“Haish! Diam dulu!” Kayla menempelkan telunjuknya di mulut Arsyila. “Saat aku pamit dan menutup pintu, Tuan Dika tiba-tiba menahan pintunya dan memintaku menunggu. Dan, dia ngasih aku tip sambil tanya apa aku yang bernama Arsyila. Andai yang disebut itu namaku, aku pasti pingsan di tempat.”"Hati-hati, biasanya orang model begituan pasti ada maunya," kata Arsyila terlihat masa bodoh. “Toh, mana mungkin Tuan Dika nyebut namaku. Mustahil!”"Syila, aku ga bohong!” Kayla menatap tajam seolah dia tidak berbohong. “Sepertinya, dia tertarik denganmu...”“Terserah! Lebih baik aku pulang saja.” Arsyila bangkit dari duduknya dengan tergesa-gesa.“Tunggu!” cegah Kayla yang masih ingin melanjutkan ucapannya.“Semakin lama di sini, semakin membuatku emosi.” Arsyila pergi dan tak menghiraukan lagi ucapan dari Kayla.Sepanjang perjalanan, Arsyila masih mendengus kesal dengan kelakuan Amira.‘Ada gitu, ya, orang aneh kayak nenek lamper si Amira itu?’ monolog Arsyila sembari meremas-remas telapak tangannya sebagai pelampiasan perasaan marahnya.‘Dia yang merebut nampan, dia juga yang menyiram tangannya pakai air panas, kenapa jadi aku yang dimarahin?’ Dengusan rasa kesal masih terlihat jelas pada diri Arsyila.“Arsyila, kamu sudah pulang, Nak?” tanya Khotijah, ibu panti yang merawat Arsyila sejak masih bayi.Arsyila merasa kaget dengan sapaan dari Khotijah. Sejenak, Arsyila menata hatinya agar tidak terlihat sedang marah.“Iya, Ibu, Arsyila sedang tidak enak badan,” jawabnya bohong. Arsyila memang tidak ingin jika Khotijah mengetahui dirinya d
Tak terasa Arsyila tersenyum mengetahui jika Mahardika telah mengenalinya.‘Ingat Arsyila, kamu hanya anak yatim piatu, tidak mungkin jika kamu akan berjodoh dengan Tuan Mahardika.’ Seketika Arsyila menepis jauh-jauh harapannya. Tentu bagi Arsyila itu hal yang sangat mustahil.Setelah menenangkan dirinya, Arsyila memilih menghabiskan waktunya untuk bermain dengan anak-anak panti dan sesekali dia membantu ibu panti menyiapkan makan sore untuk mereka semua.Terlihat Mahardika yang masih menasehati Amira. Amira yang keras kepala membuat Mahardika harus lebih sabar untuk menyikapinya."Kamu harus menemui Ayah dan meminta maaf atas kesalahan Kamu, lalu Kamu bilang sama Ayah untuk berjanji mengajak office girl itu masuk kerja lagi," kata Mahardika begitu santai.“Tidak! aku tidak mau,” tolak Amira membuat Mahardika mendengus kesal.“Terserah, Mas pastikan jika Fahri akan menjadi milik orang lain.” Tentu Mahardika punya seribu cara untuk mengatasi keegoisan Amira. Terlihat Amira yang mendeng
Amira masih ingat akan perkataan Handoko, setelah bilang ingin menjodohkan ke duanya anaknya, Handoko tidak memberi tahu dengan siapa mereka akan di jodohkan.Amira memilih menemui Mahrdika untuk menepati janjinya membawa Arsyila bekerja kembali."Ayo, Kak, Kita berangkat sekarang! Mumpung masih sore. Takut kemalaman malah enggak bisa bertemu dengan dia," ucap Amira sembari menarik tangan Mahardika."Kenapa bisa begitu?" tanya Mahardika penasaran."Dia harus merawat anak panti yang masih balita, kasihan benar nasib dia," jawab Amira diiringi umpatan terhadap Arsyila."Amira! Jaga ucapan Kamu, Dek!" Mahardika tidak suka mendengar Arsyila dihina seperti itu oleh Amira. Amira memang belum banyak berubah. Dia masih sering seenaknya sendiri jika berkata."Maaf," kata Amira meringis mendapat teguran dari Mahardika.Mahardika dan Amira baru saja keluar dari Kantor, tiba-tiba Fahri menelepon jika Dia ingin bertemu, dengan segera Mahardika menyanggupinya dan mengajak Fahri untuk ikut pergi."M
Arsyila akhirnya memutuskan untuk bekerja kembali. Hal ini Arsyila lakukan agar terhindar ancaman dari pihak perusahaan. Sungguh Arsyila merasa lelah dihadapi dengan persoalan demikian. Seperti biasanya, pagi sekali Arsyila sudah berada di kantor. Dia bertugas untuk mengepel dan membersihkan semua ruangan yang ada di lantai empat. Tempat dimana jajaran terpenting dalam perusahaan ini berada di lantai tersebut.Semua ruangan sudah dibersihkan, termasuk ruangan pak Handoko, pemilik perusahaan.Hanya saja ada satu ruangan yang tidak bisa dibersihkan dan dikunci membuat Arsyila harus bersabar karena dia tidak akan bisa santai sebelum semua ruangan bersih.'Huh, kenapa musti di kunci? Dan kenapa dari banyak kunci cadangan tidak ada satupun yang cocok,' gerutu Arsyila yang masih berusaha membuka pintu ruangan yang terdapat tulisan ruang CEO ini.Tiba-tiba ada tangan yang menggeser tangan Arsyila, lalu memasukan kunci dan membuka pintunya. Kemudian Arsyila menoleh ke belakang."Tuan," denga
"kalau pakai lipstik yang benar, Arsyila," bisik Mahardika membuat Arsyila malu. Arsyila menutup mulutnya yang menganga karena kaget. "Segera masuk ke toilet atau biar saya yang membersihkannya?" ucap Mahardika membuat Arsyila ketakutan."Ti-dak, sa-ya bisa sendiri," jawab Arsyila sembari berlari meninggalkan Mahardika. Mahardika yang melihat sikap lucu Arsyila hanya bisa tersenyum sendiri.'Sepertinya kamu akan jadi penghiburku setiap hari, Arsyila,' gumam Mahardika sembari menggelengkan kepalanya sendiri merasa lucu.Tak lama kemudian Arsyila keluar dengan penampilannya yang terlihat sangat rapi."Kenapa ngelihatin Arsyila seperti itu, M-as?" tanya Arsyila gugup. Arsyila juga terlihat memepet tembok agar dirinya tidak kelihatan salah tingkah."Ayo berangkat!" ajak Mahardika membuat hati Arsyila lega. Arsyila pikir akan ada drama lagi yang akan membuat dirinya semakin malu."Sebentar, mas, tas mas ketinggalan," kata Ara yang ingin mengambilkan tas Mahardika, tetapi di cegah olehnya.
"Bisa," jawab Arsyila membuat Mahardika tersenyum senang."Kita pulang ke apartemen," ucap Mahardika penuh dengan keyakinan. Arsyila hanya diam dan menuruti saja keinginan Mahardika. Bagi Arsyila di sini dia bekerja dan tentu harus menuruti semua keinginan atasannya selagi itu benar.Mahardika terlihat melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk menuju apartemen miliknya yang tak jauh dari kantornya. Sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu membeli beberapa bahan untuk membuat sup iga."Apakah semua ini sudah cukup?" tanya Mahardika terlihat berpikir."Sudah, Pak," jawab Arsyila sembari tersenyum."Baiklah." Mahardika terlihat begitu semangat.Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di apartemen milik Mahardika. Arsyila terlihat canggung karena harus berduaan di dalam sebuah rumah."Masuklah! Tenang saja, semua akan baik-baik saja," kata Mahardika meyakinkan Arsyila. Arsyila tersenyum dan perlahan masuk ke dalam apartemen.Jika biasanya Mahardika akan bersikap cuek kepada bawahannya
Mahardika sudah selesai sarapan yang cukup kesiangan. Berbagai drama telah terjadi hari ini dan hal itu membuat Mahardika ingin sejenak menenangkan diri."Jadwal saya selanjutnya apa Arsyila?" tanya Mahardika terlihat lelah.Arsyila masih bingung melihat jadwal yang ada pada ponsel miliknya yang sudah di kirim oleh sekretaris pribadi Mahardika.'Huh, kenapa harus saya sih? Padahal memiliki sekretaris pribadi, kalau begini kan aku terlihat bodohnya karena tidak lincah dalam mengatur jadwal,' batin Arsyila menahan kekesalannya."Bapak, hmm, maksudnya Mas ada pertemuan dengan PT. Mustika Putri untuk membicarakan bisnis fashion."Apa? Kapan mereka melakukan jadwal dengan kita? Kenapa tanpa sepengetahuan saya?" protes Mahardika terlihat tidak suka."Saya tidak tahu, mas," jawab Arsyila kaget karena Mahardika cukup keras dalam mengucapkannya.Mahardika segera menelepon seseorang . Dia tidak ingin berurusan dengan PT. Mustika Putri karena itu milik Gempita."Apa? Kenapa bisa begitu?Siapa yan
Mahardika telah menceritakan semuanya kepada Handoko. Dirinya semakin yakin untuk menjalankan ide dari Arsyila karena Handoko menyetujuinya.Selain bekerja di bidang property perusahaan Handoko memiliki usaha baru di bidang fashion yang baru saja beberapa tahun Mahardika dirikan.Niat awal memang usaha fashion milik Mahardika ini akan diberikan kepada istrinya kelak, tetapi sebelumnya Mahardika meminta bantuan Amira selaku adek perempuannya yang tentu jauh lebih paham persoalan fashion.Kini Arsyila di panggil pribadi oleh Handoko. Hanya ada Mahardika dan Arsyila."Bagaimana tanggapan PT Mustika Putri saat kamu tidak datang, Dika?" tanya Handoko ingin tahu terlebih dahulu persoalan kerja sama."Mereka sangat marah, mereka menuduh telah mempermainkan perusahaannya dan mereka mengancam akan menjatuhkan perusahaan kita.Handoko nampak menarik napasnya dengan kasar. Dia sendiri bingung dengan persoalan ini. Ini memang sebuah kecerobohan yang harus segera di atasi."Baik, kita harus cepat
Hari ini hari pernikahan Amira dan Fahri. Berbeda dengan pernikahan Mahardika dan Arsyila yang hanya sederhana. Kali ini pernikahan Amira dan fahri nampak begitu meriah. Bukan hal yang mengagetkan lagi memang, mengingat mereka berdua dari kalangan keluarga berada dan terkenal di dunia bisni.Di sebuah hotel berbintang acara resepsi pernikahan Amira akan di gelar. Nampak tamu undangan yang hadir bukan tamu biasa, melainkan orang yang memiliki pangkat dan memiliki kekuasaan.Amira di rias sebegitu cantiknya, bahkan sangat membuat orang yang melihatnya terkagum akan kecantikan seorang Amira Putri Handoko. Tak hanya Amira yang di rias, Arsyilapun di rias tak kalah cantiknya. Awalnya Arsyila menolak untuk di rias, tetapi dirinya di paksa oleh Amira. Arsyila memang merasa selalu mual hingga wajahnya terlihat pucat, untuk itu Amira meminta Arsyila untuk mau di rias, karena selain acara pernikahannya, Handoko akan mengenalkan kepada semuanya jika Arsyila menantunya, istri dari Mahardika yang
Mahardika merasa sangat heran dengan sikap Arsyila yang sering kali berubah-ubah. Semua permintaannya juga harus di turuti. Mahardika sendiri sadar jika istrinya kali ini sering kali ngantuk dan bawaannya tidur, bahkan beberapa kali Arsyila ikut rapat dengannya, Arsyila juga nampak tidak konsentrasi karena ngantuk.Melihat perubahan yang demikian, Mahardika menyuruh Arsyila untuk istirahat dulu di rumah, tetapi malah justru dirinya marah-marah dan berprasangka buruk terhadap Adibrata.“Enggak, pokoknya kalau Arsyila libur, mas juga harus ikut libur,” ucap Arsyila merajuk. Arsyila bahkan sudah meneteskan air matanya karena merasa capek sendiri dengan dirinya.“Sayang, kamu kenapa? Mas ada pertemuan dengan rekan bisnis mas lo, bahkan kamu sudah mengenalnya, seorang cowok juga.“Pokoknya enggak, jika mas berangkat kerja, arsyila harus ikut,” ucap Arsyila tidak mau mengalah."Biasanya mereka pada ngajak partner cewek, tentu mereka cantik-cantik," kata Arsyila masih berkomitmen dengan pemi
"Bagaimana para saksi?" tanya pak penghulu saat Saka brhasil mengucapkan ijab kabulnya untuk Gempita."Sah,""Sah,"Akhirnya Saka dan Gempita telah resmi menikah, semua itu atas perjuangan Gempita dalam meyakinkan sang ayah.Ayah Gempita awalnya masih menuntut banyak hal terhadap Saka, tetapi dengan berani Gempita berhasil meyakinkan ayahnya jika Sakalah kebahagiaannya saat ini."Jangan sampai anak saya menderita karena kamu dan jangan sampai kamu meyakitinya. Ayah sudah percaya sama kamu, tolong jangan kecewakan ayah," ucap ayah Gempita saat Saka menyalaminya."Saya berjanji akan berusaha selalu membahagiaan istri saya, ayah,"jawab Saka setulus hatinya. Gempita yang melihat keduanya nampak akrab merasa cukup lega, walaupun awalnya Gempita cukup pesimis.***Beberapa bulan kemudian...Di satu sisi, Fahri merasa terkejut karena dia tiba-tiba sudah seranjang dengan posisi memeluk Amira yang masih menggunkan kompras di keningnya.'Apa? Aku ketiduran di sini? kenapa tidak ada yang membang
“Bagaimana dengan ayah mu, Nak?” tanya bibik Gempita tidak mau mencari persoalan dengan kakak iparnya.“Bibik tenang saja, ayah urusan gempita, yang terpenting Gempita akan menghubungi ayah malam ini juga. Gempita akan meminta restu kepada bapak,” jawab Gempita tetap peduli dengan orang tuanya.Besok pagi Gempita akan menikah dengan Saka. Hari dimana Saka dan calon istrinya seharusnya menikah. Gempita memang sudah menyetujui lamaran dari Saka, bahkan keluarga Saka sangat berterimakasih dengan Gempita yang masih menganggap Gempita mau berkorban untuk Saka.Gempita sendiri merasa sangat cocok dengan orang tua Saka yag sangat menyayangi dan sangat menghargainya.Gempita mencoba untuk menghubungi ayahnya. Sudah beberapa kali panggilan tetapi tidak kunjung di angkat. Gempita menarik napasnya panjang merasa jika ayahnya masih marah dengan Gempita.Gempita memutuskan untuk mengirim pesan kepada ayahnya.“Nak, keluarga nak Saka datang kemari untuk melamar kamu,” kata bibik gempita membuat Gem
BAB 30.Saka merasa terkejut saat melihat rumahnya ramai, begitupun dengan Gempita yang melihat wajah Saka cemas, dirinya juga ikutan cemas. "Pita, kamu sudah datang, Nak?" tanya bibiknya Gempita membuat Saka terkejut, karena ternyata Gempita keponakan dari bibik Yona, tak lain tetangga dari Saka.“Iya, Bik, tadi sempat ada gangguan di jalan,” jawab Gempita jujur. Bibik Yona terlihat bingung.“Gangguan apa cah ayu?” taya bibik Yona penasaran.“Tadi mobil Pita mogok, untung ada mas Saka yang membantu Pita, Bik,” jawab Gempita sembari melirik ke arah Saka.Saka kini terlihat tidak fokus, pandangannya tertuju di rumahnya yang sudah ramai dengan orang yang ikut membantu mempersiapkan pernikahan Saka dengan calon istrinya.“Nak Saka, Bibik terimakasih banyak, nak Saka sudah mau menolong keponakan bibik,” kata bik Yona yang juga menghormati Saka, karena Saka anak dari seorang tokoh masyarakat di kampung.“Iya, Bik Yona. Saya baru tahu jika mbak Gempita ini keponakan bibik Yona, tak lain t
"Iya, yah, aku mencintai laki-laki lain, aku tidak mencintai Mahardika. Aku bersikap begitu karena ambisi ayah yang menginginkan aku menikah dengan Mahardika," ucap Gempita jujur. Selama ini dia tertekan dengan perasaannya sendiri.“PLAK!” tamparan melayang pada pipi Gempita, membuat Gempita terkejut dengan tamparan itu.“Ayah! Apa yang ayah lakukan? ayah menamparku?” Gempita begitu kaget mendapatkan perlakuan demikian dari sang ayah.“Dasar anak bodoh, kenapa kamu mencintai laki-laki lain? Sedangkan kamu akan menikah dengan Mahardika. Dia penyelamat perusahaan kita, Gempita. Kamu harus ingat itu, jika tidak bisa kamu harus siap hidup gelandangan,” ucap ayah Gempita begitu egois.“Terserah ayah, yang jelas, ayah terlalu ambisi. Asal ayah tahu, Mahardika sudah memiliki kekasih,” jawab Gempita sesuai dengan apa yang dia lihat waktu itu.“Ayah tidak mau tahu, yang jelas kamu harus mendapatkan Mahardika, jika kamu masih membantah, silakan pergi dari rumah ini!” usir ayah Gempita membuat G
Kini Mahardika, Arsyila, Fahri dan Amira pulang bersama. Walaupun Mahardika masih marah, dia tak berani berucap kasar lagi seperti sebelumnya."Kak, kak Dika masih marah kah?" tanya Amira berbisik di telinga Arsyila."Sudah, tenang saja, itu urusan kakak." Tiba-tiba Arsyila menjadi sosok yang dewasa di depan Amira. Amira tersenyum bahagia sembari memeluk Arsyila. Sedangkan Fahri dan Mahardika hanya bisa meliriknya dari kaca dalam mobil karena posisi mereka berada di depan."Hmm, rasanya sangat lapar," kata Arsyila membuat Mahardika mengerem mobilnya secara mendadak."Aww! Kenapa ngerem mendadak sih?" Protes Arsyila dan Amira hampir bersamaan, begitupun dengan Fahri juga ingin protes."Sayang, kamu lapar?" Mahardika seolah cuek akan komplen dari Arsyila dan Amira. Mahardika hanya ingat jika pagi tadi Arsyila hanya makan dikit karena tidak enak badan."Iya, aku sangat lapar," kata Arsyila menggemaskan."Baiklah kita makan dulu," jawab Mahardika sembari mengelus ujung kepala Arsyila pe
Mahardika merasa kesal karena momen honey moon mereka harus diganggu oleh Amira dan Fahri yang tiba-tiba datang."Huh, kenapa datang enggak bilang-bilang?" tanya Mahardika dengan muka juteknya."Mas..." Arsyila nampak menenangkan sang suami. Tentu Arsyila paham sikap sang suami saat tidak mau di ganggu."Biasa,enggak kaget. Memang sikap kak Dika terkadang seperti itu," ucap Amira membuat Fahri tertawa. Tentu Amira dan Fahri paham bagaimana sikap Mahardika."Ganggu saja," umpat Mahardika semakin membuat Amira, Fahri dan Arsyila tertawa."Kenapa tertawa? Aku lagi marah lo ini," ucap Mahardika di buat sedingin mungkin wajahnya."Memang kita datang sengaja ingin mengganggu pengantin haru. Takut kakak terlalu menyiksa kak Arsyila," canda Amira dengan tertawa. Amira sendiri senang jika harus membuat Mahardika kesal."Kesel benar. Fah, ajari tu calon istri lo, jangan suka ganggu. Lagian lo juga di ajak jemput ke sini mau-mau aja," protes Mahardika sembari menoyor kening Fahri membuat Fahri m
Pagi harinya, Fahri lebih dahulu bangun.Fahri tersenyum saat melihat Amira tidur pulas dengan membawa kaos oblong miliknya yang terlihat kebesaran pada tubuh Amira."Hmmm," ucap Amira sembari menggerakkan tubuhnya hampir mengenai Fahri yang saat ini duduk di samping Amira yang berniat untuk membangunkannya."Mas," ucap Amira bersamaan dirinya mengucek mata agar lebih mudah melihat Fahri. Fahri terlihat hanya tersenyum.Tiba-tiba Amira memeluk Fahri begitu erat, entah apa yang Amira pikirkan sehingga Amira terlihat ketakutan."Kita sudah jadian kan mas?" tanya Amira seolah memastikan dengan apa yang telah terjadi semalam.Fahri membalas pelukan dari Amira, lalu melerai pelukannya dan membingkai wajah Amira serta merapikan rambut Amira yang berantakan."Iya, kita sudah jadian." Amira meneteskan air matanya saking terharunya. Dirinya merasa perjuangannya selama ini tidak sia-sia."Mas," ucap Amira lagi dan memeluk Fahri lagi. Fahri kini membalas pelukan Amira karena merasa jika Amira ga