Beranda / Romansa / CATATAN UNTUK SENJA / Bab 5-Awal Pendekatan Membuat Dilema

Share

Bab 5-Awal Pendekatan Membuat Dilema

Penulis: Nona Sendu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

***

"Pagi, Senja ..," sapa Aura mendekat.

"Pagi juga, Ra. Tumben udah berangkat jam segini? Biasanya, masih ...."

"Masih tidur? Ya, nggak lah. Mulai hari ini, seorang Aura Margareta akan bangun pagi. Dan, berangkat sekolah lebih awal," potong Aura menyeringai senyuman, sambil memainkan kedua alisnya.

"Kesambet setan apa, Ra?" tanya Senja meledek.

"Kesambet cowok ganteng, yang lagi main basket di sana," tunjuk Aura terperangah.

"Banyak cowok yang lagi main basket di sana, Ra."

"Ih, Senja! Itu loh, yang lagi pegang bola basket," tunjuk Aura lagi.

Senja memicingkan mata, ia melihat seorang Devan yang tengah mendribble bola basket di tangannya, untuk memasukkannya ke dalam ring.

"Yes!! Masuk!!!" jerit Aura lompat-lompat kegirangan.

"Senja!" panggil seseorang dari belakang, membuatnya berbalik.

"Ke perpustakaan, yuk. Ada buku bacaan baru di sana, aku juga mau lanjut baca komik yang kemarin," ajak Langit.

"Mau banget, tapi nanti bel masuk gimana?"

Langit melihat jam di pergelangan tangannya, lantas memandang Senja dihadapannya. "Jam pelajaran pertama kelas kamu olahraga 'kan? Kelas aku juga olahraga, dan itu praktek di lapangan. Jadi, masih ada waktu banyak buat kita ke perpustakaan," kata Langit.

"Oke kalo gitu, Aura ...."

"Udah, nggak usah ajak dia." Langit meraih tangan Senja, dan berjalan berdampingan ke ruang perpustakaan.

"Langit, buku barunya mana?" tanya Senja yang tidak berhasil menemukan buku baru, yang Langit tunjukan di rak buku.

"Coba cari di sebelah kanan, Ja. Aku lagi fokus baca komik ini, nggak bisa diganggu."

"Ih, Langit. Katanya mau baca buku bareng-bareng, tapi Senja ditinggal. Langit, enak bisa baca komik kesukaannya, lah Senja harus cari buku baru itu."

"Mana sih, kok nggak ketemu-ketemu bukunya," decak Senja lagi.

"Lo cari buku ini?"

Suara itu sontak membuat Senja langsung menoleh, pandangan pun terpaut begitu lekat. Tatapan laki-laki yang saat ini berada di hadapan Senja, telah membekukan pikiran Senja.

"Senja?" panggilnya dengan senyuman.

"I-iya?"

"Ini buku yang lo cari 'kan?"

"Devan! Kok kamu di sini sih, aku itu dari tadi nungguin kamu di lapangan basket. Katanya kamu cuman mau ke toilet, tapi kenapa ke perpustakaan?!" Aura tiba-tiba saja datang, memutuskan kontak mata antara Senja dan Devan.

"Bisa kecilin volume suaranya nggak? Ini perpustakaan, jadi jangan teriak-teriak," tegur Devan.

"Iya, maaf. Habisnya aku capek nunggu kamu lama banget, taunya di sini sama Senja," sungut Aura melipat tangannya di depan dada.

"Gue tadi memang mau ke toilet, tapi gue lihat Senja masuk ke perpustakaan. Jadi, gue samperin dia," kata Devan melirik Senja yang merunduk malu.

"Oh, iya, ini bukunya." Devan menyodorkan buku novel yang sejak tadi Senja cari.

"Makasih," balas Senja pelan. Lantas, berlalu pergi.

"Udah, Devan. Kita ke lapangan basket lagi, kamu 'kan belum selesai main basketnya. Aku masih pingin lihat kamu main basket, ayo!" ajak Aura menarik tangan Devan untuk keluar dari perpustakaan. Padahal, pandangan Devan masih tertuju pada Senja yang berjalan ke arah Langit.

"Langit, Senja udah dapat bukunya," ujar Senja terduduk di samping Langit yang masih sibuk membaca komik.

"Fokus banget bacanya, sampai Senja nggak dipeduliin," sindir Senja cemberut.

"Iya, Senja. Kenapa?" Langit menghela napas berat, lalu menatap Senja di sampingnya.

"Senja, udah dapat bukunya. Langit, nggak mau baca juga?" tawar Senja ikut menatap Langit.

"Aku baca komik dulu, ya. Kalo udah selesai baca komik, aku akan baca bukunya."

"Yaudah, Senja mau baca bukunya di kelas." Senja berdiri, membawa buku novel itu dan beranjak dari perpustakaan.

Kepergian Senja, tidak membuat Langit tergugah. Ia tetap pada posisinya, membaca sebuah komik kesukaannya itu. Sementara, langkah kesal terlihat dari hentakan kaki Senja. Ia memasuki ruang kelasnya dengan wajah yang ditekuk.

"Langit, selalu aja cuek. Dia perhatian ke Senja, cuman kalo Senja lagi nangis. Langit, nggak pernah tahu perasaan Senja. Kalo Senja, sayang sama Langit," gumam Senja menyeka air matanya yang hendak terjatuh.

"Padahal, Senja pingin banget baca buku novel ini bareng sama Langit," lanjutnya.

"Baca bukunya bareng sama gue aja," timpal Devan yang menghampiri Senja, dan duduk di bangku sebelahnya.

"Devan, kenapa ke sini? Nanti, Aura marah lagi," ujar Senja.

"Aura, nggak akan marah. Karena gue udah suruh dia buat beli minuman di kantin, jadi dia nggak bisa ganggu kita lagi."

"Memangnya, Devan suka baca buku?" tanya Senja mengeryitkan keningnya.

"Gue suka semua jenis buku, dan gue juga suka sama lo."

"Maksudnya?"

"Ahm, ngomong-ngomong ini novel judulnya apa?" tanya Devan mengalihkan pertanyaan Senja tadi.

"Rahasia Cinta." Senja membuka buku novel di atas meja.

Devan mendekatkan bangkunya, agar berdekatan dengan bangku Senja. "Yaudah, kita baca bukunya bareng."

Senja mematung, ia hanya memandang wajah Devan dari sudut samping. Sedangkan, Devan yang menyadari langsung melihat mata Senja. "Bukunya yang dilihat, bukan gue," ledek Devan membuat Senja kebingungan.

"Ah, iya. Maaf." Senja segera memalingkan pandangannya, ke arah buku.

"Jadi, tokoh utamanya itu yang jahat, ya?" tanya Devan ketika sudah membaca beberapa halaman dari buku itu, bersama dengan Senja.

"Iya, kasihan sama pacarnya. Padahal, dia cinta."

"Ini yang namanya rahasia cinta, kadang cinta itu tumbuh tanpa kita tahu, dan nggak setiap perasaan suka itu dinamakan cinta. Bisa aja rasa suka itu, hanya sebatas kagum dan nggak lebih."

"Cinta itu, ibarat kalo melihat seseorang yang membuat jantung ini seolah-olah mau copot karena detaknya sangat cepat. Tapi, kalo suka itu hanya bisa dilihat dari mata, bukan dari hati. Dan, rasa suka itu nggak bisa menjadi tolak ukur buat mencintai seseorang," imbuhnya.

Apa Devan dengar detak jantungnya Senja, ya? Sekarang, jantung Senja rasanya mau copot setiap kali dekat sama Devan. Apalagi, kalo ditatap sama Devan, sekujur badan Senja rasanya dingin dan kaku. Atau ini yang namanya cinta? Karena Senja baru pernah merasakan perasaan ini, dan kalo Senja dekat sama Langit. Jantung Senja nggak berdetak secepat ini, batin Senja.

"Senja, lo pernah merasakan hal itu nggak?"

Devan membuat Senja tersadar, dengan pertanyaannya.

"Hal apa?"

"Hal yang membuat jantung lo mau copot karena berdetak cepat dan kencang."

Saat ini, Senja merasakan hal itu Devan. Tapi, apa itu artinya Senja cinta sama Devan? batin Senja melamun kembali.

Devan masih menatap Senja, pandangan keduanya pun saling menumbuk begitu dalam. "Kalo gue, iya. Saat ini gue sedang merasakan hal itu, setiap kali gue bersama lo, Senja," ucap Devan dengan senyuman tipis.

"Gue ...." Perlahan Devan meraih tangan Senja yang berada di atas meja, jemarinya menggenggam tangan Senja cukup kuat. Sehingga, keringat dingin mulai Senja rasakan begitu juga dengan detak jantung yang semakin cepat.

"Senja!!"

Devan langsung memutus perkataannya, dan juga pandangannya dari Senja. Sorot mata keduanya tidak lagi beradu, kedatangan Langit membuat Senja sedikit tenang. Dan, detak jantungnya pun sudah tidak berdebar kencang.

"Kenapa di sini? Bukannya aku udah suruh kamu, tunggu aku sampai selesai baca komik." Langit mendekat.

"Terus, apa yang kamu lakukan sama dia. Apa kamu udah bosan, sama aku?" tambah Langit.

"Langit, jangan salah paham dulu. Senja, nggak pernah bosan sama Langit. Dan, tadi Senja pingin baca novelnya bareng Langit tapi Langit sibuk baca komik," sanggah Senja.

"Aku udah selesai baca komiknya, sekarang kita bisa baca novel itu."

"Udah telat, Bro. Senja, udah baca novelnya sampai selesai bareng sama gue." Devan bangkit dari duduknya, membuat Langit menatapnya sengit.

"Novel itu banyak halamannya, jadi nggak mungkin selesai dalam satu hari."

"Ini novel cetakan baru, Langit. Jadi halamannya baru sedikit, dan ceritanya juga nggak terlalu banyak konflik, jadi cepat tamat. Maaf, tapi Senja udah baca novelnya dan Senja mau balikin novel ini ke perpustakaan." Senja beranjak dari dalam kelas.

"Senja, Ja!!" teriak Langit saat Senja berjalan keluar.

"Makanya, jadi cowok itu perhatian sedikit ke cewek. Jangan egois, sama diri sendiri," ejek Devan membuat Langit meninggalkan ruang kelas itu.

"Senja, maafin Langit," ujar Langit meraih pergelangan tangan Senja, ketika mereka bertemu di depan perpustakaan.

"Gakpapa, Langit."

"Senja!"

Kring!!

Bunyi bel telah menggema disudut sekolah, menandakan jika sudah masuk. Langit, yang tadinya berniat mengejar kepergian Senja. Pun mengurungkan niatnya, ia berbalik arah menuju kelasnya karena bel masuk.

Senja memasuki ruang kelas, melihat sudah banyak teman-teman kelasnya yang menempati bangku mereka masing-masing. Begitu pula dengan Aura dan Devan, keduanya sudah duduk di bangkunya.

"Ja, kamu dari mana aja?" tanya Aura.

"Perpustakaan," jawab Senja datar.

"Tadi, aku aja ke kantin lama banget. Cuman buat nunggu minuman, buat Devan. Kasihan dia, habis main basket jadi aku beliin minuman, untung aja belum ada guru."

"Pagi anak-anak." Beberapa saat, seorang bapak guru memasuki ruang kelas IPS. Membawa sebuah bola basket voli di tangannya.

"Kalian semua langsung berganti pakaian olahraga, ya. Karena pagi ini, kita akan praktek bola voli dengan kelas sebelah. Jadi, kelas kita akan tanding dengan kelas sebelah, kalian siap 'kan?"

"Siap, Pak."

Semua anak pun sudah berganti pakaian olahraga, lantas berbaris di lapangan. Senja dan Aura bersebelahan, dan Devan yang berada di belakang Senja pun langsung bergeser ke samping. Ia menempatkan diri tepat di dekat Senja, sehingga matahari pagi yang terik terhalangi oleh Devan.

"Devan, kenapa kamu disitu? Pindah ke posisi kamu tadi, tolong baris yang rapi!" tegur guru olahraga yang bernama Pak Dodi.

"Saya nggak mau Senja kepanasan, Pak," kata Devan mendapat balasan sorakan dari teman-teman.

"Alasan aja kamu!"

"Gakpapa 'kan, Pak, kalo saya di samping Senja? Saya, nggak mau mataharinya bikin kepala Senja pusing," bantahnya lagi.

"Ih, Devan. Matahari pagi itu sehat, jadi gakpapa kalo Senja kepanasan," sambar Aura di sebelah Senja.

Senja mendongak, disambut hangat dengan wajah Devan dan tatapannya itu. "Gakpapa 'kan kalo gue di sini?" tanyanya lembut.

Sementara, Langit yang baru keluar dari kelasnya, melihat pemandangan itu. Ia menangkap Devan tengah menutupi kepala Senja dengan kedua tangannya, yang membuat kecemburuan mencuat dari dalam diri Langit.

"Langit! Ngapain masih di sana? Ayo cepat baris!" suruh guru olahraga itu, membuat Devan dan Senja memandang ke arah sumber suara.

"Langit," lirih Senja melihat Langit memandangnya sembari berjalan ke dalam barisan.

"Bapak akan absen dulu, setelah itu yang laki-laki membentuk kelompok. Dan, yang perempuan hanya menonton pertandingan ini saja. Jadi, hanya laki-laki yang main bola voli."

"Lo udah nggak kepanasan lagi 'kan?" tanya Devan membuat Senja kembali memandangnya.

"Nggak kok, makasih, ya, Devan." Senja tersenyum singkat.

"Ayo cepat-cepat buat kelompok!!"

Setelah Pak Dodi selesai mengabsen satu per satu murid kelasnya, ia langsung membuat perintah terhadap semua siswa untuk berkelompok.

"Senja, doain gue, ya. Semoga, kelompok gue menang," ujar Devan mendekati Senja yang tengah terduduk di tepi lapangan.

"Iya, Devan. Semangat!" balas Senja.

"SEMANGAT DEVAN!" seru Aura dengan penegasan.

Devan hanya tersenyum, kemudian ia berjalan ke tengah lapangan kembali. Beberapa kelompok pun mulai mempersiapkan diri untuk pertandingan antar kelas itu, sebagai bentuk penilaian sikap. Kelompok Devan, dan kelompok Langit yang pertama kali bertanding.

"Ja, menurut kamu. Kelompok Devan atau kelompoknya Langit, yang menang?" tanya Aura.

"Kenapa harus milih sih?" decak Senja melipat kakinya, dan memeluk lutut.

"Mereka itu tanding, dan saling lawan. Jadi, kamu harus milih salah satu di antara mereka dong, Ja."

Tapi, Senja nggak bisa milih. Senja sayang sama Langit, dan Senja juga cinta sama Devan, batin Senja.

"Ja! Kok malah bengong, sih."

"Iya, Senja milih dua-duanya."

"Terserah kamu aja, kalo aku sih lebih pilih Devan. Karena Devan dan kelompoknya itu, udah mewakili kelas kita."

"Tapi, Langit juga sahabat kita, Ra," sanggah Senja.

"Iya, tahu. Cuman apa hebatnya Langit? Dia itu, cowok dingin, cuek yang hobinya baca komik. Bahkan, dia nggak bisa main basket," hina Aura enteng.

"Langit, memang nggak sehebat Devan yang bisa main basket. Tapi, Langit bisa ikut lomba olimpiade tingkat provinsi dan menang juara dua," bantah Senja.

"Cuman olimpiade. Langit, itu akalnya doang yang pintar. Tapi kemampuannya, nggak."

"YESSS!!"

Teriakan terdengar saling sahut-menyahut, beberapa anak berdiri dan bersorak riang karena kelompok Devan telah memenangi pertandingan voli itu. Sedangkan, kelompok Langit dari kelas sebelah terkalahkan dengan begitu mudah.

Namun, sebelum bola voli itu mengalahkan kelompok Langit. Bola voli yang dilempar Devan lebih dulu mengenai hidung Langit. Sehingga, darah segar mengalir keluar. Pandangan Senja menangkap Langit tengah mengelap darah dihidungnya yang tidak berhenti juga, ia pun bergegas menghampiri Langit.

"Senja!! Gue menang!" seru Devan menghadang langkah Senja.

"I-iya, selamat, ya." Senja mencoba untuk berjalan kembali, tetapi tangan Devan mencegahnya pergi.

"Kenapa lagi, Devan?" tanya Senja memandangnya.

"Gue capek banget, tolong lap keringat gue, ya," perintahnya membawa telapak tangan Senja untuk menyentuh keningnya yang penuh keringat itu.

Langit memperhatikan itu, begitu juga dengan Senja yang tidak sengaja melihatnya. "Langit, bisa-bisa salah paham lagi," gumam Senja.

"Devan, selamat!!" seru Aura mendekat.

"Ah, Devan. Senja ada urusan, lebih baik Aura aja yang basuh keringat Devan." Senja langsung menurunkan tangannya dari kening Devan.

"Oh, Devan mau Aura basuh keringatnya? Dengan senang hati, Devan!"

"Senja, aja." Devan menolaknya.

"Tapi, Senja ada urusan. Aura, bisa kok basuh keringat Devan. Aura, juga udah beli air mineral buat Devan." Senja menepuk bahu Aura singkat, lantas beranjak pergi.

"Devan, ayo. Kita ke ke sana, tapi biar aku lap keringatnya dulu." Aura dengan cepat menyentuh kening Devan yang berkeringat dengan telapak tangannya.

"Langit," lirih Senja mendekatinya.

"Kenapa?" tanyanya menoleh, sambil menutupi hidungnya dengan tangan.

"Senja, mau lihat hidung Langit."

"Nggak usah," tolaknya kasar.

"Biar Senja obatin, ya."

"Lebih baik kamu rayain atas kemenangan kelas kamu itu, nggak usah peduliin aku."

"Tapi, Langit. Butuh senja."

"Nggak. Langit, nggak butuh apa-apa termasuk Senja." Langit berlalu pergi, perkataannya membuat Senja meneteskan air mata.

"Langit, kenapa ngomong kaya gitu ke Senja."

Langit memberhentikan langkahnya, ketika ia mendengar suara tangis dari Senja. Bergegas, ia berbalik dan memeluk Senja yang tengah menangis karena dirinya.

"Maafin Langit. Tadi, Langit nggak serius ngomong kaya gitu," ujar langit mengeratkan pelukannya, dan menepuk pelan kepala Senja.

"Senja, nggak mau Langit kenapa-kenapa. Senja, mau obatin luka Langit," lirih Senja dalam pelukan Langit.

Langit melepaskan pelukannya, lalu menggenggam tangan Senja. "Mau ke mana?" tanya Senja ketika Langit akan mengajaknya pergi.

"Obatin lukanya Langit." Senja tersenyum mendengar itu. Lantas, keduanya pun berjalan beriringan, meninggalkan lapangan.

***

Bab terkait

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 6-Diary yang Saling Jatuh Cinta

    ***"Langit, duduk di sini dulu, ya." Senja melepaskan genggaman tangan Langit, lantas ia memasuki kelasnya untuk mengambil tissu di dalam tas."Heh, lo nggak usah ngambil perhatiannya Senja. Gue tahu, lo cuman pura-pura mimisan biar Senja peduli sama lo 'kan." Devan tiba-tiba saja datang menghampiri Langit."Pura-pura mimisan gimana? Jelas-jelas lo yang udah buat gue kaya gini, apa lo sengaja melempar bola voli itu ke hidung gue tadi? Biar kelompok gue kalah?" Langit berdiri dari duduknya, mendorong Devan cukup kasar."Kalo gue sengaja kenapa? Gue lakuin itu, karena gue nggak mau Senja sedih.""Ini ada apa?" tanya Senja mendekat."Ja, obatin lukanya di kelas aja," ajak Langit meraih tangan Senja."Apa-apaan! Senja, harus merayakan kemenangan kelasnya.""Lo itu udah gede, masa obatin luka mimisan aja nggak bisa. Senja, nggak perlu bantu lo

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 7-Bertamu Untuk Bertemu Ibu

    ***"Senja sama Devan nggak pacaran, Bu.""Alhamdulillah kalo gitu, biar kamu bisa Ibu jodohkan."Senja mengembuskan napas berat. "Senja, tetap nggak mau dijodohkan, Bu."Tuk! Tuk!"Biar Senja aja yang buka pintunya." Senja melangkah ke ruang tamu kembali, untuk membuka pintunya."Aura!!" seru Senja dibalas pelukan darinya. "Senja.""Om, Tante. Apa kabar?" tanya Senja meraih tangan keduanya, setelah berpelukan dengan Aura."Baik Senja.""Senja, siapa yang datang?" tanya Mawar menghampiri Senja di ambang pintu."Aura sama keluarganya, Bu.""Aura datang ke sini sama Papah dan Mamah, mau kasih oleh-oleh, buat Ibu dan Senja.""Ayo masuk dulu, Ra. Shinta kamu apa kabar? Lama kita nggak bertemu," ucap Mawar memeluk Shinta--Mamah Aura."Alhamdulillah, ak

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 8- Penyusunan Rencana Untuk Senja

    ***"Itu orangnya baik-baik aja nggak, ya? Aduh, bapak sih. Kenapa nyetirnya nggak hati-hati, jadinya tabrakan sama motor 'kan."Langit bergegas keluar dari mobil itu, menghampiri pemilik motor yang sempat ditabrak oleh mobilnya. "Mas, gakpapa?" tanya Langit."Gue sih gakpapa, tapi lihat motor gue lecet!" serunya memandang Langit."Lah, lo ...." Langit menganga, ketika mendapati pemilik motor itu; ialah Devan."Oh, jadi lo yang udah nabrak gue? Tanggung jawab, gue nggak mau tahu lo harus tanggung jawab.""Bukan gue yang nabrak lo, ya. Tapi supir taksi ini, lagi pula motor lo cuman keserempet sedikit, jadi gue nggak perlu buat tanggung jawab," bantah Langit."M-maaf, Mas. Saya nggak sengaja, soalnya tadi saya buru-buru mau mengantarkan penumpang ke Bandara." Supir taksi yang mengemudikan mobil itu pun merunduk, merasa bersalah."Bapak, ngga

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 9-Hari Libur Bersama Devan

    ***"Senja, bangun!!"Suara jam beaker tidak membangunkan Senja, bahkan teriakan dari Mawar pun tidak membuat Senja bangun dari tidurnya. Satu-satunya jalan, supaya Senja terbangun; ialah menyiram wajahnya menggunakan air dingin."DINGIN!" jerit Senja langsung terduduk di atas tempat tidurnya."Dingin 'kan?!" Suara di sampingnya, membuat Senja mengucek mata dan menengok."Ibu! Kenapa siram Senja pakai air!" sembur Senja."Ini baru air dingin, belum air panas.""Bu, ini hari Minggu. Jadi, gakpapa kalo Senja bangun siang, lagian setiap malam Senja itu sibuk belajar jadi sekarang Senja mau tidur seharian," ucap Senja."Hari ini nggak ada kata tidur! Kamu harus bangun, mandi dan siap-siap!" tegas Mawar berkacak pinggang."Siap-siap memangnya mau ke mana, Bu?""Orang tua jodoh kamu, mau bertamu lagi hari ini. D

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 10-Menuntut Perjodohan

    ***"Mau pulang sekarang?" tanya Devan mendekat."Biar gue yang antar Senja ke rumah aja," timpal Nabil."Iya, Sayang. Kakak gue aja yang mengantar Senja pulang, kita 'kan udah lama nggak bertemu. Masa, kamu mau pergi lagi sih," sambar Neysa."Cuman sebentar antar Senja pulang.""Ah, nggak usah, Devan. Biar Nabil aja yang antar Senja pulang, Devan di sini aja temani Neysa," tolak Senja meskipun menahan lara dalam hatinya."Gakpapa, Ja?""Iya, udah ayo, Nabil." Senja menggandeng tangan Nabil tanpa ragu, memperlihatkan jika ia baik-baik saja di depan Devan dan Neysa."Kayanya kalian berdua ini cocok, Kak Nabil dan Senja. Kenapa nggak pacaran aja?" Neysa mulai membuat keadaan panas kembali."Itu masalah nanti, Sa. Yang penting, Senja nyaman dulu sama gue. Kalo udah nyaman, 'kan jadi enak buat pacaran," ujar Nabil tersenyum da

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 11-Aku Cinta Kamu, Bukan Temanmu

    ***"Pagi, Tante. Senjanya ada?" Nabil lebih dulu datang ke rumah Senja, sebelum Senja bersiap diri.Mawar mengeryit kebingungan, ia mempersilakan Nabil untuk duduk. "Kamu siapanya Senja?""Saya ...." Belum sepenuhnya Nabil menjawab pertanyaan dari Mawar, Senja tiba-tiba datang."Dia pacar Senja, Bu."Pernyataan yang Senja lontarkan, berhasil membuat beku suasana. Nabil terperangah, begitu juga dengan Mawar yang mendengarnya. "Maksud kamu apa, Senja!" bentak Mawar."Maksud Senja, Nabil ini pacar Senja."Mawar mendelik, menarik pergelangan tangan Senja kasar. "Kamu jangan main-main sama, Ibu!""Bu, maaf kemarin Senja lupa bilang ke Ibu kalo Senja udah punya pacar. Dan, Senja mau kenalin Ibu sama pacar Senja. Dia namanya Nabil," ucap Senja memandang Nabil yang juga sedang kebingungan, atas perkataan Senja."Sejak kapan kalian berdua pacaran?!" tanya Mawar sambil menatap Senja dan Nabil, secara bergantian.

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 12-Pertengkaran Senja dan Aura

    ***"Kok Senja?""Iya, karena dia!" serunya lagi."Tapi, apa masalahnya? Bukannya, lo sama Senja berteman baik?""Namanya teman itu, kadang ada baiknya kadang nggak.""Maksud lo? Sorry, gue nggak paham.""Devan, aku itu suka sama kamu," terang Aura dengan sorot matanya memandang bola mata berwarna cokelat, milik Devan."Suka sama gue?""Terserah, Devan mau percaya apa nggak. Tapi, yang jelas Aura suka sama Devan.""Sejak kapan?""Devan, pikir aja sendiri," ketus Aura memalingkan pandangannya dari Devan."Terus, apa masalah lo sama Senja?" Devan menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal."Masalahnya ada di Devan!" seru Aura."Kenapa jadi gue?" Devan membelalakan matanya, menatap Aura sengit."Aura!" panggil Senja yang masuk ke dalam kelas

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 13-Pacar Palsu dan Calon Mantu

    ***"Devan, kamu cepat bersiap-siap.""Memangnya kita mau ke mana, Mah?""Udah kamu jangan banyak tanya," timpal Nirwan yang tengah membaca koran di teras depan rumahnya."Pah, Devan nggak tahu mau ke mana. Jadi, buat apa Devan bersiap-siap," bantah Devan."Mau ke rumah jodoh kamu," balas Nirwan masih fokus dengan koran di tangannya."Jodoh?""Devan, maksud papah lo apa?" tanya Neysa yang ada di rumah Devan."Gue juga nggak tahu.""Neysa, sayang. Lebih baik kamu pulang sekarang, ya. Karena Tante, Om, sama Devan mau pergi," ujar Anggun mendekat."Mau pergi ke mana, Tante?""Kamu nggak perlu tahu, kita mau pergi ke mana. Karena kamu bukan siapa-siapanya Devan, jadi tolong kamu menjauh dari Devan.""Loh, Mah. Mamah lupa sama Neysa? Dia ini teman kecil Devan, dan nggak mungkin Neysa menjauh dari Devan," sanggah Devan."Kalian berdua itu cuman teman kecil, dan sebentar lagi Devan mau bertemu

Bab terbaru

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 45-Pesta Membuat Kisah Baru

    ***Aura langsung menatap Senja. "Bukan gitu, Ja. Maksud aku ... kenapa Langit harus pacaran sama Neysa, kenapa nggak sama Perempuan lain.""Atau jangan-jangan, Aura suka sama Langit?" tuduh Senja."Ja, aku sama Langit itu sahabatan. Jadi, nggak mungkin aku suka sama dia," bantah Aura langsung meminta supir angkutan umum, untuk berhenti saat akan melewati persimpangan kompleks rumahnya."Aura, tunggu!" seru Senja menyusul Aura, yang sudah turun lebih dulu."Ja, Aura nggak mau bahas apa pun lagi tentang Langit. Jadi, kalo Senja tetap mau berteman sama Aura, jangan sebut-sebut nama Langit lagi, ya." Kening Senja berkerut, ia berjalan mengikuti langkah panjang dari kaki Aura. Lantas, Aura memasuki rumahnya tanpa berbicara kembali pada Senja. "Kenapa persahabatan kita bertiga, jadi berantakan kaya gini? Karena Senja menikah dengan Devan, semuanya jadi pergi meninggalkan Senja. Pertama, Langit dan sekarang Aura."Embusan napas kasar keluar dari hidung Senja, ia kembali berjalan gontai unt

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 44-Awal Dari Segalanya

    ***"Kapan acaranya, Van?" tanya Haikal."Setelah kelulusan gue bilang!" tegas Devan, lantas beranjak pergi dari ruang kelasnya."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumahnya? Dan, mengajak seluruh kelas IPA?" tanya Aura bingung, begitu pun dengan Senja yang mulai berhenti menangis."Senja, harus bicara sama Devan," ujar Senja pergi menyusul Devan, yang sudah berada di ruang ujian."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumah? Kita belum membicarakan sama orang tua kamu, dan belum ada persiapan juga. Ujian nasional tinggal dua hari lagi, dan setelah itu kita langsung mengadakan pesta kelulusan?""Gue cuman mau buat pesta kelulusan, sekalian merayakan pernikahan kita. Dan, lo nggak perlu pusing memikirkan persiapan buat pesta itu, gue yang akan mengatur semuanya," balas Devan tanpa ekspresi di wajahnya.Ujian nasional dilaksanakan selama tiga hari, dan hanya beberapa mata pelajaran saja yang diujikan, sesuai dengan jurusan yang ada di SMA Nusa Bangsa. Mata p

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 43-Ujian Nasional

    ***"Kemarin waktu kamu nggak berangkat sekolah, karena menikah sama Devan. Langit sama Neysa udah resmi berpacaran."Senja hanya terdiam, ia enggan berkomentar saat ini tentang hubungan Langit dan Neysa, yang terjalin begitu cepat. Bel masuk pun berbunyi, membuat beberapa murid mulai mengeluarkan buku-bukunya, untuk mengikuti mata pelajaran di jam pertama.Senja, nggak percaya. Kalo Langit sama Neysa pacaran, karena Neysa pasti masih mencintai Devan. Nggak mungkin secepat itu, perasaan Neysa berpaling dari Devan, secara mereka berdua teman dari kecil, dan udah kenal lama, batin Senja."Ja, gimana malam pertama kamu sama Devan? Hum, pasti romantis 'kan," bisik Aura membuat lamunan Senja menghilang."Biasa aja," balas Senja datar, ia melanjutkan menulis materi, yang sudah diterangkan oleh guru di depan kelasnya."Nggak mungkin, biasa aja dong. Pasti kamu sama Devan udah melakukan itu 'kan?" tanya Aura membuat Senja berdiri dari duduknya."Senja, ada apa?" tegur guru itu."Ah, Bu. Senja

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 42-Kehidupan yang Baru

    ***"Bahagia kok," jawab Senja dengan senyuman kali ini."Yaudah, kalo gitu gue mau mandi dulu." Devan berlalu pergi dari hadapan Senja, tetapi sebelum memasuki kamar mandi. Devan lebih dulu melepas seluruh kancing kemejanya, dan membiarkan tubuh bagian atas terbuka begitu saja."Devan!!" seru Senja langsung menutup matanya dengan kedua tangan. Devan pun berbalik, keningnya berkerut karena teriakan dari Senja."Ada apa?" tanyanya santai."Buka bajunya 'kan bisa di dalam kamar mandi," protes Senja enggan membuka mata, apalagi mengalihkan kedua tangan dari depan matanya."Kenapa memangnya? Gue gerah, jadi gue bukan di luar sekalian." Senja terdiam, diamnya Senja justru membuat Devan melangkah mendekat.Senja yang mendengar langkah kaki Devan, langsung menghentikannya. "Stop! Devan, mau ngapain ke sini?!"Langkah Devan terhenti, saat Senja memintanya. "Lo sendiri kenapa tutup mata gitu? Apa badan gue seburuk itu?"Senja menggeleng, lalu merunduk malu. "Ja, lo lupa kalo kita berdua udah j

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 41-Diary Membuat Mimpi Lari

    ***"Sekarang, kalian berdua sudah resmi menjadi sepasang suami istri, dan silakan tanda tangan di buku nikah ini," ujar penghulu membuat Devan menggangguk. Setelah Devan bertanda tangan, giliran Senja yang perlahan meraih bolpoin untuk menandatanganinya, meski hatinya terasa berat.Senja masih tidak menyangka, nasib atau takdir yang saat ini ia dapatkan. Meskipun, Senja memiliki rasa terhadap Devan, akan tetapi pernikahan dini bukanlah keinginan Senja. "Ini semua udah terjadi," lirih Senja masih menangis, tanpa memperlihatkan air matanya. Sejak tadi, ia terus merunduk dan membungkam Isak tangisnya."Ja, gue bahagia banget hari ini, karena gue akhirnya bisa memiliki lo seutuhnya," ujar Devan tersenyum, lantas meraih tangan Senja di pangkuan. Namun, Senja menepisnya kasar. Kesabaran Senja sudah berakhir, pada saat Devan mengucapkan ijab qobul tersebut. Senja berdiri, ia menyeka air matanya kasar sambil memandang orang-orang di sana. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Senja berlalu pe

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 40 - Melepas Masa Lajang

    ***"Senja, yang sama. Senja, yang aku ...."Bugh!Devan datang dengan amarahnya, ia langsung memukul pipi Langit. "Devan!" seru Senja membungkam mulutnya dengan kedua tangan. Setelah membuat pipi Langit lebam, Devan langsung menarik pergelangan tangan Senja."Besok kita berdua akan menikah, jadi lo tolong jauhi Senja!" kelakar Devan."Besok? Devan, tanggal pernikahan kita udah ditentukan. Dan, besok baru tanggal 23 Mei, sedangkan kita menikah tanggal 25 bertepatan dengan kelulusan sekolah dan ulang tahun Senja. Dan, tanggal 24 Mei kita 'kan harus ujian nasional."Devan tidak memperdulikan perkataan Senja, ia justru berlalu pergi bersama dengan Senja. Namun, perkataan Langit telah menghentikan kepergian mereka berdua. "Devan! Lo boleh menikah besok dengan Senja, karena setelah kelulusan gue juga akan pergi dari kehidupan kalian berdua.""Nggak!" Senja menepis genggaman tangan Devan, dan berbalik menatap Langit meski dari jara

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 39 - Maaf, Aku Sudah Mencintaimu

    ***"Ajak Langit juga, ya," balas Senja dengan senyuman lebar. Lantas, mereka bertiga beranjak dari area kantin, untuk menemui Langit di perpustakaan."Ke dermaga? Ngapain? Ini masih siang, jadi mataharinya belum tenggelam," balas Langit setelah mendapat ajakan dari Senja dan juga Aura."Kita mau ke dermaga, bukan buat melihat matahari tenggelam, Langit.""Iya, kita cuman mau mewujudkan keinginan Senja, sebelum kelulusan sekolah," sambar Aura membuat Langit langsung menutup buku komik, yang sejak tadi sedang ia baca."Kita bolos sekolah hari ini?" tanya Langit memandang mereka bertiga, secara bergantian. Lantas, mendapat anggukan cepat dari Aura.Kali ini mereka lebih memilih untuk membolos, karena sudah tidak waktu bagi mereka bersenang-senang. Sebelum ujian nasional tiba, dan sebelum Senja menikah dengan Devan. Sehingga, Langit pun mengiyakan permintaan Senja dan Aura, untuk segera meninggalkan sekolah ketika jam pelajaran."Setelah

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 38 - Mewujudkan Keinginan Senja

    ***Langit meletakkan buku-bukunya di atas tempat tidur, dan meraih kedua tangan Senja yang berada di pangkuan. "Ja, sampai kapan pun kita berdua akan menjadi sahabat. Bahkan, kalo perlu sampai tua.""Langit, janji sama Senja, ya. Jangan pergi meninggalkan Senja sendiri, karena Senja nggak bisa hidup tanpa Langit."Langit meraih tubuh Senja, untuk membawanya ke dalam dekapan. "Aku nggak bisa janji, Ja. Karena setelah lulus, aku akan pergi ke Amerika buat melanjutkan pendidikan di sana," bisik Langit membuat air mata Senja tumpah."Langit, kenapa harus pergi," ucap Senja parau."Karena aku dapat beasiswa di salah satu universitas, yang ada di Amerika." Lantas, Langit melepaskan pelukan itu, dan menghapus air mata Senja. "Kamu tahu 'kan, Ja. Kalo impian aku itu menjadi dokter, dan masa depan aku itu ada di sana. Jadi, aku harus pergi ke Amerika untuk meraih masa depan aku.""Langit, berbeda sama Devan. Devan bilang masa depannya itu Senja. Tap

  • CATATAN UNTUK SENJA   Bab 37 - Menjaga Jodoh Orang

    ***"Kenapa cari Langit, Ja? Sekarang 'kan udah ada Devan jodoh kamu, jadi kamu nggak perlu lagi memikirkan Langit," balas Aura."Ra, bagaimanapun Langit itu tetap sahabat Senja. Jadi, Senja nggak bisa sehari aja nggak memikirkan Langit. Karena bagi Senja, Langit itu segalanya."Kening Devan berkerut, saat mendengarnya. "Terus, gue bagi lo apa, Ja? Orang ketiga, dalam hubungan persahabatan kalian?"Senja langsung terperanjat, ia menangkap Devan di hadapannya. Senja tidak menyadari, jika sejak tadi Devan tengah bersamanya. "Bukan gitu maksud Senja, Devan.""Udahlah, Ja. Sekarang yang harus kamu pikirkan itu, ujian nasional sama Devan karena dia jodoh kamu." Aura mengatakannya begitu lantang, sehingga perbincangan itu pun berakhir. Kala Senja yang beranjak pergi, dari area kantin."Senja!" panggil Devan tidak diperdulikan oleh Senja, namun kedatangan Neysa telah menahan Devan, untuk tidak pergi dari kantin.Sementara itu, Senja tetap an

DMCA.com Protection Status