***
"Senja sama Devan nggak pacaran, Bu."
"Alhamdulillah kalo gitu, biar kamu bisa Ibu jodohkan."
Senja mengembuskan napas berat. "Senja, tetap nggak mau dijodohkan, Bu."
Tuk! Tuk!
"Biar Senja aja yang buka pintunya." Senja melangkah ke ruang tamu kembali, untuk membuka pintunya.
"Aura!!" seru Senja dibalas pelukan darinya. "Senja."
"Om, Tante. Apa kabar?" tanya Senja meraih tangan keduanya, setelah berpelukan dengan Aura.
"Baik Senja."
"Senja, siapa yang datang?" tanya Mawar menghampiri Senja di ambang pintu.
"Aura sama keluarganya, Bu."
"Aura datang ke sini sama Papah dan Mamah, mau kasih oleh-oleh, buat Ibu dan Senja."
"Ayo masuk dulu, Ra. Shinta kamu apa kabar? Lama kita nggak bertemu," ucap Mawar memeluk Shinta--Mamah Aura.
"Alhamdulillah, ak
***"Itu orangnya baik-baik aja nggak, ya? Aduh, bapak sih. Kenapa nyetirnya nggak hati-hati, jadinya tabrakan sama motor 'kan."Langit bergegas keluar dari mobil itu, menghampiri pemilik motor yang sempat ditabrak oleh mobilnya. "Mas, gakpapa?" tanya Langit."Gue sih gakpapa, tapi lihat motor gue lecet!" serunya memandang Langit."Lah, lo ...." Langit menganga, ketika mendapati pemilik motor itu; ialah Devan."Oh, jadi lo yang udah nabrak gue? Tanggung jawab, gue nggak mau tahu lo harus tanggung jawab.""Bukan gue yang nabrak lo, ya. Tapi supir taksi ini, lagi pula motor lo cuman keserempet sedikit, jadi gue nggak perlu buat tanggung jawab," bantah Langit."M-maaf, Mas. Saya nggak sengaja, soalnya tadi saya buru-buru mau mengantarkan penumpang ke Bandara." Supir taksi yang mengemudikan mobil itu pun merunduk, merasa bersalah."Bapak, ngga
***"Senja, bangun!!"Suara jam beaker tidak membangunkan Senja, bahkan teriakan dari Mawar pun tidak membuat Senja bangun dari tidurnya. Satu-satunya jalan, supaya Senja terbangun; ialah menyiram wajahnya menggunakan air dingin."DINGIN!" jerit Senja langsung terduduk di atas tempat tidurnya."Dingin 'kan?!" Suara di sampingnya, membuat Senja mengucek mata dan menengok."Ibu! Kenapa siram Senja pakai air!" sembur Senja."Ini baru air dingin, belum air panas.""Bu, ini hari Minggu. Jadi, gakpapa kalo Senja bangun siang, lagian setiap malam Senja itu sibuk belajar jadi sekarang Senja mau tidur seharian," ucap Senja."Hari ini nggak ada kata tidur! Kamu harus bangun, mandi dan siap-siap!" tegas Mawar berkacak pinggang."Siap-siap memangnya mau ke mana, Bu?""Orang tua jodoh kamu, mau bertamu lagi hari ini. D
***"Mau pulang sekarang?" tanya Devan mendekat."Biar gue yang antar Senja ke rumah aja," timpal Nabil."Iya, Sayang. Kakak gue aja yang mengantar Senja pulang, kita 'kan udah lama nggak bertemu. Masa, kamu mau pergi lagi sih," sambar Neysa."Cuman sebentar antar Senja pulang.""Ah, nggak usah, Devan. Biar Nabil aja yang antar Senja pulang, Devan di sini aja temani Neysa," tolak Senja meskipun menahan lara dalam hatinya."Gakpapa, Ja?""Iya, udah ayo, Nabil." Senja menggandeng tangan Nabil tanpa ragu, memperlihatkan jika ia baik-baik saja di depan Devan dan Neysa."Kayanya kalian berdua ini cocok, Kak Nabil dan Senja. Kenapa nggak pacaran aja?" Neysa mulai membuat keadaan panas kembali."Itu masalah nanti, Sa. Yang penting, Senja nyaman dulu sama gue. Kalo udah nyaman, 'kan jadi enak buat pacaran," ujar Nabil tersenyum da
***"Pagi, Tante. Senjanya ada?" Nabil lebih dulu datang ke rumah Senja, sebelum Senja bersiap diri.Mawar mengeryit kebingungan, ia mempersilakan Nabil untuk duduk. "Kamu siapanya Senja?""Saya ...." Belum sepenuhnya Nabil menjawab pertanyaan dari Mawar, Senja tiba-tiba datang."Dia pacar Senja, Bu."Pernyataan yang Senja lontarkan, berhasil membuat beku suasana. Nabil terperangah, begitu juga dengan Mawar yang mendengarnya. "Maksud kamu apa, Senja!" bentak Mawar."Maksud Senja, Nabil ini pacar Senja."Mawar mendelik, menarik pergelangan tangan Senja kasar. "Kamu jangan main-main sama, Ibu!""Bu, maaf kemarin Senja lupa bilang ke Ibu kalo Senja udah punya pacar. Dan, Senja mau kenalin Ibu sama pacar Senja. Dia namanya Nabil," ucap Senja memandang Nabil yang juga sedang kebingungan, atas perkataan Senja."Sejak kapan kalian berdua pacaran?!" tanya Mawar sambil menatap Senja dan Nabil, secara bergantian.
***"Kok Senja?""Iya, karena dia!" serunya lagi."Tapi, apa masalahnya? Bukannya, lo sama Senja berteman baik?""Namanya teman itu, kadang ada baiknya kadang nggak.""Maksud lo? Sorry, gue nggak paham.""Devan, aku itu suka sama kamu," terang Aura dengan sorot matanya memandang bola mata berwarna cokelat, milik Devan."Suka sama gue?""Terserah, Devan mau percaya apa nggak. Tapi, yang jelas Aura suka sama Devan.""Sejak kapan?""Devan, pikir aja sendiri," ketus Aura memalingkan pandangannya dari Devan."Terus, apa masalah lo sama Senja?" Devan menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal."Masalahnya ada di Devan!" seru Aura."Kenapa jadi gue?" Devan membelalakan matanya, menatap Aura sengit."Aura!" panggil Senja yang masuk ke dalam kelas
***"Devan, kamu cepat bersiap-siap.""Memangnya kita mau ke mana, Mah?""Udah kamu jangan banyak tanya," timpal Nirwan yang tengah membaca koran di teras depan rumahnya."Pah, Devan nggak tahu mau ke mana. Jadi, buat apa Devan bersiap-siap," bantah Devan."Mau ke rumah jodoh kamu," balas Nirwan masih fokus dengan koran di tangannya."Jodoh?""Devan, maksud papah lo apa?" tanya Neysa yang ada di rumah Devan."Gue juga nggak tahu.""Neysa, sayang. Lebih baik kamu pulang sekarang, ya. Karena Tante, Om, sama Devan mau pergi," ujar Anggun mendekat."Mau pergi ke mana, Tante?""Kamu nggak perlu tahu, kita mau pergi ke mana. Karena kamu bukan siapa-siapanya Devan, jadi tolong kamu menjauh dari Devan.""Loh, Mah. Mamah lupa sama Neysa? Dia ini teman kecil Devan, dan nggak mungkin Neysa menjauh dari Devan," sanggah Devan."Kalian berdua itu cuman teman kecil, dan sebentar lagi Devan mau bertemu
***"Devan, kamu ini apa-apan sih?! Kenapa kamu menolak untuk dijodohkan sama Senja? Bukannya kalian berdua sudah saling kenal?""Devan, nggak menolak perjodohan ini, Pah. Tapi, Devan nggak mau menerima perjodohan ini kalo Senja juga belum bisa menerimanya.""Jadi, maksud kamu? Kamu mau menunggu sampai Senja menerima perjodohan ini?""Iya, Mah. Devan, nggak mau perjodohan ini cuman disetuju sama satu pihak. Devan, maunya Senja juga setuju sama perjodohan ini.""Yaudah kalo itu mau kamu."**"Senja!! Jangan harap kamu bisa bertemu sama ibu lagi!" seru Mawar mengemaskan barang-barangnya, sembari berteriak."Ibu!" Senja yang mendengarnya, langsung menghampiri Mawar ke dalam kamar. Melihat Mawar tengah berkemas, Senja pun menghentikannya."Bu, jangan pergi. Kalo Ibu pergi, nanti Senja tinggal sama siapa di sini? Terus, Ibu mau tinggal di mana nanti?""Nggak usah peduli lagi sama Ibu. Kamu pikirkan aja perasaan k
***"Hati, memang nggak bisa berbohong!" seru Mawar kembali."Bu, sakit," rintih Senja ketika darah segar mengalir dari pergelangan tangannya."Astaga!!!" Mawar terperanjat, ia memundurkan langkahnya dan melepaskan cengkeramannya dari tangan Senja."Bu, sakit," rengek Senja memegangi pergelangan tangannya, yang berdarah."Ibu, minta maaf, Sayang." Mawar langsung mengambil kotak obat di kamar Senja, dan membersihkan sedikit luka di pergelangan tangan Senja.Senja mencoba menahan Isak tangisnya, melihat Mawar yang sibuk mengobati lukanya itu. Meskipun, hanya luka kecil akibat kuku panjang milik Mawar, yang membuat goresan di pergelangan tangan Senja. Akan tetapi, Senja masih bisa melihat sisi malaikat tanpa sayap, dari sosok Mawar."Bu, gakpapa. Ini cuman sakit sedikit," kata Senja, dibalas senyuman singkat dari Mawar."Senja, maafkan ibu."
***Aura langsung menatap Senja. "Bukan gitu, Ja. Maksud aku ... kenapa Langit harus pacaran sama Neysa, kenapa nggak sama Perempuan lain.""Atau jangan-jangan, Aura suka sama Langit?" tuduh Senja."Ja, aku sama Langit itu sahabatan. Jadi, nggak mungkin aku suka sama dia," bantah Aura langsung meminta supir angkutan umum, untuk berhenti saat akan melewati persimpangan kompleks rumahnya."Aura, tunggu!" seru Senja menyusul Aura, yang sudah turun lebih dulu."Ja, Aura nggak mau bahas apa pun lagi tentang Langit. Jadi, kalo Senja tetap mau berteman sama Aura, jangan sebut-sebut nama Langit lagi, ya." Kening Senja berkerut, ia berjalan mengikuti langkah panjang dari kaki Aura. Lantas, Aura memasuki rumahnya tanpa berbicara kembali pada Senja. "Kenapa persahabatan kita bertiga, jadi berantakan kaya gini? Karena Senja menikah dengan Devan, semuanya jadi pergi meninggalkan Senja. Pertama, Langit dan sekarang Aura."Embusan napas kasar keluar dari hidung Senja, ia kembali berjalan gontai unt
***"Kapan acaranya, Van?" tanya Haikal."Setelah kelulusan gue bilang!" tegas Devan, lantas beranjak pergi dari ruang kelasnya."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumahnya? Dan, mengajak seluruh kelas IPA?" tanya Aura bingung, begitu pun dengan Senja yang mulai berhenti menangis."Senja, harus bicara sama Devan," ujar Senja pergi menyusul Devan, yang sudah berada di ruang ujian."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumah? Kita belum membicarakan sama orang tua kamu, dan belum ada persiapan juga. Ujian nasional tinggal dua hari lagi, dan setelah itu kita langsung mengadakan pesta kelulusan?""Gue cuman mau buat pesta kelulusan, sekalian merayakan pernikahan kita. Dan, lo nggak perlu pusing memikirkan persiapan buat pesta itu, gue yang akan mengatur semuanya," balas Devan tanpa ekspresi di wajahnya.Ujian nasional dilaksanakan selama tiga hari, dan hanya beberapa mata pelajaran saja yang diujikan, sesuai dengan jurusan yang ada di SMA Nusa Bangsa. Mata p
***"Kemarin waktu kamu nggak berangkat sekolah, karena menikah sama Devan. Langit sama Neysa udah resmi berpacaran."Senja hanya terdiam, ia enggan berkomentar saat ini tentang hubungan Langit dan Neysa, yang terjalin begitu cepat. Bel masuk pun berbunyi, membuat beberapa murid mulai mengeluarkan buku-bukunya, untuk mengikuti mata pelajaran di jam pertama.Senja, nggak percaya. Kalo Langit sama Neysa pacaran, karena Neysa pasti masih mencintai Devan. Nggak mungkin secepat itu, perasaan Neysa berpaling dari Devan, secara mereka berdua teman dari kecil, dan udah kenal lama, batin Senja."Ja, gimana malam pertama kamu sama Devan? Hum, pasti romantis 'kan," bisik Aura membuat lamunan Senja menghilang."Biasa aja," balas Senja datar, ia melanjutkan menulis materi, yang sudah diterangkan oleh guru di depan kelasnya."Nggak mungkin, biasa aja dong. Pasti kamu sama Devan udah melakukan itu 'kan?" tanya Aura membuat Senja berdiri dari duduknya."Senja, ada apa?" tegur guru itu."Ah, Bu. Senja
***"Bahagia kok," jawab Senja dengan senyuman kali ini."Yaudah, kalo gitu gue mau mandi dulu." Devan berlalu pergi dari hadapan Senja, tetapi sebelum memasuki kamar mandi. Devan lebih dulu melepas seluruh kancing kemejanya, dan membiarkan tubuh bagian atas terbuka begitu saja."Devan!!" seru Senja langsung menutup matanya dengan kedua tangan. Devan pun berbalik, keningnya berkerut karena teriakan dari Senja."Ada apa?" tanyanya santai."Buka bajunya 'kan bisa di dalam kamar mandi," protes Senja enggan membuka mata, apalagi mengalihkan kedua tangan dari depan matanya."Kenapa memangnya? Gue gerah, jadi gue bukan di luar sekalian." Senja terdiam, diamnya Senja justru membuat Devan melangkah mendekat.Senja yang mendengar langkah kaki Devan, langsung menghentikannya. "Stop! Devan, mau ngapain ke sini?!"Langkah Devan terhenti, saat Senja memintanya. "Lo sendiri kenapa tutup mata gitu? Apa badan gue seburuk itu?"Senja menggeleng, lalu merunduk malu. "Ja, lo lupa kalo kita berdua udah j
***"Sekarang, kalian berdua sudah resmi menjadi sepasang suami istri, dan silakan tanda tangan di buku nikah ini," ujar penghulu membuat Devan menggangguk. Setelah Devan bertanda tangan, giliran Senja yang perlahan meraih bolpoin untuk menandatanganinya, meski hatinya terasa berat.Senja masih tidak menyangka, nasib atau takdir yang saat ini ia dapatkan. Meskipun, Senja memiliki rasa terhadap Devan, akan tetapi pernikahan dini bukanlah keinginan Senja. "Ini semua udah terjadi," lirih Senja masih menangis, tanpa memperlihatkan air matanya. Sejak tadi, ia terus merunduk dan membungkam Isak tangisnya."Ja, gue bahagia banget hari ini, karena gue akhirnya bisa memiliki lo seutuhnya," ujar Devan tersenyum, lantas meraih tangan Senja di pangkuan. Namun, Senja menepisnya kasar. Kesabaran Senja sudah berakhir, pada saat Devan mengucapkan ijab qobul tersebut. Senja berdiri, ia menyeka air matanya kasar sambil memandang orang-orang di sana. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Senja berlalu pe
***"Senja, yang sama. Senja, yang aku ...."Bugh!Devan datang dengan amarahnya, ia langsung memukul pipi Langit. "Devan!" seru Senja membungkam mulutnya dengan kedua tangan. Setelah membuat pipi Langit lebam, Devan langsung menarik pergelangan tangan Senja."Besok kita berdua akan menikah, jadi lo tolong jauhi Senja!" kelakar Devan."Besok? Devan, tanggal pernikahan kita udah ditentukan. Dan, besok baru tanggal 23 Mei, sedangkan kita menikah tanggal 25 bertepatan dengan kelulusan sekolah dan ulang tahun Senja. Dan, tanggal 24 Mei kita 'kan harus ujian nasional."Devan tidak memperdulikan perkataan Senja, ia justru berlalu pergi bersama dengan Senja. Namun, perkataan Langit telah menghentikan kepergian mereka berdua. "Devan! Lo boleh menikah besok dengan Senja, karena setelah kelulusan gue juga akan pergi dari kehidupan kalian berdua.""Nggak!" Senja menepis genggaman tangan Devan, dan berbalik menatap Langit meski dari jara
***"Ajak Langit juga, ya," balas Senja dengan senyuman lebar. Lantas, mereka bertiga beranjak dari area kantin, untuk menemui Langit di perpustakaan."Ke dermaga? Ngapain? Ini masih siang, jadi mataharinya belum tenggelam," balas Langit setelah mendapat ajakan dari Senja dan juga Aura."Kita mau ke dermaga, bukan buat melihat matahari tenggelam, Langit.""Iya, kita cuman mau mewujudkan keinginan Senja, sebelum kelulusan sekolah," sambar Aura membuat Langit langsung menutup buku komik, yang sejak tadi sedang ia baca."Kita bolos sekolah hari ini?" tanya Langit memandang mereka bertiga, secara bergantian. Lantas, mendapat anggukan cepat dari Aura.Kali ini mereka lebih memilih untuk membolos, karena sudah tidak waktu bagi mereka bersenang-senang. Sebelum ujian nasional tiba, dan sebelum Senja menikah dengan Devan. Sehingga, Langit pun mengiyakan permintaan Senja dan Aura, untuk segera meninggalkan sekolah ketika jam pelajaran."Setelah
***Langit meletakkan buku-bukunya di atas tempat tidur, dan meraih kedua tangan Senja yang berada di pangkuan. "Ja, sampai kapan pun kita berdua akan menjadi sahabat. Bahkan, kalo perlu sampai tua.""Langit, janji sama Senja, ya. Jangan pergi meninggalkan Senja sendiri, karena Senja nggak bisa hidup tanpa Langit."Langit meraih tubuh Senja, untuk membawanya ke dalam dekapan. "Aku nggak bisa janji, Ja. Karena setelah lulus, aku akan pergi ke Amerika buat melanjutkan pendidikan di sana," bisik Langit membuat air mata Senja tumpah."Langit, kenapa harus pergi," ucap Senja parau."Karena aku dapat beasiswa di salah satu universitas, yang ada di Amerika." Lantas, Langit melepaskan pelukan itu, dan menghapus air mata Senja. "Kamu tahu 'kan, Ja. Kalo impian aku itu menjadi dokter, dan masa depan aku itu ada di sana. Jadi, aku harus pergi ke Amerika untuk meraih masa depan aku.""Langit, berbeda sama Devan. Devan bilang masa depannya itu Senja. Tap
***"Kenapa cari Langit, Ja? Sekarang 'kan udah ada Devan jodoh kamu, jadi kamu nggak perlu lagi memikirkan Langit," balas Aura."Ra, bagaimanapun Langit itu tetap sahabat Senja. Jadi, Senja nggak bisa sehari aja nggak memikirkan Langit. Karena bagi Senja, Langit itu segalanya."Kening Devan berkerut, saat mendengarnya. "Terus, gue bagi lo apa, Ja? Orang ketiga, dalam hubungan persahabatan kalian?"Senja langsung terperanjat, ia menangkap Devan di hadapannya. Senja tidak menyadari, jika sejak tadi Devan tengah bersamanya. "Bukan gitu maksud Senja, Devan.""Udahlah, Ja. Sekarang yang harus kamu pikirkan itu, ujian nasional sama Devan karena dia jodoh kamu." Aura mengatakannya begitu lantang, sehingga perbincangan itu pun berakhir. Kala Senja yang beranjak pergi, dari area kantin."Senja!" panggil Devan tidak diperdulikan oleh Senja, namun kedatangan Neysa telah menahan Devan, untuk tidak pergi dari kantin.Sementara itu, Senja tetap an