Ternyata hujan yang mengguyur Kota Jakarta, sungguh sangat awet bagai formalin yang berguna untuk memperlambat pembusukan.Keduanya masih tertidur sambil berpelukan, layaknya pasangan yang sedang dimabuk cinta.Namun suara petir yang menggelegar bagai suara bom di sore itu, membuat keduanya terbangun dari tidur mereka. Keduanya saling membuka mata.Mitha sangat kaget, saat kedua tangannya memeluk erat tubuh Erlan yang kokoh itu."Mas, ma ... maaf." lirihnya lalu mulai melepas tangannya dari tubuh pria itu.Bukan hanya itu saja, Mitha juga mencoba untuk menjauh dari pria itu. Dia melakukan itu, karena sadar jika kedua gundukannya yang terasa besar dan kenyal itu, menempel penuh di dada bidang milik Erlan."Aku kenapa, kok bisa sampai di dalam kamar ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Bahkan aku sampai sangat erat memeluknya. Apakah aku sedang kurang kerjaan, sampai membangunkan singa yang sedang kelaparan itu?" tuturnya dalam hati.Melihat Mitha yang mulai menjauh darinya. Seketika Erlan
Setelah selesai mandi, Mitha pun ke luar dari dalam kamar mandi dan masuk lagi ke dalam kamar. Dia mengitari pandangannya, tidak ada Erlan di dalam kamar itu.Mita pun melangkah mendekati ranjang dan mulai merapikannya kembali, supaya terlihat lebih rapi seperti sedia kala."Tadi aku kok bisa sampai tidur di atas ranjang, ya? Apakah aku digendong olehnya? Kalau begini terus bagaimana caraku untuk lepas dari jeratnya?" pikir Mitha dalam hatinya.Sampai dirinya selesai merapikan kembali ranjang di kamar itu, Mitha tidak juga menemukan jawabannya.Dia tetap teguh pada pendiriannya dari awal, tidak mau terjebak perasaan dengan pria itu."Aku harus bisa! Aku pasti mampu!" Mitha pun mencoba menyemangati dirinya.Mitha lalu melangkah ke luar kamar, namun disaat dirinya ingin membuka handle pintu. Akan tetapi, pintu lebih dulu di buka dari luar.Di depan pintu, terlihat Erlan yang hanya memakai handuk berwarna putih untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Sedangkan tubuh bagian atasnya, berte
Mitha yang menyadari jika Erlan sedang usil kepadanya. Hanya bisa pasrah dan mulai merapikan kamar pria itu lagi. Bahkan dengan sengaja Erlan juga mengeluarkan semua baju-baju yang ada di dalam lemarinya."Ha-ha-ha, rasain, Lo! Berani macam-macam sama gue! Nikmati hukuman Lo, dari gue! Ini mah belum seberapa! Tunggu saja babak selanjutnya!" teriak Erlan sambil menatap tajam ke arah gadis itu.Sementara yang ditatap hanya bisa pasrah, karena dia sedang sibuk membereskan baju-baju Erlan yang berjatuhan sampai ke lantai kamar.Erlan terus saja mengomel-ngomel tiada habisnya. Sedangkan Mitha seakan tidak peduli dengan semua ocehan pria itu.Bahkan Erlan kembali membahas saat Mitha dan Jordan kepergok berpelukan di depannya. Namun gadis itu tetap memilih diam karena percuma baginya untuk menjelaskan semuanya, Erlan tidak akan pernah percaya kepadanya.Cueknya sikap Mitha itu, malah membuat Erlan menjadi marah."Woi! Kamu dengar nggak aku ngomongnya, dari tadi?" Kesal Erlan, kepadanya.Oliv
Hujan masih saja turun, bahkan semakin deras. Mitha pun menyelimuti Erlan yang sedang tertidur. Lalu dia pun keluar dari kamar itu.Mitha kemudian duduk di sofa yang ada di ruang tv. Dia lalu melirik jam di dinding apartemen itu.Waktu telah menunjukkan pukul enam sore."Sebentar lagi, waktu makan malam. Apa yang harus aku lakukan? Kami berdua bisa kelaparan. Jika hujan tidak berhenti juga." pikirnya, dalam hati.Mitha pun melangkah menuju dapur dan melihat jika ada sesuatu yang bisa dimasak di sana.Dia pun membuka kulkas dan melihat jika ada beberapa bahan makanan di dalamnya. Seketika Mitha heran kok bisa ada banyak bahan makanan di dalam kulkas ini.Dia tidak tahu saja, jika Dio yang menyediakan semuanya. Selama ini, selain menjadi asisten pribadi Erlan, Dio juga merangkap sebagai chef pribadi, atasannya.Dio lah yang selama ini mengurusi semua perlengkapan Erlan. Bahkan sampai urusan perut sang bos, juga dia yang mengurusinya.Mitha lalu mengeluarkan semua bahan makanan itu dar
Perut Erlan terasa begah, karena kekenyangan makan semua masakan Mitha. "Boleh juga Lo, masaknya!" pujinya tiba-tiba, kepada gadis itu. "Te ... terima kasih, Mas." Mitha menjadi senang, karena calon suaminya itu memuji hasil masakannya. "Nah dengar kan, baik-baik. Aku punya tugas khusus untukmu!" "I ... iya, Mas. Apa itu? Sebisa mungkin aku akan melakukannya, jika aku bisa." Sahut Mitha lagi. "Enak saja! Tidak boleh ada penolakan! Lo harus bisa menyanggupinya. Katakan dulu jika kamu bisa melakukannya." tukas Erlan setengah memaksa. Mitha terdiam sejenak dan tidak tahu harus berkata apa kepada Erlan. Dia benar-benar bingung. Maksud dari perkataan pria itu kepadanya. "Hei! Kamu kok malah diam? Bisa nggak, kamu?" "Ta ... tapi, kamu menyuruhku melakukan apa dulu, Mas? Aku juga perlu tahu." serunya, sedikit curiga. Mitha takut jika Erlan memintanya melakukan sesuatu yang berhubungan dengan urusan ranjang. Tentu saja Mitha sudah tidak mau melakukannya, sebelum mereka resmi menikah
"Ba ... baik lah, Mas. Aku akan memasak dan mempersiapkan semuanya untukmu. Ta ... tapi tolong, ka-mu jangan menunjukkan lagi aura permusuhan kepada ku." lirih Mitha penuh harap."Hei! Memangnya Lo siapa, ngatur-ngatur gue?" sindir Erlan keras."Aku ... aku ...." ucapnya, terbata. Mitha takut mengatakan apa pun saat ini.Dia sadar sendiri jika dirinya memang tidak berarti apa-apa untuk calon suaminya. Untuk itu, Mitha memilih diam."Kenapa? Lo kok malah diam? Cih!" sindir Erlan."Asal Lo tahu, ya! Lo itu sama sekali tidak ada artinya bagi gue, dan stop berharap lebih!" ketusnya lagi.Seketika hati Mitha sangat terluka mendengar perkataan pria yang sebentar lagi menjadi suaminya itu."I ... iya, Mas. Aku tahu kok. Aku memang tidak memiliki arti apa-apa kepadamu. Aku sadar kok.""Bagus, kalau Lo sadar! Jadi gue nggak perlu capek-capek lagi menjelaskannya kepadamu." ketusnya.Sebenarnya Erlan masih kesal kepada Mitha. Karena dirinya masih terbayang-bayang saat gadis itu berpelukan denga
"Ayo, Sayang. Katakan saja yang sejujurnya. Kamu jangan takut sama Erlan." ucap Mami Anisa lagi. "Duh ... kok malah menjadi runyam begini, sih?" tutur Mitha dalam hatinya. Sementara Erlan mulai harap-harap cemas. Dia sedikit gentar, jika Mitha akan berkata apa yang sebenarnya terjadi. Setelah lama terdiam, akhirnya Mitha pun angkat bicara, "Mami, Oma. Aku ganti baju karena baju yang sebelumnya aku pakai sudah agak kotor." ucap Mitha mencoba menjelaskan kepada keduanya. "Hah? Kotor? Tapi, kok bisa kotor?" tanya kedua ibu itu, secara bergantian. "Begini ceritanya, Mi, Oma. Sembari menunggu hujan reda. Aku memakai dapur di apartemen Mas Erlan. Aku memasak makan malam untuk kami. Di saat aku mencuci piring. Baju ku kecipratan air. Ma ... maaf." tuturnya sambil menundukkan kepalanya. Mitha merasa sangat bersalah saat ini, karena telah membohongi Mami Anisa dan Oma Rini. Padahal yang sebenarnya terjadi, Erlan lah yang menyuruhnya untuk mengganti bajunya gara-gara insiden memeluk Jord
"Beres, Tuan Muda! Rahasia selalu aman di tangan Bibik!" ucapnya meyakinkan, Arjuna."Baiklah, Bik. Saya pergi dulu." pamitnya."Siap, Tuan Muda!" Bik Mina pun kembali menutup pintu rumah setelah Arjuna pergi.Setelah menempuh beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya, Arjuna pun sampai juga ke markas rahasia itu.Dia segera mengatur koordinasi kepada para anak buahnya untuk mengawal Erlan mulai esok hari."Kalian harus melakukan pengawalan ketat. Tidak boleh ada yang kecolongan! Kak Erlan, harus selalu terhindar dari masalah apa pun itu, insidennya. Apakah kalian mengerti?" tanyanya, kepada para anak buahnya."Siap, Bos!" sahut mereka serentak.Arjuna juga tak lupa membentuk tim khusus untuk pengamanan pernikahan Erlan dan Mitha yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Dia lalu membacakan nama-nama yang ikut dalam tim pengamanan itu."Kalian yang saya sebut namanya barusan adalah anggota dari tim khusus untuk pengamanan di hari H. Saya harapkan Anda semua memberi dedikasi tertinggi
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali