"Kamu, ikut aku. Cepat!" ucap Erlan, lalu mulai melangkah dengan segera, dan tidak menghiraukan Mitha yang jalan sempoyongan mengikuti langkah panjangnya."Mas ... bisakah kamu memelankan jalanmu? Kaki ku sakit, Mas." lirihnya sambil menahan rasa sakit di kaki dan juga jidatnya."Kamu ini, sangat manja! Kurangi tuh sedikit gayamu! Jalan aja sangat pelan! Kayak siput saja!" kesalnya."Kaki ku sedikit keselo, Mas. Aku bukannya sengaja berjalan lebih lambat." serunya mencoba untuk menjelaskan semuanya, kepada calon suaminya.Saat ini keduanya sedang berada di dalam mobil. Erlan yang mengendarai mobil itu.Mitha yang duduk di sebelahnya, mulai merasakan jika jalan yang mereka tempuh bukanlah menuju ke rumah. Dia pun mulai bertanya kepada Erlan."Mas, kita mau ke mana? Kenapa jalannya berbeda dengan jalan yang biasa di tempuh?""Diam dan tenanglah! Jangan banyak bacot! Aku tidak akan membawamu ke neraka!" ketus Erlan, lalu kembali fokus menyetir.Bagaimana dia tidak ketus begitu, Mitha ter
Karena terus-terusan menahan rasa sakit di dahinya dan Erlan juga melarangnya menangis. Mitha pun ketiduran di sofa itu.Erlan seketika menghentikan kegiatannya mengompres dahi Mitha. Dia lalu memperhatikan jika dahi gadis itu sudah mulai berkurang bengkaknya.Lalu dia pun mengoles cream pereda rasa sakit di dahi gadis itu dan berharap semoga dahinya bisa cepat sembuh.Erlan kembali memperhatikan wajah Mitha yang tiba-tiba mengeluarkan air mata di salah satu sudut matanya."What? Dalam tidur pun dia bisa menangis. Sungguh gadis yang aneh." gumamnya dalam hati.Niat Erlan yang ingin menanyakan tentang Jordan kepada Mitha dan meluruskan semuanya. Tapi yang terjadi sang calon istri malah tertidur dengan nyenyak. Tidak ada kesempatan bagi Erlan, untuk bertanya siapakah Jordan sebenarnya, dan hal itu berhasil membuat Erlan menjadi semakin kesal. Dia pun duduk sambil memandang wajah Mitha yang sedang tidur. Yang terasa damai dan tenang.Tiba-tiba timbul getaran aneh dalam dirinya karena teru
Ternyata hujan yang mengguyur Kota Jakarta, sungguh sangat awet bagai formalin yang berguna untuk memperlambat pembusukan.Keduanya masih tertidur sambil berpelukan, layaknya pasangan yang sedang dimabuk cinta.Namun suara petir yang menggelegar bagai suara bom di sore itu, membuat keduanya terbangun dari tidur mereka. Keduanya saling membuka mata.Mitha sangat kaget, saat kedua tangannya memeluk erat tubuh Erlan yang kokoh itu."Mas, ma ... maaf." lirihnya lalu mulai melepas tangannya dari tubuh pria itu.Bukan hanya itu saja, Mitha juga mencoba untuk menjauh dari pria itu. Dia melakukan itu, karena sadar jika kedua gundukannya yang terasa besar dan kenyal itu, menempel penuh di dada bidang milik Erlan."Aku kenapa, kok bisa sampai di dalam kamar ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Bahkan aku sampai sangat erat memeluknya. Apakah aku sedang kurang kerjaan, sampai membangunkan singa yang sedang kelaparan itu?" tuturnya dalam hati.Melihat Mitha yang mulai menjauh darinya. Seketika Erlan
Setelah selesai mandi, Mitha pun ke luar dari dalam kamar mandi dan masuk lagi ke dalam kamar. Dia mengitari pandangannya, tidak ada Erlan di dalam kamar itu.Mita pun melangkah mendekati ranjang dan mulai merapikannya kembali, supaya terlihat lebih rapi seperti sedia kala."Tadi aku kok bisa sampai tidur di atas ranjang, ya? Apakah aku digendong olehnya? Kalau begini terus bagaimana caraku untuk lepas dari jeratnya?" pikir Mitha dalam hatinya.Sampai dirinya selesai merapikan kembali ranjang di kamar itu, Mitha tidak juga menemukan jawabannya.Dia tetap teguh pada pendiriannya dari awal, tidak mau terjebak perasaan dengan pria itu."Aku harus bisa! Aku pasti mampu!" Mitha pun mencoba menyemangati dirinya.Mitha lalu melangkah ke luar kamar, namun disaat dirinya ingin membuka handle pintu. Akan tetapi, pintu lebih dulu di buka dari luar.Di depan pintu, terlihat Erlan yang hanya memakai handuk berwarna putih untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Sedangkan tubuh bagian atasnya, berte
Mitha yang menyadari jika Erlan sedang usil kepadanya. Hanya bisa pasrah dan mulai merapikan kamar pria itu lagi. Bahkan dengan sengaja Erlan juga mengeluarkan semua baju-baju yang ada di dalam lemarinya."Ha-ha-ha, rasain, Lo! Berani macam-macam sama gue! Nikmati hukuman Lo, dari gue! Ini mah belum seberapa! Tunggu saja babak selanjutnya!" teriak Erlan sambil menatap tajam ke arah gadis itu.Sementara yang ditatap hanya bisa pasrah, karena dia sedang sibuk membereskan baju-baju Erlan yang berjatuhan sampai ke lantai kamar.Erlan terus saja mengomel-ngomel tiada habisnya. Sedangkan Mitha seakan tidak peduli dengan semua ocehan pria itu.Bahkan Erlan kembali membahas saat Mitha dan Jordan kepergok berpelukan di depannya. Namun gadis itu tetap memilih diam karena percuma baginya untuk menjelaskan semuanya, Erlan tidak akan pernah percaya kepadanya.Cueknya sikap Mitha itu, malah membuat Erlan menjadi marah."Woi! Kamu dengar nggak aku ngomongnya, dari tadi?" Kesal Erlan, kepadanya.Oliv
Hujan masih saja turun, bahkan semakin deras. Mitha pun menyelimuti Erlan yang sedang tertidur. Lalu dia pun keluar dari kamar itu.Mitha kemudian duduk di sofa yang ada di ruang tv. Dia lalu melirik jam di dinding apartemen itu.Waktu telah menunjukkan pukul enam sore."Sebentar lagi, waktu makan malam. Apa yang harus aku lakukan? Kami berdua bisa kelaparan. Jika hujan tidak berhenti juga." pikirnya, dalam hati.Mitha pun melangkah menuju dapur dan melihat jika ada sesuatu yang bisa dimasak di sana.Dia pun membuka kulkas dan melihat jika ada beberapa bahan makanan di dalamnya. Seketika Mitha heran kok bisa ada banyak bahan makanan di dalam kulkas ini.Dia tidak tahu saja, jika Dio yang menyediakan semuanya. Selama ini, selain menjadi asisten pribadi Erlan, Dio juga merangkap sebagai chef pribadi, atasannya.Dio lah yang selama ini mengurusi semua perlengkapan Erlan. Bahkan sampai urusan perut sang bos, juga dia yang mengurusinya.Mitha lalu mengeluarkan semua bahan makanan itu dar
Perut Erlan terasa begah, karena kekenyangan makan semua masakan Mitha. "Boleh juga Lo, masaknya!" pujinya tiba-tiba, kepada gadis itu. "Te ... terima kasih, Mas." Mitha menjadi senang, karena calon suaminya itu memuji hasil masakannya. "Nah dengar kan, baik-baik. Aku punya tugas khusus untukmu!" "I ... iya, Mas. Apa itu? Sebisa mungkin aku akan melakukannya, jika aku bisa." Sahut Mitha lagi. "Enak saja! Tidak boleh ada penolakan! Lo harus bisa menyanggupinya. Katakan dulu jika kamu bisa melakukannya." tukas Erlan setengah memaksa. Mitha terdiam sejenak dan tidak tahu harus berkata apa kepada Erlan. Dia benar-benar bingung. Maksud dari perkataan pria itu kepadanya. "Hei! Kamu kok malah diam? Bisa nggak, kamu?" "Ta ... tapi, kamu menyuruhku melakukan apa dulu, Mas? Aku juga perlu tahu." serunya, sedikit curiga. Mitha takut jika Erlan memintanya melakukan sesuatu yang berhubungan dengan urusan ranjang. Tentu saja Mitha sudah tidak mau melakukannya, sebelum mereka resmi menikah
"Ba ... baik lah, Mas. Aku akan memasak dan mempersiapkan semuanya untukmu. Ta ... tapi tolong, ka-mu jangan menunjukkan lagi aura permusuhan kepada ku." lirih Mitha penuh harap."Hei! Memangnya Lo siapa, ngatur-ngatur gue?" sindir Erlan keras."Aku ... aku ...." ucapnya, terbata. Mitha takut mengatakan apa pun saat ini.Dia sadar sendiri jika dirinya memang tidak berarti apa-apa untuk calon suaminya. Untuk itu, Mitha memilih diam."Kenapa? Lo kok malah diam? Cih!" sindir Erlan."Asal Lo tahu, ya! Lo itu sama sekali tidak ada artinya bagi gue, dan stop berharap lebih!" ketusnya lagi.Seketika hati Mitha sangat terluka mendengar perkataan pria yang sebentar lagi menjadi suaminya itu."I ... iya, Mas. Aku tahu kok. Aku memang tidak memiliki arti apa-apa kepadamu. Aku sadar kok.""Bagus, kalau Lo sadar! Jadi gue nggak perlu capek-capek lagi menjelaskannya kepadamu." ketusnya.Sebenarnya Erlan masih kesal kepada Mitha. Karena dirinya masih terbayang-bayang saat gadis itu berpelukan denga