"Ke luar kalian semua!" usir Jordan kepada beberapa wanita panggilan yang ingin memuaskan hasratnya.Hasrat bercintanya yang tadinya bertubi-tubi, tiba-tiba hilang begitu saja. Mendengar nasib perusahaannya.Terlebih tadi, sang ayah menelponnya dan menyuruhnya agar segera melakukan meeting mendadak untuk membereskan kekacauan yang telah dia lakukan."Shitt! Aku harus mencari cara untuk membuat Erlan Levin hancur berkeping-keping! Tunggu saja pembalasan dari ku!" tegasnya dalam hati.Jordan pun mulai menyusun rencana jahat dalam hatinya untuk menghancurkan Erlan. Saat ini, dia sedang menelpon seorang preman terkenal di Kota Jakarta. Untuk menghancurkan Erlan.Setelah selesai menelepon orang itu, Jordan tersenyum lega."Rasain Lo, Erlan Levin! Kali ini, Lo akan mendapatkan balasanmu, karena berani mempermainkan gue!" ketusnya dalam hati.Di sebuah toko perhiasan, Mami Anisa, Oma Rini, Mitha dan juga Erlan, saat ini sedang berada di sebuah toko, yang menjual cincin berlian."Bagaimana
"Sialan! Kok aku jadi ingat terus saat dia berpelukan dengan pria itu?" Tiba-tiba Erlan mengepalkan tangannya, menahan emosi yang terpendam di dalam jiwanya.Mami Anisa pun melihat wajah anaknya. Bukannya berhenti marah. Malah sang ibu merasakan jika Erlan malah semakin emosi.Lalu dia pun berkata,"Sudah, Mit. Kamu jangan mikirin Erlan, yang marah-marah nggak jelas gitu. Ayo kita fokus cari cincin saja.""I ... iya, Mami." jawabnya singkat."Ayo, Mitha, pilih lah cincin yang kamu sangat sukai. Kali ini, kamu yang memilih." tukas Mami Anisa.Lalu pelayan di toko cincin itu mulai menampilkan kembali koleksi cincin berlian yang harganya selangit. Kali ini, sang empunya toko sengaja mengeluarkan koleksi cincin edisi terbatas, yang diciptakan beberapa saja.Pemilik toko sengaja melakukan itu, karena dia sedikit tersinggung dengan omongan Erlan yang sembarangan mengatakan, jika koleksi cincin berlian di tokonya terlihat tak bermutu semua. Padahal toko berlian miliknya adalah salah satu t
"Kamu, ikut aku. Cepat!" ucap Erlan, lalu mulai melangkah dengan segera, dan tidak menghiraukan Mitha yang jalan sempoyongan mengikuti langkah panjangnya."Mas ... bisakah kamu memelankan jalanmu? Kaki ku sakit, Mas." lirihnya sambil menahan rasa sakit di kaki dan juga jidatnya."Kamu ini, sangat manja! Kurangi tuh sedikit gayamu! Jalan aja sangat pelan! Kayak siput saja!" kesalnya."Kaki ku sedikit keselo, Mas. Aku bukannya sengaja berjalan lebih lambat." serunya mencoba untuk menjelaskan semuanya, kepada calon suaminya.Saat ini keduanya sedang berada di dalam mobil. Erlan yang mengendarai mobil itu.Mitha yang duduk di sebelahnya, mulai merasakan jika jalan yang mereka tempuh bukanlah menuju ke rumah. Dia pun mulai bertanya kepada Erlan."Mas, kita mau ke mana? Kenapa jalannya berbeda dengan jalan yang biasa di tempuh?""Diam dan tenanglah! Jangan banyak bacot! Aku tidak akan membawamu ke neraka!" ketus Erlan, lalu kembali fokus menyetir.Bagaimana dia tidak ketus begitu, Mitha ter
Karena terus-terusan menahan rasa sakit di dahinya dan Erlan juga melarangnya menangis. Mitha pun ketiduran di sofa itu.Erlan seketika menghentikan kegiatannya mengompres dahi Mitha. Dia lalu memperhatikan jika dahi gadis itu sudah mulai berkurang bengkaknya.Lalu dia pun mengoles cream pereda rasa sakit di dahi gadis itu dan berharap semoga dahinya bisa cepat sembuh.Erlan kembali memperhatikan wajah Mitha yang tiba-tiba mengeluarkan air mata di salah satu sudut matanya."What? Dalam tidur pun dia bisa menangis. Sungguh gadis yang aneh." gumamnya dalam hati.Niat Erlan yang ingin menanyakan tentang Jordan kepada Mitha dan meluruskan semuanya. Tapi yang terjadi sang calon istri malah tertidur dengan nyenyak. Tidak ada kesempatan bagi Erlan, untuk bertanya siapakah Jordan sebenarnya, dan hal itu berhasil membuat Erlan menjadi semakin kesal. Dia pun duduk sambil memandang wajah Mitha yang sedang tidur. Yang terasa damai dan tenang.Tiba-tiba timbul getaran aneh dalam dirinya karena teru
Ternyata hujan yang mengguyur Kota Jakarta, sungguh sangat awet bagai formalin yang berguna untuk memperlambat pembusukan.Keduanya masih tertidur sambil berpelukan, layaknya pasangan yang sedang dimabuk cinta.Namun suara petir yang menggelegar bagai suara bom di sore itu, membuat keduanya terbangun dari tidur mereka. Keduanya saling membuka mata.Mitha sangat kaget, saat kedua tangannya memeluk erat tubuh Erlan yang kokoh itu."Mas, ma ... maaf." lirihnya lalu mulai melepas tangannya dari tubuh pria itu.Bukan hanya itu saja, Mitha juga mencoba untuk menjauh dari pria itu. Dia melakukan itu, karena sadar jika kedua gundukannya yang terasa besar dan kenyal itu, menempel penuh di dada bidang milik Erlan."Aku kenapa, kok bisa sampai di dalam kamar ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Bahkan aku sampai sangat erat memeluknya. Apakah aku sedang kurang kerjaan, sampai membangunkan singa yang sedang kelaparan itu?" tuturnya dalam hati.Melihat Mitha yang mulai menjauh darinya. Seketika Erlan
Setelah selesai mandi, Mitha pun ke luar dari dalam kamar mandi dan masuk lagi ke dalam kamar. Dia mengitari pandangannya, tidak ada Erlan di dalam kamar itu.Mita pun melangkah mendekati ranjang dan mulai merapikannya kembali, supaya terlihat lebih rapi seperti sedia kala."Tadi aku kok bisa sampai tidur di atas ranjang, ya? Apakah aku digendong olehnya? Kalau begini terus bagaimana caraku untuk lepas dari jeratnya?" pikir Mitha dalam hatinya.Sampai dirinya selesai merapikan kembali ranjang di kamar itu, Mitha tidak juga menemukan jawabannya.Dia tetap teguh pada pendiriannya dari awal, tidak mau terjebak perasaan dengan pria itu."Aku harus bisa! Aku pasti mampu!" Mitha pun mencoba menyemangati dirinya.Mitha lalu melangkah ke luar kamar, namun disaat dirinya ingin membuka handle pintu. Akan tetapi, pintu lebih dulu di buka dari luar.Di depan pintu, terlihat Erlan yang hanya memakai handuk berwarna putih untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Sedangkan tubuh bagian atasnya, berte
Mitha yang menyadari jika Erlan sedang usil kepadanya. Hanya bisa pasrah dan mulai merapikan kamar pria itu lagi. Bahkan dengan sengaja Erlan juga mengeluarkan semua baju-baju yang ada di dalam lemarinya."Ha-ha-ha, rasain, Lo! Berani macam-macam sama gue! Nikmati hukuman Lo, dari gue! Ini mah belum seberapa! Tunggu saja babak selanjutnya!" teriak Erlan sambil menatap tajam ke arah gadis itu.Sementara yang ditatap hanya bisa pasrah, karena dia sedang sibuk membereskan baju-baju Erlan yang berjatuhan sampai ke lantai kamar.Erlan terus saja mengomel-ngomel tiada habisnya. Sedangkan Mitha seakan tidak peduli dengan semua ocehan pria itu.Bahkan Erlan kembali membahas saat Mitha dan Jordan kepergok berpelukan di depannya. Namun gadis itu tetap memilih diam karena percuma baginya untuk menjelaskan semuanya, Erlan tidak akan pernah percaya kepadanya.Cueknya sikap Mitha itu, malah membuat Erlan menjadi marah."Woi! Kamu dengar nggak aku ngomongnya, dari tadi?" Kesal Erlan, kepadanya.Oliv
Hujan masih saja turun, bahkan semakin deras. Mitha pun menyelimuti Erlan yang sedang tertidur. Lalu dia pun keluar dari kamar itu.Mitha kemudian duduk di sofa yang ada di ruang tv. Dia lalu melirik jam di dinding apartemen itu.Waktu telah menunjukkan pukul enam sore."Sebentar lagi, waktu makan malam. Apa yang harus aku lakukan? Kami berdua bisa kelaparan. Jika hujan tidak berhenti juga." pikirnya, dalam hati.Mitha pun melangkah menuju dapur dan melihat jika ada sesuatu yang bisa dimasak di sana.Dia pun membuka kulkas dan melihat jika ada beberapa bahan makanan di dalamnya. Seketika Mitha heran kok bisa ada banyak bahan makanan di dalam kulkas ini.Dia tidak tahu saja, jika Dio yang menyediakan semuanya. Selama ini, selain menjadi asisten pribadi Erlan, Dio juga merangkap sebagai chef pribadi, atasannya.Dio lah yang selama ini mengurusi semua perlengkapan Erlan. Bahkan sampai urusan perut sang bos, juga dia yang mengurusinya.Mitha lalu mengeluarkan semua bahan makanan itu dar