Di hari Jumat ini ada pengumuman yang di kirim lewat email dari koordinator penyelenggara pertemuan bersama pengusaha batu bara, kalau pertemuan diadakan pada pukul tiga sore sampai selesai, mengingat beberapa teman dari daerah terakhir akan tiba di Jakarta pukul dua belas siang. “Dinda.., nanti ke pertemuannya jam tiga sore. Tolong kamu ingatkan lagi yaa,” pinta Reynaldi saat telah ada di kantornya sekitar jam delapan pagi. Karena seharusnya pertemuan itu dilakukan pukul sembilan pagi. “Baik Pak,” jawab Dinda dalam sambungan telepon. “Permisi Pak.., apa Bapak ingin saya buatkan kopi?” tanya Dinda saat masuk ke ruang kerja Reynaldi. “Nggak usah saya sudah minum kopi di rumah. Aku minta bawa saja air mineral saja,” pinta Reynaldi. “Baik Pak..,” ucap Dinda berlalu dari hadapannya menuju lemari pendingin yang ada di pantry. Tak lama kemudian, Dinda pun telah memberikan minuman mineral pada Reynaldi. Usai Dinda keluar dari ruangannya, Reynaldi yang sebenarnya ingin melihat dari dekat
Mendengar tutur kata kedua anak Meytha membuat Reynaldi memutuskan untuk bertanya pada si kembar tentang keberadaan Papa mereka. Dan Reynaldi pun akhirnya bertanya pada keduanya.“Kenapa Papa harus bisa lihat Bulan dari sinarnya dan Bintang dari kilauannya?” tanya Reynaldi sembari mengemudikan kendaraannya.“Soalnya Papa itu.., nggak sayang sama kita. Jadi kata Mama, nanti juga Papa sayang. Karena kan Bulan ada sinarnya dan Bintang ada kerlipnya,” ucap Bulan dari kursi belakang.“Ooh.., gitu..,” ucap Reynaldi menganggukkan kepalanya.Dalam hati Reynaldi ada perasaan lega, setidaknya ia tidak bertindak kejam pada seorang janda seperti Meytha dengan berkata, ‘Syukurlah kalau masih ada Papanya. Kasihan anak-anak ini masih kecil. Aku pikir Papanya udah wafat.’Entah mengapa hati Reynaldi tergelitik kembali, untuk bisa mengetahui tipe lelaki yang telah menikahi Meytha dan Papa dari sikembar dengan memancing beberapa pertanyaan, dalam keseharian mereka.“Siapa yang paling disayang Mam
Di hari Sabtu pagi pada sebuah rumah berlantai dua berwarna putih, jendela-jendela besar terbuka lebar dengan model rumah bergaya Eropa menikmati sinar kehidupan yang masuk ke dalam setiap ruang pada rumah besar itu. Aksen kayu lebih bayak berada dalam kemegahan rumah itu dibandingkan kaca yang hanya berupa kaca blok untuk mempermanis rumah tersebut.Jendela besar dari kayu tanpa kaca itu terbuka lebar pada setiap pagi hari dan akan ditutup kembali pada saat jam sebelas siang. Karena bagi Richard yang terbiasa tinggal di Eropa dengan suhu dingin sangat menikmati iklim tropis yang kini ia rasakan.Richard sangat bersyukur atas terpaan mentari yang bisa dinikmatinya sepanjang waktu di negara ini. Karena itu, bagi Richard suatu anugerah tertinggi jika suatu negara bisa menikmat dan diberikan anugerah atas sinar mentari dari sang pencipta.Seperti biasa di pagi hari usai Reynaldi berolah raga keliling kompleks perumahan, ia selalu menyiram tanaman dan membersihkan akuarium air laut mili
Suasana tempat tinggal Richard Gerald tampak ramai oleh kehadiran ketiga teman lama Reynaldi dari Bali. Usai makan siang mereka mengobrol di kamar Reynaldi yang luas berisi permainan PS 4 serta ada pula di sebelah kamar Reynaldi satu meja bilyar diletakkan di sana. Biasanya Reynaldi dan Richard bermain bilyar bersama mengisi waktu luang.“Rey.., mantap sekali hidupmu di sini, yaa,” ucap Arta memandang Rey yang sedang bermain PS 4 bersama Oki. Dan mereka saling menunggu giliran untuk digantikan.“Ya disyukuri aja.., Arta. Namanya hidup bisa turun bisa naik,” ujar Reynaldi yang mendengar kabar kalau Oki orang tuanya kena tipu lumayan besar.“Itulah.., kayak bapakku sekarang stress... marah-marah terus di rumah. Buat aku malas tinggal di rumah,” keluh Oki yang dulu sangat tajir, seolah uang bapaknya tidak akan habis, ternyata kini amblas. Walau pun tersisa beberapa kontrakan toko di pinggir jalan.“Sabar aja.., Oki. Namanya orang tua.. jangan kesel seperti itu. Besok atau lusa kalau
Reynaldi dan ketiga temannya yang berasal dari Bali turun ke bawah dan langsung menuju tempat acara bakar-bakaran. Terlihat Elmira datang ke acara bakar-bakaran itu dengan menggunakan celana hotpans dipadu dengan tanktop berwarna hitam yang membalut tubuh seksinya.“Wah.., Kak Rey kedatangan tamu jauh yaa.., Hello..., Kenalkan.., aku Elmira. Kapan sampai di Jakarta?” tanya Elmira saat melihat Reynaldi dengan ketiga temannya ke halaman belakang.Reynaldi pun tersenyum saat ketiga temannya saling berebutan menyalami Elmira yang memang wajahnya cantik dan bentuk tubuhnya sangat memikat semua pria yang melihatnya. Lalu Reynaldi meninggalkan ketiga temannya yang sedang berbicara dengan Elmira menuju tempat bakar-bakaran.Terlihat sopir dan tukang kebun serta kedua pembantunya ikut sibuk menyiapkan bahan yang akan digunakan untuk bakar-bakaran. Richard dan Widyawati pun tampak sibuk menyiapkan bahan saos yang sedang di masak oleh mereka berdua dengan menggunakan peralatan listrik.“Papi
Di hari Senin pagi ini, Reynaldi mengajak ketiga temannya untuk sarapan terlebih dahulu sebelum ikut ke kantor. Rencananya, hari ini Reynaldi hanya menandatangani beberapa dokumen penting, lalu mengajak ketiga temannya yang belum pernah ke Jakarta untuk jalan-jalan ke Monas dan Seaworld. Sebelum itu, Reynaldi menghubungi Imam supaya tidak menjemput dirinya. Karena hari ini, Reynaldi berencana untuk membawa mobilnya. “Bik.., ini kopinya lebih satu.., saya nggak ngopi..,” ujar Reynaldi meminta pembantunya mengambil satu kopi yang diletakan di meja makan. “Kemarin Tuan muda minum kopi..,” jawab Ina pembantu rumah tangga di kediaman Richard. “Kemarin libur Bik.., kalau libur aja minum kopi. Kalau hari kerja minumnya di kantor. Udah nih ambil, buat Bik Ina aja,” tutur Reynaldi pada pembantunya tersenyum lebar. Widyawati yang mendengar ucapan Reynaldi pun mendehem. Dan Reynaldi yang melihat ke arah Widyawati yang tampak telah rapi berpakaian tertawa kecil saat jemari telunjuknya menudin
“Meytha..., Kita jalan ke Mal yukk.., mumpung pak Rey nggak ada,” ajak Cindy saat berada di depan pintu ruang Dinda dan melihat Meytha mengunci pintu ruangan Reynaldi. “Boleh juga tuh.., kita patungan naik taxi nya yaa..,” ujar Dinda antusias tersenyum lebar. “Maaf.., aku nggak bisa ikut. Kasihan kedua anakku. Kapan-kapan yaa.., Byee.. and makasih udah bantu usir kutu busuk yang tadi,” pamit Meytha melangkah lebar ke arah lift. Rutinitas yang dilakukan oleh Meytha untuk memastikan anaknya sudah makan, tidur siang membuat dirinya tidak memedulikan cuaca panas. Karena baginya makan bersama anak-anaknya adalah suatu bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Sesampai di tempat parkir, Meytha langsung tancap gas memacu motornya menuju ke rumah. Perlu waktu lima belas menit untuk sampai rumahnya. Hampir setiap hari kedua anak Meytha, selalu menunggu di depan pintu pagar untuk menyambutnya pulang, kecuali pada saat mereka dijemput di sekolahnya. Dan saat terdengar suara motor berada d
Meytha sampai di kantor saat jam telah menunjukkan pukul satu lewat lima belas menit. Peluh membasahi wajahnya karena hari ini cuaca begitu panasnya. Sesampai di kantor, tanpa tergesa-gesa Meytha keluar dari dalam lift dan berjalan santai menuju ruang kerja Dinda. “Hey..! Kok baru datang.., tumben. Cepat..! Pak Rey bolak balik nanya.., emangnya ponselmu mati yaa?” tanya Dinda kala Meytha berdiri di sisi pintu ruang kerjanya. “Jadi.., Pak Rey udah datang..?” tanya Meytha dengan wajah pucat karena terlambat masuk kantor. “Udah.., aku tadi dihubungi sama dia. Batal dah aku Shopping.. karena balik lagi ke kantor,” keluh Dinda pada Meytha yang masih menanyakan situasi terkini tentang sang CEO. “Kenapa harus batal.., bilang aja lagi makan,” tutur Meytha sembari mengambil ponselnya dan dilihat mati karena baterainya habis. “Batal lah.., kan kunci ruangan si Bos ada di aku. Lagian kamu dihubungi sama Pak Rey nggak aktif,” sungut Dinda. “Udah sana masuk.., dari pada tambah panjang taringny
Tepat pukul delapan pagi suasana rumah Meytha telah ramai. Tenda telah di pasang di depan rumah dan di depan rumah tetangganya. Suasana hari ini berbeda dengan suasana sepuluh tahun lalu, dimana semua serba mendadak. Bahkan beberapa kerabat Wulandari dan almarhum Bimantoro tidak ke Jakarta, karena acara pernikahan Meytha yang dianggap terlalu tergesa-gesa.Hiasan Janur kuning dipasang di depan pintu pagar kanan dan kiri yang dibuka lebar. Ruang tamu disulap dengan sentuhan permadani berwarna biru. Disediakan dua kursi untuk mempelai, dua kursi untuk saksi dan wali serta dua kursi untuk orang tua. Untuk kerabat dekat semua berkumpul di ruang keluarga, dimana seluruh sofa diletakan diluar rumah menyatu dengan kursi plastik yang di pinjam di kantor RW, tempat duduk beberapa tetangga kanan kiri dan samping kanan dan kiri pula. Hari ini, Meytha menggunakan pakaian kebaya putih dan kain batik berwarna coklat dengan rambut disanggul modern. Tampak wajah Meytha sangat cantik, sampai Bula
Satu hari sebelum hari bersejarah bagi Reynaldi dan Meytha akan dilakukan, tampak kesibukan terlihat di rumah Meytha Kasturi. Ibu-ibu pengajian dekat kompleks perumahan tempat tinggal mereka, datang ke rumah, melakukan doa bersama untuk kelancaran ijab kabul yang akan dilakukan esok hari dan atas permintaan Wulandari, pernikahan pun akan dilakukan di rumah itu, karena wanita itu merasa almarhum suaminya akan hadir dan melihat kalau putrinya menikah dengan orang yang dicintainya.Sementara itu, Reynaldi yang mengikuti tradisi dan aturan yang diberlakukan oleh Widyawati, tidak diperbolehkan bertemu dengan mempelai wanita selama tujuh hari sebelum hari pernikahan. Maka, ia pun wajib mengikuti tradisi dari keluarga Widyawati. Bahkan, untuk menanyakan kabar Meytha lewat ponsel saja, dilarang oleh Widyawati dan itu membuat Reynaldi menjadi uring-uringan.“Mami.., boleh ya Rey hubungi Meytha.., juga besok kami udah bertemu.., yaa.., Mii,” rajuk Reynaldi layaknya seorang anak kecil.“Rey..
Kedua anak kembar mereka banyak bertanya tentang rumah yang akan mereka tempati dan Meytha pun menjelaskan hal yang tidak terlalu mendetail pada si kembar yang selalu bertanya banyak hal.Untuk rumah yang pernah ditempati sampai dua puluh lima tahun itu tidak mengalami perubahan, walaupun pada bagian dalamnya, telah banyak yang direnovasi mengikuti gaya dapur atau pun kamar mandi jaman sekarang, namun pada setiap bagian kamarnya tidak diubah oleh Reynaldi. Bulan menempati kamar yang dulu ditempati oleh Meytha, dan Bintang menempati kamar yang di tempati oleh almarhum adiknya Meytha. Kedua kamar itu berada di depan ruang keluarga. Untuk Wulandari menempati kamarnya yang dulu, sedangkan kamar khusua untuk tamu yang berada di depan ruang tamu, menjadi kamar Meytha. Untuk Siti, pembantu rumah tangga yang telah ada di rumah itu, rencananya akan tidur bersama Wulandari. “Buu.., rencananya saya mau buat satu kamar lagi di dekat halaman belakang untuk Siti, hanya saja saya mau minta pendapat
Hubungan yang berlanjut antara Meytha dan Reynaldi lewat LDR selama dua bulan ini kian bertambah mesra, hingga akhirnya kenaikan kelas si kembar menjadi satu jalan menuju jarak antara keduanya kian mendekat. Seperti saat ini, Reynaldi datang pada hari kenaikan kelas si kembar. Meytha mengambil rapor Bintang Hutama Putra dan Reynaldi mengambil rapor Bulan Hutami Putri. Selama enam bulan berada dalam lingkungan pedesaan membuat si kembar sangat mengerti, arti sebuah kesederhanaan dari teman-teman sekelasnya yang mayoritas orang tuanya menjadi petani dan pedagang. Reynaldi mengabadikan perpisahan si kembar bersama temen sekelasnya dengan berfoto dan memvideokan kebersamaan mereka. Sementara, Reynaldi sendiri cukup dikenal oleh kepala sekolah dan semua guru, setelah melakukan perbaikan halaman sekolah anaknya, yang awalnya hanya berupa tanah berwarna merahan, kini berisi paving dan di tata juga bagian tamannya.Bukan hanya itu, Reynaldi pun memperbaiki ruang UKS dan tiga kamar mandi untu
Kehamilan Elmira membuat Widyawati dan Richard memiliki rasa kasihan pada gadis muda nan cantik jelita itu. Walaupun Elmira pernah melakukan sebuah kesalahan, namun bagi Richard kesempatan kedua untuk menjadi pribadi yang baik diberikan olehnya. Dan keputusan Reynaldi untuk mengambil bayi yang sedang dikandung oleh Elmira disetujui oleh kedua orang tuanya serta mendapat dukungan penuh dari Meytha. Bagi Meytha keadaan buruk yang dialaminya dulu, lebih buruk yang dialami Elmira, karena itu membuat hati Meytha tergerak untuk mengambil bayi yang dikandung Elmira saat bayi itu dilahirkannya. Dan atas permintaan Elmira, ia ingin Reynaldi bisa mengantarkannya ke dokter kandungan ketika akan memeriksa kehamilannya.Hingga jadwal seminggu sekali Reynaldi untuk menemui kedua anak kembarnya pun pastinya, akan menjadi berubah akibat kewajibannya mengantar Elmira ke dokter kandungan. Seperti pada hari ini, putrinya mengeluh saat Reynaldi membatalkan kepulangannya pada minggu pertama ke Surabaya, s
Widyawati yang mendengar ucapan Richard jelas sangat terkejut dengan apa yang dikatakan suaminya. Richard pun tersenyum lebar melihat raut wajah Widyawati yang tampak tersenyum kecut. “Emang Papi punya niat untuk nikah lagi?” tanya Widyawati serius. “Sayang.., bukannya kamu ingin kita membantu Elmira untuk mencari ayah dari bayi yang dikandungnya?” tanya Richard masih tersenyum lebar. “Nggak lucu..! Kenapa Papi yang harus maju? Maksud Mami kan.., Rey bisa minta izin sama Meytha.., siapa tahu dia setuju,” ucap Widyawati tetap ada keinginannya karena kasihan pada Elmira. “Sayang.., sekarang coba kamu tempatkan dirimu menjadi Meytha.., kira-kira apa yang akan kamu lakukan? Apa lagi Elmira berperilaku tidak baik. Apa kamu pikir, Meytha akan mau terima usulan itu?” tanya Richard memandang Widyawati yang terlihat baru menyadari kesalahannya. “Hmm.., gimana dong Pii.., aku kasihan sama Elmira. Aku takut dia stress dan akan berpengaruh pada janin yang dikandungnya,” tutur Widyawati dengan
Widyawati dan Reynaldi pun menemui Imelda bersama putrinya di ruang tamu. Reynaldi langsung duduk di sofa panjang dan Richard duduk pada sofa tunggal di bagian tengah. Sedangkan Elmira dan Imelda duduk pada sofa tunggal yang berdampingan. Terlihat Widyawati berjalan menuju sofa yang di duduki Imelda dan wanita paruh baya itu mendekati Imelda dan membungkuk untuk melihat kaki palsu Imelda. “Mel.., apa terasa sakit waktu kamu pakai?” tanya Widyawati mengamati kaki palsu yang digunakan Imelda. “Yaa agak sakit. Tapi, hatiku ini lebih sakit.., Wid,” ucapnya dengan kelopak mata yang telah basah. Melihat sahabatnya menangis tanpa bersuara, Widyawati pun terkejut dan memegang tangannya dan berucap, “Ada apa Mel..? Apa ada masalah?” Mendengar pertanyaan sahabatnya, isak tangis Imelda pun semakin kuat. Dan Elmira yang melihat Imelda menangis tanpa mampu mengatakan tujuan mereka ke rumah itu, bersimpuh di hadapan Widyawati. Gadis cantik itu memegang kaki Widyawati dan menangis pula. “Hey..,
Kepergian Reynaldi kali ini berbeda dari biasanya. Hari ini kedua anaknya melepas kepergian Reynaldi dengan memeluk dan menyampaikan pesan untuk seorang papa yang kini hadir dalam kehidupan mereka. “Papa ingat ya, sampai Jakarta telepon kakak sama adek..,” pinta Bintang saat memeluk Reynaldi. “Iyaa.., nanti sampai di bandara Surabaya aja udah Papa telepon. Gitu juga waktu di Bandara Jakarta Papa akan telepon lagi,” janji Reynaldi dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya. “Papa.., bisa setiap hari telepon Bulan? Kalau bisa Papa teleponnya pagi sebelum Papa kerja, kalau siangnya waktu Papa makan siang dan malamnya waktu Bulan lagi belajar. Biar Bulan bisa denger suara Papa tiap hari,” tutur putri cantik Reynaldi dengan manjanya. “Yaa, sayang Papa akan telepon setiap nggak sibuk. Papa juga pastinya kangen sama kalian semua,” ucap Reynaldi memandang putri kecilnya, mencium pipinya dan memandang mesra ke arah Meytha. Setelah itu, Meytha mencium punggung tangan Reynaldi. Lalu, tanp
Satu hari sebelum acara seserahan, Widyawati yang meminta tolong kakak sepupunya untuk membawakan kebaya berwarna jingga berikut aksesoris serta lengkap dengan selop dan make up yang akan dipakai acara seserahan pun datang. “Widya.., apa cukup ukuran tubuhnya ‘L’? Katamu kan udah pernah punya anak, 2 pula,” tanya Pipit kakak sepupu Widyawati kala ia telah berada di kamar hotel. “Badannya masih bagus.., nggak melar kayak Mbak Pipit.., hehehehe,” canda Widyawati ada saudara sepupunya. Lalu, mereka mengobrol tentang Reynaldi dan kondisi perusahaannya di Jakarta. Kemudian, Pipit pun meminta pada Widyawati untuk memperkenalkan Meytha padanya. “Kenalkan aku sama calon menantumu, sekalian coba kebaya yang aku bawa ini..,” pinta pipit. Sesaat Widyawati melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, ia pun berucap, “Sore aja sekalian liat kedua cucuku. Soalnya kalau gini hari kita kesana.., calon menantuku baru pulang dari pasar. Kasihan kalau kita ganggu. Apa lagi dia tiap ha