Pagi sekali Reynaldi telah sampai kantor. Saat itu jam baru menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Karena kedua sekretarisnya tidak juga memperlihatkan batang hidungnya, maka Reynaldi pun duduk di depan ruang kerja Dinda karena kedua kunci di pegang oleh kedua sekretarisnya.Meytha yang sudah terbiasa datang jam tujuh lewat sepuluh menit dan terkadang jam tujuh lewat lima belas menit, diberitahu oleh seorang sekuriti saat ia keluar dari lift.“Pagi Buu Meytha..,” sapa seorang Sekuriti bernama Sapto.“Pagi Pak Sapto.., sehat-sehat yaa..,” sambut Meytha balas menyapa.“Buu, Pak Rey sudah lima menit lalu datang,” tutur Sapto dan membuat Meytha melangkah lebar dan tersenyum pada Sapto serta mengucapkan terima kasih.“Selamat Pagi, Pak.., tunggu sebentar Pak, biar ruangnya si bersihkan dulu,” sapa Meytha yang terlebih dahulu menyapa Reynaldi dan berjalan menuju ruang kerja Bos tampan itu.“Pagi.., hemm..,” sahut Reynaldi memandang ponselnya dan terlihat tersenyum manis.Dalam hat
Di hari Jumat ini ada pengumuman yang di kirim lewat email dari koordinator penyelenggara pertemuan bersama pengusaha batu bara, kalau pertemuan diadakan pada pukul tiga sore sampai selesai, mengingat beberapa teman dari daerah terakhir akan tiba di Jakarta pukul dua belas siang. “Dinda.., nanti ke pertemuannya jam tiga sore. Tolong kamu ingatkan lagi yaa,” pinta Reynaldi saat telah ada di kantornya sekitar jam delapan pagi. Karena seharusnya pertemuan itu dilakukan pukul sembilan pagi. “Baik Pak,” jawab Dinda dalam sambungan telepon. “Permisi Pak.., apa Bapak ingin saya buatkan kopi?” tanya Dinda saat masuk ke ruang kerja Reynaldi. “Nggak usah saya sudah minum kopi di rumah. Aku minta bawa saja air mineral saja,” pinta Reynaldi. “Baik Pak..,” ucap Dinda berlalu dari hadapannya menuju lemari pendingin yang ada di pantry. Tak lama kemudian, Dinda pun telah memberikan minuman mineral pada Reynaldi. Usai Dinda keluar dari ruangannya, Reynaldi yang sebenarnya ingin melihat dari dekat
Mendengar tutur kata kedua anak Meytha membuat Reynaldi memutuskan untuk bertanya pada si kembar tentang keberadaan Papa mereka. Dan Reynaldi pun akhirnya bertanya pada keduanya.“Kenapa Papa harus bisa lihat Bulan dari sinarnya dan Bintang dari kilauannya?” tanya Reynaldi sembari mengemudikan kendaraannya.“Soalnya Papa itu.., nggak sayang sama kita. Jadi kata Mama, nanti juga Papa sayang. Karena kan Bulan ada sinarnya dan Bintang ada kerlipnya,” ucap Bulan dari kursi belakang.“Ooh.., gitu..,” ucap Reynaldi menganggukkan kepalanya.Dalam hati Reynaldi ada perasaan lega, setidaknya ia tidak bertindak kejam pada seorang janda seperti Meytha dengan berkata, ‘Syukurlah kalau masih ada Papanya. Kasihan anak-anak ini masih kecil. Aku pikir Papanya udah wafat.’Entah mengapa hati Reynaldi tergelitik kembali, untuk bisa mengetahui tipe lelaki yang telah menikahi Meytha dan Papa dari sikembar dengan memancing beberapa pertanyaan, dalam keseharian mereka.“Siapa yang paling disayang Mam
Di hari Sabtu pagi pada sebuah rumah berlantai dua berwarna putih, jendela-jendela besar terbuka lebar dengan model rumah bergaya Eropa menikmati sinar kehidupan yang masuk ke dalam setiap ruang pada rumah besar itu. Aksen kayu lebih bayak berada dalam kemegahan rumah itu dibandingkan kaca yang hanya berupa kaca blok untuk mempermanis rumah tersebut.Jendela besar dari kayu tanpa kaca itu terbuka lebar pada setiap pagi hari dan akan ditutup kembali pada saat jam sebelas siang. Karena bagi Richard yang terbiasa tinggal di Eropa dengan suhu dingin sangat menikmati iklim tropis yang kini ia rasakan.Richard sangat bersyukur atas terpaan mentari yang bisa dinikmatinya sepanjang waktu di negara ini. Karena itu, bagi Richard suatu anugerah tertinggi jika suatu negara bisa menikmat dan diberikan anugerah atas sinar mentari dari sang pencipta.Seperti biasa di pagi hari usai Reynaldi berolah raga keliling kompleks perumahan, ia selalu menyiram tanaman dan membersihkan akuarium air laut mili
Suasana tempat tinggal Richard Gerald tampak ramai oleh kehadiran ketiga teman lama Reynaldi dari Bali. Usai makan siang mereka mengobrol di kamar Reynaldi yang luas berisi permainan PS 4 serta ada pula di sebelah kamar Reynaldi satu meja bilyar diletakkan di sana. Biasanya Reynaldi dan Richard bermain bilyar bersama mengisi waktu luang.“Rey.., mantap sekali hidupmu di sini, yaa,” ucap Arta memandang Rey yang sedang bermain PS 4 bersama Oki. Dan mereka saling menunggu giliran untuk digantikan.“Ya disyukuri aja.., Arta. Namanya hidup bisa turun bisa naik,” ujar Reynaldi yang mendengar kabar kalau Oki orang tuanya kena tipu lumayan besar.“Itulah.., kayak bapakku sekarang stress... marah-marah terus di rumah. Buat aku malas tinggal di rumah,” keluh Oki yang dulu sangat tajir, seolah uang bapaknya tidak akan habis, ternyata kini amblas. Walau pun tersisa beberapa kontrakan toko di pinggir jalan.“Sabar aja.., Oki. Namanya orang tua.. jangan kesel seperti itu. Besok atau lusa kalau
Reynaldi dan ketiga temannya yang berasal dari Bali turun ke bawah dan langsung menuju tempat acara bakar-bakaran. Terlihat Elmira datang ke acara bakar-bakaran itu dengan menggunakan celana hotpans dipadu dengan tanktop berwarna hitam yang membalut tubuh seksinya.“Wah.., Kak Rey kedatangan tamu jauh yaa.., Hello..., Kenalkan.., aku Elmira. Kapan sampai di Jakarta?” tanya Elmira saat melihat Reynaldi dengan ketiga temannya ke halaman belakang.Reynaldi pun tersenyum saat ketiga temannya saling berebutan menyalami Elmira yang memang wajahnya cantik dan bentuk tubuhnya sangat memikat semua pria yang melihatnya. Lalu Reynaldi meninggalkan ketiga temannya yang sedang berbicara dengan Elmira menuju tempat bakar-bakaran.Terlihat sopir dan tukang kebun serta kedua pembantunya ikut sibuk menyiapkan bahan yang akan digunakan untuk bakar-bakaran. Richard dan Widyawati pun tampak sibuk menyiapkan bahan saos yang sedang di masak oleh mereka berdua dengan menggunakan peralatan listrik.“Papi
Di hari Senin pagi ini, Reynaldi mengajak ketiga temannya untuk sarapan terlebih dahulu sebelum ikut ke kantor. Rencananya, hari ini Reynaldi hanya menandatangani beberapa dokumen penting, lalu mengajak ketiga temannya yang belum pernah ke Jakarta untuk jalan-jalan ke Monas dan Seaworld. Sebelum itu, Reynaldi menghubungi Imam supaya tidak menjemput dirinya. Karena hari ini, Reynaldi berencana untuk membawa mobilnya. “Bik.., ini kopinya lebih satu.., saya nggak ngopi..,” ujar Reynaldi meminta pembantunya mengambil satu kopi yang diletakan di meja makan. “Kemarin Tuan muda minum kopi..,” jawab Ina pembantu rumah tangga di kediaman Richard. “Kemarin libur Bik.., kalau libur aja minum kopi. Kalau hari kerja minumnya di kantor. Udah nih ambil, buat Bik Ina aja,” tutur Reynaldi pada pembantunya tersenyum lebar. Widyawati yang mendengar ucapan Reynaldi pun mendehem. Dan Reynaldi yang melihat ke arah Widyawati yang tampak telah rapi berpakaian tertawa kecil saat jemari telunjuknya menudin
“Meytha..., Kita jalan ke Mal yukk.., mumpung pak Rey nggak ada,” ajak Cindy saat berada di depan pintu ruang Dinda dan melihat Meytha mengunci pintu ruangan Reynaldi. “Boleh juga tuh.., kita patungan naik taxi nya yaa..,” ujar Dinda antusias tersenyum lebar. “Maaf.., aku nggak bisa ikut. Kasihan kedua anakku. Kapan-kapan yaa.., Byee.. and makasih udah bantu usir kutu busuk yang tadi,” pamit Meytha melangkah lebar ke arah lift. Rutinitas yang dilakukan oleh Meytha untuk memastikan anaknya sudah makan, tidur siang membuat dirinya tidak memedulikan cuaca panas. Karena baginya makan bersama anak-anaknya adalah suatu bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Sesampai di tempat parkir, Meytha langsung tancap gas memacu motornya menuju ke rumah. Perlu waktu lima belas menit untuk sampai rumahnya. Hampir setiap hari kedua anak Meytha, selalu menunggu di depan pintu pagar untuk menyambutnya pulang, kecuali pada saat mereka dijemput di sekolahnya. Dan saat terdengar suara motor berada d