Home / Thriller / Bus Penyelamat / Part 41 : Aura yang Menakutkan

Share

Part 41 : Aura yang Menakutkan

last update Last Updated: 2022-07-12 18:34:12
Kondisi di dalam goa itu sungguh begitu gelap, mereka nyaris saja tak dapat melihat apa-pun. Untunglah salah satu dari mereka adalah seorang perokok, dia selalu membawa korek apinya kemana pun dia pergi. Ia menyalakan korek apinya itu di dalam goa tersebut, dan seketika itu juga seluruh ruangan pun langsung benderang. Dinding goa itu terbuat dari batu kapur yang putih. Dari atas langit-langitnya tampak ada beberapa tetesan air yang jatuh ke lantai. Lantai yang ada di dalam goa itu dipenuhi oleh air yang bercampur dengan lumpur.

Buyung dan teman-temannya itu memeriksa semua sudut goa itu, mereka bahkan sampai berjalan ke ruangan belakang yang terletak di belakang dinding goa. Mereka tidak menemukan Meri di tempat itu. Akhirnya, mereka semua pun memutuskan untuk keluar dari tempat itu. Akan tetapi, sebelum mereka tiba di luar sana, tiba-tiba mereka menemukan sesuatu di lantai goa. Terlihat ada beberapa jejak kaki manusia yang terbenam di dalam lumpur.

“Itu adalah jejak kaki wanita itu!
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bus Penyelamat   Part 42 : Lorong Sempit

    Selembar bekas sobekan kain yang berlumuran darah tergeletak di tanah. Hanya beberapa meter saja dari tempat itu, mereka juga menemukan sebuah kayu runcing yang berlumuran darah. “Ini adalah miliknya. Wanita itu pasti sedang terluka parah akibat kayu runcing ini yang menghujam dirinya” Buyung mengangkat kain dan kayu runcing yang berlumuran darah itu ke hadapan teman-temannya. “Dia pasti sudah tiba di jembatan gantung itu, ayo cepat! Kejar dia!” Buyung segera berlari mengejar Meri ke arah jembatan itu bersama dengan teman-temannya.Suara langkah kaki mereka yang berlari menerobos padang belukar yang tebal itu terdengar bagaikan sekumpulan binatang yang liar yan beringas. Ranting-ranting pohon yang menghalangi jalan menjadi patah dan hancur. Enam orang pria itu benar-benar mengerahkan semua kekuatan mereka untuk mengejar buruan mereka yang berusaha untuk meloloskan diri.Sekitar beberapa belas menit kemudian, akhirnya mereka pun tiba di dekat area parkiran. Tempat itu tampak begitu len

    Last Updated : 2022-07-15
  • Bus Penyelamat   Part 43 : Jejak Kaki

    Meri berhasil melewati jembatan kayu itu meski harus berjuang dengan sekuat tenaga. Ia berlari memasuki hutan yang lebat. Sementara itu, di belakangnya ada Buyung yang baru saja tiba di pangkal jembatan. Ia segera menyeberangi jembatan kayu itu dengan berlari. Jembatan gantung itu pun bergoncang hebat. Jika pria itu tidak menyadarinya, maka dia pasti akan terlempar kebawah sana akibat goncangan yang semakin kencang. Namun beruntunglah lelaki itu menyadarinya, ia segera menurunkan laju kecepatannya itu untuk menyeimbangkan situasi. Dia mengganti gerakannya tersebut dengan cara berjalan cepat dan setengah berlari kecil ke hingga ujung jembatan. Setelah itu, satu per satu temannya yang lain juga menyusul dari belakang.Di sisi lain, Tadu teman Buyung yang menyeberang dengan motor trail itu masih berjuang keras agar mampu menerobos arus sungai batang merao yang masih cukup deras itu. Benar-benar di luar dugaannya, ternyata melewati arus sungai batang merao saat itu tidak semudah seper

    Last Updated : 2022-07-15
  • Bus Penyelamat   Part 44 : Jalan Buntu

    Rumah kayu itu telah kosong. Di ruangan dapur, tampak bara api yang masih memerah dengan gumpalan asapnya yang memutih. Tungku batu dan kuali masih berada di sana. “Mereka pasti tidak jauh dari sini, ayo kejar mereka ke sana!” Pak Karay berseru dengan suaranya yang lantang. Dengan serta merta para warga yang menentang senjata lengkap itu pun langsung berhamburan mengikuti arah jari telunjuk sang kepala desa. Mereka berlari melewati lorong sempit yang diapit oleh dua tebing curam dari sisi kiri dan juga kanannya.Semakin jauh mereka berlari ke dalam sana, lorong yang pada mulanya selebar satu meter lebih itu kini perlahan-lahan menjadi semakin sempit dan susah untuk dilalui. Begitupun dengan kecepatan lari mereka yang menurun drastis. “BUM” sebongkah batu menghalangi kaki Pak Wawan. Beliaupun tersungkur ke tanah. Beruntunglah sindi punya reflek yang bagus, ia berhasil menghindarinya. Pak Wawan meringis kesakitan. Lutut dan sikunya tampak berdarah. Tidak mau menghambat perjalanan, bel

    Last Updated : 2022-07-18
  • Bus Penyelamat   Part 45 : Ular Kobra

    “Tidak mungkin!” Salah satu dari warga yang berdiri di tempat itu memegang kepalanya. Dia benar-benar tidak percaya, ternyata jalan yang sempit itu akan berakhir dengan sebuah kebuntuan. Apa kita salah jalan? Tadi di belakang sana aku melihat ada jalan lain. Ayo kita mundur. Setiap orang sibuk mengutarakan pendapatnya untuk mencari jalan keluar dari tempat itu.“Bagaimana ini? Aku tidak mau terjebak di tempat ini. Bagaimana jikalau nanti tebing-tebing ini runtuh lagi? Kita semua akan mati sia-sia di sini. Malam akan segera datang.” Para pria yang bersenjata tajam itu tampak begitu menghawatirkan nasib mereka. Mereka mengeluhkan tentang banyak hal di sana.Saat itu hari benar-benar sudah sore. Sekitar satu jam lagi, matahari akan segera lenyap dari dunia digantikan oleh malam yang gelap gulita. Pak Karay yang menenteng senjata api berseru dari belakang. “Panjat tebing itu dengan tali, CEPAT!” seruan itu membuat suara bising itu menjad

    Last Updated : 2022-07-22
  • Bus Penyelamat   Part 46 : Perahu Kayu

    “Belok ke kiri!” Teriak Pak Wawan dari belakang. Tanjo yang memimpin di depan dengan serta merta langsung berbelok. Begitu juga dengan Sindi dan beberapa orang yang ada di belakangnya. Medan yang mereka lewati kali ini sedikit lebih baik dari pada medan yang ada di belakang sana. Permukaan jalan tidak basah dan berlumpur, medannya kering namun dipenuhi bebatuan.“Hati-hati, jangan ada yang sampai terpeleset” tanjo mengingatkan semua orang. Dengan begitu hati-hati mereka berlari dengan melompati batu demi bebatuan itu hingga sampailah mereka ke sebuah padang rumput yang cukup luas. Sindi lega, begitupun dengan semua orang.“Di mana perahu itu?” Tanya Tanjo dengan nafas yang masih belum teratur. “Sana” Pak Wawan segera mengambil jalan. Beliau membawa mereka berjalan menuju ke suatu tempat tersembunyi yang terletak di balik sisi kiri tebing. Semakin jauh mereka berjalan ke depan sana, suara air sungai yang mengalir terdengar

    Last Updated : 2022-07-22
  • Bus Penyelamat   Part 47 : Tangga Batu

    Setenang air sungai yang mengalir, setenang itu pulalah dua perahu kayu itu melintas di hadapan api unggun tersebut. Tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Para pria itu sedang berdiri dan berbincang-bincang satu sama lain. Bias sinar api unggun di kegelapan malam tampak benderang, membuat pepohonan yang tumbuh di sekeliling menjadi terlihat cukup jelas. Dalam beberapa detik, akhirnya dua perahu kayu itu pun berhasil melewati gerombolan para pemuja setan tersebut.Ketika jarak mereka sudah mencapai puluhan meter dari tumpukan api unggun itu, barulah kemudian Pak Wawan dan semua orang bangun dari lantai perahu. Pendayung pun mulai dimainkan kembali.*******Hari telah gelap. Rembulan malam baru saja menampakkan wajahnya di ufuk timur. Cahayanya tampak begitu terang memenuhi cakrawala. Meri masih bergelut dalam pelarian yang tak kunjung berakhir. Enam orang pria itu terus mengejarnya dari belakang, mereka membawa api obor yang entah dari mana asalnya. Meri kehilanga

    Last Updated : 2022-08-03
  • Bus Penyelamat   Part 48 : Jalan Setapak

    Dua perahu kayu itu bergerak perlahan mengikuti arus sungai yang mengalir. Satu dua suara burung-burung terdengar bersiul merdu di pepohonan, para jengkerik berdengung dari sisi kiri dan kanan sungai. Malam sungguh begitu dingin, namun langit tampak begitu terang memancar. Purnama malam tujuh belas yang sudah mulai timpang itu baru saja menampakkan dirinya di ufuk timur. Berseri-seri. Setelah melewati komplotan warga yang bersenjata di tepi sungai, kini Pak Wawan dan Tanjo sudah bisa lebih tenang dari sebelumnya. Pendayung mereka lebih banyak diam, hanya sesekali digunakan untuk mengendalikan arah perahu. Sementara itu di tepi sungai, Askar dan dua orang temannya masih berjalan tenang melewati rerumputan dan juga bebatuan. Akan tetapi semua itu tidak berlangsung lama, karena di depan sana ada sesuatu yang sedang menunggu mereka. Cahaya bulan purnama tujuh belas yang bersinar terang di malam itu ternyata bukanlah sebuah hal yang baik bagi Pak Wawan dan kawan-kawan, akan tetapi hal ter

    Last Updated : 2022-08-14
  • Bus Penyelamat   Part 49 : Awan Hitam

    Meskipun arus sungai itu tampak begitu tenang dan nyaris tidak mengeluarkan suaranya, namun saat ia terjun dan berenang ke dalamnya, ternyata arus sungai itu sungguh begitu deras. Sindi kesulitan untuk mengendalikan diri. Hanya dalam beberapa detik saja tubuhnya berada di dalam sana, ia sudah terseret jauh dalam jarak belasan meter meninggalkan perahu Pak Wawan yang tertangkap oleh para pria gila itu. Keadaan Sindi di dalam sungai sungguh memprihatinkan. Ransel yang dibawanya itu terasa lima kali lipat lebih berat dan menghambat pergerakannya. Tidak ada pilihan lain, ia pun memutuskan untuk melepaskan dan kemudian membuang ransel tersebut. Ia kemudian segera berenang ke tepi sungai menuju ke sebuah tumpukan tanah yang samar-samar terlihat dipenuhi oleh rerumputan liar. Ia berhasil mencapainya dengan selamat. Ia langsung mendudukkan dirinya begitu saja di tanah, sembari mengatur nafasnya yang sudah berada di luar kendali. Sindi melayangkan pandangannya jauh ke belakang sana, ke arah s

    Last Updated : 2022-11-16

Latest chapter

  • Bus Penyelamat   Part 100 : Pulang

    Setelah sekian jauh berlari mendaki bukit, tiba-tiba datanglah helikopter yang kemudian menembaki mereka dari atas. Pak Karay yang sudah begitu lelah, akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memberikan perlawanan. Ia memerintahkan semua anak buahnya untuk menembaki helikopter tersebut. Namun belum berhasil mengenai helikopter tersebut, mereka semua sudah terlebih dahulu dihujani tembakan dari atas sana. Sehingga membuat Pak Karay dan beberapa anak buahnya itu pun bertekuk lutut. Sebagian mereka ada yang tewas, dan sebagiannya lagi menyerahkan diri, termasuk dengan Pak Karay yang juga menyerahkan diri. Di sisi lain, Rameng dan Darkis masih terus berlari tanpa henti bersama dengan sebagian anak buah Pak Karay yang masih tersisa. Mereka juga terus memberikan perlawanan jika ada Polisi yang berusaha mendekat untuk menyerang mereka. Saat itu, jumlah mereka diperkirakan hanya tersisa belasan orang. Waktu terus berlalu. Hari sudah mulai memasuki sore. Sudah lebih dari empat jam sejak operasi

  • Bus Penyelamat   Part 99 : Suara Gemuruh Dari Langit

    “Sekarang adalah giliranmu lagi, wahai gadis kecil yang malang, hahahaha!” Rameng menyeringai jahat sembari meraih kedua tangan Sindi dengan kasar. Sindi yang keras kepala itu pun langsung memberontak untuk memberikan perlawanan. Meski kesempatan hidupnya itu sudah berada di ujung kuku, namun semangat juangnya sungguh luar biasa. Akan tetapi tak lama kemudian, Sindi pun terpaksa menyerah ketika Rameng menghantam kepalanya dengan sebalok kayu. Penglihatannya seketika langsung redup, ia tak sadarkan diri. Rameng dan Darkis berhasil menggantung tubuh kedua wanita itu ke tiang penggantungan dengan mudah. Eksekusi mati pun akan segera dimulai.“Sekarang adalah giliranmu, manis” Pak Karay memainkan bibir Dewi dengan telunjuknya. Kau tak perlu takut, sebelum tubuhmu menjadi mayat, aku ingin bersenang-senang dulu denganmu sebentar. Hahaha...” Pak Karay tertawa kegirangan. Tak bisa dipungkiri, Dewi memang punya tubuh yang begitu indah.Buah dadanya yang maha besar itu terlihat kokoh dan padat,

  • Bus Penyelamat   Part 98 : Tiang Penggantungan

    “Dewi.. Hikkss.. Hikkss... Apa yang akan mereka lakukan? Apakah kita akan segera mati?” Tanya Ani dengan terisak-isak. Sepertinya dia sudah mengetahuinya. Dewi tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya meneteskan air matanya dengan penuh kesedihan.“Apa yang kalian tangisi wahai anjing-anjing yang malang? Sudahlah, inilah akhir dari riwayat hidup kalian. Anggap saja kalian terlahir ke dunia ini hanya sekedar untuk menjadi binatang pengorbanan kami! Hahahaha.. Hukk hukk” Pak Karay bahkan sampai terbatuk saat menghembuskan asap cerutunya.“Bajingan kau, Karay!” Mati kau bajingan tengik!” Pak Hendri mengutuk pria itu.“Waw waw, luar biasa sekali. Lihatlah si bajingan yang malang ini, biji matanya bahkan sudah terlepas, tapi dia masih punya nyali dan kekuatan untuk mengancamku. Aku akui, kau memang luar biasa, Hendri! Hahaha..” Pak Karay bertepuk tangan sambil tertawa.“Muradi! Bolehkah aku meminjam pisau kecilmu yang tajam itu? Karena pisauku sudah hilang dan mungkin terjatuh di suat

  • Bus Penyelamat   Part 97 : Menguras Darah

    “Rupa-rupanya kau ingin mempermainkanku, hah? RASAKAN INI!” Pak Karay menghantam kepala Hendri dengan tinjunya. Pria itu langsung terkulai dengan tubuh yang terselentang. Seakan masih belum puas, Pak Karay bahkan kambali menaiki tubuh pria malang itu dan menghajarnya berulang-ulang kali.“Ukkkhhh... Ukkhh” Hendri meringis kesakitan. Nafasnya ngos-ngosan.“Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuh mereka walau sehelai rambut pun!” cecar pria itu sembari bangun dari tubuh Hendri. Pria itu kini bahkan sudah tak mampu untuk bernafas dengan baik, apalagi untuk memprovokasi Pak Karay? Dia benar-benar sudah tidak berdaya.Tulang hidung Hendri benar-benar sudah hancur. Mulutnya telah sobek, dan hanya menyisakan beberapa biji gigi saja. Mata kirinya yang tadi bengkak kini bahkan telah pecah, sehingga membuat biji matanya itu menggantung keluar. Pria malang itu benar-benar babak belur dan nyaris mati.“Jangan sangka aku menghentikan pukulanku hanya karena aku merasa kasihan denganmu, akan te

  • Bus Penyelamat   Part 96 : Penyanyi Misterius Yang Sebenarnya

    “Apa katamu? Kamu pikir kami akan percaya kepadamu yang kini bahkan tidak bisa mengenal wajah putramu sendiri” Pak Karay menendang kepala Tanjo ke hadapan wanita tersebut. Terlihatlah wajah Tanjo yang begitu pucat dengan darah yang memenuhi pangkal lehernya.Nenek tua itu tiba-tiba saja memejamkan kedua matanya. Sementara itu, Sindi, Meri, dan Dewi yang terikat di tiang penggantungan hanya bisa melihatnya dengan tatapan bodoh tanpa mengetahui sedikitpun maksud dari itu semua. Nenek tua itu kembali meracau, kali ini dengan suara yang melengking.Oh Tidak! Apakah selama ini suara nyanyian misterius yang hampir selalu dia dengan di setiap malam selama berada di rumah Buk Tiah itu adalah suara Nenek tua itu? Bagaiamana mungkin wanita yang setua itu masih memiliki suara yang sangat indah dan merdu? Meri dan Sindi saling tatap menatap satu sama lain. Takjub setelah mengetahui sosok sebenarnya di balik suara nyanyian misterius yang seringkali menghibur mereka di beberapa malam yang lalu.“Oh

  • Bus Penyelamat   Part 95 : Nenek Sihir

    “Hey! Hey! Siapa yang suruh kau tidur begitu? Ayo bangun!” Pak Dunto menyiram seember air ke wajah Sindi yang pada saat itu nyaris saja tak sadarkan diri. Lebih baik pingsan dan tidak merasakan apapun, karena dalam keadaan sadar semuanya terasa jauh lebih menyakitkan. Ia sudah tidak sanggup lagi menunggu, dan ingin semuanya segera berakhir.Pria itu mencekik lehernya, dan kemudian mendudukkannya di roda bus. Setelah itu, dia juga melakukan hal yang sama kepada Meri. Dua orang sahabat itu tersandar di dinding bus dalam keadaan yang begitu lemah. Sudah dua hari mereka bahkan belum mengganjal perut mereka.Dari kejauhan, tiba-tiba muncullah Ole bersama dengan dua orang temannya. Dia sedang menyeret tubuh seseorang. OH TIDAK! Sindi dan Meri menjerit. Semoga saja orang yang mereka bawa itu bukanlah Irma.Pak Karay dan kawan-kawannya memandang ke arah yang sama, melihat Buyung dan dua orang temannya yang terus mendekat sembari menyeret tubuh seorang.“Siapa ini? Apakah kau sudah berhasil m

  • Bus Penyelamat   Part 94 : Menjadi Korban Amukan Warga

    “Hey, lihat! Sang penyelamat kita sudah kembali datang..” Pria paruh baya yang menenteng senjata itu menghampiri Rameng. Dua orang pria yang bertubuh kekar itu saling berpelukan dan bertukar senyum satu sama lain.“Hahaha, aku sudah menduganya, bahwa polisi korup itu tidak akan bisa menangkapmu.” Pria itu masih berdecak kagum akan kehadiran Rameng. Bagaimana tidak? Ia berhasil lolos dari kepungan para polisi. Bagaimana cara dia melakukannya? Entahlah, itulah yang ingin ditanyai oleh Pak Karay padanya.“Ayo ceritakan, bagaimana kau bisa lolos dari kepungan para polisi yang korup itu? Apakah mereka menembakmu?” Pak Karay melipat kedua tangannya di dada.“Hahaha, tentu saja. Tapi Ninek (dewa) menolongku. Dia datang tepat waku saat salah satu dari mereka hampir saja menemukanku. Aku bersembunyi di dalam rumput berduri, sehingga mereka tidak dapat melihatku. Aku dapat melihat dan mendengar dengan telingaku, mereka menembak beberapa orang dari keluargaku tanpa belas kasih sedikitpun.” Ramen

  • Bus Penyelamat   Part 93 : Kawan Lama

    Tak lama kemudian, dari atas bukit, tiba-tiba muncullah sebuah bus tua yang melaju dalam kecepatan normal. Melihat kemunculan bus tua itu, Pak Murad yang duduk santai di kursi kayu bahkan langsung terbangun pada saat itu Juga. Pria itu segera membenahi kacamata emasnya untuk memperbaiki penglihatannya. Terbitlah segaris senyum kecil di wajahnya.Bus tua itu berhenti tepat di tengah-tengah halaman desa. Suara knalpotnya yang bising perlahan-lahan memelan sebelum akhirnya benar-benar lenyap ketika sang sopir memutar kuncinya. Tak lama kemudian, turunlah beberapa orang pria dari dalam sana.Tangannya yang sibuk memotong tali-tali itu pun langsung terhenti, bahkan pisau itu pun juga terjatuh ke lantai. Dewi shock melihat beberapa orang pria yang baru saja keluar dari dalam bus tua itu. Yang paling membuatnya kaget adalah sosok pria yang yang mengenakkan perban di tangan kanannya. Rameng, pria itulah yang telah menipu mereka berdua saat itu.Waktu itu Rameng datang ke kantor mereka, dia me

  • Bus Penyelamat   Part 92 : Tertangkap

    “Jangan takut! Pria itu sebenarnya sudah tidak punya amunisi lagi untuk menembak kalian. Aku yakin, dia hanya menggertak kita!” Pak Dunto bangun dari tanah. Ia mulai berjalan mendekati pria tersebut. Ia bahkan tidak gentar walau sedikitpun.Belasan orang anak buahnya yang bertiarap di tanah saat itu benar-benar kaget dan juga cemas. Pria itu bahkan berjalan santai tanpa menunjukkan rasa takutnya walau sedikitpun. Bagaimana jika dugaan Pak Dunto salah? Dan ternyata si penyusup itu masih punya puluhan butir peluru? Maka semuanya akan tamat. Pak Dunto akan tewas.“HAHAHA, AYO TEMBAK! MENGAPA KAU DIAM SAJA SEPERTI ITU? AYO TEMBAK!” Pak Dunto menantang si penyusup tersebut. Ia bahkan membusungkan dadanya ke depan menyuruh si penyusup itu menembaknya.Melihat gertakan tersebut, wajah si penyusup pun mulai berubah. Ia tahu betul bahwa saat ini pengaruhnya sudah mulai hancur. Akan tetapi, bagaimana mungkin si pria itu bisa tahu bahwa amunisi senjatanya telah habis? Ia harus segera keluar dari

DMCA.com Protection Status