Sagara povPagi ini mama menelfon ku, memberi tahu ada surat panggilan untuk ku dari pengadilan. Sudah satu bulan lebih aku berada di luar kota untuk menyelesaikan masalah yang menghambat proyek perusahaan ku. Sejak kepergian istriku empat tahun lalu aku mendirikan perusahaan sendiri. Dengan tiga temanku sebagai investor. Aku mencurahkan semua waktu ku untuk perusahaan, sehingga dalam waktu empat tahun perusahaan ku berkembang pesat dan sudah menyelesaikan banyak proyek pembangunan mulai dari perumahan juga pertokoan dan pusat perbelanjaan. Aku tahu istriku salah faham padaku. Dia mengira aku menginginkan perusahaan ayahnya yang setengah sahamnya atas namaku. Awal mulanya, ayah Arana (Aditama) ingin mengembangkan pabrik makanan instant miliknya, tapi karena membutuhkan dana yang besar Mertuaku itu menawarkan papa untuk menjadi investor.Papa dan Ayah Arana adalah teman lama. Papa bersedia menjadi investor jika aku menikah dengan salah satu anaknya sehingga Aku dan istriku yang akan m
Arana pov "Tidak mungkin" sahut pak Kenan. "Di data diri karyawan, statusnya masih single" lanjutnya membantah ucapan Mas Saga. "Single" gumam Mas Saga menatapku tajam. Sedangkan aku, berusaha menutupi wajahku dan sesekali melirik ke Mas Saga dan beberapa karyawan memandang kearah kami. Malu. Sangat malu, itu yang aku rasakan sekarang. Aku tidak bisa membayangkan apa yang muncul di pikiran mereka tentangku setelah melihat kejadian ini. "Benarkah itu Arana." aku meliriknya, Mas Saga menatapku tajam "Katakan!" bentak mas Saga membuatku menutup mata karena terkejut. Setelah menormalkan detak jantungku. Aku berbicara pada atasan ku, "Maafkan saya Pak kenan. Sudah membuat keributan di kantor" Lalu menarik mas Saga berjalan keluar. Di luar kantor mas Saga balik menarik ku dan memaksa masuk ke mobil nya. "Masuk!" perintah nya sambil membuka pintu mobil, "Kamu ingin kita jadi tontonan lagi?" cibirnya saat aku berusaha memberontak. Dengan terpaksa aku menurut dan masuk ke mobilnya di k
"Dengarkan Aku baik-baik Keysa Arana!" ucap Saga dingin. "Aku akan benar-benar membuat keluarga mu jatuh miskin jika kamu berani keluar dari rumah ini. Segera batalkan gugatan yang kamu ajukan jika kamu tidak ingin membuat Raka kehilangan pekerjaan dan karirnya!" Saga mencengkeram kedua lengan Arana. "Aku tidak main-main dengan ancaman ku" desisnya memperingatkan lalu melangkah pergi tanpa memperdulikan tatapan marah Arana kepadanya. Arana menggenggam erat tas kerjanya untuk melampiaskan amarahnya. Semua kata umpatan sudah siap terlontar dari bibirnya. "Saga brengsek." umpat Arana kesal. "Kau pikir kau siapa?" teriaknya saat Saga hendak meraih gagang pintu. "Ya. Aku memang brengsek" sahut Saga lalu melanjutkan langkahnya keluar dari rumah. Arana menghempaskan tubuhnya diatas sofa dengan kesal. "Saga sialan" teriaknya untuk melampiaskan rasa kesal di hatinya sambil tangannya memukul-mukul sofa. "Selamat malam nyonya Arana" sapa seorang wanita paruh baya berdiri di samping sofa y
Esoknya. Pukul 5 pagi Arana terbangun dari tidurnya. Memandang ke sekelilingnya lalu menghela nafas saat menyadari semua yang dialaminya bukan mimpi. "Ternyata bukan mimpi" gumamnya beranjak bangun menuju kamar mandi. Sekitar lima menit Arana keluar sari kamar maen di lalu melaksanakan kewajiban nya di pagi hari yaitu sholat shubuh. Arana berserah diri dengan segala ketetapan Tuhan atas hidupnya. Tangannya menengadah memohon rasa sabar dan tawakkal tetap tertanam di jiwa dan hatinya. Memohon kebaikan ujung dari cobaan yang saat ini di hadapinya. Untaian-untaian do'a terlantun sendu bersamaan dengan tetesan air mata mengalir dikedua pipinya. Tetes demi tetes air matanya mengiringi setiap lantunan do'a yang mengalun lirih dari bibirnya."Ampuni aku atas segala dosaku. Berkahilah aku dengan rasa sabar di setiap kesusahan ku. Jadikanlah aku orang yang berserah diri kepadaMu. Ya Alloh.. jadikanlah kebaikan akhir dari semua ini." mohon Arana dalam do'a nya. "Tidak ada kekuatan melebi
Pagi ini Arana dan Saga sarapan dengan tenang. Arana memakan sarapannya dengan diam. Ia sama sekali tak menyahut atau memprotes ketika Saga memberitahu semua barang-barang nya akan sampai sore nanti. Saga, melirik curiga ke Arana yang tak bergeming ketika ia mengatakan gaji terakhir dan uang pesangonnya akan di transfer ke rekeningnya bulan depan. 'Kenapa dia hanya diam saja? kenapa dia sama sekali tidak marah mendengar jika sudah tidak bekerja lagi Apa yang dia rencanakan?' Saga membatin. Begitu selesai Sarapan tetap dengan kediamannya Arana langsung beranjak lalu naik ke kamarnya di lantai dua.Saga mengedikkan bahunya, "Mungkin dia sudah menyerah bertengkar denganku terus" Saga tidak ambil pusing dengan sikap Arana yang memang seperti itu jika dia marah atau kesal Arana akan bersikap acuh tak acuh bahkan terkadang dia bersikap seperti orang yang tak saling kenal. Setelah selesai sarapan ia berangkat kerja setelah sebelumnya berpesan pada Bibi agar mengawasi Arana dan menelfon j
Arana pov "Ma, makan dulu ya!" aku membawa nampan berisi sepiring nasi lengkap dengan sayur dan lauknya juga segelas air putih untuk mama Laras mamanya Ryan. "Cintya Arana? Kamu sudah datang nak?" sapanya saat melihatku memasuki kamarnya. "Mama kangen sama kamu Na. Ryan bilang kamu pasti datang. Ryan memang gak pernah bohong"Mama laras memelukku setelah ku letakkan nampan yang kubawa di meja. Sudah dua minggu aku tinggal disini, tapi mama Laras selalu mengatakan hal yang sama saat melihatku di pagi hari. Mama Laras mengalami gangguan mental sejak putri keduanya meninggal 6 tahun yang lalu. Adik Ryan itu bernama cintya. Dia meninggal karena dianiaya oleh papanya sendiri saat mabuk. Papa Ryan mengamuk memukuli Mama Laras dan cintya yang masih berumur 7 tahun. Karena kejadian itu Cintya meninggal dan Mama Laras kakinya patah. Sebenarnya Mama Laras sudah mencoba untuk melindungi Cintya tapi ia hanya seorang wanita yang tidak dapat menyaingi kekuatan pria yang sedang mabuk. Setelah
Arana pov. Rumah sakit Bakti husada, di sinilah kami sekarang. Berlari menuju ruang ICU dimana ayah di rawat.Setelah mendengar kabar ayah mengalami serangan jantung aku dan Ryan segera pulang ke kota asal kami. Dari bandara kami langsung menuju ke rumah sakit. Kak Raka yang melihat kedatangan kami langsung berdiri. "Arana," panggilnya begitu kami sampai di depan ruangan ICU. "Bagaimana keadaan ayah Kak?" tanyaku saat kami sudah berhadapan. "Masih di ruangan ICU. Tunggu beberapa jam baru bisa memastikan kondisinya stabil. Kemarin sempat membaik tapi tadi pagi drop lagi" jelas Kak Raka. "Lepas!" suara dari belakang kak Raka "Lepas mas, biar aku ngomong sama dia" Mbak Kiara menarik tangannya yang dipegang Duta, suaminya. Dia mendatangiku dengan tatapan sinis nya. "Ayah kritis" ketusnya menatapku tajam, "Dan itu karena kamu" dia mengacungkan jari telunjuknya ke arahku. "Gara-gara kamu perusahaan ayah terancam bangkrut. Kamu yang bikin masalah tapi kita yang harus menanggungnya" sun
Arana keluar dari ruang ICU. Lalu berjalan menuju Raka. "Kak, tolong tunggu disini sampai aku kembali" pintanya ke Raka. "Kamu mau kemana?" "Bicara dengan Saga"Arana mengalihkan pandangannya ke Ryan yang ada di sebelahnya."Pulanglah, kasihan Mama Laras. Setelah semuanya selesai aku akan menelfon mu" ujarnya. Setelahnya Arana meminta berbicara dengan Saga. Tanpa berkata apa-apa Saga berjalan menuju kantin rumah sakit di ikuti Arana dibelakangnya."Bicaralah!" kata Saga saat melihat Arana yang diam saja sejak mereka duduk di kantin rumah sakit. "Apa yang kamu mau?" tanya Arana tanpa memandang Saga. "Apa begitu caranya berbicara?" cibir Saga kesal. "Katakan apa yang kamu mau!" Arana mengulangi kalimatnya sambil menatap datar ke Saga yang juga menatap nya. "Aku mau kita kembali bersama" kata Saga tanpa basa basi. "Satu tahun cukup?" sahut Arana. "Maksudmu?" Saga mengerutkan dahinya. "Aku tidak tahu alasanmu ingin kembali bersama. Tapi seperti yang aku bilang hubungan kita suda