Sagara pov. "Arana!!" Jantung rasanya hampir copot melihat dia tergeletak dengan baju yang berlumuran darah di toilet. "Tidak, jangan seperti ini" Dengan gemetaran aku menepuk-nepuk pipinya pelan. Ya Tuhan tolong jangan sampai terjadi sesuatu padanya. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu padanya. "Arana bangun sayang." Aku mengendong nya lalu berlari ke ruang UGD. "Dokter tolong istri saya" Aku meletakkan Arana di ranjang pasien. Seorang dokter dan dua orang perawat segera mendekat. Aku berdiri agak menjauh karena perawat melarang ku mendekat dan aku menurut tidak ingin mengganggu mereka yang sedang memberi tindakan medis pada Arana. Tidak disuruh keluar saja aku sudah berterima kasih. "Istri anda sekarang sudah tidak apa-apa. Luka di tangannya tidak terlalu parah. Hanya saja tekanan darahnya istri anda sangat rendah dan juga kekurangan cairan. Sepertinya dia tidak makan sejak kemarin." Dokter menjelaskan. "Alhamdulillah"Aku merasa sangat lega mend
"Apa kamu akan memaksa, jika aku bilang tidak mau?"jawab Arana. "Kenapa?" Saga mengurungkan niatnya keluar kamar lalu berjalan mendekati Arana yang duduk di sisi ranjang. Bukannya menjawab Arana malah menunduk diam membisu sambil menautkan kedua tangannya bingung harus menjawab apa. "Aku tidak akan memaksa jika kamu tidak mau. Istirahat lah aku berangkat kerja sekarang" Saga mengelus rambut Arana lalu melangkah keluar. Arana mengerutkan dahinya, merasa aneh dengan sikap Saga. Dia pikir mereka akan berdebat seperti sebelumnya. "Apa aku tidak salah dengar? Kenapa tidak memaksa" gumamnya "Mungkin kepala habis terbentur tembok" Arana mengedikkan bahunya cuek. •••Jam 4 sore Saga sampai di rumah. Dengan langkah lebar dia menaiki tangga menuju ke kamar mencari Arana. "Arana" panggilnya sambil membuka pintu kamar. "Apa?" jawab Arana yang sedang duduk di sofa sambil memegang sebuah novel yang sejak tadi dia baca. "Fhyuhh," Saga menghela nafas lega. Lalu menjatuhkan tubuhnya di atas
"Bawa mama masuk ke kamar Sus!" perintah Ryan tegas ke perawat Mamanya. Arana dan Saga sontak menoleh ke arah ruang tamu pada asal suara. "Ryan." pekik Arana "Maaf" ucapnya merasa tidak enak. Melihat wajah bersalah Arana Ryan mengangguk, "Tidak apa-apa." ujarnya mengerti. "Halo. Kenalkan aku Sagara Bagaskara, suami Arana" Saga mengulurkan tangan ke Ryan setelah sebelumnya berjalan mendekati Ryan. "Aku Ryanza Putra Admajda, sahabat Arana" Ryan menyambut tangan Saga. "Sahabat? Hanya sahabat" ucap Saga sinis. Memberi peringatan secara terselubung, bahwa mereka hanya bersahabat tidak lebih. "Tidak ada yang tahu kedepannya akan seperti apa" sahut Ryan tak kalah sinis. Saga dan Ryan saling melempar tatapan tajam dan penuh permusuhan. Menyadari situasinya Arana segera menengahi. "Kamu tunggu disini sebentar!" suruh Arana ke Saga. Lalu tanpa menunggu jawaban Saga, Arana menarik tangan Ryan masuk ke kamar Mama Laras. Ada rasa cemburu merayapi hatinya melihat Keakraban Ryan dan Arana.
Arana tak menyahut. Dia hanya diam memandang kearah tangga. Kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Arana, kamu kenapa sayang" Miranda terkejut melihat sikap Arana. Saga yang melihat itu langsung mendekati Arana. "Arana kamu kenapa?" menarik pelan tangan Arana yang menutupi wajahnya. Nampak air mata sudah mengalir deras di kedua pipi Arana, tatapannya kosong, wajahnya pucat pasi. Rendra menatap tajam dan dingin dengan rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal kuat berusaha menahan dirinya melihat keadaan Arana. "Kita pulang!" ucap Saga lalu menggendong Arana ala bridal. Saga membawa Arana keluar dari rumah orang tuanya. Bima dan Miranda mengikuti Saga sampai ke depan teras. menyuruh meminta sopir untuk mengantarkan mereka kembali ke rumah. Saga sama sekali tidak berniat melepaskan Arana dari pelukannya. Saga memeluk Arana yang terus menangis dan bergumam lirih."Anakku, anakku,,"Suara Arana sangat menyayat hati Saga. Rahangnya mengeras dan matanya memerah. Ada ra
Setelah sampai di rumah mereka Saga kembali menggendong Arana, membawanya masuk ke kamar mereka yang ada di lantai dua. Dengan hati-hati sekali Saga menidurkan Arana di atas ranjang lalu melepaskan sepatu Arana dan menyelimuti nya. Saga duduk di samping Arana. Tangannya terulur mengusap pipi Arana untuk membersihkan bekas air mata yang ada di pipi pucat Arana. "Maafkan aku. Aku sangat menyesal untuk semua yang terjadi." bisik Saga lirih. "Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hari itu. Rendra menuduh Tania yang membuatmu jatuh tapi Tania mengatakan kamu terpeleset karena tidak mau berbicara dengan nya" gumam Saga sembari merapikan rambut Arana yang sedikit berantakan. "Jika yang di katakan Rendra benar, aku tidak akan pernah memaafkan Tania. Aku sendiri yang akan membalasnya" ujar Saga dingin. Saga menghela nafas panjang lalu mencium kening dan pipi Arana. "Aku mencintaimu Arana. Aku jatuh cinta padamu sejak pertama melihatmu. Tapi kamu tidak pernah menyadari nya" gumam Saga
masih flashback "Hah Hhhhh" Tanpa bisa di tahan tawa Saga pecah.Sambil memegangi perutnya Saga mencibir Rendra, "Ternya pesona kamu tidak berfungsi di hadapan Arana Dra"Arana terpaku melihat Saga yang tertawa lepas. 'Wah ternyata ganteng kalau tertawa' puji Arana dalam hati. "Hey lihat nya kesini! Bukan ke Saga. Dia itu calon kakak ipar kamu" Rendra menjetikkan jarinya ke depan wajah Arana. "Ck, apa sih" kesal Arana mengibaskan tangannya. Mereka bertiga kompak terdiam saat mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. "Siapa?" Rendra membalikkan badannya untuk mengintip siapa yang datang dari balik tirai jendela. "Mbak Kiara sama Ayah kayaknya" jawab Arana menduga. "Shuuut" Rendra memberi isyarat untuk diam. Saat melihat Kiara turun dari mobil dengan menangis. "Siapa?" tanya Saga mengerutkan dahinya. "Diam" Bisik Rendra mendelik pada Saga dan Arana. Terdengar langkah kaki mendekat, "Kamu langsung masuk kamar Arana! Ganti baju dan cuci wajah kamu itu" suara yang berasal dar
Masih FlashbackSudah beberapa kali Saga mendatangi Arana di sekolahnya. Seperti hari ini, saat Arana pulang sekolah Saga sudah menunggunya di depan sekolah. "Ada apa sih Kak?" tanya Arana setelah masuk ke dalam mobil Saga. "Aku perlu bicara sama kamu" Saga memiringkan tubuhnya menghadap Arana. "Apalagi? Soal mbak Kiara? Kakak ngomong langsung aja ke orangnya?" kesal Arana. Dia tidak ingin terlibat dalam masalah kakaknya dan calon suaminya. Sudah tiga hari ini Saga mendatanginya saat pulang sekolah. Sehingga membuat Arana terlambat pulang dan kena marah bapaknya. Setiap kali di tanya Jatmiko alasannya terlamnta pulang, Arana tidak tahu harus menjawab apa. "Ok ini yang terakhir." tutur Saga santai. "Bener" Arana memicingkan mata kearah Saga. "Iya. Aku cuma mau tahu ukuran jari tangan kamu" Ujar Saga lalu mengambil satu kotak kecil dari saku celananya. "Maksudnya? Kenapa ukuran jari aku?" Arana menatap Saga dengan tatapan curiga. "Maksud aku ukuran jari Kiara" ralat Saga. "Tru
Flashback off. Saga tersenyum sendiri mengingat apa yang sudah dia lakukan dulu untuk bisa menikah dengan Arana. Meskipun pada awalnya dia tidak menyadari rasa cintanya pada Arana. "Aku tidak pernah lupa seperti apa kamu membuatku melakukan semua hal gila itu, Arana." gumam Saga pelan. "Demi memberikan pesta pernikahan impianmu, aku sampai beberapa kali datang ke sekolahmu dengan dalih memberi kejutan untuk Kiara." Saga menghela nafas lelah. "Tapi kenapa kamu tidak bisa melihat cintaku sayang" keluh Saga sambil menundukkan kepalanya. "Aku harus seperti apa, agar kamu mau kembali bersamaku seperti empat bulan awal pernikahan kita." Saga mencium kening Arana lalu beranjak naik ke ranjang. Membaringkan tubuhnya di samping Arana sambil memeluknya. Saga meluapkan Rasa rindu yang selama empat tahun dia tahan. Di ciuminya kening Arana dengan rasa sayang. Lalu menghirup aroma tubuh Arana yang sangat dia rindukan. "Maafin Mas Sayang" bisik Saga dengan menutup mata nya. Saga mengeratkan