Arana pov "Ma, makan dulu ya!" aku membawa nampan berisi sepiring nasi lengkap dengan sayur dan lauknya juga segelas air putih untuk mama Laras mamanya Ryan. "Cintya Arana? Kamu sudah datang nak?" sapanya saat melihatku memasuki kamarnya. "Mama kangen sama kamu Na. Ryan bilang kamu pasti datang. Ryan memang gak pernah bohong"Mama laras memelukku setelah ku letakkan nampan yang kubawa di meja. Sudah dua minggu aku tinggal disini, tapi mama Laras selalu mengatakan hal yang sama saat melihatku di pagi hari. Mama Laras mengalami gangguan mental sejak putri keduanya meninggal 6 tahun yang lalu. Adik Ryan itu bernama cintya. Dia meninggal karena dianiaya oleh papanya sendiri saat mabuk. Papa Ryan mengamuk memukuli Mama Laras dan cintya yang masih berumur 7 tahun. Karena kejadian itu Cintya meninggal dan Mama Laras kakinya patah. Sebenarnya Mama Laras sudah mencoba untuk melindungi Cintya tapi ia hanya seorang wanita yang tidak dapat menyaingi kekuatan pria yang sedang mabuk. Setelah
Arana pov. Rumah sakit Bakti husada, di sinilah kami sekarang. Berlari menuju ruang ICU dimana ayah di rawat.Setelah mendengar kabar ayah mengalami serangan jantung aku dan Ryan segera pulang ke kota asal kami. Dari bandara kami langsung menuju ke rumah sakit. Kak Raka yang melihat kedatangan kami langsung berdiri. "Arana," panggilnya begitu kami sampai di depan ruangan ICU. "Bagaimana keadaan ayah Kak?" tanyaku saat kami sudah berhadapan. "Masih di ruangan ICU. Tunggu beberapa jam baru bisa memastikan kondisinya stabil. Kemarin sempat membaik tapi tadi pagi drop lagi" jelas Kak Raka. "Lepas!" suara dari belakang kak Raka "Lepas mas, biar aku ngomong sama dia" Mbak Kiara menarik tangannya yang dipegang Duta, suaminya. Dia mendatangiku dengan tatapan sinis nya. "Ayah kritis" ketusnya menatapku tajam, "Dan itu karena kamu" dia mengacungkan jari telunjuknya ke arahku. "Gara-gara kamu perusahaan ayah terancam bangkrut. Kamu yang bikin masalah tapi kita yang harus menanggungnya" sun
Arana keluar dari ruang ICU. Lalu berjalan menuju Raka. "Kak, tolong tunggu disini sampai aku kembali" pintanya ke Raka. "Kamu mau kemana?" "Bicara dengan Saga"Arana mengalihkan pandangannya ke Ryan yang ada di sebelahnya."Pulanglah, kasihan Mama Laras. Setelah semuanya selesai aku akan menelfon mu" ujarnya. Setelahnya Arana meminta berbicara dengan Saga. Tanpa berkata apa-apa Saga berjalan menuju kantin rumah sakit di ikuti Arana dibelakangnya."Bicaralah!" kata Saga saat melihat Arana yang diam saja sejak mereka duduk di kantin rumah sakit. "Apa yang kamu mau?" tanya Arana tanpa memandang Saga. "Apa begitu caranya berbicara?" cibir Saga kesal. "Katakan apa yang kamu mau!" Arana mengulangi kalimatnya sambil menatap datar ke Saga yang juga menatap nya. "Aku mau kita kembali bersama" kata Saga tanpa basa basi. "Satu tahun cukup?" sahut Arana. "Maksudmu?" Saga mengerutkan dahinya. "Aku tidak tahu alasanmu ingin kembali bersama. Tapi seperti yang aku bilang hubungan kita suda
Sagara pov. "Arana!!" Jantung rasanya hampir copot melihat dia tergeletak dengan baju yang berlumuran darah di toilet. "Tidak, jangan seperti ini" Dengan gemetaran aku menepuk-nepuk pipinya pelan. Ya Tuhan tolong jangan sampai terjadi sesuatu padanya. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu padanya. "Arana bangun sayang." Aku mengendong nya lalu berlari ke ruang UGD. "Dokter tolong istri saya" Aku meletakkan Arana di ranjang pasien. Seorang dokter dan dua orang perawat segera mendekat. Aku berdiri agak menjauh karena perawat melarang ku mendekat dan aku menurut tidak ingin mengganggu mereka yang sedang memberi tindakan medis pada Arana. Tidak disuruh keluar saja aku sudah berterima kasih. "Istri anda sekarang sudah tidak apa-apa. Luka di tangannya tidak terlalu parah. Hanya saja tekanan darahnya istri anda sangat rendah dan juga kekurangan cairan. Sepertinya dia tidak makan sejak kemarin." Dokter menjelaskan. "Alhamdulillah"Aku merasa sangat lega mend
"Apa kamu akan memaksa, jika aku bilang tidak mau?"jawab Arana. "Kenapa?" Saga mengurungkan niatnya keluar kamar lalu berjalan mendekati Arana yang duduk di sisi ranjang. Bukannya menjawab Arana malah menunduk diam membisu sambil menautkan kedua tangannya bingung harus menjawab apa. "Aku tidak akan memaksa jika kamu tidak mau. Istirahat lah aku berangkat kerja sekarang" Saga mengelus rambut Arana lalu melangkah keluar. Arana mengerutkan dahinya, merasa aneh dengan sikap Saga. Dia pikir mereka akan berdebat seperti sebelumnya. "Apa aku tidak salah dengar? Kenapa tidak memaksa" gumamnya "Mungkin kepala habis terbentur tembok" Arana mengedikkan bahunya cuek. •••Jam 4 sore Saga sampai di rumah. Dengan langkah lebar dia menaiki tangga menuju ke kamar mencari Arana. "Arana" panggilnya sambil membuka pintu kamar. "Apa?" jawab Arana yang sedang duduk di sofa sambil memegang sebuah novel yang sejak tadi dia baca. "Fhyuhh," Saga menghela nafas lega. Lalu menjatuhkan tubuhnya di atas
"Bawa mama masuk ke kamar Sus!" perintah Ryan tegas ke perawat Mamanya. Arana dan Saga sontak menoleh ke arah ruang tamu pada asal suara. "Ryan." pekik Arana "Maaf" ucapnya merasa tidak enak. Melihat wajah bersalah Arana Ryan mengangguk, "Tidak apa-apa." ujarnya mengerti. "Halo. Kenalkan aku Sagara Bagaskara, suami Arana" Saga mengulurkan tangan ke Ryan setelah sebelumnya berjalan mendekati Ryan. "Aku Ryanza Putra Admajda, sahabat Arana" Ryan menyambut tangan Saga. "Sahabat? Hanya sahabat" ucap Saga sinis. Memberi peringatan secara terselubung, bahwa mereka hanya bersahabat tidak lebih. "Tidak ada yang tahu kedepannya akan seperti apa" sahut Ryan tak kalah sinis. Saga dan Ryan saling melempar tatapan tajam dan penuh permusuhan. Menyadari situasinya Arana segera menengahi. "Kamu tunggu disini sebentar!" suruh Arana ke Saga. Lalu tanpa menunggu jawaban Saga, Arana menarik tangan Ryan masuk ke kamar Mama Laras. Ada rasa cemburu merayapi hatinya melihat Keakraban Ryan dan Arana.
Arana tak menyahut. Dia hanya diam memandang kearah tangga. Kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Arana, kamu kenapa sayang" Miranda terkejut melihat sikap Arana. Saga yang melihat itu langsung mendekati Arana. "Arana kamu kenapa?" menarik pelan tangan Arana yang menutupi wajahnya. Nampak air mata sudah mengalir deras di kedua pipi Arana, tatapannya kosong, wajahnya pucat pasi. Rendra menatap tajam dan dingin dengan rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal kuat berusaha menahan dirinya melihat keadaan Arana. "Kita pulang!" ucap Saga lalu menggendong Arana ala bridal. Saga membawa Arana keluar dari rumah orang tuanya. Bima dan Miranda mengikuti Saga sampai ke depan teras. menyuruh meminta sopir untuk mengantarkan mereka kembali ke rumah. Saga sama sekali tidak berniat melepaskan Arana dari pelukannya. Saga memeluk Arana yang terus menangis dan bergumam lirih."Anakku, anakku,,"Suara Arana sangat menyayat hati Saga. Rahangnya mengeras dan matanya memerah. Ada ra
Setelah sampai di rumah mereka Saga kembali menggendong Arana, membawanya masuk ke kamar mereka yang ada di lantai dua. Dengan hati-hati sekali Saga menidurkan Arana di atas ranjang lalu melepaskan sepatu Arana dan menyelimuti nya. Saga duduk di samping Arana. Tangannya terulur mengusap pipi Arana untuk membersihkan bekas air mata yang ada di pipi pucat Arana. "Maafkan aku. Aku sangat menyesal untuk semua yang terjadi." bisik Saga lirih. "Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hari itu. Rendra menuduh Tania yang membuatmu jatuh tapi Tania mengatakan kamu terpeleset karena tidak mau berbicara dengan nya" gumam Saga sembari merapikan rambut Arana yang sedikit berantakan. "Jika yang di katakan Rendra benar, aku tidak akan pernah memaafkan Tania. Aku sendiri yang akan membalasnya" ujar Saga dingin. Saga menghela nafas panjang lalu mencium kening dan pipi Arana. "Aku mencintaimu Arana. Aku jatuh cinta padamu sejak pertama melihatmu. Tapi kamu tidak pernah menyadari nya" gumam Saga