"Berhenti!" Semua orang menatap kearah dimana suara berat itu berasal. Seorang laki-laki dengan wajah pucat berdiri ditengah pintu kamar dengan satu tangannya menggunakan gendongan tangan dan satu tangan yang lain di pegang oleh Ferdy. Sontak Arana terkejut dengan apa yang dia lihat. Dia menatap tidak percaya dan mengedipkan matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang di lihat bukan halusinasi semata. Namun benar-benar nyata, orang yang di hadapannya benar-benar Saga suaminya. Seseorang yang sudah membuat hidup Arana tidak tenang selama satu bulan ini. "Lepaskan tangan istri saya," perintah Saga pada bodyguard yang di sewanya. Tanpa menunggu lama mereka lang melepas tangan Arana. "Maaf, tuan. Kami hanya menjalankan sesuai perintah." Rico menjawab. "Hemm" jawab Saga. Dengan sedikit tertatih Saga berjalan di bantu oleh Ferdy mendekati Arana yang bersimpuh di lantai kamar. Arana menatap datar ke arah Saga dengan air mata yang sudah membanjiri wajahnya. "Sudah jangan nangis," u
"Kenapa Rendra sampai ingin menembak Ayah?" tanya Arana sedih. "Kamu tahu dari mana kalau Rendra ingin menembak Ayah mu?" Saga bertanya balik. "Dari Rania. Katanya Rendra juga ingin membunuh mbak Kiara, benar begitu?" Saga menghela nafas sepenuh dada lalu menatap tepat di mata Arana. "Bukan seperti itu. Entah Rania dapat info dari siapa, akan tetapi Mas yakin Awalnya Rendra tidak pernah berniat membunuh Ayahmu. Kamu percaya sama Mas, kan?" ujar Saga menjelaskan. Arana mengangguk, "Rania hanya mendengar berita saja, dia tidak tahu cerita yang sebenarnya." Arana menjelaskan agar Saga tidak menganggap sahabatnya memberi kabar bohong. Saga menatap Arana dengan pandangan yang sulit di artikan. "Kiara yang memprovokasi Rendra lebih dulu. Kiara mengatakan hal-hal buruk tentang kamu sehingga membuat Rendra marah lalu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya pada Kiara. Namun Kiara bersembunyi dibelakang Ayahmu. Awalnya aku pikir Rendra tidak akan menembak Ayahmu. Tapi aku salah orang yang p
"Jujur sama Mas, sebenarnya ada apa dengan kamu dan Rendra?" Saga menatap curiga ke Arana. "Mas merasa kamu menyembunyikan sesuatu," "Gak ada yang aku sembunyikan Mas," tegas Arana. "Aku hanya merasa bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Rendra karena itu aku ingin menemuinya." Arana memaksa turun dari pangkuan Saga lalu duduk disisi ranjang menghadap Saga. Saga membuang pandangannya kearah lain. Hatinya kesal setiap kali mengingat keakraban Arana dan adik laki-laki nya. "Aku dan Rendra memang sudah akrab sebelum pernikahan kita. Rendra sering tiba-tiba muncul didepan rumah setiap aku pulang sekolah." Arana bercerita. Saga hanya diam tidak menyahut namun dia mendengarkan cerita Arana. Melihat respon Saga Arana hanya bisa menghela nafas sepenuh dada dan meneruskan ceritanya. "Awalnya, ketika aku pulang sekolah Rendra sudah ada didepan rumah. Dia mengatakan kalau dirinya tersesat. Lalu kami ngobrol dan menjadi akrab. Setelah itu Rendra sering tiba-tiba muncul dengan alasan tida
"Aku sangat membenci Ayah, Bunda dan Kiara. Sejak aku kecil mereka selalu menyakiti perasaan aku. Seandainya aku bisa aku ingin...." Arana tidak meneruskan kalimatnya. Nafasnya terengah-engah menahan kemarahan yang sudah menumpuk di dadanya. "Ingin apa? Katakan, akan aku lakukan untukmu," ucap Rendra menatapnya dengan ekspresi dingin. Arana terdiam melihat ekspresi dingin Rendra yang belum pernah di lihatnya selama ini. Arana menatap dalam pada Rendra. Lalu mengusap kasar air matanya dengan punggung tangannya. "Aku membenci mereka. Kamu tahu, terkadang aku berfikir jika mereka tidak ada, duniaku mungkin akan lebih baik dan membahagiakan," kata Arana lalu berjongkok menunduk menyembunyikan wajahnya di kedua tangannya. Arana menangis. Rendra menengadahkan wajahnya keatas, menarik nafas panjang lalu membuangnya beberapa kali. Ada rasa sesak melihat gadis yang dicintainya terluka tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. "Berhentilah menangis! Semua tidak akan selesai dengan menangis," uc
Rendra tak bergeming dia menatap dingin pada satu persatu anggota keluarganya yang berdiri menyambutnya diruang tengah. Saat dia menoleh ke meja makan terlihat Arana menatap datar padanya. 'Keysa' panggil Rendra dalam hati.Dia tersenyum pada Arana. "A... " kalimat nya urung di ucapkan saat dia melihat Arana membuang muka dan berbalik pergi menuju dapur. Seketika senyumnya berubah sinis. "Aku tidak akan melepaskannya," ucap Rendra tegas lalu berjalan menuju tangga naik ke kamar nya. Flashback off"Setiap kali dia mengajakku bicara aku hanya diam tidak menghiraukan nya. Aku marah, kesal, kecewa padanya. Dia sudah berjanji akan membuat pernikahan kita batal tapi dia malah menghilang. Sama sekali tidak muncul, dia seperti melupakan janjinya." tutur Arana. Saga menghela nafas sambil mengusap wajahnya frustasi. Dia menengadahkan kepalanya keatas sambil bersandar pada sandaran sofa. Saga tahu mengapa Rendra tidak muncul selama hampir dua minggu sebelum dan setelah pernikahan dirinya dan
Arana duduk bersandar di sandaran ranjang dengan kepala Saga di pangkuannya. Sambil mengelus lembut kepala Saga Arana mendengarkan suaminya itu bercerita. "Sore itu Rendra datang menemui aku dan Papa di kantor. Papa sempat heran melihat kedatangan Rendra, karena sebelumnya Rendra tidak pernah mau datang kekantor. Baginya perusahaan tidak pernah ada dalam rencana masa depannya. Tapi demi kamu dia bahkan melanggar prinsipnya sendiri."Flashback on. Bima Dan Saga sedang membahas tentang pekerjaan di ruang kerja Bima. "Ada apa kamu datang kesini?" tanya Bima heran melihat putra bungsunya datang ke kantor nya. "Tidak biasanya kamu mau datang ke kantor Papa?" tambahnya dengan ekspresi heran. "Aku ingin meminta Papa membatalkan pernikahan Saga dan Keysa," ucap Rendra to the poin. "Apa?" Saga menoleh pada Adiknya yang berdiri di belakangnya. "Maksud kamu apa?" tanyanya lagi. "Aku ingin kamu membatalkan pernikahan kamu. Jangan memaksa Keysa untuk menikah dengan mu menggantikan Kiara," ula
Masih Flashback on. "Tidak." Saga tetap pada pendirian menolak permintaan Rendra. Saga tidak ingin nasib Arana berakhir seperti Tania yang hanya di manfaatkan Rendra untuk menyakiti perasaannya. "Aku mohon padamu," pinta Rendra sambil menatap Saga datar. "Tidak akan!" tegas Saga. "Apa kamu pikir bagaimana dengan nama baik keluarga dan perusahaan kita?Papa juga pasti malu dengan semua rekan bisnisnya, kalau sampai pernikahan ini di batalkan. Pikirkan itu!"lanjut Saga menjelaskan. "Kalau begitu biarkan aku yang menikahi Kiara. Jangan korbankan Keysa!" Rendra mengalihkan pandangannya ke Bima. "Aku mohon Pa," tambahnya mengiba, dia bukan lagi seperti Rendra yang di kenal Bima. "Jangan ngawur kamu! Papa tidak mau punya menantu yang sudah hamil diluar nikah dengan laki-laki lain, mau di taruh mana muka Papa kalau semua orang tahu?" jawab Bima tidak setuju. "Aku akan menceraikan Kiara beberapa bulan setelah pernikahan," sahut Rendra memberi solusi. "Tidak bisa. Jika anak itu lahir tet
"Ga. Aku bersumpah aku akan menghancurkan hidupmu jika kamu membuat Keysa terluka," sumpah Rendra sebelum benar-benar di paksa keluar dari ruangan kerja Bima. Bima menghela nafas panjang. "Sepertinya Rendra harus dibawa ke psikiater lagi. Jangan katakan apapun pada Mamamu. Dia akan merasa bersalah jika tahu," pesannya pada Saga. Dia tidak ingin istrinya terus menerus menyalahkan dirinya sendiri karena dulu kurang memperhatikan Rendra sehingga psikis Rendra sedikit bermasalah. "Iya pa" jawab Saga singkat. Saha menghela nafas beberapa kali untuk menghilangkan kegelisahan nya. Dia khawatir jika dia sudah salah mengambil keputusan. "Sudah tidak perlu di pikirkan! Setelah di bawa ke Psikiater Rendra pasti akan lupa soal Arana. Bukankah biasanya juga seperti itu. Itu hanya obsesinya saja." tutur Bima untuk menenangkan putra sulungnya yang terlihat gelisah. "Apa Papa yakin?" Saga menatap Bima yang sudah duduk di kursi kebesarannya. "Tentu saja. Mana mungkin Rendra mencintai Arana. Lagi