Rahang Rendra mengeras mendengar Arana memiliki kekasih hati. Ada rasa cemburu bercampur kecewa di hatinya. "Itu hal sangat baik Ren. Jika Arana memiliki orang lain yang dicintai nya dia tidak akan mau disentuh oleh Saga." Mika tersenyum sinis, "Aku sudah menyiapkan sebuah drama untuk Arana dan Gibran. Sebuah gosip akan menyebar di sekolah jika Arana membuang Gibran untuk menikah dengan pria kaya. Lalu Gibran akan membenci Arana dan hubungan mereka benar-benar berakhir. Kamu tahu, itu akan membuat Arana semakin membenci Saga. Dan dengan sangat mudah kamu bisa membuat mereka bercerai." Mika menjelaskan rencananya. "Kamu memang pintar." Rendra tersenyum sinis."Aku juga akan membantumu untuk mengambil alih perusahaan Papamu. Lalu bebaskan Jerry! Aku dan Jerry akan membantu kamu untuk merebut kembali Keysa Arana dari Saga. Kami juga akan membantumu merebut semua yang seharusnya menjadi milikmu," bujuk Mika. "Kami akan bergantung hidup padamu. Jadi berkuasalah untuk Keysa Arana dan untuk
"Katakan saja! Jangan memendamnya. Aku tidak mau nanti malah menimbulkan masalah diantara kita." desak Saga. "Emm.. Sebenarnya Rendra pernah cerita tentang kejadian itu. Tapi berbeda dengan cerita Mas," ungkap Arana. "Berbeda?" Saga bangun dari berbaring lalu duduk menghadap Arana. "Beritahu Mas. Seperti apa cerita Rendra ke kamu?" "Saat itu aku tidak sengaja menemukan foto-foto Mas dan Tania di laci meja kamar Rendra. Lalu saat Rendra melihatku dia menjelaskan mengapa dia sampai mengirim semua foto itu ke aku, dulu." Beritahu Arana. "Apa yang dia katakan?" tanya Saga penasaran. "Dia beralasan Dia tidak rela aku di bohongi sama Mas. Mas tidak mungkin bisa melupakan Tania dan Mas menikahi aku cuma karena mau balas dendam sama Mbak Kiara. Mas dan Papa Bima sengaja mengancam Ayah dengan menghentikan dana investasi saat pembangunan perusahaan Ayah yang sedang berjalan, agar Ayah tidak mempunyai pilihan selain memaksa aku menikah dengan Mas." Arana menatap Saga dalam. berusaha membaca
📞"Apa kamu sudah memastikan jika Arana ada di sana?" tanya seseorang dari seberang sana. "Aku tidak bisa masuk karena pintu masuk komplek di jaga Security. Tapi aku yakin Arana ada disini." "Aku tidak mau ada kesalahan Jer!" suara tegas itu memperingatkan. "Kalau Arana tidak disini, untuk apa Saga memaksa keluar dari rumah sakit dan datang kesini." bantah Jerry mempertahankan pendapatnya. "Pastikan dulu. Jika sudah pasti aku akan segera menyusul ke sana." "Kamu tenang saja Dra. Begitu ada kesempatan aku akan masuk untuk memastikan" ujar Jerry sebelum memutuskan sambungan telfonnya. Ya. Orang yang berbicara dengan Jerry melalui sambungan telfon adalah Rendra Bumi Bagaskara. Dia memerintahkan Jerry untuk mengawasi Saga sejak di rumah sakit. •••Di sisi lain. Rendra sedang menyiapkan beberapa pakaian dan kebutuhannya lalu memasukkan ke dalam sebuah Ransel. "Kamu mau kemana?" tanya Miranda begitu masuk kamar putra bungsunya yang sudah beberapa hati tidak pulang. Dia mengerutkan
"Rendra. Dengerin Mama!" Miranda mencekal tangan Rendra saat Rendra hendak melangkah keluar kamar. "Mama Minta maaf. Ini salah Mama, kamu jangan menyakiti orang lain lagi Nak, Mama yang akan menebus semua kesalahan Mama. Mama akan melakukan apapun untuk menebus semua kesalahan Mama" ujar Miranda mencoba untuk meluluhkan Rendra. Rendra tersenyum sinis, "Mama serius?" tanyanya sambil satu alisnya terangkat. "Iya. Mama serius. Tapi kamu harus janji berhenti menyakiti orang lain. Baik itu Papa, Saga, juga keluarga Arana. Berhenti mengancam Aditama dan Kiara Nak, Arana juga tidak akan menyukainya jika dia tahu kamu menyakiti Keluarganya," sahut Miranda. "Mama, Mama." Rendra menggeleng-gelengkan kepalanya, "Berhentilah sok tahu Ma. Mama saja tidak mengenal ku, anak yang sudah Mama lahirkan sendiri, bagaimana bisa Mama tahu soal Keysa?" cibir Rendra sambil terkekeh. "Dengarkan Mama. Arana sangat baik. Sekalipun dia tidak pernah ingin menyakiti orang lain, apalagi keluarganya sendiri. Dia
Saga terbangun ketika mendengar suara seseorang muntah muntah dari kamar mandi. Dia menoleh ke sampingnya, Kosong. Saga mengernyit "Arana." gumamnya lalu beranjak bangun pelan-pelan karena pundaknya masih belum sembuh total. "Sayang kamu kenapa?" tanya Saga panik melihat Arana terduduk didepan kloset. Dengan wajah pucat pasi dan terlihat lemas. "Mual Mas," jawab Arana pelan. Sejak tadi dia muntah-muntah, mengeluarkan semua isi perutnya. "Huweek. Huweek" Arana mengeluarkan cair bening karena seluruh di perutnya sudah di muntah kan. "Astaga," pekik Saga, "Kamu sakit?" tanyanya sambil mengelus punggung Arana lembut. Lalu tanpa rasa jijik Saga mengelap mulut Arana menggunakan tangannya. Arana menggeleng. "Sudah satu minggu ini setiap pagi aku muntah-muntah," beritahu Arana. "Kamu hamil," tanya Saga dengan wajah sumringah penuh harap. "Aku sudah tes. Hasilnya positif," jawab Arana sambil tersenyum yang terlihat sangat cantik bagi Saga. "Kamu serius?" pekik Saga dengan wajah berbina
"Papa?" Saga mengerutkan dahinya. "Bukannya Papa sekarang di Madrid?" tanyanya sambil menyatukan kedua alisnya. "Iya, kemarin pagi baru berangkat. Sebelum berangkat Papa memberitahu alamat rumah kamu disini. Dia juga bilang kalau Mama bosen di rumah bisa nyusul kalian kesini," beritahu Miranda lalu menatap Saga dengan tersenyum. "Mama gak bohong kan?" Saga menatap wanita yang telah melahirkan nya itu dengan penuh selidik. "Tentu saja tidak. Untuk apa Mama bohong sama kamu," bantah Miranda sambil terkekeh, "Kamu ada-ada aja," Saga mengangguk paham. "Mama istirahat aja dulu. Nanti kita bicara lagi," tutur Saga, "Bik. Antar Mama ke kamar tamu," perintahnya pada bik Sarti. "Ga, boleh Mama tanya sesuatu? Tapi aku minta kamu jujur!" ucap Miranda saat Saga hendak bangun dari duduknya. "Tanya apa Ma?" jawab Saga penasaran. "Apa kamu tahu, jika Arana dan Rendra dulu pernah dekat.?" Miranda menatap dalam Saga. "Mama, sudah ketemu Rendra? Dia yang ngomong sama Mama" tebak Saga. "Hemm, du
"Kalian sudah bangun? Mama berniat memanggil kalian setelah selesai menyiapkan sarapan," ujar Miranda sambil menata makanan di meja makan saat melihat Saga dan Arana sedang menuruni tangga. "Maaf ya Ma, tidak membantu Mama masak," kata Arana setelah duduk di kursi. "Tidak apa apa sayang," ujar Miranda mengelus kepala Arana sayang, "Bagaimana keadaan kamu?" tanyanya kemudian. "Sudah baikan kok Ma," jawab Arana. "Kata dokter kamu sakit apa?" tanya Miranda sembari mengambilkan nasi goreng untuk menantu dan anaknya. "Cuma kecapekan Ma. Sama tekanan darahnya rendah," Arana berbohong. Sebelum turun Saga berpesan agar tidak mengatakan dirinya hamil jika Mamanya bertanya. "Memangnya kamu habis ngapain sampek kecapean?Bukannya ada Bibi yang mengerjakan pekerjaan rumah?" tanya Miranda yang membuat Arana bingung hendak menjawab apa. "Emm", Arana gugup, menatap Saga seperti meminta bantuan untuk menjawab. "Arana suka bergadang Ma. Untuk membuat desain baju," sahut Saga karena melihat wajah
"Maksud Mama apa?" protes Saga. "Rendra ingin merebut istri aku Ma. Bagaimana bisa Mama mengatakan aku yang egois?" sungut Saga tidak terima.Miranda menghela nafas panjang. "Apa kamu tahu jika dulu Arana dan Rendra pernah dekat?" Miranda mengulangi pertanyaannya kemarin saat dia baru datang yang belum sempat dijawab oleh Saga. Saga memiringkan tubuhnya menghadap mamanya, "Awalnya aku tidak tahu Ma, jika dulu Rendra pernah dekat dengan Arana sebelum kami menikah. namun yang pasti dan aku tahu jika Arana tidak mencintai Rendra baik dulu atau sekarang," beritahu Saga dengan suara yang masih pelan dan datar. "Jika saja kamu tidak memaksa menikahi Arana. Arana dan Rendra pasti akan sudah memiliki hubungan. Dulu Arana bahkan meminta Rendra untuk membatalkan pernikahan kalian," Kekeh Miranda pada pendapatnya. "Kata siapa Ma? Rendra yang bilang itu ke Mama?" tanya Rendra menatap Miranda penasaran. "Iya, Rendra yang mengatakannya," jawab Miranda jujur. Saga menghela nafas panjang, dia sud
Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
Arana dan Aksara sudah cantik dengan gaun ala princess berwarna pink soft yang di desain sendiri sama Arana. Sedangkan Saga sangat tampan dengan memakai kemeja yang berwarna senada dengan gaun yang di pakai istri dan anaknya. Saga melipat lengan kemejanya keatas sampai ke sikunya, memperlihatkan lengan kekarnya. Saga menggendong Aksara dengan Arana disampingnya berdiri didepan kue ulang tahun menerima ucapan selamat dan kado dari para tamu undangannya. Nampak Jordan diantar para tamu bersama anak dan istrinya yang sudah di boyongnya pulang kembali dari kota B. "Selamat ulang tahun Aksara" ucap Mutiara istri Jordan sambil tersenyum pada juniornya di kampus dulu. "Mbak Mutia," pekik Arana dengan wajah sumringah, "Ya Alloh Mbak. Apa kabar?" Arana menanyakan kabar seniornya dulu setelah dia mengurai pelukan nya. "Puji Tuhan, saya baik Arana." jawab Mutiara, "Meskipun telat selamat ya untuk kelahiran putri kamu dan Saga." ucap Mutiara memberi selamat pada Arana, "Iya Mbak terima kasih
Hari ini semua orang sedang sibuk menyiapkan ulang tahun Aksara, putri pertama Sagara Bagaskara sekaligus cucu pertama dari keluarga Bagaskara. Bima dan Miranda sudah pulang kembali dari Madrid sejak dua hari yang lalu, namun tidak dengan Rendra, mereka tetap meminta Rendra untuk tinggal disana sampai kuliah Kedokteran nya selesai. Arana sedang duduk di sofa ruang tengah sedang sibuk dengan kertas-kertas bon mengecek apa ada yang kurang untuk acara ulang tahun Aksara yang akan di adakan besok pagi. Tidak jauh dari Arana duduk, nampak Miranda sedang menggendong Aksara sambil sesekali menimang cucu pertamanya tersebut. "Ma Aksara sudah bisa jalan. Gak perlu di gendong terus nanti Mama capek" Arana mengingatkan mertua nya agar tidak memanjakan putrinya dan membuatnya didrinya kelelahan."Gak papa ya Aksara, Oma gak capek kok. Aksara masih ingin di gendong oma Mama" jawab Miranda sambil mencium pipi chubby Aksara. "Oh ya Na. Caterina buat besok sudah siap semua kan?" tanya Miranda masi
"Suami, atau Mantan suami?" tanya Gibran dengan nada sinis, "Atau mungkin calon mantan suami. Aku dengar perceraian kalian sudah diproses sejak dua tahun yang lalu." "Maaf, Seperti nya Kak Gibran salah faham" sahut Arana berusaha menengahi sambil menggenggam tangan Saga yang sudah mengepal kuat. "Kamu tidak perlu berbohong lagi Ara. Aku sudah tahu semuanya, kamu di paksa menikah dengan dia kan?" kata Gibran pelan dan menatap Arana sendu. "Gibran," tegur Gio Saga yang sejak tadi mengamati kejadian di depannya "Jangan bicara sembarangan! Pak Saga tolong maafkan kelancangan Adik saya." Gio berdiri dan menarik adiknya agar menjauh dari Arana. Saga berdiri dan menarik Arana agar menempel padanya. "Ajari Adikmu sopan santun." ujar Saga sinis. "Iya maafkan saya yang kurang bisa mendidik Adik saya." jawab Gio sambil menunduk sopan. "Ck.. " Gibran berdecak kesal. "Jadi yang tadi kalian hanya bersandiwara menjadi suami istri yang romantis." cibir istri Gio. Mendengar kalimat kakak ipar
Saga dan Arana sampai di sebuah hotel berbintang tempat rekan bisnis Saga menggelar resepsi pernikahannya. "Wah,, Resepsi nya mewah sekali ya Mas," Arana memandang penuh kekaguman ketika mereka memasuki ballroom yang sudah di hias sedemikian rupa sehinga terlihat mewah dan berkelas. "Kamu suka?" tanya Saga menoleh pada sang istri yang di tangannya melingkar manis di lengan Saga. Arana menggeleng, "Tidak," jawabnya sambil matanya memandang pada pelaminan pengantin yang begitu megah. Saga tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya itu. Bahkan Arana tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Saga sudah sangat memahami Arana, dia wanita yang sederhana dan sangat pengertian. Tidak ada satu pun barang mewah yang pernah Arana beli. Baju, tas, sepatu, sandal yang Arana pakai adalah brand dalam negri yang harganya hanya ratusan ribu. Jika ada barang mewah yang Arana miliki itu adalah Saga yang membelinya. "Istriku memang berbeda," bisik Saga lalu mengecup rahang Arana sekilas. Arana
Hari ini Saga akan mengajak Arana ke acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya. Untuk pertama kalinya Arana meninggalkan putrinya di rumah bersama Lastri. Sejak pulang dari menjenguk Kiara Lastri tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja menginap untuk menemani Arana karena Ratih sedang sibuk menjaga Kiara dan Dara. Arana memperhatikan penampilan yang memakai dress putih dengan panjang sedikit di bawah lutut melalui cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya tersenyum puas melihat tampilannya sendiri. "Kamu canti sekali, sayang," puji Saga yang baru keluar dari ruang ganti. Saga berjalan mendekati Arana yang berdiri didepan cermin. Memeluknya melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Arana. Saga sedikit membungkukkan tubuhnya karena tinggi bedan mereka yang berbeda. CUP... Saga mencium rahang Arana. "Cantik, Kamu makin cantik jika wajahmu memerah karena malu" bisik Saga sembari memandangi wajah Arana dari pantulan cermin. Arana tersipu malu, "Mas, sekarang makin pinter gombal ya?" sah
Saga sedang menuruni tangga dengan Aksara di pelukannya. Dia membawa bayi kecil itu duduk di sofa ruang tengah sembari menunggu Arana menyiapkan makan malam bersama Bi Sarti. Arana hanya akan mengerjakannya pekerjaan rumah jika Saga ada di rumah untuk menjaga Aksara. Saga sendiri sudah mewanti-wanti Arana agar tidak meninggalkan putri mereka sendirian. Mengingat perkembangan Aksara yang semakin hari semakin lincah dan menggemaskan. Saga mengajak Aksara berbicara dan bercanda. Meski hanya celotehan yang tidak jelas namun bagi Saga itu obat mujarab untuk rasa penat dan lelahnya setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya kantor. "Mas, ayo makan!" seru Arana dari meja makan. "Iya, Mama" jawab Saga melangkah mendekati meja makan. "Bi, tolong ambilkan baby bouncer nya Aksara" pinta Arana pada Bi Sarti setelah wanita paruh baya itu meletakkan sepiring ayam goreng lengkuas buatannya tadi. "Sebentar ya sayang, Bibi sedang mengambilkan mu baby bouncer" Arana mengambil Aksara dari pangk
Arana meminta izin pada Kiara dan Lastri untuk keluar lebih dulu melihat putrinya Aksara. Saat sampai di luar kamar Arana langsung menuju teras samping rumah Aditama. Arana mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat kolam renang. Dia menangis tersedu-sedu melepaskan air mata yang sudah di tahannya semenjak tadi setelah melihat kondisi Kiara. Arana merasa sangat sedih melihat keadaan saudara perempuannya yang sangat mengenaskan karena ulah suaminya. Duta laki-laki yang sangat di cintai Kiara semenjak masih kuliah dulu. "Sayang, kamu kenapa?" Saga menyusul Arana sambil menggendong Aksara yang sudah terbangun. "Mas," sahut Arana mengusap kasar air matanya. "Sini biar Aksara sama aku, mungkin dia haus" Arana mengulurkan tangannya mengambil Aksara dari gendongan Saga. "Haus Nak?" tanya Arana saat melihat Aksara menarik-narik baju di bagian dad* Arana. "Sepertinya dia memang haus dan lapar. Dia sudah bangun sejak tadi" sahut Saga sambil membersihkan bekas air mata di pipi mulus Arana.
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.