Sejak kemarin siang yang di lakukan Saga hanya mengawasi sebuah rumah berlantai satu yang cukup besar dan mewah. Dari dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan tidak jauh dari rumah tersebut. Dari tadi pandangannya tak lepas dari teras rumah itu, tepatnya pada seseorang yang sedang duduk sendirian di kursi teras rumah. "Apa kamu hanya akan terus memandang nya dari jauh seperti ini" tanya Ferdy yang sejak kemarin menemani Saga, "Kamu tidak ingin menemuinya?" tanyanya lagi. "Aku belum tahu apa yang membuatnya pergi?" jawab Saga tanpa mengalihkan pandangannya. "Bego. Sudah tua tapi bego" celetuk Ferdy yang hanya mendapatkan lirikan tidak suka dari Saga. "Ck, menyesal aku ikut menyusul kesini kalau cuma menemani kamu jadi penguntit." sahut Jordan yang sejak tadi mengawasi interaksi dua orang didepannya. "Datangi dia! Terus kamu tanya! Kalau kamu tidak berani biar aku yang menemuinya," kesal Ferdy. "Berisik! Kepalaku tambah pusing mendengar ocehan kalian berdua" kesal Saga mengga
"Jadi kamu masih ingin menyembunyikannya dariku? Padahal kamu tahu seperti apa aku?" sungut Arana tidak terima dengan suara bernada kesal. . Arana merasa kecewa dengan sikap Ryan yang seakan-akan mengatur dan menentukan hidupnya. Padahal Arana tidak pernah mengatur atau ikut campur urusan Ryan. Bahkan Arana tidak akan mengomentari jika Ryan tidak meminta pendapat nya. "Justru karena aku tahu kamu itu seperti apa, Maka dari itu aku tidak memberitahu kamu" ujar Ryan sudah mengerti maksud dari Pertayaan Arana, "Mereka itu orang-orang yang yang selalu menjadikanmu alat untuk menyelesaikan masalah. Mereka tidak pernah peduli dengan perasaan kamu. Saga, Ayah kamu juga mertua yang kamu bilang baik itu, mereka semua sama. Hanya menjadikanmu alat untuk mencapai tujuan mereka. Dulu aku sudah membiarkanmu memilih jalanmu sendiri tapi apa? Kamu terluka, tidak hanya sekali tapi berkali-kali. Sekarang aku tidak izinkan kamu terluka lagi." jelasnya panjang lebar dengan nada sedikit kesal. "Aku ti
Arana baru saja membuka matanya ketika mobil yang Saga kendarai masuk ke area parkiran. Dia mengerutkan keningnya, merasa asing. Sepanjang perjalanan Arana tertidur karena kelelahan. "Untuk sementara kita akan tinggal di apartemen ini." beritahu Saga mengetahui kebingungan Arana yang menatap ke sekelilingnya. "Kenapa?" Arana menoleh ke Saga,"Rumahnya di jual?" tanyanya hati-hati. Arana mengira jika keluarga Bagaskara benar-benar bangkrut sehingga Saga menjual rumahnya."Kamu tidak suka rumah itu?" Saga bertanya balik setelah mereka keluar dari mobil. "Kalau memang kamu tidak suka, nanti aku akan menyuruh Ferdy untuk menjualnya" lanjutnya lalu menggandeng tangan Arana masuk ke dalam lift. "Tidak. Bukan begitu maksudnya" sanggah Arana panik, "Suka kok." ucapnya lirih. Dia sangat menyesal sudah bertanya karena pemikiran nya yang mengira keluarga Bagaskara bangkrut.Melihat ekspresi panik Arana membuat Saga tergelak, "Haha,, iya ngerti. Aku gak akan jual rumah kita. Kita akan menginap
"Apa kamu masih belum bisa percaya padaku?" tanya Saga melihat reaksi Arana yang hanya diam saja. "Lihat aku,!" Saga memegang dagu Arana agar menatapnya "Katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu agar kamu percaya sama aku" Saga menatap Arana dalam. "Apa yang harus aku percaya?" tanya Arana membalas tatapan Saga. "Kamu tidak selingkuh dengan Maya?" tanyanya dengan ekspresi datar. Saga mengangguk menyetujui kalimat Arana. "Iya aku tidak pernah mengkhianatimu kamu" ucap Saga. Arana melepaskan tangan Saga yang ada di dagunya "Apa bedanya? Apa kamu ingin aku minta maaf karena telah salah faham?" pertanyaan Arana membuat Saga tercengang. "Aku tidak mengatakan apapun ketika aku melihat kalian berdua dengan pakaian yang... emm seperti... entah baru selesai melakukan apa? Aku juga tidak marah atau memukul Maya juga kamu. Jadi aku rasa, aku tidak harus minta maaf kepada kamu dan Maya, sekertaris mu itu" kata Arana dengan setenang mungkin. "Aku akui aku memang sempat berpikir Mas dan Ma
"Aku mencintaimu Arana. Apapun akan aku lakukan untuk kamu. Tania tidak lebih berharga dari kamu. Sampai matipun Aku tidak akan pernah melepaskan kamu," ucap Saga serius. "Jangan ngomong kayak gitu," Bentak Arana tak suka. "Aku serius, hanya jika aku mati kamu bisa lepas dari aku" kekeh Saga yang membuat Arana jengkel. "Gak usah bawa-bawa mati kenapa sih Mas" sungut Arana sambil memukul dada Saga kesal. "Maaf" Saga menarik Arana kedalam pelukannya. "Sungguh aku tidak menyesal jika dengan kematian ku kamu dapat memahami cintaku." tambahnya sembari memeluk Arana erat. "Aku bilang jangan ngomong kayak gitu. Aku gak suka"Arana mendorong Saga karena Saga terus mengatakan soal kematian."Maaf. Jangan marah lagi" ucap Saga sambil merapikan rambut Arana yang agak berantakan."Sekarang aku tanya. Apa alasan Mas menikahi aku?" Arana ingin tahu apakah ucapan Rendra benar atau itu juga salah satu dari siasat Rendra. Saga terdiam beberapa detik, mencari kata-kata yang pas agar Arana tidak sa
"Beri aku kesempatan untuk membuktikan cinta aku sama kamu sayang." pinta Saga. "Katakan aku harus apa untuk membuatmu percaya" tanyanya dengan wajah penuh harap. "Jika aku meminta cerai, apa Mas akan menururti keinginanku" tantang Arana. "Kalau begitu bunuh aku. Kita hanya bisa berpisah dari aku jika aku mati" jawab Saga dengan tegas.Saga beranjak turun dari ranjang lalu berjalan menuju meja kerja yang ada di sudut kamar mengambil sesuatu dari dalam laci meja. Saga memandang lekat pada Arana "Aku tidak menyesal jika memang kematian ku adalah kebahagiaan untuk kamu" ujar Saga lalu mengarahkan pistol ke pelipis kanan kepalanya sendiri. Sontak Arana berdiri. Dengan cepat dia berlari kearah Saga lalu memeluk Saga sambil menangis "Nggak. Maafkan aku Mas. Jangan tinggalin aku Mas. Aku nggak mau kehilangan kamu, seperti aku kehilangan anak aku. hiks. hiks, Maafin aku hiks, hiks," Arana mengeratkan tangannya di pinggang Saga. Dia hanya ingin menguji Saga. Apakah Saga akan melepasnya jik
"Akhh. Mas" pekik Arana kaget. "Mas lepas. Apaan sih Mas?" Arana berusaha melepas tangan Saga yang melingkar erat di pinggang Arana. Arana membuang pandangannya ke sembarang arah karena merasa malu. Wajahnya terasa panas dengan jantungnya yang berdetak sangat keras, karena berada sedekat ini dengan Saga. Saga tersenyum gemas ketika melihat wajah merah Arana yang sudah seperti kepiting rebus. "Mas mau apa?" tanya Arana gugup saat Saga mendekatkan wajahnya ke wajah Arana. "Aku mau cium istri aku" jawab Saga sambil tersenyum. Dia merasa gemas melihat ekspresi gugup Arana. Istrinya itu sudah hampir berumur 23 tahun, tepatnya bulan depan. Tapi sikapnya masih sama seperti pada saat mereka baru menikah dulu. Pemalu dan suka salah tingkah jika berdekatan dengan Saga."Kenapa? Masih malu?" goda Saga yang melihat Arana menunduk malu. "Tidak. Sudah akh Mas, lepasin aku mau turun," pinta Arana berusaha melepas tangan Saga yang melingkar pinggangnya. Saga mengeratkan tangan kirinya si pingga
Arana terbangun setelah mendengar alarm hpnya berbunyi. Pukul setengah 5 pagi, waktunya sholat subuh. Dengan pelan-pelan Arana menyibak selimut dan bergegas pergi ke kamar mandi.Sekitar lima belas menit Arana telah selesai mandi lalu bersiap untuk menjalankan kewajiban nya dengan memakai mukena yang dia ambil dari dalam kopernya. Saga terbangun dari tidurnya nyenyak nya ketika merasa ranjang disebelahnya telah kosong. Sontak Saga terduduk lalu menyalakan lampu kamar. Dia bernafas lega saat matanya menangkap sosokArana sedang melaksanakan sholat shubuh di pojok kamar. "Mas sudah bangun." tanya Arana setelah melepas Mukenanya. "Iya." jawab Saga dengan suara serak khas orang bangun tidur. "Kenapa gak bangunin Mas buat sholat berjamaah?" tanya Saga beranjak turun mendekati Arana yang masih duduk di bawah sambil melipat mukenah. "Mas kelihatan capek. Niatnya mau bangunin setelah aku selesai sholat" jawab Arana sambil meletakkan Mukenanya di atas Sofa. "Sudah cepet mandi Sana! Ntar keb
Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
Arana dan Aksara sudah cantik dengan gaun ala princess berwarna pink soft yang di desain sendiri sama Arana. Sedangkan Saga sangat tampan dengan memakai kemeja yang berwarna senada dengan gaun yang di pakai istri dan anaknya. Saga melipat lengan kemejanya keatas sampai ke sikunya, memperlihatkan lengan kekarnya. Saga menggendong Aksara dengan Arana disampingnya berdiri didepan kue ulang tahun menerima ucapan selamat dan kado dari para tamu undangannya. Nampak Jordan diantar para tamu bersama anak dan istrinya yang sudah di boyongnya pulang kembali dari kota B. "Selamat ulang tahun Aksara" ucap Mutiara istri Jordan sambil tersenyum pada juniornya di kampus dulu. "Mbak Mutia," pekik Arana dengan wajah sumringah, "Ya Alloh Mbak. Apa kabar?" Arana menanyakan kabar seniornya dulu setelah dia mengurai pelukan nya. "Puji Tuhan, saya baik Arana." jawab Mutiara, "Meskipun telat selamat ya untuk kelahiran putri kamu dan Saga." ucap Mutiara memberi selamat pada Arana, "Iya Mbak terima kasih
Hari ini semua orang sedang sibuk menyiapkan ulang tahun Aksara, putri pertama Sagara Bagaskara sekaligus cucu pertama dari keluarga Bagaskara. Bima dan Miranda sudah pulang kembali dari Madrid sejak dua hari yang lalu, namun tidak dengan Rendra, mereka tetap meminta Rendra untuk tinggal disana sampai kuliah Kedokteran nya selesai. Arana sedang duduk di sofa ruang tengah sedang sibuk dengan kertas-kertas bon mengecek apa ada yang kurang untuk acara ulang tahun Aksara yang akan di adakan besok pagi. Tidak jauh dari Arana duduk, nampak Miranda sedang menggendong Aksara sambil sesekali menimang cucu pertamanya tersebut. "Ma Aksara sudah bisa jalan. Gak perlu di gendong terus nanti Mama capek" Arana mengingatkan mertua nya agar tidak memanjakan putrinya dan membuatnya didrinya kelelahan."Gak papa ya Aksara, Oma gak capek kok. Aksara masih ingin di gendong oma Mama" jawab Miranda sambil mencium pipi chubby Aksara. "Oh ya Na. Caterina buat besok sudah siap semua kan?" tanya Miranda masi
"Suami, atau Mantan suami?" tanya Gibran dengan nada sinis, "Atau mungkin calon mantan suami. Aku dengar perceraian kalian sudah diproses sejak dua tahun yang lalu." "Maaf, Seperti nya Kak Gibran salah faham" sahut Arana berusaha menengahi sambil menggenggam tangan Saga yang sudah mengepal kuat. "Kamu tidak perlu berbohong lagi Ara. Aku sudah tahu semuanya, kamu di paksa menikah dengan dia kan?" kata Gibran pelan dan menatap Arana sendu. "Gibran," tegur Gio Saga yang sejak tadi mengamati kejadian di depannya "Jangan bicara sembarangan! Pak Saga tolong maafkan kelancangan Adik saya." Gio berdiri dan menarik adiknya agar menjauh dari Arana. Saga berdiri dan menarik Arana agar menempel padanya. "Ajari Adikmu sopan santun." ujar Saga sinis. "Iya maafkan saya yang kurang bisa mendidik Adik saya." jawab Gio sambil menunduk sopan. "Ck.. " Gibran berdecak kesal. "Jadi yang tadi kalian hanya bersandiwara menjadi suami istri yang romantis." cibir istri Gio. Mendengar kalimat kakak ipar
Saga dan Arana sampai di sebuah hotel berbintang tempat rekan bisnis Saga menggelar resepsi pernikahannya. "Wah,, Resepsi nya mewah sekali ya Mas," Arana memandang penuh kekaguman ketika mereka memasuki ballroom yang sudah di hias sedemikian rupa sehinga terlihat mewah dan berkelas. "Kamu suka?" tanya Saga menoleh pada sang istri yang di tangannya melingkar manis di lengan Saga. Arana menggeleng, "Tidak," jawabnya sambil matanya memandang pada pelaminan pengantin yang begitu megah. Saga tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya itu. Bahkan Arana tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Saga sudah sangat memahami Arana, dia wanita yang sederhana dan sangat pengertian. Tidak ada satu pun barang mewah yang pernah Arana beli. Baju, tas, sepatu, sandal yang Arana pakai adalah brand dalam negri yang harganya hanya ratusan ribu. Jika ada barang mewah yang Arana miliki itu adalah Saga yang membelinya. "Istriku memang berbeda," bisik Saga lalu mengecup rahang Arana sekilas. Arana
Hari ini Saga akan mengajak Arana ke acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya. Untuk pertama kalinya Arana meninggalkan putrinya di rumah bersama Lastri. Sejak pulang dari menjenguk Kiara Lastri tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja menginap untuk menemani Arana karena Ratih sedang sibuk menjaga Kiara dan Dara. Arana memperhatikan penampilan yang memakai dress putih dengan panjang sedikit di bawah lutut melalui cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya tersenyum puas melihat tampilannya sendiri. "Kamu canti sekali, sayang," puji Saga yang baru keluar dari ruang ganti. Saga berjalan mendekati Arana yang berdiri didepan cermin. Memeluknya melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Arana. Saga sedikit membungkukkan tubuhnya karena tinggi bedan mereka yang berbeda. CUP... Saga mencium rahang Arana. "Cantik, Kamu makin cantik jika wajahmu memerah karena malu" bisik Saga sembari memandangi wajah Arana dari pantulan cermin. Arana tersipu malu, "Mas, sekarang makin pinter gombal ya?" sah
Saga sedang menuruni tangga dengan Aksara di pelukannya. Dia membawa bayi kecil itu duduk di sofa ruang tengah sembari menunggu Arana menyiapkan makan malam bersama Bi Sarti. Arana hanya akan mengerjakannya pekerjaan rumah jika Saga ada di rumah untuk menjaga Aksara. Saga sendiri sudah mewanti-wanti Arana agar tidak meninggalkan putri mereka sendirian. Mengingat perkembangan Aksara yang semakin hari semakin lincah dan menggemaskan. Saga mengajak Aksara berbicara dan bercanda. Meski hanya celotehan yang tidak jelas namun bagi Saga itu obat mujarab untuk rasa penat dan lelahnya setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya kantor. "Mas, ayo makan!" seru Arana dari meja makan. "Iya, Mama" jawab Saga melangkah mendekati meja makan. "Bi, tolong ambilkan baby bouncer nya Aksara" pinta Arana pada Bi Sarti setelah wanita paruh baya itu meletakkan sepiring ayam goreng lengkuas buatannya tadi. "Sebentar ya sayang, Bibi sedang mengambilkan mu baby bouncer" Arana mengambil Aksara dari pangk
Arana meminta izin pada Kiara dan Lastri untuk keluar lebih dulu melihat putrinya Aksara. Saat sampai di luar kamar Arana langsung menuju teras samping rumah Aditama. Arana mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat kolam renang. Dia menangis tersedu-sedu melepaskan air mata yang sudah di tahannya semenjak tadi setelah melihat kondisi Kiara. Arana merasa sangat sedih melihat keadaan saudara perempuannya yang sangat mengenaskan karena ulah suaminya. Duta laki-laki yang sangat di cintai Kiara semenjak masih kuliah dulu. "Sayang, kamu kenapa?" Saga menyusul Arana sambil menggendong Aksara yang sudah terbangun. "Mas," sahut Arana mengusap kasar air matanya. "Sini biar Aksara sama aku, mungkin dia haus" Arana mengulurkan tangannya mengambil Aksara dari gendongan Saga. "Haus Nak?" tanya Arana saat melihat Aksara menarik-narik baju di bagian dad* Arana. "Sepertinya dia memang haus dan lapar. Dia sudah bangun sejak tadi" sahut Saga sambil membersihkan bekas air mata di pipi mulus Arana.
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.