Arana baru saja membuka matanya ketika mobil yang Saga kendarai masuk ke area parkiran. Dia mengerutkan keningnya, merasa asing. Sepanjang perjalanan Arana tertidur karena kelelahan. "Untuk sementara kita akan tinggal di apartemen ini." beritahu Saga mengetahui kebingungan Arana yang menatap ke sekelilingnya. "Kenapa?" Arana menoleh ke Saga,"Rumahnya di jual?" tanyanya hati-hati. Arana mengira jika keluarga Bagaskara benar-benar bangkrut sehingga Saga menjual rumahnya."Kamu tidak suka rumah itu?" Saga bertanya balik setelah mereka keluar dari mobil. "Kalau memang kamu tidak suka, nanti aku akan menyuruh Ferdy untuk menjualnya" lanjutnya lalu menggandeng tangan Arana masuk ke dalam lift. "Tidak. Bukan begitu maksudnya" sanggah Arana panik, "Suka kok." ucapnya lirih. Dia sangat menyesal sudah bertanya karena pemikiran nya yang mengira keluarga Bagaskara bangkrut.Melihat ekspresi panik Arana membuat Saga tergelak, "Haha,, iya ngerti. Aku gak akan jual rumah kita. Kita akan menginap
"Apa kamu masih belum bisa percaya padaku?" tanya Saga melihat reaksi Arana yang hanya diam saja. "Lihat aku,!" Saga memegang dagu Arana agar menatapnya "Katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu agar kamu percaya sama aku" Saga menatap Arana dalam. "Apa yang harus aku percaya?" tanya Arana membalas tatapan Saga. "Kamu tidak selingkuh dengan Maya?" tanyanya dengan ekspresi datar. Saga mengangguk menyetujui kalimat Arana. "Iya aku tidak pernah mengkhianatimu kamu" ucap Saga. Arana melepaskan tangan Saga yang ada di dagunya "Apa bedanya? Apa kamu ingin aku minta maaf karena telah salah faham?" pertanyaan Arana membuat Saga tercengang. "Aku tidak mengatakan apapun ketika aku melihat kalian berdua dengan pakaian yang... emm seperti... entah baru selesai melakukan apa? Aku juga tidak marah atau memukul Maya juga kamu. Jadi aku rasa, aku tidak harus minta maaf kepada kamu dan Maya, sekertaris mu itu" kata Arana dengan setenang mungkin. "Aku akui aku memang sempat berpikir Mas dan Ma
"Aku mencintaimu Arana. Apapun akan aku lakukan untuk kamu. Tania tidak lebih berharga dari kamu. Sampai matipun Aku tidak akan pernah melepaskan kamu," ucap Saga serius. "Jangan ngomong kayak gitu," Bentak Arana tak suka. "Aku serius, hanya jika aku mati kamu bisa lepas dari aku" kekeh Saga yang membuat Arana jengkel. "Gak usah bawa-bawa mati kenapa sih Mas" sungut Arana sambil memukul dada Saga kesal. "Maaf" Saga menarik Arana kedalam pelukannya. "Sungguh aku tidak menyesal jika dengan kematian ku kamu dapat memahami cintaku." tambahnya sembari memeluk Arana erat. "Aku bilang jangan ngomong kayak gitu. Aku gak suka"Arana mendorong Saga karena Saga terus mengatakan soal kematian."Maaf. Jangan marah lagi" ucap Saga sambil merapikan rambut Arana yang agak berantakan."Sekarang aku tanya. Apa alasan Mas menikahi aku?" Arana ingin tahu apakah ucapan Rendra benar atau itu juga salah satu dari siasat Rendra. Saga terdiam beberapa detik, mencari kata-kata yang pas agar Arana tidak sa
"Beri aku kesempatan untuk membuktikan cinta aku sama kamu sayang." pinta Saga. "Katakan aku harus apa untuk membuatmu percaya" tanyanya dengan wajah penuh harap. "Jika aku meminta cerai, apa Mas akan menururti keinginanku" tantang Arana. "Kalau begitu bunuh aku. Kita hanya bisa berpisah dari aku jika aku mati" jawab Saga dengan tegas.Saga beranjak turun dari ranjang lalu berjalan menuju meja kerja yang ada di sudut kamar mengambil sesuatu dari dalam laci meja. Saga memandang lekat pada Arana "Aku tidak menyesal jika memang kematian ku adalah kebahagiaan untuk kamu" ujar Saga lalu mengarahkan pistol ke pelipis kanan kepalanya sendiri. Sontak Arana berdiri. Dengan cepat dia berlari kearah Saga lalu memeluk Saga sambil menangis "Nggak. Maafkan aku Mas. Jangan tinggalin aku Mas. Aku nggak mau kehilangan kamu, seperti aku kehilangan anak aku. hiks. hiks, Maafin aku hiks, hiks," Arana mengeratkan tangannya di pinggang Saga. Dia hanya ingin menguji Saga. Apakah Saga akan melepasnya jik
"Akhh. Mas" pekik Arana kaget. "Mas lepas. Apaan sih Mas?" Arana berusaha melepas tangan Saga yang melingkar erat di pinggang Arana. Arana membuang pandangannya ke sembarang arah karena merasa malu. Wajahnya terasa panas dengan jantungnya yang berdetak sangat keras, karena berada sedekat ini dengan Saga. Saga tersenyum gemas ketika melihat wajah merah Arana yang sudah seperti kepiting rebus. "Mas mau apa?" tanya Arana gugup saat Saga mendekatkan wajahnya ke wajah Arana. "Aku mau cium istri aku" jawab Saga sambil tersenyum. Dia merasa gemas melihat ekspresi gugup Arana. Istrinya itu sudah hampir berumur 23 tahun, tepatnya bulan depan. Tapi sikapnya masih sama seperti pada saat mereka baru menikah dulu. Pemalu dan suka salah tingkah jika berdekatan dengan Saga."Kenapa? Masih malu?" goda Saga yang melihat Arana menunduk malu. "Tidak. Sudah akh Mas, lepasin aku mau turun," pinta Arana berusaha melepas tangan Saga yang melingkar pinggangnya. Saga mengeratkan tangan kirinya si pingga
Arana terbangun setelah mendengar alarm hpnya berbunyi. Pukul setengah 5 pagi, waktunya sholat subuh. Dengan pelan-pelan Arana menyibak selimut dan bergegas pergi ke kamar mandi.Sekitar lima belas menit Arana telah selesai mandi lalu bersiap untuk menjalankan kewajiban nya dengan memakai mukena yang dia ambil dari dalam kopernya. Saga terbangun dari tidurnya nyenyak nya ketika merasa ranjang disebelahnya telah kosong. Sontak Saga terduduk lalu menyalakan lampu kamar. Dia bernafas lega saat matanya menangkap sosokArana sedang melaksanakan sholat shubuh di pojok kamar. "Mas sudah bangun." tanya Arana setelah melepas Mukenanya. "Iya." jawab Saga dengan suara serak khas orang bangun tidur. "Kenapa gak bangunin Mas buat sholat berjamaah?" tanya Saga beranjak turun mendekati Arana yang masih duduk di bawah sambil melipat mukenah. "Mas kelihatan capek. Niatnya mau bangunin setelah aku selesai sholat" jawab Arana sambil meletakkan Mukenanya di atas Sofa. "Sudah cepet mandi Sana! Ntar keb
Saga tiba di kantor pusat perusahaan Bagaskara Group beberapa menit setelah rapat pemegang saham di mulai. Rendra sempat terkejut melihat kedatangan Saga. Dia pikir Saga sedang mengurung diri karena putus asa setelah kepergian Arana seperti berita yang sengaja dia sebarkan. Berbeda dengan Rendra, Bima terlihat sangat lega dengan kedatangan putra sulungnya. Dia segera memberi instruksi agar Saga mengambil alih untuk memimpin rapat. "Selamat pagi semua" sapa Saga. "Maaf jika saya sedikit terlambat. Saya langsung saja pada intinya. Disini saya akan menjelaskan tentang berita yang berkembang di luaran sana. Berita yang menyebutkan tentang perceraian saya dan istri, itu sama sekali tidak benar. Pernikahan saya sangat baik, tidak pernah ada perceraian." tegas Saga. "Tidak pernah ada orang ketiga baik dari pihak saya ataupun pihak istri saya. Kami memang sempat tinggal terpisah, itu di karenakan istri saya melanjutkan pendidikannya di kota B selama 4 tahun. Namu sudah hampir satu tahun in
Ketika jam makan siang tiba, Saga sudah kembali ke apartemen dengan membawa dua bungkus soto untuk makan siang. Tidak ketinggalan beberapa kantong kresek bahan makanan yang tadi di belinya mini market dekat warung soto langganan nya. Saga meletakkan barang bawaannya di atas meja makan. Saga mengerutkan keningnya heran, tidak mendengar suara Arana. Dengan rasa penasaran dia menuju pintu kamar lalu membukanya pekan. Saga tersenyum tipis melihat sang istri sedang tertidur pulas. "Kamu pasti kelelahan," gumamnya lalu menutup kembali pintunya. Memilih untuk memasukkan bahan-bahan makanan ke lemari es. Setelahnya ia masuk kembali ke kamarnya. Masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sekitar lima belas menit Saga keluar dari kamar mandi dengan kaos dan celana pendek. Dengan penuh kehati-hatian dia naik keatas tempat tidur lalu berbaring disebelah Arana. Sambil menopang kepalanya dengan tangannya Saga memperhatikan wajah tenang Arana. Fokusnya terkunci pada bibir merah Arana, tangann