Arana povAku meremas kertas dan membuangnya ketempat sampah. Itu kertas terakhir di mejaku. Aku tidak bisa berkonsentrasi untuk membuat desain malam ini. Entah sudah berapa kertas yang sudah aku buang. Aku mendongak untuk melihat jam. Jam 11.35 menit. Masih ada waktu sebelum jam 12. Aku beranjak untuk mengambil kertas di ruang kerja mas Saga. Aku langsung membuka pintu karena aku pikir cuma ada aku di lantai atas. "Astaghfirullah" ucapku karena kaget. Mas Saga berdiri didepan meja kerjanya menoleh ke arahku. "Ada apa?" tanyanya setelah membalikkan badannya membelakangi ku. Segitu nya dia tidak ingin melihatku. Mengapa tidak mengusirku saja dari rumahnya, supaya dia tidak melihatku lagi. "Maaf. Aku hanya ingin mengambil kertas" jawabku "Tidak perlu khawatir aku tidak pernah menyentuh barang-barang yang lain" kataku dengan sedikit ketus lalu menutup pintu dan kembali ke kamar ku. Aku menutup pintu kamarku dengan keras dan menguncinya.
Arana povKami meninggalkan rumah ayah menggunakan motor. Motor Rendra yang dulu. Aku masih ingat ini motor yang dulu sering dia pakai. "Ini motor kamu yang dulu kan?" tanyaku. "Iya." jawabnya dengan pandangan ke depan. "Yakin nanti bensinnya gak habis?" cibirku. Aku tidak akan pernah lupa, dulu dia sering kehabisan bensin didepan rumah bapak. "Hhhh. Tenang kali ini tidak akan kehabisan bensin" sahutnya menoleh sebentar padaku lalu kembali fokus ke depan. Sudah 30 menit perjalanan. Aku sepertinya mengenal jalan yang kami lewati. Benar aku hafal sekali jalanan ini. Rendra Menghentikan motornya di halaman rumah yang sangat aku rindukan beberapa bulan ini. Rumah bapak dan ibu. Aku langsung turun. Melepas helm lalu berlari mengetuk pintu "Assalamualaikum Pak, Buk" "Wa'alaikum salam, Arana" ibu membukakan pintu. Ibu terkejut sebentar lalu memelukku. "Ibu kangen Na" kata ibu sambil menangis. "Arana juga kangen sama ibu" sahut
"Ya Benar. Aku juga belum mengenalmu dengan baik. Harusnya kita tidak sampai sejauh ini" balasku menimpali ucapannya. "Aku suamimu" tegasnya menatapku tajam. Suami? Aku tersenyum sinis. "Dan Rendra Adik iparku. Aku pergi ke rumah Bapak bukan berkencan. Aku tidak berduaan dan membelai pipi Rendra di depan umum." ungkap ku balas menatapnya tajam. "Maksud kamu apa?" Mas Saga mengerutkan dahinya. Astaga. Apa yang sudah aku katakan. "Pikir saja sendiri" Aku melepaskan tangannya kasar lalu berbalik berjalan menuju kamar. "Arana. Kita belum selesai" Mas Saga mengikuti aku sampai di dalam kamar. "Apa lagi sih?" Aku menghentakkan kakiku kesal. "Aku tidak suka kamu pergi berdua dengan Rendra. Dan kamu harus menuruti perintahku karena aku suamimu" Kekeh nya yang membuat emosiku memuncak. Aku benar-benar lelah dengan semua keegoisannya. "Aku tidak boleh pergi dengan Rendra walaupun untuk mengunjungi orang tuaku dan kamu bisa pergi dengan siapapun yang kamu suka. Kamu bisa menginjakkan kak
Sagara povHari ini aku sengaja pulang saat jam makan siang. Aku berniat menjemput Arana di rumah ayahnya. Mama mengajak Arana ke acara ulang tahun anaknya Kiara. Saat sampai di sana Arana tidak ada. Kata mama Arana sakit dan diantar pulang oleh Rendra. Aku langsung pulang setelah mendengar Arana sakit. Aku merasa sangat khawatir. Alangkah kesalnya aku begitu sampai, aku tidak menemukan Arana. Dan yang lebih membuatku marah setelah dua jam dia baru pulang naik motor berdua dengan Rendra.Jujur. Aku cemburu jika Arana dekat dengan adikku itu. Arana dan Rendra dua orang dengan versi yang hampir sama. Arana bisa tertawa lepas jika dengan Rendra tapi tidak dengan ku. Hari ini adalah Anniversary pernikahanku dan Arana. Aku ingin sekali mengajak nya makan malam tapi aku urungkan karena pertengkaran tadi sore.Aku memilih untuk merayakan di rumah saja. Aku membeli soto kesukaan Arana untuk makan malam kami. "Kenapa? Apa tidak enak?" tanyaku karena Arana menundukkan kapala nya. "Enak" ja
Sagara pov "Apa yang kamu suka dari Rendra? Yang gak ada di aku" tanyaku menatapnya dalam. Aku ingin tahu apa yang membuat Arana terlihat lebih ceria jika Bersama Rendra ketimbang bersamaku. "Suka?" Arana mengernyit."Kamu terlihat lebih ceria jika bersama dengan Rendra" sahutku ada sedikit rasa tidak rela mengatakan itu. . Arana seperti sedang memikirkan sesuatu. "Mungkin aku dan Rendra memiliki sifat yang hampir sama. Jadi kalau ngobrol nyambung" Aku mengangguk paham. Memang benar, Arana dan Rendra memiliki sifat yang hampir sama. Jahil, ramah, ceria dan suka berdebat. Arana, dia orang yang hangat dan ceria serasi untuk Rendra yang ramah. Dibandingkan aku yang dingin dan jarang tersenyum. Mungkin memang aku harus melepaskannya kali ini. Empat bulan. Miris sekali nasib pernikahan kami. Kami merasakan kebahagiaan di awal pernikahan hanya empat bulan. Dan sekarang hanya tersisa empat bulan untuk mengakhiri pernikahan kami. "Aku dan Rendra tidak ada hubungan yang tidak seharusny
Arana povSetelah merayakan ulangtahun pernikahan kami yang ke 5 kemarin, aku dan mas Saga sudah sudah memutuskan untuk berdamai. Meskipun Mas Saga tetap tidak tidur di rumah tapi setidaknya kami tidak lagi menghindar jika tidak sengaja bertemu. Kami sudah sepakat untuk mengakhiri semua dengan baik-baik selama 4 bulan ini. Sungguh mengenaskan sekali nasib pernikahan kami. Hanya bahagia selama 4 bulan di awal dan 4 bulan di akhir pernikahan. Miris. Itulah kata yang tepat untuk pernikahan kami. Pernikahan yang dari awal seharusnya tidak terjadi. Pagi ini mas Saga memintaku untuk bersiap-siap karena dia ingin mengajakku pergi. Aku tidak tahu kapan dia pulang. Saat aku turun untuk sarapan dia sudah ada di meja makan. lalu memintaku untuk bersiap-siap. "Sudah siap?" tanyan nya saat aku sampai di ruang tamu. Mas saga memakai kaos lengan pendek dengan celana jeans. Tampan. Satu kata yang tepat untuk Mas Saga. Dia terlihat lebih Muda dari umurnya. Aku tidak memungkiri Mas Saga memang tamp
"Arana. Apa kamu sama Bunda ada masalah?" tanya Saga setelah memiringkan tubuhnya untuk menghadap Arana. Sudah sejak lama Saga ingin sekali menanyakan tentang hubungan Arana dengan Ratih. Arana terlihat acuh tak acuh dengan Ratih. Arana sedikit terkejut dengan pertanyaan Saga tapi berusaha bersikap biasa, "Tidak." jawab Arana singkat sembari memandang ombak yang berkejaran. "Benarkah? Aku lihat kamu tidak Sedekat Kiara dengan bunda. Apa ada masalah antara kamu dan Bunda?" Saga menarik lengan Arana agar menghadap padanya. Arana menghela nafas panjang lalu menatap Saga sedikit kesal, "Ya. Aku memang tidak dekat dengan Bunda seperti Mbak Kiara." jawabnya datar. Saga menautkan kedua alisnya "Kenapa?" "Apa perlu kamu tahu?" tanya Arana balik "Toh selama ini kamu juga tidak pernah ingin tahu kan?" tambahnya membuang muka kembali pada laut biru di depannya. "Kata siapa aku tidak ingin tahu?" sahut Saga dengan nada kesal. "Aku selalu menunggu kamu buat cerita tapi kamu gak pernah mau ce
Pagi ini Arana sedang menyiapkan beberapa desain yang akan dia kirim ke Ryan. Arana memasukkan lima kertas gambar desain dan satu lembar kertas berisi detail jenis kain ke sebuah amplop coklat. TOK.. TOK.... suara pintu di ketuk. "Mbak Arana ada tamu" beritahu Bibi dari balik pintu. "Iya Bi suruh tunggu sebentar" jawab Arana tanpa membuka pintu. Setelah menyelesaikan pekerjaannya Arana bergegas turun untuk melihat tamu yang datang. Saat Arana membuka pintu rumah Arana terkejut melihat siapa yang berdiri di teras rumahnya. "Assalamu'alaikum Arana" sapa Bundanya. Wanita yang sudah melahirkan nya itu tersenyum sambil tangannya merangkul seorang anak laki-laki yang umurnya sekitar 12 tahun. "W*'alaikum salam" jawab Arana dengan ekspresi datar. "Halo mbak Arana" sapa Zidan, anak dari suami Bundanya Arana. "Hai Zidan." Arana tersenyum canggung kearah Zidan. "Zidan pengen ketemu kamu. Kemarin dia gak sempat ketemu kamu waktu di ulang tahunnya Dara. Kamu sudah balik waktu Zidan data