"Arana. Apa kamu sama Bunda ada masalah?" tanya Saga setelah memiringkan tubuhnya untuk menghadap Arana. Sudah sejak lama Saga ingin sekali menanyakan tentang hubungan Arana dengan Ratih. Arana terlihat acuh tak acuh dengan Ratih. Arana sedikit terkejut dengan pertanyaan Saga tapi berusaha bersikap biasa, "Tidak." jawab Arana singkat sembari memandang ombak yang berkejaran. "Benarkah? Aku lihat kamu tidak Sedekat Kiara dengan bunda. Apa ada masalah antara kamu dan Bunda?" Saga menarik lengan Arana agar menghadap padanya. Arana menghela nafas panjang lalu menatap Saga sedikit kesal, "Ya. Aku memang tidak dekat dengan Bunda seperti Mbak Kiara." jawabnya datar. Saga menautkan kedua alisnya "Kenapa?" "Apa perlu kamu tahu?" tanya Arana balik "Toh selama ini kamu juga tidak pernah ingin tahu kan?" tambahnya membuang muka kembali pada laut biru di depannya. "Kata siapa aku tidak ingin tahu?" sahut Saga dengan nada kesal. "Aku selalu menunggu kamu buat cerita tapi kamu gak pernah mau ce
Pagi ini Arana sedang menyiapkan beberapa desain yang akan dia kirim ke Ryan. Arana memasukkan lima kertas gambar desain dan satu lembar kertas berisi detail jenis kain ke sebuah amplop coklat. TOK.. TOK.... suara pintu di ketuk. "Mbak Arana ada tamu" beritahu Bibi dari balik pintu. "Iya Bi suruh tunggu sebentar" jawab Arana tanpa membuka pintu. Setelah menyelesaikan pekerjaannya Arana bergegas turun untuk melihat tamu yang datang. Saat Arana membuka pintu rumah Arana terkejut melihat siapa yang berdiri di teras rumahnya. "Assalamu'alaikum Arana" sapa Bundanya. Wanita yang sudah melahirkan nya itu tersenyum sambil tangannya merangkul seorang anak laki-laki yang umurnya sekitar 12 tahun. "W*'alaikum salam" jawab Arana dengan ekspresi datar. "Halo mbak Arana" sapa Zidan, anak dari suami Bundanya Arana. "Hai Zidan." Arana tersenyum canggung kearah Zidan. "Zidan pengen ketemu kamu. Kemarin dia gak sempat ketemu kamu waktu di ulang tahunnya Dara. Kamu sudah balik waktu Zidan data
"Baiklah, aku memaafkan bunda. Mulai sekarang jangan lakukan apapun untukku lagi" putus Arana dengan menatap tepat pada mata Ratih. Ratih terkejut mendengar ucapan Arana yang seolah menyuruhnya menjauh. Dengan ekspresi tenang dan datar Arana memandangnya lalu menoleh pada pintu rumah. Ratih tidak heran melihat sikap Arana yang sangat tenang saat mengucapkan kalimat itu. Sejak kecil Arana memang selalu terlihat tenang. Meskipun di marahi atau disalahkan olehnya karena aduan Kiara. Arana hampir tidak pernah terlihat menangis dan merajuk. Ratih pikir Arana anak yang tegar dan cuek tidak seperti Kiara yang manja dan cengeng. Ratih tidak tega jika harus memarahi Kiara tapi Ratih sering memarahi Arana sekalipun dia tahu yang salah adalah Kiara. Ratih menganggap Arana anak yang cuek jadi tidak akan sakit hati sekalipun dia sering memarahinya."Apa maksud dari ucapan kamu Arana?" tanya Ratih "Kamu tidak sedang meminta bunda menjauhi kamu kan?" lanjutnya. "Apa kita pernah dekat?" tanya Aran
Sagara povAku bergegas pulang setelah Bibi menelfon, memberitahu ada Bunda nya Arana datang ke rumah. Aku sempat memarahi Bibi kenapa membiarkan Bunda masuk rumah. Tapi Bibi beralasan kalau Bunda mengatakan kalau dia sudah mendapatkan izin dariku. Sudah beberapa hari ini aku meminta Bibi untuk melaporkan semua kegiatan Arana dan siapa saja yang datang ke rumah untuk menemui Arana ketika aku tidak ada. Saat aku sampai di rumah, terlihat Rendra sudah berdiri ditengah pintu ruang tamu menatap kedalam. Di kursi teras juga terlihat seorang anak laki-laki berumur sekitar 12 tahunan. Saat aku mendekat terdengar suara Arana sedang berbicara dengan Bunda. Mendengar pembicaraan mereka membuat dadaku terasa nyeri membayangkan seperti apa sekarang wajah terluka Arana. Rahangku mengeras ketika mendengar suara Arana yang di selingi isak tangis. Sepertinya bukan hanya aku yang marah mendengar pembicaraan didalam rumah. Rendra yang berdiri membelakangi ku, terlihat mengepalkan kedua tangannya
"Arana? Dari siapa dan apa isinya nya?" ulang Saga karena Arana hanya diam. "Dari Ryan" jawab Arana singkat. "Apa isinya obat?" tanya Saga penasaran. Arana memicingkan matanya pada Saga. Dia merasa aneh kenapa Saga menyebut soal obat. "Aku pernah tidak sengaja mendengar pembicaraan kamu dan Ryan di telfon" aku Saga, "Aku dengar kalian membahas obat untuk sesak nafas kamu" lanjut Saga menjelaskan. "Ck." Arana berdecak tak suka lalu membuang pandangannya ke arah jendela kamar. "Jawablah pertanyaan ku! Atau kamu ingin aku disini terus sampai besok pagi" pinta Saga namun lebih seperti ancaman dari pada permintaan. Arana menghela nafas sepenuh dada sebelum berbicara, "Bukan obat sesak nafas tapi obat penenang." jujurnya. "Kenapa kamu harus mengonsumsi obat penenang?" Saga menarik tangan Arana yang hendak beranjak dari ranjang. "Jawab! Untuk apa kamu minum obat penenang?" Saga menatapnya tajam. Arana menghela nafas panjang, "Dulu aku sering merasa sesak nafas ketika mengingat saat
Masih flashback. "Kalau kamu menolak. Ayah akan mengambil kembali kebun Bapak kamu juga rumah ini sebagai ganti hutangnya untuk biaya kuliah Raka dulu" ancam Aditama. "Jangan keterlaluan kamu Di. Dulu kamu bilang sendiri asal aku bersedia merawat Arana kamu akan membiayai kuliah Raka. Kenapa sekarang kamu memintanya kembali" geram Jatmiko tidak terima. Aditama tidak bergeming "Ayah tunggu keputusan kamu sampai selesai dhuhur." setelah mengatakan itu Aditama melangkah pergi. "Raka yang akan membayar semua hutang bapak. Kamu jangan Khawatir. Apapun keputusan kamu bapak tidak akan melarang" kata Jatmiko lalu beranjak masuk ke kamar nya. Lastri menyuruh Arana untuk duduk, lalu mengambilkan air putih. "Minumlah" perintah Lastri memberikan segelas air pada Arana. Kemudian Lastri ikut duduk di sebelah Arana. "Dengarkan Ibu, Saga juga bukan orang yang jahat. Dia baik dan masa depannya cerah. Kamu akan bahagia kalau menikah sama dia" tutur Lastri membuat Arana membulatkan matanya."Sepert
Flashback off. "Sejak saat itu hubungan Arana dan tante Ratih memburuk." tutur Reza lalu menyesap kopi dari cangkirnya. Saga mengeratkan genggaman tangannya untuk menahan emosi yang bergemuruh di dadanya. Rasa bersalah menyesak di hati dan jiwanya. Sehingga membuatnya berulang kali menghela nafas panjang untuk mengurangi sedikit rasa sesak yang ada di dadanya. Dia tidak pernah menyangka jika perbuatannya membuat hidup Arana menderita. "Bagaimana dengan sekolah Arana?" tanya Saga, "Apa dia juga mengalami masalah di sekolahnya?" "Iya. Karena pernikahan kalian dilakukan sebelum kelulusan, membuat Arana selalu di cibir dan digunjing teman-teman saat kami datang ke sekolah sebelum acara kelulusan" tutur Reza. "Arana sebenarnya punya pacar, namanya Gibran. Dia senior kami di sekolah. Saat itu dia sudah kuliah di kota J dan Arana berniat menyusul untuk kuliah di sana juga. Tapi batal karena dipaksa menikah denganmu. Arana dan Gibran terpaksa putus tanpa kata alias gantung. Gibran tidak t
Sejak beberapa hari sikap Saga membuat Arana merasa aneh. Setiap pagi Saga akan menunggu Arana untuk sarapan. Padahal Arana tidak pernah melihat Saga pulang saat malam. Ketika tiba jam makan siang Saga akan tiba-tiba pulang dengan membawa makanan kesukaan Arana mulai sari soto, bakso, somay bahkan pernah Saga pulang dengan membawa eskrim beserta box frizrer seperti yang ada di toko. Saga juga rutin mengirim pesan ke Arana untuk menanyakan apa Arana sudah makan? Sedang melakukan apa dan banyak hal lain nya yang membuat Arana merasa jengah dengan sikap lebay Saga. Seperti pagi ini baru juga Beberapa menit yang lalu Saga berangkat kerja, tapi sudah mengirim pesan Ke Arana. Sagara☀[Arana. Kamu lagi apa sekarang?]tulis Saga dalam pesan yang di kirimnya ke nomer Arana. Arana memutar matanya jengah setelah membaca isi pesan Saga. "Apa dia lagi masa puber? Kenapa sikapnya seperti remaja yang baru mengenal cinta" gerutu Arana meletakkan kembali ponsel. Arana sama sekali tak berniat untu
Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
Arana dan Aksara sudah cantik dengan gaun ala princess berwarna pink soft yang di desain sendiri sama Arana. Sedangkan Saga sangat tampan dengan memakai kemeja yang berwarna senada dengan gaun yang di pakai istri dan anaknya. Saga melipat lengan kemejanya keatas sampai ke sikunya, memperlihatkan lengan kekarnya. Saga menggendong Aksara dengan Arana disampingnya berdiri didepan kue ulang tahun menerima ucapan selamat dan kado dari para tamu undangannya. Nampak Jordan diantar para tamu bersama anak dan istrinya yang sudah di boyongnya pulang kembali dari kota B. "Selamat ulang tahun Aksara" ucap Mutiara istri Jordan sambil tersenyum pada juniornya di kampus dulu. "Mbak Mutia," pekik Arana dengan wajah sumringah, "Ya Alloh Mbak. Apa kabar?" Arana menanyakan kabar seniornya dulu setelah dia mengurai pelukan nya. "Puji Tuhan, saya baik Arana." jawab Mutiara, "Meskipun telat selamat ya untuk kelahiran putri kamu dan Saga." ucap Mutiara memberi selamat pada Arana, "Iya Mbak terima kasih
Hari ini semua orang sedang sibuk menyiapkan ulang tahun Aksara, putri pertama Sagara Bagaskara sekaligus cucu pertama dari keluarga Bagaskara. Bima dan Miranda sudah pulang kembali dari Madrid sejak dua hari yang lalu, namun tidak dengan Rendra, mereka tetap meminta Rendra untuk tinggal disana sampai kuliah Kedokteran nya selesai. Arana sedang duduk di sofa ruang tengah sedang sibuk dengan kertas-kertas bon mengecek apa ada yang kurang untuk acara ulang tahun Aksara yang akan di adakan besok pagi. Tidak jauh dari Arana duduk, nampak Miranda sedang menggendong Aksara sambil sesekali menimang cucu pertamanya tersebut. "Ma Aksara sudah bisa jalan. Gak perlu di gendong terus nanti Mama capek" Arana mengingatkan mertua nya agar tidak memanjakan putrinya dan membuatnya didrinya kelelahan."Gak papa ya Aksara, Oma gak capek kok. Aksara masih ingin di gendong oma Mama" jawab Miranda sambil mencium pipi chubby Aksara. "Oh ya Na. Caterina buat besok sudah siap semua kan?" tanya Miranda masi
"Suami, atau Mantan suami?" tanya Gibran dengan nada sinis, "Atau mungkin calon mantan suami. Aku dengar perceraian kalian sudah diproses sejak dua tahun yang lalu." "Maaf, Seperti nya Kak Gibran salah faham" sahut Arana berusaha menengahi sambil menggenggam tangan Saga yang sudah mengepal kuat. "Kamu tidak perlu berbohong lagi Ara. Aku sudah tahu semuanya, kamu di paksa menikah dengan dia kan?" kata Gibran pelan dan menatap Arana sendu. "Gibran," tegur Gio Saga yang sejak tadi mengamati kejadian di depannya "Jangan bicara sembarangan! Pak Saga tolong maafkan kelancangan Adik saya." Gio berdiri dan menarik adiknya agar menjauh dari Arana. Saga berdiri dan menarik Arana agar menempel padanya. "Ajari Adikmu sopan santun." ujar Saga sinis. "Iya maafkan saya yang kurang bisa mendidik Adik saya." jawab Gio sambil menunduk sopan. "Ck.. " Gibran berdecak kesal. "Jadi yang tadi kalian hanya bersandiwara menjadi suami istri yang romantis." cibir istri Gio. Mendengar kalimat kakak ipar
Saga dan Arana sampai di sebuah hotel berbintang tempat rekan bisnis Saga menggelar resepsi pernikahannya. "Wah,, Resepsi nya mewah sekali ya Mas," Arana memandang penuh kekaguman ketika mereka memasuki ballroom yang sudah di hias sedemikian rupa sehinga terlihat mewah dan berkelas. "Kamu suka?" tanya Saga menoleh pada sang istri yang di tangannya melingkar manis di lengan Saga. Arana menggeleng, "Tidak," jawabnya sambil matanya memandang pada pelaminan pengantin yang begitu megah. Saga tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya itu. Bahkan Arana tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Saga sudah sangat memahami Arana, dia wanita yang sederhana dan sangat pengertian. Tidak ada satu pun barang mewah yang pernah Arana beli. Baju, tas, sepatu, sandal yang Arana pakai adalah brand dalam negri yang harganya hanya ratusan ribu. Jika ada barang mewah yang Arana miliki itu adalah Saga yang membelinya. "Istriku memang berbeda," bisik Saga lalu mengecup rahang Arana sekilas. Arana
Hari ini Saga akan mengajak Arana ke acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya. Untuk pertama kalinya Arana meninggalkan putrinya di rumah bersama Lastri. Sejak pulang dari menjenguk Kiara Lastri tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja menginap untuk menemani Arana karena Ratih sedang sibuk menjaga Kiara dan Dara. Arana memperhatikan penampilan yang memakai dress putih dengan panjang sedikit di bawah lutut melalui cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya tersenyum puas melihat tampilannya sendiri. "Kamu canti sekali, sayang," puji Saga yang baru keluar dari ruang ganti. Saga berjalan mendekati Arana yang berdiri didepan cermin. Memeluknya melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Arana. Saga sedikit membungkukkan tubuhnya karena tinggi bedan mereka yang berbeda. CUP... Saga mencium rahang Arana. "Cantik, Kamu makin cantik jika wajahmu memerah karena malu" bisik Saga sembari memandangi wajah Arana dari pantulan cermin. Arana tersipu malu, "Mas, sekarang makin pinter gombal ya?" sah
Saga sedang menuruni tangga dengan Aksara di pelukannya. Dia membawa bayi kecil itu duduk di sofa ruang tengah sembari menunggu Arana menyiapkan makan malam bersama Bi Sarti. Arana hanya akan mengerjakannya pekerjaan rumah jika Saga ada di rumah untuk menjaga Aksara. Saga sendiri sudah mewanti-wanti Arana agar tidak meninggalkan putri mereka sendirian. Mengingat perkembangan Aksara yang semakin hari semakin lincah dan menggemaskan. Saga mengajak Aksara berbicara dan bercanda. Meski hanya celotehan yang tidak jelas namun bagi Saga itu obat mujarab untuk rasa penat dan lelahnya setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya kantor. "Mas, ayo makan!" seru Arana dari meja makan. "Iya, Mama" jawab Saga melangkah mendekati meja makan. "Bi, tolong ambilkan baby bouncer nya Aksara" pinta Arana pada Bi Sarti setelah wanita paruh baya itu meletakkan sepiring ayam goreng lengkuas buatannya tadi. "Sebentar ya sayang, Bibi sedang mengambilkan mu baby bouncer" Arana mengambil Aksara dari pangk
Arana meminta izin pada Kiara dan Lastri untuk keluar lebih dulu melihat putrinya Aksara. Saat sampai di luar kamar Arana langsung menuju teras samping rumah Aditama. Arana mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat kolam renang. Dia menangis tersedu-sedu melepaskan air mata yang sudah di tahannya semenjak tadi setelah melihat kondisi Kiara. Arana merasa sangat sedih melihat keadaan saudara perempuannya yang sangat mengenaskan karena ulah suaminya. Duta laki-laki yang sangat di cintai Kiara semenjak masih kuliah dulu. "Sayang, kamu kenapa?" Saga menyusul Arana sambil menggendong Aksara yang sudah terbangun. "Mas," sahut Arana mengusap kasar air matanya. "Sini biar Aksara sama aku, mungkin dia haus" Arana mengulurkan tangannya mengambil Aksara dari gendongan Saga. "Haus Nak?" tanya Arana saat melihat Aksara menarik-narik baju di bagian dad* Arana. "Sepertinya dia memang haus dan lapar. Dia sudah bangun sejak tadi" sahut Saga sambil membersihkan bekas air mata di pipi mulus Arana.
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.