Arana povSetelah merayakan ulangtahun pernikahan kami yang ke 5 kemarin, aku dan mas Saga sudah sudah memutuskan untuk berdamai. Meskipun Mas Saga tetap tidak tidur di rumah tapi setidaknya kami tidak lagi menghindar jika tidak sengaja bertemu. Kami sudah sepakat untuk mengakhiri semua dengan baik-baik selama 4 bulan ini. Sungguh mengenaskan sekali nasib pernikahan kami. Hanya bahagia selama 4 bulan di awal dan 4 bulan di akhir pernikahan. Miris. Itulah kata yang tepat untuk pernikahan kami. Pernikahan yang dari awal seharusnya tidak terjadi. Pagi ini mas Saga memintaku untuk bersiap-siap karena dia ingin mengajakku pergi. Aku tidak tahu kapan dia pulang. Saat aku turun untuk sarapan dia sudah ada di meja makan. lalu memintaku untuk bersiap-siap. "Sudah siap?" tanyan nya saat aku sampai di ruang tamu. Mas saga memakai kaos lengan pendek dengan celana jeans. Tampan. Satu kata yang tepat untuk Mas Saga. Dia terlihat lebih Muda dari umurnya. Aku tidak memungkiri Mas Saga memang tamp
"Arana. Apa kamu sama Bunda ada masalah?" tanya Saga setelah memiringkan tubuhnya untuk menghadap Arana. Sudah sejak lama Saga ingin sekali menanyakan tentang hubungan Arana dengan Ratih. Arana terlihat acuh tak acuh dengan Ratih. Arana sedikit terkejut dengan pertanyaan Saga tapi berusaha bersikap biasa, "Tidak." jawab Arana singkat sembari memandang ombak yang berkejaran. "Benarkah? Aku lihat kamu tidak Sedekat Kiara dengan bunda. Apa ada masalah antara kamu dan Bunda?" Saga menarik lengan Arana agar menghadap padanya. Arana menghela nafas panjang lalu menatap Saga sedikit kesal, "Ya. Aku memang tidak dekat dengan Bunda seperti Mbak Kiara." jawabnya datar. Saga menautkan kedua alisnya "Kenapa?" "Apa perlu kamu tahu?" tanya Arana balik "Toh selama ini kamu juga tidak pernah ingin tahu kan?" tambahnya membuang muka kembali pada laut biru di depannya. "Kata siapa aku tidak ingin tahu?" sahut Saga dengan nada kesal. "Aku selalu menunggu kamu buat cerita tapi kamu gak pernah mau ce
Pagi ini Arana sedang menyiapkan beberapa desain yang akan dia kirim ke Ryan. Arana memasukkan lima kertas gambar desain dan satu lembar kertas berisi detail jenis kain ke sebuah amplop coklat. TOK.. TOK.... suara pintu di ketuk. "Mbak Arana ada tamu" beritahu Bibi dari balik pintu. "Iya Bi suruh tunggu sebentar" jawab Arana tanpa membuka pintu. Setelah menyelesaikan pekerjaannya Arana bergegas turun untuk melihat tamu yang datang. Saat Arana membuka pintu rumah Arana terkejut melihat siapa yang berdiri di teras rumahnya. "Assalamu'alaikum Arana" sapa Bundanya. Wanita yang sudah melahirkan nya itu tersenyum sambil tangannya merangkul seorang anak laki-laki yang umurnya sekitar 12 tahun. "W*'alaikum salam" jawab Arana dengan ekspresi datar. "Halo mbak Arana" sapa Zidan, anak dari suami Bundanya Arana. "Hai Zidan." Arana tersenyum canggung kearah Zidan. "Zidan pengen ketemu kamu. Kemarin dia gak sempat ketemu kamu waktu di ulang tahunnya Dara. Kamu sudah balik waktu Zidan data
"Baiklah, aku memaafkan bunda. Mulai sekarang jangan lakukan apapun untukku lagi" putus Arana dengan menatap tepat pada mata Ratih. Ratih terkejut mendengar ucapan Arana yang seolah menyuruhnya menjauh. Dengan ekspresi tenang dan datar Arana memandangnya lalu menoleh pada pintu rumah. Ratih tidak heran melihat sikap Arana yang sangat tenang saat mengucapkan kalimat itu. Sejak kecil Arana memang selalu terlihat tenang. Meskipun di marahi atau disalahkan olehnya karena aduan Kiara. Arana hampir tidak pernah terlihat menangis dan merajuk. Ratih pikir Arana anak yang tegar dan cuek tidak seperti Kiara yang manja dan cengeng. Ratih tidak tega jika harus memarahi Kiara tapi Ratih sering memarahi Arana sekalipun dia tahu yang salah adalah Kiara. Ratih menganggap Arana anak yang cuek jadi tidak akan sakit hati sekalipun dia sering memarahinya."Apa maksud dari ucapan kamu Arana?" tanya Ratih "Kamu tidak sedang meminta bunda menjauhi kamu kan?" lanjutnya. "Apa kita pernah dekat?" tanya Aran
Sagara povAku bergegas pulang setelah Bibi menelfon, memberitahu ada Bunda nya Arana datang ke rumah. Aku sempat memarahi Bibi kenapa membiarkan Bunda masuk rumah. Tapi Bibi beralasan kalau Bunda mengatakan kalau dia sudah mendapatkan izin dariku. Sudah beberapa hari ini aku meminta Bibi untuk melaporkan semua kegiatan Arana dan siapa saja yang datang ke rumah untuk menemui Arana ketika aku tidak ada. Saat aku sampai di rumah, terlihat Rendra sudah berdiri ditengah pintu ruang tamu menatap kedalam. Di kursi teras juga terlihat seorang anak laki-laki berumur sekitar 12 tahunan. Saat aku mendekat terdengar suara Arana sedang berbicara dengan Bunda. Mendengar pembicaraan mereka membuat dadaku terasa nyeri membayangkan seperti apa sekarang wajah terluka Arana. Rahangku mengeras ketika mendengar suara Arana yang di selingi isak tangis. Sepertinya bukan hanya aku yang marah mendengar pembicaraan didalam rumah. Rendra yang berdiri membelakangi ku, terlihat mengepalkan kedua tangannya
"Arana? Dari siapa dan apa isinya nya?" ulang Saga karena Arana hanya diam. "Dari Ryan" jawab Arana singkat. "Apa isinya obat?" tanya Saga penasaran. Arana memicingkan matanya pada Saga. Dia merasa aneh kenapa Saga menyebut soal obat. "Aku pernah tidak sengaja mendengar pembicaraan kamu dan Ryan di telfon" aku Saga, "Aku dengar kalian membahas obat untuk sesak nafas kamu" lanjut Saga menjelaskan. "Ck." Arana berdecak tak suka lalu membuang pandangannya ke arah jendela kamar. "Jawablah pertanyaan ku! Atau kamu ingin aku disini terus sampai besok pagi" pinta Saga namun lebih seperti ancaman dari pada permintaan. Arana menghela nafas sepenuh dada sebelum berbicara, "Bukan obat sesak nafas tapi obat penenang." jujurnya. "Kenapa kamu harus mengonsumsi obat penenang?" Saga menarik tangan Arana yang hendak beranjak dari ranjang. "Jawab! Untuk apa kamu minum obat penenang?" Saga menatapnya tajam. Arana menghela nafas panjang, "Dulu aku sering merasa sesak nafas ketika mengingat saat
Masih flashback. "Kalau kamu menolak. Ayah akan mengambil kembali kebun Bapak kamu juga rumah ini sebagai ganti hutangnya untuk biaya kuliah Raka dulu" ancam Aditama. "Jangan keterlaluan kamu Di. Dulu kamu bilang sendiri asal aku bersedia merawat Arana kamu akan membiayai kuliah Raka. Kenapa sekarang kamu memintanya kembali" geram Jatmiko tidak terima. Aditama tidak bergeming "Ayah tunggu keputusan kamu sampai selesai dhuhur." setelah mengatakan itu Aditama melangkah pergi. "Raka yang akan membayar semua hutang bapak. Kamu jangan Khawatir. Apapun keputusan kamu bapak tidak akan melarang" kata Jatmiko lalu beranjak masuk ke kamar nya. Lastri menyuruh Arana untuk duduk, lalu mengambilkan air putih. "Minumlah" perintah Lastri memberikan segelas air pada Arana. Kemudian Lastri ikut duduk di sebelah Arana. "Dengarkan Ibu, Saga juga bukan orang yang jahat. Dia baik dan masa depannya cerah. Kamu akan bahagia kalau menikah sama dia" tutur Lastri membuat Arana membulatkan matanya."Sepert
Flashback off. "Sejak saat itu hubungan Arana dan tante Ratih memburuk." tutur Reza lalu menyesap kopi dari cangkirnya. Saga mengeratkan genggaman tangannya untuk menahan emosi yang bergemuruh di dadanya. Rasa bersalah menyesak di hati dan jiwanya. Sehingga membuatnya berulang kali menghela nafas panjang untuk mengurangi sedikit rasa sesak yang ada di dadanya. Dia tidak pernah menyangka jika perbuatannya membuat hidup Arana menderita. "Bagaimana dengan sekolah Arana?" tanya Saga, "Apa dia juga mengalami masalah di sekolahnya?" "Iya. Karena pernikahan kalian dilakukan sebelum kelulusan, membuat Arana selalu di cibir dan digunjing teman-teman saat kami datang ke sekolah sebelum acara kelulusan" tutur Reza. "Arana sebenarnya punya pacar, namanya Gibran. Dia senior kami di sekolah. Saat itu dia sudah kuliah di kota J dan Arana berniat menyusul untuk kuliah di sana juga. Tapi batal karena dipaksa menikah denganmu. Arana dan Gibran terpaksa putus tanpa kata alias gantung. Gibran tidak t