***
"Begitu caramu memperlakukanku?" tanya Kanaya, ia langsung menatap suaminya dengan tatapan yang kecewa.
"Maksudmu apa, sayang?" Raka bertanya balik, ia ingin memeluk Kanaya dan istrinya itu menolak. Raka menghela napas, ia tidak tahu kenapa istrinya tiba-tiba marah padanya. "Katakan apa yang membuatmu marah lagi?"
Kanaya tak menjawab, ia hanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Kanaya sudah bosan dan lelah karena Raka tak juga paham dengan sebab kemarahannya. Ia merasa hidup dengan Raka selama tujuh tahun seperti orang asing saja, merasa lelaki itu jauh dari jangkauannya. Raka sibuk dengan dunianya, bahkan hampir melupakannya dan kedua anak mereka. Kanaya ingin meluapkan amarahnya, namun ia tidak bisa... ia tak sanggup karena takut pada akhirnya akan kehilangan Raka.
Kanaya takut.
Raka tersenyum samar, ia tahu kemarahan Kanaya pasti ada sesuatu yang istrinya itu pendam terlalu dalam. Raka memang tak paham dengan bahasa diam yang sering diungkapkan oleh Kanaya. "Sayang, Mas harus bagaimana? Diammu itu membuat Mas bingung. Mas tidak bisa membaca apa yang ada dipikiranmu. Katakan saja semuanya! Katakan tanpa sisa dan tak perlu disimpan rapat-rapat dalam hati. Jangan memendamnya! Katakan semuanya!"
Kanaya hanya menatap Raka dengan tatapan kosong, jika memang mau, ia pasti akan mengungkapkan semua yang selama ini ada di dalam hatinya. Kanaya bingung harus memulainya dari mana dan ia bingung sebab banyak hal yang ingin ia tanyakan. "Apa di hatimu ada aku, Mas?" suara Kanaya bergetar.
Raka tersentak, ia tak percaya jika Kanaya mengatakan hal yang omong kosong seperti itu. "Sayang, kamu kenapa? Kenapa kamu bertanya hal yang sudah tahu jawabannya? Kamu tahu sendiri kan, Nay... Kamu adalah satu-satunya wanita yang ada di hati dan juga pikiranku. Hati dan pikiranku tidak akan pernah sudi memikirkan wanita lain. Hanya kamu yang selalu Mas rindukan. Kenapa kamu meragukannya?"
Kanaya tersenyum tipis, nyaris tidak terlihat di kedua sudut bibir indahnya, ia menghapus air matanya dengan jari-jarinya. "Aku mau pergi dulu sama anak-anak. Kamu jangan antar kami! Jika kamu memaksa, jangan harap nanti malam aku tidur satu kamar denganmu!" Kanaya mengancam Raka dengan wajahnya yang serius. Kanaya langsung merapihkan riasannya dan saat ia hendak melangkah pergi, Raka langsung mencegahnya dan memegang lengan Kanaya. "Kamu kenapa?" tanyanya dengan suara yang pelan.
Kanaya menggeleng lemah, ia langsung melepaskan tangan Raka. "Jangan bicara denganku dulu, Mas. Aku benci dipaksa!" Kanaya pergi, meninggalkan banyak tanya di hati Raka.
***
Raka masih melamun memikirkan alasan kemarahan Kanaya. Selama tujuh tahun pernikahannya selalu saja ada api kemarahan di hati Kanaya yang saat ini tidak bisa ia padamkan. Kemarahan Kanaya yang tiba-tiba dan juga sikap dinginnya itu terkadang menyala saat ibunya terlalu ikut campur dengan masalah rumah tangga mereka. Raka ingin menyelesaikan masalahnya dengan Kanaya, ia tidak ingin kemarahan Kanaya semakin berlarut-larut. Jika memang benar ia salah, maka Raka siap untuk meminta maaf dan kalau perlu berlutut pada Kanaya. Raka tidak ingin rumah tangganya yang sudah ia bina selama ini semakin tidak harmonis. Ia harus menemui istrinya dan menyusulnya, ia ingin memeluk Kanaya.
Baru saja Raka keluar dari kamarnya. Maharani-Ibunya sudah menarik tangannya dan menyuruh Raka duduk di ruang keluarga. "Kamu mau ke mana?"
"Mau jemput Kanaya dan anak-anak."
"Kan mereka baru ke luar. Tunggu saja, kamu harus bicara sama Ibu. Ibu sudah lama enggak bicara banyak hal sama kamu," kata Maharani.
"Kan Raka juga sibuk, Bu. Ini juga baru sampai rumah tadi jam tiga dini hari. Ngobrol sama Kanaya dan anak-anak pun terbatas," ungkap Raka menjelaskan alasannya.
"Ya Ibu harus jadi prioritasmu, Ka. Ibu itu nomor satu di atas istri dan anak-anakmu. Surgamu itu ada di Ibu," tukas Maharani.
Raka menghela napas pendek, sekali lagi ibunya cemburu. "Bu, surga Raka ada di Ibu dan juga Kanaya. Kalian berdua adalah jimat Raka. Dan kalian berdua pun sama-sama Raka prioritaskan. Jangan berpikir Raka itu mementingkan salah satu dari kalian. Jika Ibu meminta Raka memilih, Raka enggak sanggup."
"Kanaya itu kemarin Ibu nanya apa mau cari kerja saja karena kedua anaknya sudah besar kok tiba-tiba dia cemberut. Ibu enggak menyuruh dia kerja lagi! Dia itu sensitif sekali, padahal Ibu hanya tanya. Coba dulu kamu nurut sama Ibu untuk tidak cepat-cepat nikahin Kanaya," ujar Maharani kesal.
Raka langsung mengucapkan istighfar, ia menggelengkan kepalanya. Raka jelas kecewa dengan apa yang ibunya katakan tentang Kanaya. "Bu, jangan bicara begitu. Kanaya itu istri Raka, wanita yang Raka pilih untuk melengkapi ibadah Raka. Kanaya itu istri yang sangat nurut. Atas permintaan Raka, dia mau berhenti dari pekerjaannya di Bandung, padahal karirnya dulu sudah bagus. Demi Raka juga, dia mau tinggal satu atap dengan Ibu. Kanaya juga sudah melahirkan anak-anak Raka dengan mempertaruhkan nyawanya, anak-anak Raka itu cucu Ibu juga. Apa sampai saat ini Ibu masih belum sepenuhnya menerima Kanaya?" suara Raka terdengar kecewa.
"Ibu sudah menerima Kanaya sebagai menantu Ibu. Hanya saja sifat Kanaya yang banyak diam dan mudah tersinggung membuat Ibu agak kesal," balas Maharani.
"Bu, setiap manusia mempunyai watak yang berbeda-beda. Jangan tuntut Kanaya jadi orang yang ingin Ibu bentuk harus bagaimana dan juga harus sesuai yang Ibu inginkan," tukas Raka. "Raka mau pergi dulu, Bu. Assalamu'alaikum..." Raka mencium punggung tangan Maharani dan pergi tanpa membalas apa yang Maharani katakan.
Raka mulai berpikir, apa kemarahan Kanaya itu karena ibunya itu? Raka harus menemui Kanaya, ia ingin meminta maaf.
***
Kanaya terus saja menatap gelas kosong yang saat ini sedang ia pegang. Pikirannya terus saja mengingat ke wanita itu, wanita yang selama ini membayangi rumah tangganya. Wanita itu yang sampai detik ini terus saja menjadi hal yang paling ditakutkan olehnya. Kanaya takut jika Raka tidak sepenuhnya melupakan 'Manda' dengan mudah, ia takut jika pada akhirnya tahu kalau Raka menikah dengannya dulu karena keduanya saat itu sedang patah hati karena ditinggalkan oleh cinta pertama mereka masing-masing. Kanaya menghela napas panjang, ia tersenyum samar tanpa sadar.
"Kamu berantem lagi sama Raka?" tanya Alisya.
"Yah... begitulah."
"Karena wanita itu lagi?"
"Salah satunya."
"Mas Raka pasti sampai saat ini belum tahu kan kalau kamu takut kehilangan dia karena wanita itu?" tanya Alisya.
"Aku takut untuk mulai bicara padanya. Aku takut jika aku bicara semuanya, Mas Raka malah jujur dengan perasaannya, aku takut kehilangan dia, Sya."
"Nay, Mas Raka tidak mungkin masih mempunyai perasaan padanya. Apalagi rumah tangga kalian sudah berjalan tujuh tahun dan aku melihat Mas Raka sangat lembut memperlakukanmu. Jika ada yang mengganjal di hatimu katakan padanya! Jangan memendam sendirian, Mas Raka berhak tahu karena dia adalah suamimu."
"Kamu juga sendiri tahu, Sya. Kita bertemu karena dulu kita sama-sama patah hati karena ditinggalkan. Aku dulu tidak percaya lagi dengan apa yang namanya cinta karena seseorang di masa laluku pergi begitu saja. Mas Raka menyembuhkan luka yang sudah lama basah. Tapi, aku takut jika Mas Raka belum benar-benar sembuh. Mas Raka sangat mencintai wanita itu," ungkap Kanaya.
"Apa kamu juga sebenarnya belum sembuh, Nay?"
"Maksudmu?"
"Apa kamu juga masih menyimpan luka karena lelaki itu? Cinta pertamamu? Jangan-jangan tanpa sadar, kamu masih menempatkan mantanmu di tempat yang lain di hatimu, tempat yang tersembunyi." Alisya memperjelas pertanyaan.
'Apa benar aku masih tidak bisa melupakan Bara? Apa benar aku pun masih menyimpan luka karena kepergiannya?' tanya Kanaya dengan bimbang.
***
*** “Ayah… “ panggil Adam dan ia berlari menemui Raka dan memeluknya.Raka langsung memeluk anak bungsunya yang berumur empat tahun. Meski masih kecil, anak laki-lakinya sangat pandai bicara dan juga pintar.“Dek Adam sudah mandi?” tanya Raka sambil membelai wajah Adam lembut.“Dek Adam baru mandi, padahal mau Maghrib. Kanaya itu harus saja disuruh dan diingatkan,” celetuk Maharani, ia menghampiri Raka dan Adam sambil melipat koran yang berserakan di lantai.Raka menghela napasnya. “Bu, yang penting Adam sudah mandi, Kanaya juga kan masih ngurus Maryam, dia masih sakit.”“Istri zaman sekarang itu manja banget! Baru saja ngurus dua anak sudah kerepotan, istri zaman dulu itu bisa ngurus sepuluh anak sekaligus, tanpa pembantu atau ada yang jaga. Istrimu kamu obrolin dong, jangan malas, harus cekatan. Masa masak juga harus terus Ibu ajarkan,” keluh Maharani.“Bu, zaman kan sudah berubah. Jangan disamakan zaman dulu dengan zaman sekarang. Kanaya juga kan dia bisnis online, dia sibuk sama
*** “Tante makin cantik saja,” puji Adam pada Rieke. “Kamu juga makin lucu dan ganteng Adam,” balas Rieke. “Iya dong. Adam itu mirip anggota BTS. Tante kan suka teriak-teriak enggak jelas lihat laptop kalau nonton BTS,” timpal Adam dengan polosnya.Rieke langsung menepuk jidatnya, “Aduh, gue bikin ponakan terkena demam K-Pop.” “Tante, mau tinggal di sini?” lanjut Adam. “Iya, tapi enggak sekarang. Tante masih harus ngurus beberapa administrasi dulu. Kenapa? Adam pingin cepat-cepat sama Tante yah?” goda Rieke. “Iya. Habis kalau ada Tante, hidup Adam sangat terjamin,” balas Adam. Rieke mengerutkan keningnya. “Terjamin, kenapa?” “Kan Adam bisa jajan terus setiap hari. Jadi, kebutuhan jajan Adam dan juga kak Maryam terpenuhi dan sangat terjamin,” balas Adam dengan tingkah lucunya. “Ya, Tuhan! Kamu masih kecil suka pintar merayu, bagaimana kalau sudah besar!” keluh Rieke.Adam hanya cengengesan saat Rieke menatapnya dengan sebal. Maharani masuk ke kamar Rieke, “Rieke, ayo kita maka
*** “Sudah sore, kamu enggak dicariin suamimu, Nay?” tanya Alisya.“Anak-anak masih betah di rumahmu, Sya. Enggak apa-apa, kan?” Kanaya balik bertanya.“Kamu lagi marahan yah sama Raka?”Kanaya menggeleng lemah, “Enggak kok, Sya. Aku hanya bosan di rumah, sudah lama enggak ketemu kamu. Aku kangen,” balas Kanaya.Alisya langsung menghela napas, “Kamu tahu, Nay. Jika ada masalah itu selesaikan secara tuntas, jangan dibiarkan atau didiamkan, semua masalah akan tambah rumit, jika kalian tak menyelesaikannya. Jangan menambah masalah dengan berdiam diri atau membiarkan begitu saja. Kamu dan juga Raka akan sama-sama terluka dan salah paham, aku tahu kamu tipe orang yang suka memendam masalah seorang diri. Tapi, enggak salahnya kamu sampaikan apa yang kamu tidak suka dan membuatmu kesal pada suamimu. Suamimu berhak tahu, Nay.”Kanaya hanya menyimpulkan senyum. “Saat ini aku sedang lelah, Sya. Mas Raka tidak peka dan juga dia tahu apa permasalahannya. Aku hanya ingin pindah dan tidak satu rum
*** Semalam Raka tidak bisa tidur, ia terus saja melihat ponsel-nya, berharap Kanaya membalas pesannya. Raka hanya bisa menghela napas, saat tanda centang satu yang terlihat. Itu menandakan ponsel Kanaya tidak aktif. Entah sudah berapa kali, ia mencoba menghubungi istrinya, tapi Kanaya tidak meresponnya sama sekali.Raka langsung bergegas pergi ke luar rumah, harusnya Minggu ini ia masuk kantor untuk persiapannya berangkat ke luar kota untuk urusan dinas. Tapi, saat ini tanggung jawabnya yang utama adalah meredakan kemarahan istrinya.Raka terus memacu mobilnya, ia sangat rindu Kanaya dan juga kedua anaknya. Raka menyesal, kenapa ia hanya sibuk memikirkan pekerjaannya dari pada keluarganya. Ia sadar, bahwa keluarga adalah nomor satu di atas kepentingan apapun.Raka memencet bell rumah Alisya, tak lama Alisya membuka pintu dan terkejut melihat kedatangannya.“Mas Raka,” ucap Alisya terkejut.Raka tersenyum. "Kanaya sama anak-anak ada?” Alisya mengangguk, “Ada, Mas. Masuk saja, seper
*** Akhirnya Raka bisa melihat senyum mengembang di wajah Kanaya, kedua anaknya pun sangat bahagia karena mereka bisa jalan-jalan dengannya. Raka memang salah, ia tidak menyempatkan waktu yang banyak untuk keluarga kecilnya. Semua disebabkan oleh proyek yang sedang dikerjakannya di kantor.Maryam dan Adam terus saja bermain dengan riang di wahana permainan di salah satu Mall besar di Jakarta. Kanaya dan Raka melihatnya sambil mengulas senyum.“Mas, ke Riau berapa lama?” tanya Kanaya.“Seminggu, Sayang. Insya Allah Senin pagi sudah di Jakarta lagi, mau dibawa oleh-oleh apa?”Kanaya menggeleng lemah, “Aku maunya Mas pulang cepat saja,” sahutnya manja.Raka tertawa pelan, lalu ia genggam erat tangan Kanaya dan mengecupnya. “Nanti setelah proyek ini selesai, kita jalan-jalan ke Bali, kamu mau?” Kedua mata Kanaya membulat sempurna dan di mata Raka itu sangat menggemaskan. “Mau banget, Mas. Sudah lama kita tidak liburan bareng-bareng. Tapi, kapan proyeknya selesai?” tanya Kanaya."Akhir
*** Zul baru saja selesai mandi, ia terkejut saat melihat Alisya menangis sesenggukan. “Sya, kenapa menangis?” tanya Zul nenatap istrinya.Alisya tak menjawabnya, ia hanya menunjukan ponsel suaminya, “Siapa orang yang mengirim pesan padamu? Kenapa kamu menamakannya dengan emoji hati?’ suara Alisya bergetar.Zul langsung menghampiri istrinya, “Kontak di ponsel Abang semuanya pakai nama, enggak ada yang aneh-aneh,” sahutnya heran.“Kamu pikir, aku bodoh dan mudah ditipu?” lalu, ini apa?” teriak Alisya.“Alisya, jangan marah dulu! Sini Abang lihat, siapa memangnya yang kirim pesan,” kata Zul dengan lembut.“Jangan mencari alasan, kamu! Katakan siapa perempuan itu? Apa dia yang menjadi kamu jarang pulang ke rumah? Apa kamu selingkuh?” cerca Alisya menatap tajam.“Sya, Istighfar … kita bicarakan baik-baik dulu! Abang lihat dulu siapa yang kirim, nanti setelah tahu siapa yang kirim pesan ini, kamu bebas mau marah atau benci sama Abang,” ucap Zul lembut.“Kenapa ponselmu menggunakan kata sa
*** Bara tersenyum saat Kanaya terkejut karena dirinya belum juga menikah. “Kamu kenapa terkejut gitu, Nay?” tanyanya.“Tentu saja aku terkejut. Bukankah kamu lelaki yang nyaris sempurna, jadi kalau mau mencari perempuan manapun untuk dijadikan istri pasti enggak sulit,” jawab Kanaya.“Perempuan banyak, Nay. Tapi, kalau hati enggak sreg ya mau gimana. Lagian aku harus benar-benar mencari istri yang pas, aku tidak mau asal-asalan,” ujar Bara.“Benar sih, menikah itu ibadah seumur hidup, jadi jangan asal ada atau dikejar usia untuk memutuskan menikah. Tapi, jangan sampai kamu ingin yang sempurna. Saat kamu menemukan seseorang dan kamu merasa dia kurang apa gitu, kamu mundur lagi. Aku harap alasanmu belum menikah bukan karena hal itu lagi,” ucap Kanaya.Bara menatap netra Kanaya dengan lembut. “Kamu nyindir aku, Nay? Kamu masih ingat dengan kandasnya hubungan kita di masa lalu?” Kanaya menggeleng pelan. “Aku hanya mengingatkanmu saja. Jangan sampai kisah yang lalu terulang lagi. Aku en
*** Raka sudah sampai di Jakarta, ia sangat sibuk sampai dari bandara langsung pergi ke kantor. Masih banyak hal yang ingin dikerjakan. Raka ingin pekerjannnya selesai, ia ingin menikmati banyak waktu yang luang bersama istri dan kedua anaknya.“Pak Raka!” seru Andien, ia adalah salah satu staf di divisi-nya.“Kenapa kamu melihat saya kayak lihat hantu?” celetuk Raka.“Bb..bukan maksud saya begitu, Pak. Saya kaget karena Bapak sangat pagi sekali di kantor. Saya pikir Bapak masih di rumah,” jawab Andien dengan sopan.“Saya langsung ke kantor, masih banyak berkas yang harus saya tanda tangani, sampai bandara itu Subuh, jadi kalau pulang ke rumah bisa siang datang ke kantor,” kata Raka membeberkan alasannya.‘Tumben banget Pak Raka langsung datang ke kantor, bukan ke rumah. Apa Pak Raka sedang ada masalah dengan Bu Kanaya yah?’ batin Andien bertanya.“Kamu kenapa melamun gitu?” tanya Raka.Andien langsung tersenyum kikuk, ia merasa kecolongan. “Enggak, Pak. Saya datang ke ruangan Bapak
***"Ini minum!" Kanaya menyerahkan segelas cappucino pada Bara.Bara mengangguk dan langsung meminumnya. Beberapa menit, mereka terdiam. "Aku itu memang manusia yang selalu membuat siapapun sial ya, Nay. Benar kata Daniel, kalau aku terlahir membawa kesialan bagi orang yang ada di sisiku.""Kamu bukan Tuhan dan Tuhan pun tak pernah menciptakan manusia untuk terlahir membawa sial," tukas Kanaya."Tapi aku berbeda, Nay. Aku membuat siapapun yang di dekatku menderita. Mulai dari kamu yang menderita karena aku. Mami yang bertahan menanggung luka demi aku dan sekarang Cherry. Dia menyelamatkanku dan mengorbankan dirinya, bahkan calon anak kami pun ikut jadi korban. Sepertinya aku hidup pun tak layak.""Kamu harus bersyukur, Bara. Kamu dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayangimu. Apalagi Cherry, istrimu itu begitu mencintaimu, dia menganggap saat ini kamu membencinya karena dia keguguran. Tidak ada pun rasa dendam padamu, dia benar-benar mengkhawatirkanmu," ungkap Kanaya."Nay, ap
***"Kalian yang menjadi penyebab kenapa aku bisa begini!" ungkap Daniel."Kenapa kamu menyalahkan kami karena kemalanganmu, Ha! Kamu sendiri lah yang tahu bagaimana cara untuk membahagiakan diri sendiri. Jangan menyalahkan kemalanganmu pada siapapun!" balas Bara.Melihat keduanya semakin memanas membuat Veronica berusaha untuk menengahinya. "Sudah, kalian jangan bertengkar di depan orang yang sedang sakit," pintanya. "Daniel karena kamu sudah datang untuk menjenguk om, ayo kita makan malam. Tante sudah masak hari ini. Pasti kamu belum makan kan?""Jangan berpura-pura peduli denganku, Tante! Aku tahu selama ini perhatianmu itu palsu dan tak tulus. Kamu hanya ingin anakmu bahagia dan mengorbankan perasaanku, kan? Kamu hanya berpura-pura menyayangiku!" sahut Daniel dengan intonasi suara yang meninggi."Jangan membentak mamiku! Kamu tidak berhak untuk membentaknya!" geram Bara."Oh, kamu cemburu selama ini, kan? Cemburu pada perhatian kedua orang tuamu yang lebih padaku? Kamu ingin meng
***Akhirnya Gibran dan Mutia sah menjadi suami istri. Rasa bahagia campur haru terus saja menyelimuti kedua keluarga keduanya. Apalagi Asep, ia merasa bangga pada anak bungsunya yang begitu lantang saat mengucapkan ijab Kabul."Akhirnya ya, sekarang enggak jomlo dan galau lagi," goda Kanaya sambil terkekeh."Memangnya a Gibran pernah galau, Teh?" tanya Mutia penasaran."Pernah dan galaunya Gibran itu sampai enggak mau makan dan ngurung diri di kamar," jawab Kanaya, ia sengaja menaikkan volume suaranya agar Gibran mendengarnya dengan sangat jelas."Apaan sih, Teh. Teteh mah ngarang! Siapa juga yang galau sampai enggak mau makan," sahut Gibran protes. "Jangan percaya sama teteh ya, geulis (cantik)," tambahnya menatap mesra sang istri."Dih, ngarang dari mana coba! Kalau Teteh ngarang, lalu ucapan mama sama papa disebut apa? Halu?" tukas Kanaya."Teteh bisa diam tidak? Sudah, itu kan zaman Gibran masih labil," ucap Gibran. Ia tidak mau sampai Kanaya terus membahasnya karena takut rahasi
***Pembatalan pernikahan yang diumumkan oleh keluarga Kimberly membuat publik heboh lagi. Publik sudah menduganya karena memang video dan foto tak senonoh yang tersebar itu memang milik Daniel dan mantan kekasihnya. Hal itu sudah dipertegas juga oleh pihak kepolisian dan Daniel pun sudah dimintai keterangan dari pihak berwajib.Daniel diam seribu bahasa saat para awak media terus saja mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Kali ini sikap Daniel tak bersahabat, ia berbeda seratus delapan puluh derajat yang biasanya selalu bersikap ramah.Daniel masuk ke mobilnya, hari ini ia sudah janjian bertemu dengan Kim. Daniel yakin pernyataan keluarga besar Kim itu bukan dari perempuan itu.Daniel sudah datang ke salah satu restoran privat, tampak di sana sudah ada Kim yang sudah menunggunya. Daniel senang karena akhirnya ia bisa bertemu dengan calon istrinya itu."Sayang, kamu nunggu lama ya? Maaf ya, aku harus sembunyi-sembunyi menemuimu karena para wartawan terus saja membututiku," ucap Danie
***Berita pagi ini membuat publik sangat heboh. Publik terkejut dengan tersebarnya video dan foto tidak senonoh dari Daniel dan Lucy. Tampak terlihat keduanya dengan jelas adalah pemeran dari video-video itu. Awalnya saat satu foto tersebar, publik menganggap itu hanya foto editan untuk merusak rencana pernikahan Daniel dan Kimberly, namun saat foto dan video lain tersebar membuat publik jadi yakin bahwa keduanya memang pelaku dari video tak senonoh tersebut.Daniel geram karena ponselnya pagi ini sering berdering dan ia terkejut karena berita pagi ini terus saja memojokannya.'Kenapa sampai tersebar berita sialan itu, Ha? Apa kamu belum juga mengurus si jalang itu dan keluarganya?' bentak Daniel, ia memaki asistennya di telepon.'Maaf, Tuan. Berita itu begitu tersebar tanpa bisa saya kendalikan. Saya juga sulit menemukan perempuan itu,' jawabnya.'Kamu tak bisa langsung membungkam media? Harusnya kamu langsung suap mereka dan meminta meraka untuk menghapus berita sialan itu! Kalau p
***Cherry merasa kepalanya pusing dan badannya terasa berbeda. Mood-nya pun kadang tak stabil. Tak jarang ia selalu ketus pada suaminya. Beruntung Bara hanya diam, marahnya lelaki itu hanya mengepalkan tangannya dan meninju ke sembarang tempat.Sebenarnya dua hari ia sempat beli tespack, tapi tak pernah ia pakai karena takut kecewa. Atas saran dari Kanaya karena melihat gejala yang dialaminya seperti sedang hamil.Cherry menghela napas panjang, pagi ini ia harus berani dan jika pun nanti hasilnya tak seperti yang ia harapkan, Cherry tak akan kecewa. Ditatapnya Bara yang sedang tertidur pulas di sampingnya. "Semoga ada kabar bahagia untuk kita, Kak," gumamnya tersenyum dan ia hati-hati turun dari atas kasur.Dua puluh menit Cherry masih di dalam kamar mandi. Bara yang sudah terbangun pun mencari keberadaan istrinya itu. Tampak Cherry ke luar dari kamar mandi dengan wajah yang Bara duga sedang ada masalah."Kamu kenapa? Sakit?" tanya Bara.Chery tersenyum tipis. "Kak pagi ini bisa anta
***Raka saat ini sedang menunggu seseorang di sebuah cafe. Semalam ia tidak bisa tidur saat Kanaya menceritakan dengan detail tentang pertemuannya dengan Daniel. Raka merasa beruntung karena saat ini Kanaya tak menyembunyikan rahasia apapun darinya.Raka sudah menunggu kurang lebih lima belas menit, lelaki itu tak kunjung datang. Tak lama datanglah orang yang ia tunggu kedatangannya."Maaf agak telat," ucapnya beralasan."Tak masalah, hanya lima belas menit menunggumu," balas Raka. "Mau pesan apa?" tanyanya."Capuccino panas saja," jawabnya. Raka langsung memanggil pelayan dan mengatakan pesanannya, setelah pelayan pergi, barulah Raka mulai bicara serius. "Maaf menganggu waktumu, pasti kamu bingung kenapa tiba-tiba aku menghubungimu dan meminta untuk bertemu," ucapnya."Iya, ada hal yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Bara."Banyak, apalagi ini menyangkut istriku," jawab Raka."Ada apa dengan Kanaya?" tanya Bara, ia merasa cemas jika terjadi sesuatu pada Kanaya."Dia tak kenap
***"Ternyata capek ya ngurus lamaran juga. Apalagi nanti kalau nikah," keluh Rieke."Kalau memang ingin di handle sendiri ya pasti capek, tapi nanti ada kepuasan sendiri setelah semua yang kamu susun itu berhasil dengan sempurna," ujar Kanaya."Iya, Nay. Aku ingin pernikahanku ini benar-benar berkesan. Biar aku ingat terus," timpal Rieke. "Dulu saat kamu dan mas Raka nikah, apa secapek ini?" tanyanya penasaran.Kanaya mengangguk. "Pasti capek, stres karena ngurus sendiri. Ada yang salah dikit, cemasnya luar biasa. Takut saja ada yang kurang," jawabnya tersenyum."Iya, sih. Kita kan enggak pakai jasa WO. Aku sih ditawarin sama teman, tapi aku menolak karena memang ingin mengurusnya sendirian," sahut Rieke."Tapi nanti jangan kecapean ya! Kamu kan calon pengantinnya, harus sehat biar enggak sakit. Jangan kayak aku, pas acara berakhir kan masuk rumah sakit karena kelelahan," ucap Kanaya mengingatkan."Iya, Nay. Nanti kalau seminggu mau mendekati hari H-nya, aku mau istirahat full di rum
***Publik heboh dengan berita rencana pernikahan Daniel dengan Kimberly. Publik tak menyangka bahwa perjalanan si lelaki playboy itu akhirnya berhenti di hati Kimberly. Padahal yang publik ketahui bahwa selama ini Daniel selalu mengatakan bahwa lelaki itu akan melajang dan tak ingin menikah sama sekali.Berita yang menjadi hot topik itu tentu saja membuat siapapun ingin tahu dan membayangkan bahwa pesta pernikahan keduanya pasti akan digelar sangat mewah, tak kalah dari pesta pernikahan Bara dan juga Cherry."Daniel..." Kim memanggil calon suaminya itu dengan lembut."Ada apa, Honey?" tanya Daniel menatap Kim mesra."Apa kamu serius menikah denganku?" tanya Kim menatap ragu.Daniel tersenyum. "Bukankah aku sudah datang menemui kedua orang tuamu di Jerman? Aku menemui mereka tanpa diketahui kamu. Aku serius denganmu, apa kamu masih meragukan ketulusanku?"Kim menggelengkan kepalanya. "Aku hanya tak yakin saja dengan rencana ini yang tiba-tiba. Apa kamu benar-benar melabuhkan hatimu pa