“Sudah sore, kamu enggak dicariin suamimu, Nay?” tanya Alisya.
“Anak-anak masih betah di rumahmu, Sya. Enggak apa-apa, kan?” Kanaya balik bertanya.
“Kamu lagi marahan yah sama Raka?”
Kanaya menggeleng lemah, “Enggak kok, Sya. Aku hanya bosan di rumah, sudah lama enggak ketemu kamu. Aku kangen,” balas Kanaya.
Alisya langsung menghela napas, “Kamu tahu, Nay. Jika ada masalah itu selesaikan secara tuntas, jangan dibiarkan atau didiamkan, semua masalah akan tambah rumit, jika kalian tak menyelesaikannya. Jangan menambah masalah dengan berdiam diri atau membiarkan begitu saja. Kamu dan juga Raka akan sama-sama terluka dan salah paham, aku tahu kamu tipe orang yang suka memendam masalah seorang diri. Tapi, enggak salahnya kamu sampaikan apa yang kamu tidak suka dan membuatmu kesal pada suamimu. Suamimu berhak tahu, Nay.”
Kanaya hanya menyimpulkan senyum. “Saat ini aku sedang lelah, Sya. Mas Raka tidak peka dan juga dia tahu apa permasalahannya. Aku hanya ingin pindah dan tidak satu rumah dengan ibu mertua, itu saja permintaanku.”
“Kamu obrolin baik-baik, jangan diam dan membuat suamimu menerka-nerka, Nay. Kita itu seorang istri dan sudah hak kita juga didengarkan oleh suami. Jangan takut kecewa, jika kamu bicara baik-baik, aku yakin suamimu akan mencari solusinya,” ucap Alisya.
“Aku tidak yakin, Nay. Ibu itu kan janda, mana tega Mas Raka ninggalin ibu di rumah sendirian,” balas Kanaya.
“Kamu tidak sreg sama ibu mertua itu karena apa?” tanya Alisya.
“Banyak, Sya. Pola berpikir kita, mendidik anak dan juga masalah sepele pun kita selalu berdebat. Aku hanya bisa pasrah dan ngalah. Tapi, lama-lama sabarku ada batasnya,” jawab Kanaya.
“Kamu ngobrol baik-baik sama suamimu. Adanya masalah dalam rumah tangga itu, diselesaikan berdua, bukan seorang saja,” usul Alisya.
“Mas Raka sangat sibuk, dia sering ke luar kota untuk perjalanan dinas dan sering lembur. Jadi, waktu dia di rumah hanya untuknya istirahat dan sama ibu saja, sedangkan denganku__” Kanaya tak sanggup melanjutkan ucapannya lagi.
Alisya langsung memeluk sahabatnya itu. “Jangan ditahan! Menangislah, aku tahu kamu memendam semuanya sendirian, jangan malu menangis di depanku,” ucapnya menguatkan.
“Aku dan anak-anak menginap di rumahmu yah?” tanya Kanaya dengan terisak.
“Kamu sudah minta izin suamimu?” tanya Alisya.
Kanaya menggelengkan kepalanya. “Nanti saja agak malam, biar dia tidak jemput aku dan anak-anak ke sini.”
Alisya menggelengkan kepalanya, “Aku menolak, jika kamu belum minta izin dari suamimu. Kamu itu ada suami yang bertanggung jawab, Nay. Jadi, hal sekecil apapun harus izin suami. Kalau Raka kasih izin, kamu dan anak-anakmu bebas menginap di rumahku,” janji Alisya.
Kanaya mengangguk samar, ia ragu memberitahukan suaminya perihal ia akan menginap di rumah Alisya. Apalagi rencananya ini dadakan. Dengan berat hati, Kanaya mengirim pesan pada suaminya.
“Sudah?” tanya Alisya dan Kanaya hanya menjawab dengan sebuah anggukan kepala.
***
Di rumah, Raka terus saja gelisah menunggu pesan dari Kanaya. Sudah mau Maghrib, tapi istrinya tidak juga memberi kabar. Raka langsung mengecek ponsel-nya dan ia membuka pesan dari Kanaya.
‘Mas, aku dan anak-anak malam ini menginap di rumah Alisya. Dia dan Fatih sendirian di rumah.’
Raka langsung terdiam, pesan yang ia baca membuat ia yakin bahwa Kanaya memang sedang marah padanya. Tanpa pikir panjang, Raka langsung mengambil kunci mobil, ia akan menjemput istri dan anak-anaknya, ia tidak mau malam ini tidak bisa tidur dengan nyenyak, apalagi permasalahannya dengan Kanaya semakin rumit.
“Mau ke mana, Raka?” tanya Maharani.
“Mau jemput Kanaya, Bu,” jawab Raka.
“Kanaya sama anak-anak ke mana?”
“Di rumah Alisya, tapi Raka mau jemput saja.”
“Mereka mau nginap di sana?”
“Iya, tapi Raka enggak akan kasih izin, biar Raka jemput mereka.”
“Kalau mau nginap di temannya, jangan dilarang. Kasihan, mungkin Kanaya butuh ketemu teman-temannya. Kamu di rumah saja, kita ada tamu sebentar lagi,” pinta Maharani.
“Tamu? Siapa?” kening Raka mengerut.
“Manda. Dia mau mampir ketemu Ibu sebentar. Kamu harus ketemu dulu, kan kamu temannya,” jawab Maharani.
Raka menghela napas, “Bu, enggak enaklah, Raka dan Manda itu masa lalu, lagian kalau Kanaya tahu, Raka enggak enak,” tolak Raka.
“Memangnya kalian mau ngapain? Kan, Cuma ketemu. Kalian juga bukan selingkuh di belakang Kanaya, ada Ibu dan juga Rieke. Lagian Kanaya tidak akan tahu, dia lagi nginap di rumah temannya. Sudah, kamu ketemu sebentar saja sama Manda, jangan ngebantah!”
Raka langsung diam, ia tidak mengerti dengan jalan pikiran ibunya. Padahal, ibunya tahu kalau Kanaya sangat cemburuan.
Setengah jam berlalu, Manda datang dan disambut hangat oleh Maharani. Maharani langsung memeluk dan mempersilahkan perempuan itu masuk.
“Ibu, apa kabar?” tanya Manda dengan sopan.
“Alhamdulillah, Ibu baik. Kamu bagaimana kabarnya? Kamu makin cantik dan tambah muda saja, Manda,” puji Maharani.
“Ibu kalau muji itu suka bikin saya malu saja,” sahut Manda. “Alhamdullilah saya baik, Bu. Justru saya kaget karena Ibu itu tidak berubah sama sekali, tambah cantik.”
“Kamu itu bercanda dengan Ibu, Ibu sudah tua gini, sudah punya 5 cucu loh,” timpal Maharani.
“Saya serius, Bu. Ibu makin cantik,” puji Manda.
“Kak Manda,” sapa Rieke.
“Rieke, ah … kamu makin cantik yah,” balas Rieke sambil cium pipi kiri dan kanan.
“Kak Manda yang cantik, Kak Manda kayak umur 17 tahun saja mukanya, aku iri,” ucap Rieke.
“Dari dulu, bibir kamu selalu manis saja yah, Rieke. Tidak berubah,” kata Manda sambil terkekeh.
“Kak Manda memang tahu segalanya,” timpal Rieke sambil terkekeh.
"Rieke, panggil Mas-mu, bilang ada Manda,” pinta Maharani.
“Iya, Bu.”
Tak lama, Raka datang dan ia bersalaman dengan Manda.
“Apa kabarmu, Manda?” tanya Raka basa-basi.
“Baik, Ka. Kamu apa kabar? Katanya, sudah jadi PPK yah? Selamat yah atas jabatan barunya.”
“Terima kasih,” balas Raka singkat.
“Mana istri dan anakmu?” tanya Manda.
“Dia sedang menginap di rumah temannya, kebetulan cucu-cucu Ibu ikut juga,” Maharani malah yang menjawabnya.
“Oh … padahal hari Sabtu dan ada Raka, harusnya kalian habiskan waktu bersama, jangan malah sibuk masing-masing,” kata Manda.
“Aku tidak masalah, lagian istriku jarang banget menginap di rumah temannya,” balas Raka mulai agak kesal.
“Kamu memang terlalu baik Raka, dari dulu tidak pernah berubah sama sekali, beruntung istrimu mendapatkan suami sabar dan pengertian sepertimu,” puji Manda.
“Justru aku yang beruntung mendapatkan istri seperti Kanaya, karena dia adalah istri yang penurut dan juga sabar, jika bukan Kanaya, mungkin aku tidak akan kuat,” balas Raka memuji istrinya terang-terangan.
Manda tersenyum dengan kikuk, ia tidak menyangka sama sekali lelaki dingin seperti Raka ternyata memuji istrinya begitu terang-terangan di depannya. Hatinya sedikit cemburu, sebab Raka terlihat begitu memuja Kanaya.
“Aku ke kamar duluan yah, masih ada kerjaan yang harus aku selesaikan. Kamu bisa ngobrol dengan Ibu atau Rieke,” pamit Raka.
“Iya, tak masalah,” sahut Manda tersenyum.
***
Kanaya tak bisa memejamkan kedua matanya, ia melihat kedua anaknya yang tertidur pulas dengan perasaan nelangsa, kedua anaknya begitu tidur dengan damai membuat naluri keibuannya merasa haru.
“Maafkan, Bunda, Nak. Karena cemburunya Bunda membuat kalian jadi ikut kebawa. Bunda merasa menyesal, Bunda kangen ayah kalian,” ucapnya pelan sambil menitikan air matanya.
Kanaya menghela napas, ia ingin segera tidur agar besok pagi bisa pulang bertemu dengan suaminya dan meminta maaf. Kanaya merasa dirinya kekanak-kanakan dan tidak bisa bersikap dewasa.
Sebelum tidur, seperti biasa Kanaya mengecek media sosial dan ia melihat story media sosial milik Rieke, kedua matanya terkejut saat ia melihat potret yang sangat jelas itu.
Air matanya mengalir deras, detik ini ia ingin apa yang dilihatnya hanyalah mimpi buruk.
"Manda... perempuan itu!" lirihnya perih.
***
*** Semalam Raka tidak bisa tidur, ia terus saja melihat ponsel-nya, berharap Kanaya membalas pesannya. Raka hanya bisa menghela napas, saat tanda centang satu yang terlihat. Itu menandakan ponsel Kanaya tidak aktif. Entah sudah berapa kali, ia mencoba menghubungi istrinya, tapi Kanaya tidak meresponnya sama sekali.Raka langsung bergegas pergi ke luar rumah, harusnya Minggu ini ia masuk kantor untuk persiapannya berangkat ke luar kota untuk urusan dinas. Tapi, saat ini tanggung jawabnya yang utama adalah meredakan kemarahan istrinya.Raka terus memacu mobilnya, ia sangat rindu Kanaya dan juga kedua anaknya. Raka menyesal, kenapa ia hanya sibuk memikirkan pekerjaannya dari pada keluarganya. Ia sadar, bahwa keluarga adalah nomor satu di atas kepentingan apapun.Raka memencet bell rumah Alisya, tak lama Alisya membuka pintu dan terkejut melihat kedatangannya.“Mas Raka,” ucap Alisya terkejut.Raka tersenyum. "Kanaya sama anak-anak ada?” Alisya mengangguk, “Ada, Mas. Masuk saja, seper
*** Akhirnya Raka bisa melihat senyum mengembang di wajah Kanaya, kedua anaknya pun sangat bahagia karena mereka bisa jalan-jalan dengannya. Raka memang salah, ia tidak menyempatkan waktu yang banyak untuk keluarga kecilnya. Semua disebabkan oleh proyek yang sedang dikerjakannya di kantor.Maryam dan Adam terus saja bermain dengan riang di wahana permainan di salah satu Mall besar di Jakarta. Kanaya dan Raka melihatnya sambil mengulas senyum.“Mas, ke Riau berapa lama?” tanya Kanaya.“Seminggu, Sayang. Insya Allah Senin pagi sudah di Jakarta lagi, mau dibawa oleh-oleh apa?”Kanaya menggeleng lemah, “Aku maunya Mas pulang cepat saja,” sahutnya manja.Raka tertawa pelan, lalu ia genggam erat tangan Kanaya dan mengecupnya. “Nanti setelah proyek ini selesai, kita jalan-jalan ke Bali, kamu mau?” Kedua mata Kanaya membulat sempurna dan di mata Raka itu sangat menggemaskan. “Mau banget, Mas. Sudah lama kita tidak liburan bareng-bareng. Tapi, kapan proyeknya selesai?” tanya Kanaya."Akhir
*** Zul baru saja selesai mandi, ia terkejut saat melihat Alisya menangis sesenggukan. “Sya, kenapa menangis?” tanya Zul nenatap istrinya.Alisya tak menjawabnya, ia hanya menunjukan ponsel suaminya, “Siapa orang yang mengirim pesan padamu? Kenapa kamu menamakannya dengan emoji hati?’ suara Alisya bergetar.Zul langsung menghampiri istrinya, “Kontak di ponsel Abang semuanya pakai nama, enggak ada yang aneh-aneh,” sahutnya heran.“Kamu pikir, aku bodoh dan mudah ditipu?” lalu, ini apa?” teriak Alisya.“Alisya, jangan marah dulu! Sini Abang lihat, siapa memangnya yang kirim pesan,” kata Zul dengan lembut.“Jangan mencari alasan, kamu! Katakan siapa perempuan itu? Apa dia yang menjadi kamu jarang pulang ke rumah? Apa kamu selingkuh?” cerca Alisya menatap tajam.“Sya, Istighfar … kita bicarakan baik-baik dulu! Abang lihat dulu siapa yang kirim, nanti setelah tahu siapa yang kirim pesan ini, kamu bebas mau marah atau benci sama Abang,” ucap Zul lembut.“Kenapa ponselmu menggunakan kata sa
*** Bara tersenyum saat Kanaya terkejut karena dirinya belum juga menikah. “Kamu kenapa terkejut gitu, Nay?” tanyanya.“Tentu saja aku terkejut. Bukankah kamu lelaki yang nyaris sempurna, jadi kalau mau mencari perempuan manapun untuk dijadikan istri pasti enggak sulit,” jawab Kanaya.“Perempuan banyak, Nay. Tapi, kalau hati enggak sreg ya mau gimana. Lagian aku harus benar-benar mencari istri yang pas, aku tidak mau asal-asalan,” ujar Bara.“Benar sih, menikah itu ibadah seumur hidup, jadi jangan asal ada atau dikejar usia untuk memutuskan menikah. Tapi, jangan sampai kamu ingin yang sempurna. Saat kamu menemukan seseorang dan kamu merasa dia kurang apa gitu, kamu mundur lagi. Aku harap alasanmu belum menikah bukan karena hal itu lagi,” ucap Kanaya.Bara menatap netra Kanaya dengan lembut. “Kamu nyindir aku, Nay? Kamu masih ingat dengan kandasnya hubungan kita di masa lalu?” Kanaya menggeleng pelan. “Aku hanya mengingatkanmu saja. Jangan sampai kisah yang lalu terulang lagi. Aku en
*** Raka sudah sampai di Jakarta, ia sangat sibuk sampai dari bandara langsung pergi ke kantor. Masih banyak hal yang ingin dikerjakan. Raka ingin pekerjannnya selesai, ia ingin menikmati banyak waktu yang luang bersama istri dan kedua anaknya.“Pak Raka!” seru Andien, ia adalah salah satu staf di divisi-nya.“Kenapa kamu melihat saya kayak lihat hantu?” celetuk Raka.“Bb..bukan maksud saya begitu, Pak. Saya kaget karena Bapak sangat pagi sekali di kantor. Saya pikir Bapak masih di rumah,” jawab Andien dengan sopan.“Saya langsung ke kantor, masih banyak berkas yang harus saya tanda tangani, sampai bandara itu Subuh, jadi kalau pulang ke rumah bisa siang datang ke kantor,” kata Raka membeberkan alasannya.‘Tumben banget Pak Raka langsung datang ke kantor, bukan ke rumah. Apa Pak Raka sedang ada masalah dengan Bu Kanaya yah?’ batin Andien bertanya.“Kamu kenapa melamun gitu?” tanya Raka.Andien langsung tersenyum kikuk, ia merasa kecolongan. “Enggak, Pak. Saya datang ke ruangan Bapak
*** Kanaya tertegun sejenak, saat melihat status Whatsapp milik Andien, ia jelas melihat ada wanita itu, wanita yang menjadi mantan terindah dari suaminya, wanita yang dari awal pernikahan mereka masih saja namanya disebut oleh Raka.Kanaya kesal, ia merasa cemburu, apalagi saat Raka sulit untuk dihubungi. Kanaya langsung mengetik pesan, membalas status Whatsapp-nya Andien.Kanaya: Wah, sudah lama yah divisi kalian tidak makan siang bersama. Eh, itu ada yang baru, siapa?Tak lama berselang, balasan dari Andien masuk ke ponsel Kanaya.Andien: Iya, Bu. Hehehe. Kita makan-makan karena di traktir sama atasan yang baru, katanya untuk salam perkenalan. Namanya Bu Manda.Kanaya: Wah, nanti Bu Manda jadi atasan kamu dong yah? Posisinya apa?Andien: Pelaksana Teknik, Bu. Menggantikan Pak Hadi yang dipindahkan ke Bali.Kanaya: Ah, begitu. Ya sudah, selamat malam yah, Ndien. Maaf ganggu malam-malam.Andien: Selamat malam juga, Bu. Enggak ganggu kok, hehehe.Kanaya langsung cemburu, bagaimana bi
*** Pagi ini, Raka tidak bisa bekerja dengan maksimal. Lagi-lagi yang menyebabkan mood-nya jelek adalah diamnya Kanaya. Selepas Subuh, istrinya tidak bisa di hubungi. Chat darinya pun tidak terkirim. Raka sangat yakin, jika Kanaya marah padanya, istrinya selalu mendiamkannya tanpa sebab tanpa menjelaskan apa salahnya.Raka melewatkan sarapan pagi karena tidak ingin berdebat panjang dengan Maharani. Apalagi saat tahu bahwa saat ini Manda satu divisi dengannya, Maharani pasti akan bertanya dengan antusias.Raka berjalan tak semangat menuju kantin kantor, ia terus melihat ponselnya, berharap chat darinya terkirim. Sungguh, istrinya tak pernah mendiamkannya seperti itu. Ia bingung, kesalahan apa yang membuat Kanaya mengabaikannya?“Pak Raka!” sapa Manda sambil tersenyum.Raka membalas sapaan perempuan itu dengan menganggukan kepala dan tersenyum. Raka tidak ingin terlalu akrab dengan Manda, ia tidak ingin ada yang tahu juga kalau Manda adalah mantan kekasihnya, jika orang-orang di kan
*** Raka benar-benar stress, Kanaya tak menggubris panggilan darinya dari kemarin. Raka tidak mau masalah ini berlarut-larut, ia yakin kalau Kanaya memang marah padanya. Kanaya tak pernah mengabaikannya seperti ini, walaupun istrinya marah, itu hanya sebentar. Tapi, kali ini, Kanaya benar-benar tak membalas semua pesan darinya. Pekerjaannya yang hampir selesai, ia tunda sejenak. Hari ini ia harus ke Bandung, menanyakan langsung pada istrinya kenapa beberapa hari ini ia diabaikan.“Mas, mau ke Bandung nanti sore?” tanya Rieke.“Iya, sekalian ada rapat di sana, jadi bisa sekalian jemput Kanaya dan anak-anak,” jawab Raka.“Balik Jakarta berarti hari Minggu, ya?”“Insya Allah,” balas Raka. “Ibu mana?” tanyanya.“Ibu sudah pergi ke rumah Bude Ajeng pagi-pagi sekali,” jawab Rieke.“Tumben, biasanya ibu pergi selalu nunggu Mas berangkat,” ucap Raka heran.“Ibu kan lagi ngambek sama kamu, Mas,” timpal Rieke.“Ngambek sama Mas?” tanya Raka, ia menunjuk dirinya sendiri.“Iyalah sama Mas Raka,
***"Ini minum!" Kanaya menyerahkan segelas cappucino pada Bara.Bara mengangguk dan langsung meminumnya. Beberapa menit, mereka terdiam. "Aku itu memang manusia yang selalu membuat siapapun sial ya, Nay. Benar kata Daniel, kalau aku terlahir membawa kesialan bagi orang yang ada di sisiku.""Kamu bukan Tuhan dan Tuhan pun tak pernah menciptakan manusia untuk terlahir membawa sial," tukas Kanaya."Tapi aku berbeda, Nay. Aku membuat siapapun yang di dekatku menderita. Mulai dari kamu yang menderita karena aku. Mami yang bertahan menanggung luka demi aku dan sekarang Cherry. Dia menyelamatkanku dan mengorbankan dirinya, bahkan calon anak kami pun ikut jadi korban. Sepertinya aku hidup pun tak layak.""Kamu harus bersyukur, Bara. Kamu dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayangimu. Apalagi Cherry, istrimu itu begitu mencintaimu, dia menganggap saat ini kamu membencinya karena dia keguguran. Tidak ada pun rasa dendam padamu, dia benar-benar mengkhawatirkanmu," ungkap Kanaya."Nay, ap
***"Kalian yang menjadi penyebab kenapa aku bisa begini!" ungkap Daniel."Kenapa kamu menyalahkan kami karena kemalanganmu, Ha! Kamu sendiri lah yang tahu bagaimana cara untuk membahagiakan diri sendiri. Jangan menyalahkan kemalanganmu pada siapapun!" balas Bara.Melihat keduanya semakin memanas membuat Veronica berusaha untuk menengahinya. "Sudah, kalian jangan bertengkar di depan orang yang sedang sakit," pintanya. "Daniel karena kamu sudah datang untuk menjenguk om, ayo kita makan malam. Tante sudah masak hari ini. Pasti kamu belum makan kan?""Jangan berpura-pura peduli denganku, Tante! Aku tahu selama ini perhatianmu itu palsu dan tak tulus. Kamu hanya ingin anakmu bahagia dan mengorbankan perasaanku, kan? Kamu hanya berpura-pura menyayangiku!" sahut Daniel dengan intonasi suara yang meninggi."Jangan membentak mamiku! Kamu tidak berhak untuk membentaknya!" geram Bara."Oh, kamu cemburu selama ini, kan? Cemburu pada perhatian kedua orang tuamu yang lebih padaku? Kamu ingin meng
***Akhirnya Gibran dan Mutia sah menjadi suami istri. Rasa bahagia campur haru terus saja menyelimuti kedua keluarga keduanya. Apalagi Asep, ia merasa bangga pada anak bungsunya yang begitu lantang saat mengucapkan ijab Kabul."Akhirnya ya, sekarang enggak jomlo dan galau lagi," goda Kanaya sambil terkekeh."Memangnya a Gibran pernah galau, Teh?" tanya Mutia penasaran."Pernah dan galaunya Gibran itu sampai enggak mau makan dan ngurung diri di kamar," jawab Kanaya, ia sengaja menaikkan volume suaranya agar Gibran mendengarnya dengan sangat jelas."Apaan sih, Teh. Teteh mah ngarang! Siapa juga yang galau sampai enggak mau makan," sahut Gibran protes. "Jangan percaya sama teteh ya, geulis (cantik)," tambahnya menatap mesra sang istri."Dih, ngarang dari mana coba! Kalau Teteh ngarang, lalu ucapan mama sama papa disebut apa? Halu?" tukas Kanaya."Teteh bisa diam tidak? Sudah, itu kan zaman Gibran masih labil," ucap Gibran. Ia tidak mau sampai Kanaya terus membahasnya karena takut rahasi
***Pembatalan pernikahan yang diumumkan oleh keluarga Kimberly membuat publik heboh lagi. Publik sudah menduganya karena memang video dan foto tak senonoh yang tersebar itu memang milik Daniel dan mantan kekasihnya. Hal itu sudah dipertegas juga oleh pihak kepolisian dan Daniel pun sudah dimintai keterangan dari pihak berwajib.Daniel diam seribu bahasa saat para awak media terus saja mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Kali ini sikap Daniel tak bersahabat, ia berbeda seratus delapan puluh derajat yang biasanya selalu bersikap ramah.Daniel masuk ke mobilnya, hari ini ia sudah janjian bertemu dengan Kim. Daniel yakin pernyataan keluarga besar Kim itu bukan dari perempuan itu.Daniel sudah datang ke salah satu restoran privat, tampak di sana sudah ada Kim yang sudah menunggunya. Daniel senang karena akhirnya ia bisa bertemu dengan calon istrinya itu."Sayang, kamu nunggu lama ya? Maaf ya, aku harus sembunyi-sembunyi menemuimu karena para wartawan terus saja membututiku," ucap Danie
***Berita pagi ini membuat publik sangat heboh. Publik terkejut dengan tersebarnya video dan foto tidak senonoh dari Daniel dan Lucy. Tampak terlihat keduanya dengan jelas adalah pemeran dari video-video itu. Awalnya saat satu foto tersebar, publik menganggap itu hanya foto editan untuk merusak rencana pernikahan Daniel dan Kimberly, namun saat foto dan video lain tersebar membuat publik jadi yakin bahwa keduanya memang pelaku dari video tak senonoh tersebut.Daniel geram karena ponselnya pagi ini sering berdering dan ia terkejut karena berita pagi ini terus saja memojokannya.'Kenapa sampai tersebar berita sialan itu, Ha? Apa kamu belum juga mengurus si jalang itu dan keluarganya?' bentak Daniel, ia memaki asistennya di telepon.'Maaf, Tuan. Berita itu begitu tersebar tanpa bisa saya kendalikan. Saya juga sulit menemukan perempuan itu,' jawabnya.'Kamu tak bisa langsung membungkam media? Harusnya kamu langsung suap mereka dan meminta meraka untuk menghapus berita sialan itu! Kalau p
***Cherry merasa kepalanya pusing dan badannya terasa berbeda. Mood-nya pun kadang tak stabil. Tak jarang ia selalu ketus pada suaminya. Beruntung Bara hanya diam, marahnya lelaki itu hanya mengepalkan tangannya dan meninju ke sembarang tempat.Sebenarnya dua hari ia sempat beli tespack, tapi tak pernah ia pakai karena takut kecewa. Atas saran dari Kanaya karena melihat gejala yang dialaminya seperti sedang hamil.Cherry menghela napas panjang, pagi ini ia harus berani dan jika pun nanti hasilnya tak seperti yang ia harapkan, Cherry tak akan kecewa. Ditatapnya Bara yang sedang tertidur pulas di sampingnya. "Semoga ada kabar bahagia untuk kita, Kak," gumamnya tersenyum dan ia hati-hati turun dari atas kasur.Dua puluh menit Cherry masih di dalam kamar mandi. Bara yang sudah terbangun pun mencari keberadaan istrinya itu. Tampak Cherry ke luar dari kamar mandi dengan wajah yang Bara duga sedang ada masalah."Kamu kenapa? Sakit?" tanya Bara.Chery tersenyum tipis. "Kak pagi ini bisa anta
***Raka saat ini sedang menunggu seseorang di sebuah cafe. Semalam ia tidak bisa tidur saat Kanaya menceritakan dengan detail tentang pertemuannya dengan Daniel. Raka merasa beruntung karena saat ini Kanaya tak menyembunyikan rahasia apapun darinya.Raka sudah menunggu kurang lebih lima belas menit, lelaki itu tak kunjung datang. Tak lama datanglah orang yang ia tunggu kedatangannya."Maaf agak telat," ucapnya beralasan."Tak masalah, hanya lima belas menit menunggumu," balas Raka. "Mau pesan apa?" tanyanya."Capuccino panas saja," jawabnya. Raka langsung memanggil pelayan dan mengatakan pesanannya, setelah pelayan pergi, barulah Raka mulai bicara serius. "Maaf menganggu waktumu, pasti kamu bingung kenapa tiba-tiba aku menghubungimu dan meminta untuk bertemu," ucapnya."Iya, ada hal yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Bara."Banyak, apalagi ini menyangkut istriku," jawab Raka."Ada apa dengan Kanaya?" tanya Bara, ia merasa cemas jika terjadi sesuatu pada Kanaya."Dia tak kenap
***"Ternyata capek ya ngurus lamaran juga. Apalagi nanti kalau nikah," keluh Rieke."Kalau memang ingin di handle sendiri ya pasti capek, tapi nanti ada kepuasan sendiri setelah semua yang kamu susun itu berhasil dengan sempurna," ujar Kanaya."Iya, Nay. Aku ingin pernikahanku ini benar-benar berkesan. Biar aku ingat terus," timpal Rieke. "Dulu saat kamu dan mas Raka nikah, apa secapek ini?" tanyanya penasaran.Kanaya mengangguk. "Pasti capek, stres karena ngurus sendiri. Ada yang salah dikit, cemasnya luar biasa. Takut saja ada yang kurang," jawabnya tersenyum."Iya, sih. Kita kan enggak pakai jasa WO. Aku sih ditawarin sama teman, tapi aku menolak karena memang ingin mengurusnya sendirian," sahut Rieke."Tapi nanti jangan kecapean ya! Kamu kan calon pengantinnya, harus sehat biar enggak sakit. Jangan kayak aku, pas acara berakhir kan masuk rumah sakit karena kelelahan," ucap Kanaya mengingatkan."Iya, Nay. Nanti kalau seminggu mau mendekati hari H-nya, aku mau istirahat full di rum
***Publik heboh dengan berita rencana pernikahan Daniel dengan Kimberly. Publik tak menyangka bahwa perjalanan si lelaki playboy itu akhirnya berhenti di hati Kimberly. Padahal yang publik ketahui bahwa selama ini Daniel selalu mengatakan bahwa lelaki itu akan melajang dan tak ingin menikah sama sekali.Berita yang menjadi hot topik itu tentu saja membuat siapapun ingin tahu dan membayangkan bahwa pesta pernikahan keduanya pasti akan digelar sangat mewah, tak kalah dari pesta pernikahan Bara dan juga Cherry."Daniel..." Kim memanggil calon suaminya itu dengan lembut."Ada apa, Honey?" tanya Daniel menatap Kim mesra."Apa kamu serius menikah denganku?" tanya Kim menatap ragu.Daniel tersenyum. "Bukankah aku sudah datang menemui kedua orang tuamu di Jerman? Aku menemui mereka tanpa diketahui kamu. Aku serius denganmu, apa kamu masih meragukan ketulusanku?"Kim menggelengkan kepalanya. "Aku hanya tak yakin saja dengan rencana ini yang tiba-tiba. Apa kamu benar-benar melabuhkan hatimu pa