Brak! Pintu ruangan terbuka. Seorang pria masuk dengan senyum tipis di wajahnya. Ekspresi penuh kepuasan terus terlihat di sana. Pagi ini seolah menjadi pagi yang cukup menyenangkan baginya menjalani hidup, setelah hampir enam tahun hidup dalam kesuraman dan keterpurukan. Tangannya pun langsung meraih ponselnya kembali dan me atap foto seorang wanita yang tengah tersenyum. Perasaannya menghangat. Dia senang karena bisa melepas rindu dengan wanitanya, setelah sekian tahun tak bertemu. Namun sialnya, dia belum bisa bicara apa pun. Semua pertanyaan yang awalnya sudah dipersiapkan, langsung menghilang saat dia duduk berdampingan dengan wanita itu. Yang ada di pikirannya hanya dia ingin kembali mencumbunya seperti dulu dan ya, semua sesuai keinginan sialannya. Dia hilang kendali saat di hadapan wanita itu. "Kau tidak pernah berubah. Kau selalu tidak bisa menolakku," gumamnya sambil tersenyum puas. Senang saat apa yang terjadi, lebih dari yang dia harapkan. "Tapi kenapa selama aku di penj
"Daddy pulang!"Suara Keenan terdengar keras bersamaan dengan pintu rumah yang terbuka. Dia berjalan memasuki ruang tengah dan disambut oleh Javier serta Emily. "Daddy!"Keenan menyambut Javier yang berlari ke arahnya dengan senang. Mencium anak sambungnya itu tanpa ragu. "Daddy kangen.""Iel juga kangen Daddy. Kenapa Daddy pergi lama banget?""Daddy 'kan cari uang untuk kamu. Nih, lihat! Daddy bawain apa?" Keenan memperlihatkan dua buah paper bag besar ke arah Javier, yang berisi makanan dan satu lagi berisi kotak besar. Javier yang melihatnya, langsung antusias dan lantas membukanya tanpa pikir panjang. Hingga dia dibuat terkejut saat melihat mainan robot yang diidam-idamkannya. "Daddy, ini serius buat Iel?""Iya, kamu suka?""Ken, apa yang kaulakukan? Jangan manjakan Javier terus. Dia juga sudah besar, itu mainan anak kecil," ucap Emily yang mendekat dan melirik mainan di tangan sang anak. Entah sudah berapa banyak mainan yang dimiliki Javier saat mereka tinggal di sini. Seperti
"Javier?" "Hmpph!"Emily terkejut melihat putranya dengan sengaja membuang muka saat dipanggil. Seolah menunjukkan dengan jelas kekesalannya. Apa Javier masih marah soal tadi? Ini benar-benar memalukan. Gara-gara Keenan, anaknya jadi kesal. Emily menepuk keningnya saat teringat insiden memalukan tadi. Walau begitu, dia berusaha mendekati anaknya yang masih sibuk belajar. "Javier, ini sudah malam, tidurla—""Iel juga mau tidur, Mommy keluar saja.""Eh?" Emily mengedipkan matanya melihat Javier membereskan meja belajarnya dan berjalan anggun menuju ranjang. Anaknya itu menarik selimut, lalu memejamkan mata, seolah-olah menunjukkan kalau dirinya akan tidur. "Kamu nggak mau ditemani Mommy?""Iel udah besar, Iel nggak boleh manja," jawab Javier tanpa membuka matanya. Emily yang mendengar ucapannya anaknya, hanya tersenyum masam. Sedikit susah membujuk Javier ketika anaknya sedang kesal. Hingga dia akhirnya memilih mengalah untuk saat ini. "Ya sudah, Mommy keluar kalau gitu. Selamat malam
"Emily, aku ingin makan siang denganmu, bisa kau datang ke kantor sekarang?""Kenapa kau tidak datang saja ke sini atau minta ditemani oleh bawahanmu? Aku banyak kerjaan." Emily berdecak kesal saat dirinya mendapat panggilan dari Keenan ketika tengah bekerja. "Ayolah, aku sedang sibuk. Sekali-kali datang dan bawakan suamimu ini makan siang."Emily mencibir. "Kau manja sekali.""Aku tidak ingin berdebat denganmu.""Iya, iya, aku akan datang."Emily berdecak kesal dan langsung menutup panggilannya dengan cepat. Dia keluar dari ruangannya dan memanggil pelayan untuk meminta membuatkan makan siang Keenan. Namun saat dia akan berjalan keluar restoran, langkahnya dibuat terhenti oleh kehadiran lelaki yang memakai topi serta masker hitam kemarin. Pakaiannya sudah berbeda dan lebih rapi, tapi itu jelas lelaki kemarin. Tak beda jauh dengannya yang berhenti dan menatap penuh penasaran, lelaki itu juga ikut berhenti serta menatapnya. Sayangnya, kontak mata mereka hanya berlangsung sekilas, lel
"Ah, akhirnya Mama bisa melihat cucu Mama lagi, senangnya."Nyonya Silvi memecah keheningan di ruang makan, begitu acara makan malam itu selesai. Dia menunjukkan minatnya pada sang menantu dan Javier yang kini duduk diapit Keenan serta Emily. Senyum di bibirnya terlihat lebar, karena senang bisa melihat keduanya. Walau memang, acara makan ini sangat mendadak. "Iel juga senang bisa ketemu Oma," jawab Javier sambil tersenyum polos. "Ehem, hanya Oma? Bagaimana dengan Opa?" Tuan Vian berdehem pelan, bermaksud menarik perhatian Javier. "Opa juga! Iel senang ketemu Opa keren.""Kalau begitu, apa kamu mau main sama Opa?"Javier memekik senang dan bertepuk tangan. Dia mengangguk, lalu beranjak turun dari kursinya menghampiri tuan Vian. "Ayo, Opa! Iel mau!"Melihat Javier yang gampang akrab dengan orang tua Keenan, Emily hanya tersenyum. Dia senang, tapi juga sedih, dia takut mengecewakan kedua mertuanya yang sangat baik. Rasanya, Emily tidak pantas mendapat semua ini. "Emily, ngomong-ngom
"Pagi, bangunlah Emily.""Enggh.""Kau harus sarapan, bangunlah."Suara itu terus mengiang di telinganya. Mengganggu Emily yang masih sibuk memejamkan matanya, sampai kemudian dirasakannya kecupan ringan di pipi, lalu bibir. Dengan santai, dia membalas lumatan bibir itu sambil tersenyum. Coffee. Rasanya seperti cappucino. Emily membuka matanya dengan enggan tanpa melepaskan ciuman itu, sampai kemudian matanya terbelalak begitu mendapati siapa yang berciuman dengannya. Refleks, Emily melepaskan dirinya. "Ken, apa yang kaulakukan?" Emily memegang bibirnya dengan malu. Bisa-bisanya dia malah membalas ciuman itu. "Membangunkanmu, aku membawakan sarapan untukmu."Emily mengerutkan keningnya dan terduduk. Dia mengusap matanya sambil melirik ke arah jam. Hingga dia dibuat terkejut saat melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Bagaimana bisa dia baru bangun? Astaga, dia bahkan bangun kesiangan di rumah mertuanya. "Kenapa kau tidak membangunkanku, Ken! Ya ampun, ba
"Terima kasih pada semua orang yang telah hadir pada perayaan ulang tahun perusahaan Ferans Corporation yang ke 30 tahun. Saya Keenan Derrel Ferano, merasa sangat bangga pada semua karyawan yang telah bekerja keras memajukan perusahaan hingga saat ini. Saya harap, kita dapat terus bekerja sama ke depannya."Emily tersenyum lembut menatap Keenan yang begitu gagah serta serius memberikan sambutannya. Sang suami terlihat berbeda saat berada di hadapan semua orang. Tak dipungkiri, Keenan memiliki kharisma yang kuat, yang mampu membuat semua perhatian tertuju ke arahnya. Sosok yang sangat pantas menjadi pemimpin. Emily bukannya suka, tapi dia hanya menilai dari apa yang dilihatnya. Mungkinkah ini alasan sang anak menyukainya? "Bukankah Keenan sangat hebat?"Suara setengah berbisik, mengejutkan Emily. Dia tersadar dari lamunannya dan menoleh. Menatap ibu mertuanya yang tersenyum lebar saat melihatnya terus memerhatikan Keenan di atas podium. Javier yang duduk di sebelahnya pun begitu fokus
Dua orang pria dan wanita tampak tengah asyik bergumul di atas ranjang hotel. Suara erotis keduanya terdengar cukup jelas seiring dengan ranjang yang ikut bergoyang. Tidak ada satu pun dari mereka yang ingat soal pesta, keduanya sama-sama sibuk mencari kepuasan. Menjalin hubungan terlarang. Sang wanita berusaha keras menahan suara manjanya dan memilih menyembunyikan wajahnya di balik bantal, tanpa berusaha menghentikan pria yang tengah menikmati tubuhnya. Hingga akhirnya, semua berhenti dengan sendirinya saat si pria itu mengerang keras dan menanamkan benihnya pada si wanita. Bagai tak malu, keduanya berpelukan dan saling mencium. "C-cukup, James. Aku lelah," ucap si wanita, yang tidak lain adalah Emily. Wanita gila yang baru saja membiarkan lelaki lain menyentuh tubuhnya selain Keenan. Entah bagaimana itu bermula, mereka sudah menciptakan hal yang mungkin akan menghancurkannya di kemudian hari. "Satu kali lagi, aku belum puas.""Tidak! Ini salah, aku tidak mau melakukannya lagi! Ke