Share

Salah Sangka

Penulis: Ranti Kurnia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Selepas membersihkan tubuhnya di kamar mandi, Clara iseng mengintip melalui jendela kamarnya. Kebetulan jendela kamar Clara menghadap ke arah depan, jadi sangat memudahkannya untuk melihat orang-orang yang ada di depan kos.

"Astaga. Ternyata manusia itu masih di sini." Clara cepat-cepat menutup gordennya sebelum Aldo tahu kalau sedang diintip.

Clara masih tak menyangka kalau Aldo masih bergeming di depan kosnya. Hmm... dasar manusia batu. Udah di usir juga, masih belum pergi.

Clara membuka pintu kamarnya. Kebetulan ada Vina-teman kosnya yang baru saja pulang.

"Vin..." panggil Clara lirih.

"Lo panggil gue?" tunjuk Vina pada dirinya sendiri. "Kenapa suara lo pelan banget sih, Ra?" Vina sedikit terkejut. Pasalnya Clara ini biasanya kalau ngomong keras, suka bikin telinga sakit.

"Tenggorokan gue lagi keganjel sama batu, jadi nggak bisa ngomong keras-keras," oceh Clara asal.

"Radang tenggorokan?" tebak Vina.

"Hmm," gumam Clara. "Gue mau minta tolong, boleh?"

"Beliin obat batuk apa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Siti Nurbaya   Aldo Dan Clara

    #Bab ini khusus cerita Aldo dan Clara ya. Selamat membaca teman-teman... Di balik sikapnya yang menyebalkan dan selalu membuat orang lain darah tinggi, ternyata Aldo sosok lelaki yang berhati baik. Tiga hari berturut-turut Clara menjumpai Aldo sedang menolong orang di jalan. Hari pertama, Clara melihat Aldo sedang membantu seorang ibu membawakan barang belanjaannya. Hari kedua, Clara melihat Aldo membantu seorang nenek menyebrang jalan. Hari ketiga, Clara melihat Aldo menyetep motor orang yang mogok di jalan. Kepedulian Aldo terhadap sesama membuat hati Clara tersentuh. Dia sama sekali tidak menyangka kalau bocah tengil seperti Aldo malah peduli terhadap orang lain.Clara segera berbalik arah, memilih putar balik agar Aldo tidak melihatnya. Namun siapa sangka, Aldo ternyata malah sedang mengejarnya.Brmm... "Ra..." Aldo mulai memelankan laju motornya."Mau ke mana?" tanya Aldo. "Cari makan.""Gue traktir yuk. Buruan naik."Clara hendak melayangkan protes. Dia berencana menolak aj

  • Bukan Siti Nurbaya   Tasyakuran Tujuh Bulanan

    Hari ini acara tujuh bulanan Andina. Orangtua Wildan datang untuk menyambut acara tasyakuran calon cucu mereka. Andina juga mengundang teman-teman kuliahnya, meskipun hanya sedikit yang dia undang. Maklum saja, Andina tidak terlalu dekat dengan orang lain. Berbeda dengan Adinda. Teman-teman Adinda, Wildan, dan Sena juga ikut datang meramaikan. Ya, mereka semua juga diundang oleh Andina. Tentunya mereka datang. Selain membantu mensukseskan acara ini, tujuan utama anak-anak kos itu tidak lain dan tidak bukan adalah makan gratis. Kaum hawa pun bahu membahu mengurusi masalah konsumsi. Sementara kaum adam ada di depan ikut pengajian. "Din, ini kue-kuenya taruh di depan sekarang apa nanti?" tanya Sasa. Adinda menengok ke depan. "Sekarang, Sa. Pengajiannya udah selesai. Ra, elo bantuin Sasa bawa kue-kue ini ya. Rin, elo bantuin gue bawa minumannya.""Siap, Din.""Soto ayamnya dibawa ke depan juga, Din?" tanya Nana-teman kuliah Andina. "Entar aja, Na, kalau udah selesai ngemilnya. Lo ba

  • Bukan Siti Nurbaya   Arga dan Clara

    Udara kota Bandung yang dingin membuat Clara mager. Pengennya cuma rebahan sama rebahan aja. Namun skripsinya terus menuntut minta dikerjakan. Dengan amat sangat terpaksa, Clara membawa motor maticnya ke perpusda.Clara memilih buku yang kira-kira sesuai untuk bahan skripsinya. "Nah, ini yang gue cari."Clara mengambil buku dari rak, tapi dari arah berlawanan ada yang menarik buku tersebut. Clara terpaksa melepaskan sisi buku, hingga buku tersebut diambil oleh pria yang tadi menariknya.Meskipun buku tersebut dilepaskan oleh Clara, tapi dia tetap berusaha merebutnya kembali."Jangan gitu dong A, buku ini udah gue ambil duluan." Si pria tidak menyahut, apalagi memberikan buku itu pada Clara. Dia justru pergi begitu saja. "Dik..." panggil seorang pria sembari menepuk pundak Clara. Clara seperti tak asing dengan suaranya. Clara menoleh, dia masih menerka-nerka sosok pria yang tengah berdiri di depannya saat ini. Si pria melepaskan maskernya dan tersenyum manis. "Ini saya, Arga. Masa

  • Bukan Siti Nurbaya   Keguguran

    Ketika berduka, jangan terlalu larut dalam kesedihan. Pun sebaliknya, ketika berbahagia, jangan terlalu senang dan mengumbar kesenanganmu. Hidup terus berputar, roda tak selamanya di atas maupun di bawah. Semangat dan jangan terombang-ambingkan oleh arus. ***Ella merasa puas atas keberhasilan rencananya. Usaha Andina bisa dia hancurkan dalam sekejap mata. Bahkan dengan tangannya sendiri. Ella akan menyingkirkan Andina dan bayi yang dikandungnya. Berbagai rencana telah dia susun dengan rapi. Ella mau menjadi satu-satunya istri Wildan, demi sang buah hati. Ella mengusap perutnya yang semakin membuncit. Usia kandungannya saat ini menginjak empat bulan. "Kamu sabar ya, Sayang. Mama sedang berusaha agar kamu bisa mendapatkan kasih sayang sepenuhnya dari Papamu. Hanya kamu yang mendapatkan kasih sayangnya, Nak. Bukan anak dari wanita sialan itu."Ella tahu tindakannya ini gila. Namun apa boleh buat, semua demi kebahagiaan si calon buah hati. Ella sudah memastikan kalau malam ini Andin

  • Bukan Siti Nurbaya   Bertemu Orangtua Clara

    Arga dan Clara kembali lagi ke perpustakaan untuk mengambil motor. Rencananya setelah dari perpustakaan, Arga mau mampir ke toko kue dulu. Membelikan buah tangan untuk orangtua Clara. "Dik, nanti mampir ke toko kue sebentar ya.""Oke, Kak. Kakak ikutin Clara dari belakang ya," ucap gadis itu penuh semangat. "Siap, Adik kecil."Clara sudah berkendara di depan mobil Arga. Gadis itu naik motor begitu cepat. Mirip sekali dengan adiknya-Adinda yang suka kebut-kebutan di jalanan. Kalau saja Arga naik motor, mungkin dia bisa menyeimbangi kecepatan berkendara Clara. Berbeda dengan naik mobil, sedikit sulit untuk menyalip beberapa kendaraan. Apalagi di saat liburan seperti ini, lumayan macet. Arga benar-benar ketinggalan jejak gadis itu. Dia menepikan mobilnya di depan toko kue. Arga mengambil ponselnya dan menelepon Clara. Oh iya, Arga dapat nomor ponselnya dari Adinda. Bukan minta sendiri pada Clara. "Hallo. Ini siapa ya? Gue lagi motoran di jalan nih. Kalau telepon entar aja ya," teria

  • Bukan Siti Nurbaya   Menghasut

    Matanya sulit terpejam, di atas brankar rumah sakit Ella masih meratapi kesedihannya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Wildan saja sudah tidur di atas sofa.'Coba aja waktu itu gue nggak lakuin rencana ini sendirian, pasti bayi gue masih hidup sampai sekarang. Ah, bodoh banget sih gue. Kenapa waktu itu nggak kepikiran menyuruh orang bayaran saja sih. Pasti semuanya bakal berjalan sesuai rencana,' gerutu Ella di dalam hatinya. Seharusnya Ella sadar kalau yang tengah menimpanya saat ini adalah buah dari perbuatannya sendiri. Niat jahatnya untuk mencelakai Andina dan bayinya malah berimbas pada Ella sendiri. Tapi Ella tidak bernah berpikir sampai sana. Dia tidak merasa bahwa bayinya tiada karena karmanya sendiri. Bagi Ella, semua masalah yang ada di dalam hidupnya berakar dari Andina. Semua ini salah Andina. 'Gue udah kehilangan bayi ini, Dina dan bayinya juga harus kehilangan sesuatu. Wildan. Iya, kalian harus kehilangan Wildan.' Rencana baru sudah dia susun dalam ot

  • Bukan Siti Nurbaya   Talak Dan Mengurut Akar Masalah

    Sudah satu bulan ini Wildan tidak pulang ke rumah Andina. Setiap kali dihubungi juga tidak bisa. Tampaknya Wildan sengaja mengganti nomor ponselnya. Andina sendiri juga tidak ke rumah Ella, sekedar mengajak suaminya pulang. Selepas kejadian di rumah sakit itu rasa kecewa masih menggerogoti hatinya. Usia kehamilan Andina sudah jalan delapan bulan. Tinggal menunggu satu bulan lagi dia akan melahirkan. Andina sudah berada di rumah orangtuanya selama sepekan. Selama itu pula Risma dan Salman sering menanyakan Wildan. "Sudah satu minggu lho kamu di sini, Dina. Wildan kok belum juga nyamperin. Apa masih jatahnya di rumah istri muda?" tanya Risma. "Lagi sibuk kali, Ma," jawaban klasik terlontar dari mulut Andina. Dia sendiri juga bingung harus berkata apa. Tidak mungkin bercerita tentang masalah di rumah tangganya yang sedang memanas. Risma menatap Andina penuh selidik. Dia sangat paham betul watak anaknya. Andina tidak jago berbohong. "Ada apa sebenarnya, Nak?" tanya Risma. "Ndak ad

  • Bukan Siti Nurbaya   Permintaan Maaf

    Keesokan harinya Salman dan Bagaskara menemui Wildan di apartemennya."Papa, Papa Salman?" Wildan terkejut melihat kedatangan dua paruh baya ke apartemennya sepagi ini. Wildan bahkan belum sempat mandi ataupun membuat sarapan. Dia tengah bersantai sembari bermain game. Berbeda halnya dengan dua pria paruh baya ini yang sudah rapi dengan setelan pakaian kantor. "Ada apa, Pa, sepagi ini sudah kemari?" tanya Wildan diliputi rasa penasaran. "Persilahkan kami masuk dulu baru kamu tanya-tanyai, Wil," ujar Bagaskara. "Ah, iya. Silahkan masuk, Pa. Maaf berantakan.""Kamu ini, sudah seperti bujangan saja tinggal sendirian di apartemen," sindir Salman. Wildan tak mampu berucap. Dia meneguk ludahnya sendiri karena merasa disindir oleh sang mertua. Salman membuka laptopnya. Dia memperlihatkan bukti rekaman CCTV pada Wildan. "Coba kamu lihat ini, Wil!"Salman memutar video tersebut. Dalam rekaman CCTV terlihat jelas bahwa Ella masuk ke rumah Andina. Bahkan Ella masuk ke dalam kamar Andina.

Bab terbaru

  • Bukan Siti Nurbaya   Tamat

    Suasana penuh kebahagiaan menyertai kediaman keluarga Wijaya. Hari ini ketiga keluarga besar itu berkumpul menjadi satu untuk merayakan kehamilan Adinda.Sena mulai kesal karena dari tadi tidak diperbolehkan berdampingan dengan Adinda. Sedari tadi Opa Gunandar tidak mau jauh dari Adinda. Istri Sena itu hari ini dikuasai oleh Opa Gunandar. Opa Gunandar hanya terlampau bahagia karena sebentar lagi akan mempunyai cicit yang sudah lama didambakannya. "Perutnya Dinda jangan diusap terus dong, Opa. Lama-lama bisa mengikis entar," protes Sena. "Brisik! Ganggu orang lagi bahagia aja," kesal Opa Gunandar. "Ma, geseran dong! Sena pengen duduk sebelah Dinda," ucapnya pada Indah. "Nggak mau. Mama kan juga pengen dekat sama Dinda," tolak Indah. Sena mencebikkan bibirnya. Mama dan Opa-nya sama saja, paling hobi membuat Sena jengkel. Adinda terkekeh. "Sayang, ih... begitu aja masa ngambek," ledek Adinda. "Emang lebay banget tuh suami kamu. Tiap hari juga udah ngekepin, masih aja kurang," cibi

  • Bukan Siti Nurbaya   Jadi, Ini Sebabnya?

    Satu minggu ini kelakuan Adinda membuat Sena pusing tujuh keliling. Setiap hari ada saja hal yang menguji kesabaran Sena. Seperti saat ini, di tengah malam seperti ini Adinda ingin pergi melihat air terjun.Adinda menarik-narik baju Sena. Merengek seperti bocah balita. Keinginannya harus segera terpenuhi. Bila tidak, Adinda tidak akan merasa lega. "Ayo, berangkat sekarang, Yang!""Enggak!" tegas Sena. Sudah berulang kali Adinda merengek, berulang kali pula Sena menolak permintaan Adinda. Semua dirasa tidak masuk akal bagi Sena. Mana ada tempat wisata yang sudah buka di jam pocong seperti saat ini. Adinda berbalik, meringkuk dan memunggungi Sena. Wajahnya sangat masam. Di dalam batinnya itu, Adinda sangat kesal dan terus menggerutu. "Hih, dasar nyebelin. Pengen lihat air terjun aja nggak diturutin."Meraih ponsel di atas nakas, Adinda membuka aplikasi berwarna merah. Menonton video air terjun. Netranya tampak berbinar-binar saat melihat video tersebut. Suara gemericik air membuat h

  • Bukan Siti Nurbaya   Adinda Kerasukan Jin Tomang?

    Melihat wajah-wajah ketakutan, Pak Ihsan menahan tawanya agar tidak meledak. 'Mungkin mereka pikir aku ini dukun yang bisa baca pikiran orang kali ya. Apa tampangku begitu? ha ha ha.'"Nah, ini rumahnya Pak Dullah," ujar Pak Ihsan. Sejenak, Sena menghembuskan napas penuh kelegaan. Pak Ihsan benar-benar membawanya ke rumah Pak Dullah. 'Astagfirullah. Maafkan aku, Ya Allah, sudah suudzon.'"Malah bengong, ayo diketuk pintunya!" ucap Pak Ihsan. Belum sempat Sena mengetuk pintu, pintu sudah dibuka lebih dulu. Menampakkan sang pemilik rumah yang sedang mengulum senyum. "Assalamualaikum..." sapa Pak Dullah. "Waalaikumussalam...""Mau cari buah strawberry yang warnanya hijau kan?" tebak Pak Dullah.Lagi dan lagi, Sena dan Arfan saling melempar pandang. Misteri tentang Pak Ihsan yang bisa membaca pikiran mereka saja belum terpecahkan, ini sudah bertambah Pak Dullah. Semakin membuat Sena dan Arfan pusing saja. "Dari mana Bapak tahu?" tanya Sena heran. Pak Dullah tidak menjawab, justru

  • Bukan Siti Nurbaya   Adinda Yang Aneh Dan Strawberry Berbuntut Panjang

    "Sayang..." panggil Sena. "Kamu kenapa sih?" tanya Sena kesal karena sedari tadi diacuhkan. Takut mulut Sena beraroma bawang goreng, Adinda mendorong dada Sena. Enggan berdekatan dengan suaminya itu. Menutup hidung rapat-rapat. Biarlah menghindar dan menahan napas ketimbang muntah lagi."Kamu kenapa sih, Yang? Aku bau?""Awas ih, minggir!" teriak Adinda kesal. Menghembuskan napas ke udara, Sena mencium aroma dari dalam mulutnya sendiri. Sena rasa aroma napasnya masih segar. Tidak bau makanan atau apa, karena dia belum sempat makan tadi. Kembali duduk, Adinda sudah menjauhkan toples berisi bawang goreng itu dari jangkauannya. "Loh, bawang gorengnya ke mana, Yang?" tanya Sena. "Nggak ada, udah aku simpen.""Di mana?""Udah buruan duduk! Mau makan nggak?""Ya makan lah. Bentar, aku mau cari bawang goreng dulu.""Nggak ada. Awas ya kalau kamu berani makan bawang goreng, bakalan aku usir kamu dari rumah," ancam Adinda. "Yaelah, Yang. Bagi dikit doang. Jangan mentang-mentang kamu suk

  • Bukan Siti Nurbaya   Sidang Skripsi

    Dua minggu berlalu. Adinda, Sena, dan Arfan duduk di depan ruang sidang. Harap-harap cemas tampak di raut wajah Adinda dan Arfan ketika menunggu giliran selanjutnya. Berbeda dengan keduanya, Sena tampak santai dan biasa-biasa saja. "Sayang, kenapa donat tengahnya bolong?""Kalau yang utuh namanya bolu.""Salah. Yang utuh itu cinta aku ke kamu wkwk."Satu pukulan mendarat di lengan Sena. "Ih, dasar jokes Bapak-bapak.""He he... Biar sedikit mencair suasananya loh, Sayang. Habisnya kamu dari tadi tegang mulu sih.""Ya gimana nggak tegang. Mau sidang juga. Emangnya kamu, daritadi santai begitu.""Ya buat apa pusing-pusing sih. Kalau ditanya ya tinggal di jawab. Begitu aja repot.""Heh, enak banget ya itu bibir kalau ngoceh.""Kalian ini... Udah mau sidang masih aja ribut," ucap Arfan kesal. "Ya gimana, Fan. Abisnya si Sena ngeselin.""Halah. Ngeselin begitu juga lo bucin," cibir Arfan. "He he he... Jelas kalau itu mah," ucap Adinda cengangas-cengenges. "Arfan Ardyatama..." panggil pe

  • Bukan Siti Nurbaya   Penuh Rasa Syukur

    Ditemani Sena dan pengacaranya, Adinda memasuki ruang sidang. Segala macam bukti sudah Adinda kumpulkan, termasuk hasil visum bekas luka cambuk. Begitu mendudukkan diri, Adinda merasa tidak karuan. Tatapan nanar tertuju kepada mantan kekasih Sena itu. Memori sewaktu penyekapan terus berputar-putar memenuhi pikiran Adinda. Bayangan pecutan cambuk menggores kulit tangan. Sekelebat, Adinda memejamkan mata. Napasnya jadi tersengal-sengal. Ngilu sekali rasanya bila teringat hari itu. Jemari Adinda berada dalam genggaman tangan Sena. Sejenak, keduanya beradu pandang. Tatapan mata Sena seolah menjadi penenang. Sena selalu meyakinkan Adinda bahwa kebahagiaan sebentar lagi akan mereka raih. Adinda tenang karenanya. Sidang putusan berlangsung. Mantan kekasih Sena itu dijerat pasal 333 KUHP tentang penyekapan dan penculikan. Hukuman berlangsung paling lama sembilan tahun.Menjerit histeris usai persidangan, Ella menangis tersedu-sedu. Memohon pengampunan kepada Adinda dan Sena. Meminta belas

  • Bukan Siti Nurbaya   Ingin Punya Baby

    "Tante Dinda... Om Sena..." teriak Andina girang. "Baby Rion..." pekik Andina.Gemas, Adinda hendak mencium pipi gembul baby Arion, tapi ujung sweaternya ditarik dari belakang oleh Wildan."Heh, cuci tangan sama cuci kaki dulu kalau mau dekat-dekat sama Rion," ucap Wildan. Adinda mencebikkan bibirnya. "Iya... Iya..."Setelah membasuh tangan dan kaki, Adinda dan Sena mendekati baby Arion. Menimang dan menciumi pipinya dengan gemas."Sen..." lirih Adinda. "Hmm..." Sena hanya bergumam. Sibuk menimang baby Arion. "Kamu pengen punya yang kayak gini?""Pengen banget. Nanti sampai di rumah kita buat ya," balas Sena tersenyum lebar. Tentu saja Sena sudah menginginkan memiliki baby sendiri. Sena merasa bahwa sekarang dirinya sudah siap dan mampu menjadi seorang ayah. Namun, Adinda masih dilanda kebimbangan. Disatu sisi Adinda juga menginginkan hadirnya buah hati, tapi disisi lain Adinda ingin menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu baru memikirkan soal momongan. "Tapi gimana sama perjanj

  • Bukan Siti Nurbaya   Meniti Kebahagiaan

    Menyakiti diri sendiri sebagai bentuk pelampiasan emosi. Beberapa helai rambut rontok akibat kuatnya tarikan dari sang pemilik tubuh itu sendiri. Menjerit histeris layaknya orang kesurupan. Masih tidak bisa menerima bahwa dirinya bersalah dan harus merasakan buah dari akibat perbuatannya. "Arghhh..." teriaknya. "Diam! Berisik!" sentak wanita bertato. "Sumpal saja mulutnya dengan kaos kaki," ujar wanita kurus di sebelahnya mengompori. Wanita bertato mendekat, memandang tajam tahanan baru. Menelisik wajah cantik yang dipenuhi air mata. Merasa ngeri karena ditatap sedari tadi, Ella memalingkan wajahnya. Menghindari adu tatap lebih baik ketimbang cari perkara. "Heh, ada kasus apa sampai kau bisa masuk ke sini?" tanya wanita berambut keriting. Mengatupkan kedua bibir rapat-rapat, Ella enggan membuka suara. Membuat wanita bertato geram karena temannya diacuhkan. "Heh, jawab!" sentak wanita bertato."Penculikan.""Menculik siapa?" kepo wanita berambut keriting. "Istri mantan pacarku

  • Bukan Siti Nurbaya   War Dan Misi Penyelamatan

    Mendengar suara gaduh, Ella tergopoh menghampiri. Dilihatnya Sena yang sedang dihajar orang bayarannya."Hentikan!" teriak Ella. "Bos?""Mundur semuanya!" perintah Ella. "Sen, lo gapapa?" tanya Ella penuh perhatian.Sena menggeleng lemah. Memegang perutnya yang terasa nyeri akibat kena pukulan. "Ayo, bangun!"Meraih lengan Sena, Ella hendak membantu mantan kekasihnya itu berdiri. Sena menepisnya. Sena bisa berdiri sendiri tanpa bantuan dari Ella. Bukannya songong karena tidak mau dibantu, tapi mengingat Ella kerap kali mencelakai Adinda membuat Sena geram padanya."Lepasin, La. Gue bisa berdiri sendiri.""Tapi, Sen. Perut lo tadi kena pukulan.""Gapapa. Gue udah biasa dipukul kok," balas Sena ketus. Memandang tajam ketujuh orang bayarannya, Ella mengamuk seketika. "Dasar bodoh. Kenapa kalian menghajar Sena, hah?" maki Ella. Menundukkan kepala, para orang bayaran itu tidak berani berkutik. "Ma-maaf, Bos. Kami gak tahu.""Dasar tolol! Gue kan udah bilang jangan sakiti Sena."Sena m

DMCA.com Protection Status