"Dokter, bagaimana kondisinya?"
Arion segera bergegas mendekati dokter yang memeriksa Ashera ketika dokter itu keluar dari ruang pemeriksaan.Dokter itu memperhatikan Arion sejenak, lalu bertanya, "Tuan-""Saya kekasihnya," jawab Arion cepat.Entah apa yang ada dalam pikiran Arion saat ini, tapi yang jelas jawaban ini keluar begitu saja dari mulutnya dan sama sekali tidak merasakan kesalahan.Dokter mengalihkan pandangnya pada Fathan. Tatapannya seolah mempertanyakan siapa Fathan?"Dia temanku." Arion mengerti arti tatapan dokter itu."Oooo."Bukan dokter yang kaget mendengar jawaban Arion, melainkan Fathan. Asisten Arion yang turut berdiri di samping Arion dan juga ingin mengetahui kondisi Ashera langsung membuka matanya lebar mendengar pengakuan Arion. Bahkan dia sampai menoleh dan langsung memperhatikan wajah Arion. Hanya saja perasaan itu tidak dapat disampaikan secara lisan. Melihat Arion cemas dan khawatir membuat Fathan menekan rasa herannya."Jangan banyak bergerak!" Tangan Arion langsung mengunci tubuh Ashera dengan menyentuh dan menekan kedua sisi pundak Ashera saat Ashera hendak bangun dari baringnya.Ashera tertegun dan terdiam, hanya bola matanya yang menatap lekat Arion. Ada ketegangan dalam wajahnya. Dada Ashera berdebar karena terkejut melihat kehadiran Arion juga kedekatan wajah mereka. terlebih karena perhatian yang diberikan Arion padanya. Mungkin ini bukan bentuk perhatian bagi Arion, tetapi bagi Ashera, ini hal yang tidak pernah dia dapatkan dari siapa pun.Keduanya saling bertukar pandang. Lambat laun Ashera menyadari bila tatapan Arion tidak menunjukkan bila dia memperlakukannya seperti memperlakukan Aleysa, terlebih saat Arion dengan cepat melepaskan tangan dari pundaknya dan tubuhnya tegak dengan sikap dingin."Dokter mengatakan kamu harus banyak istirahat," ucap Arion dingin tanpa melihat Ashera, mata Arion malah memperhatikan tetesan infus yang lambat.Ashera tidak menanggapi dengan u
"Apa ini untukku?" Mata Alesa berbinar saat memnbuka dan melihat hadiah yang diberikan Arion padanya."Ya, ini semua untukmu."Arion tersenyum, lalu berdiri dari duduknya dan berjalan memutar mendekati Aleysa.Saat ini mereka berada di sebuah restauran besar untuk makan, tetapi sebelum makan sembari menunggu pesanan mereka datang, Arion memberikan hadiah kalung pada Aleysa. Kalung itu memiliki liontin yang indah dari permata mahal yang dipesan khusus oleh Arion dari desainer perhiasan terkenal."Biar aku bantu pakai." Arion mengambil kalung itu dari tangan Aleysa.Aleysa dengan senang memberikannya dan membiarkan Arion mengenakan pada leher jenjangnya yang indah.Karena rambut Aleysa tergerai bebas, Arion harus menyingkirkan terlebih dahulu rambut Aleysa. Sangat pelan dan hati-hati Arion menyibak rambut panjang Aleysa. Matanya tidak berkedip saat menunggu tangannya bekerja."Kulitmu sangat mulus!" puji Arion sebelum benar-benar menyematkan kalung itu pada
Setelah mengantar Aleysa pulang, Arion bermaksud langsung pergi ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, pikirannya tertuju pada tanda lahir yang Aleysa miliki. Meski dia tidak mengingatnya dengan pasti karena malam itu di bawah pengaruh alkohol, tapi Arion tidak melihat atau merasakan punggung wanita yang menghabiskan malam dengannya memiliki tanda lahir."Apa mungkin?" Arion menghentikan dugaannya.Beberapa kali dengan cepat kepalanya menggeleng seolah ingin membuang pikiran buruk dan bukan-bukan dari otaknya."Tidak, tidak mungkin! Ini hanya pikiran konyol saja." Arion mengelak atas pikirannya sendiri.Setelah perjalanan lumayan jauh, Arion menoleh ke arah samping di mana tadi Aleysa duduk. Saat ingin kembali melihat ke depan, sekilas matanya melihat benda di atas jok, Arion kembali Arion menoleh."Dasar ceroboh!" gumam Arion melihat benda pipih di kursi.Arion yakin itu adalah milik Aleysa dan kemungkinan besar saat dia keluar mobil, ponsel itu jatuh hingga
"Gavin?"Mata Ashera membulat ketika menoleh ke belakang melihat Gavin, pria yang pernah membayarnya sebagai kekasih bohongan. Ashera memutar, menunggu langkah Gavin mendekat. Dia tidak mengerti dan tidak menduga akan bertemu dengan Gavin di rumah sakit. Ashera menunggu apa yang akan dikatakan Gavin padanya. Dia tidak akan menghindari Gavin karena secara tidak langsung, pria itu telah membantunya lepas dari masalah keuangan. Dengan bayaran Gavi, Ashera bisa membayar biaya rumah sakit ibunya."Ashera," sapa Gavin setelah jarak mereka dekat."Kamu, kenapa ada di sini?" Ashera mengedarkan mata mencari seseorang yang mungkin datang bersama Gavin. Tiba-tiba Ashera teringat Gavin adalah teman Arion sehinga sedikit was-was."Sendiri. Memangnya aku akan datang bersama siapa?" jawab Gavin setelah mengikuti Ashera mengedarkan pandangnya."Ada yang sakit?" tanya Ashera.Ashera pikir Gavin sedang mengunjungi saudara atau keluarganya yang sakit, tapi rasanya tid
Ashera berjalan ke luar setelah memastikan ibunya telah tidur dan tidak akan bangun untuk beberapa saat ketika ditinggalkannya. Rasa sesak yang ditekan dalam hati selama ngobrol bersama ibunya, dihempaskan begitu saja lewat hembusan napas setelah menutup pintu.Ashera menyandarkan punggung dan kepala lemah pada daun pintu. Dengan mata terpejam menahan rasa sesak dan perih dalam hati, Ashera masih menahan agar air matanya tidak jatuh hanya karena perkataan ibunya tentang Alesya."Kenapa tidak bisa memandang aku sebagai aku?" gumamnya lirih menyesalkan sikap ibunya.Zanna memang sering kali mengunggulkan Alesya dibanding dirinya dan seolah-olah putri yang paling sempurna dan penting adalah Aleysa, bukan dirinya yang setiap saat, setiap waktu dan telah mengorbankan diri untuk mendapatkan uang pengobatannya. Semua itu selalu saja melukai hatinya.Sebelum Aleysa memintanya menggantikan malam pertunangan bersama Arion, Ashera menganggap apa yang dikatakan dan dirasakan ibu
"Untuk apa ke sini?" Masih dengan hati gelisah tidak tenang, Ashera memberanikan diri bertanya tujuan mereka datang ke hotel.Wajah Ashera menunjukkan ketenangan, namun sebenarnya dalam dirinya telah bergejolak gelombang besar yang membuatnya hampir tidak bisa bernapas. Dia khawatir Arion benar-benar menganggapnya sebagai Alesya dan menuntut haknya sebagai tunangan seperti malam itu.Arion tidak menjawab pertanyaan Ashera. Tatapannya lekat dan tajam memperhatikan wajah Ashera. Setelah beberapa saat pandangan mereka saling beradu, Arion membuka pintu, berjalan memutar, lalu membuka pintu mobil agar Ashera keluar.Karena Ashera tidak juga mau keluar dari mobil dan tampak ragu, Arion mengulurkan tangan meraih tangan Ashera dan memaksanya keluar. Arion membawa Ashera masuk ke dalam hotel.Ingin rasanya Ashera memberontak melepaskan diri dan memaki, tapi di sekitarnya ada beberapa orang dan dia tidak mau menjadi pusat perhatian. Yang bisa dilakukan oleh Ashera hanya terd
Ashera segera meletakkan ponselnya dan menutup mata berpura-pura tidur saat melihat pergerakan pintu kamar mandi seperti akan dibuka oleh Arion. Sebisa mungkin dia ingin mengurangi kontak dengan pria itu untuk menutup identitas dan menghindari kecurigaan Arion.Meski tubuhnya terdiam dan membeku, matanya terpejam dan sikapnya tenang, namun nyatanya di dalam dirinya ada gelombang besar yang terus menghantam dinding dada yang membuatnya merasa tidak nyaman dan khawatir.Arion baru saja selesai mandi. Tubuhnya telah menjadi segar setelah seharian bekerja dan terasa lengket. Saat membuka pintu kamar mandi dan telah mengenakan pakaian lengkap, kaos dan celana pendek, Arion melempar pandang ke arah tempat tidur di mana Ashera berbaring dengan selimut menutup tubuhnya sama seperti saat dia tinggalkan.Sembari mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil, bibirnya tersenyum tipis melihat Ashera. Sayangnya, senyum itu hanya berlaku sesaat saja. Wajah Arion kembali dingin. Arion k
"AKu mohon jangan pergi! Jangan tinggalkan aku sendirian! Aku takut," gumam Arion masih dengan mata terpejam.Dalam rasa kaget, Ashera terdiam dan mengurungkan niat untuk beranjak meninggalkan Arion. Dia memperhatikan wajah tegang dan cemas Arion. Dia pikir laki-laki tampan di hadapannya itu sedang mengalami mimpi buruk. Ashera mengernyitkan dahi dengan kedua mata menyipit memperhatikan wajah Arion. Dia melihat sisi lain dari Arion. Dia pikir, pria itu pernah mengalami hal buruk dalam hidupnya sehingga pria yang setiap kali bertemu dengannya menunjukkan wajah dingin dan angkuh itu, kini tampak lemah dan cemas. Bahkan beberapa bulir keringat membasahi wajahnya.Ashera ingin mengusap keringat itu, namun dia takut dan khawatir malah membangunkan Arion dan membuat suasana semakin ruyam. Ashera membiarkan dan hanya memperhatikannya saja dengan perasaan heran dan kasihan.Setelah melihat wajah Arion beberapa saat dan sedikit tenang, Ashera berpikir bila Arion sepertinya m