Sebenarnya Ashera masih kesal pada Arion, hanya saja perasaan itu ditekan dalam-dalam. Dia masih harus berperan sebagai wanita penurut. Anggap saja dia masih berperan sebagai Aleysa, meski dia tidak yakin apakah saat ini Arion menganggapnya sebagai Aleysa atau sebenarnya Arion sudah tau kalau dia bukanlah Aleysa?
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ashera segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Melihat Iyem yang mengetuk, Ashera kembali ke tempatnya semula."Non, tuan Arion sudah menunggu di meja makan," ucap Iyem menjemput Ashera ke kamar."Iya, Bi," jawab Ashera sembari menyisir rambutnya.Setelah selesai merapikan diri dan membuat dirinya siap menghadapi tunangan Aleysa, Ashera segera keluar kamar untuk menemui Arion.Saat menuruni anak tangga, Arion menyambut kedatangannya dengan tatapan lekat. Kali ini Ashera tidak terlalu gugup seperti saat pertama Arion menggunakan tatapan yang sama untuk menyambutnya keluar dari kamar. Meski tidak dipung"Dokter, bagaimana kondisinya?" Arion segera bergegas mendekati dokter yang memeriksa Ashera ketika dokter itu keluar dari ruang pemeriksaan.Dokter itu memperhatikan Arion sejenak, lalu bertanya, "Tuan-""Saya kekasihnya," jawab Arion cepat.Entah apa yang ada dalam pikiran Arion saat ini, tapi yang jelas jawaban ini keluar begitu saja dari mulutnya dan sama sekali tidak merasakan kesalahan.Dokter mengalihkan pandangnya pada Fathan. Tatapannya seolah mempertanyakan siapa Fathan?"Dia temanku." Arion mengerti arti tatapan dokter itu."Oooo." Bukan dokter yang kaget mendengar jawaban Arion, melainkan Fathan. Asisten Arion yang turut berdiri di samping Arion dan juga ingin mengetahui kondisi Ashera langsung membuka matanya lebar mendengar pengakuan Arion. Bahkan dia sampai menoleh dan langsung memperhatikan wajah Arion. Hanya saja perasaan itu tidak dapat disampaikan secara lisan. Melihat Arion cemas dan khawatir membuat Fathan menekan rasa herannya.
"Jangan banyak bergerak!" Tangan Arion langsung mengunci tubuh Ashera dengan menyentuh dan menekan kedua sisi pundak Ashera saat Ashera hendak bangun dari baringnya.Ashera tertegun dan terdiam, hanya bola matanya yang menatap lekat Arion. Ada ketegangan dalam wajahnya. Dada Ashera berdebar karena terkejut melihat kehadiran Arion juga kedekatan wajah mereka. terlebih karena perhatian yang diberikan Arion padanya. Mungkin ini bukan bentuk perhatian bagi Arion, tetapi bagi Ashera, ini hal yang tidak pernah dia dapatkan dari siapa pun.Keduanya saling bertukar pandang. Lambat laun Ashera menyadari bila tatapan Arion tidak menunjukkan bila dia memperlakukannya seperti memperlakukan Aleysa, terlebih saat Arion dengan cepat melepaskan tangan dari pundaknya dan tubuhnya tegak dengan sikap dingin."Dokter mengatakan kamu harus banyak istirahat," ucap Arion dingin tanpa melihat Ashera, mata Arion malah memperhatikan tetesan infus yang lambat.Ashera tidak menanggapi dengan u
"Apa ini untukku?" Mata Alesa berbinar saat memnbuka dan melihat hadiah yang diberikan Arion padanya."Ya, ini semua untukmu."Arion tersenyum, lalu berdiri dari duduknya dan berjalan memutar mendekati Aleysa.Saat ini mereka berada di sebuah restauran besar untuk makan, tetapi sebelum makan sembari menunggu pesanan mereka datang, Arion memberikan hadiah kalung pada Aleysa. Kalung itu memiliki liontin yang indah dari permata mahal yang dipesan khusus oleh Arion dari desainer perhiasan terkenal."Biar aku bantu pakai." Arion mengambil kalung itu dari tangan Aleysa.Aleysa dengan senang memberikannya dan membiarkan Arion mengenakan pada leher jenjangnya yang indah.Karena rambut Aleysa tergerai bebas, Arion harus menyingkirkan terlebih dahulu rambut Aleysa. Sangat pelan dan hati-hati Arion menyibak rambut panjang Aleysa. Matanya tidak berkedip saat menunggu tangannya bekerja."Kulitmu sangat mulus!" puji Arion sebelum benar-benar menyematkan kalung itu pada
Setelah mengantar Aleysa pulang, Arion bermaksud langsung pergi ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, pikirannya tertuju pada tanda lahir yang Aleysa miliki. Meski dia tidak mengingatnya dengan pasti karena malam itu di bawah pengaruh alkohol, tapi Arion tidak melihat atau merasakan punggung wanita yang menghabiskan malam dengannya memiliki tanda lahir."Apa mungkin?" Arion menghentikan dugaannya.Beberapa kali dengan cepat kepalanya menggeleng seolah ingin membuang pikiran buruk dan bukan-bukan dari otaknya."Tidak, tidak mungkin! Ini hanya pikiran konyol saja." Arion mengelak atas pikirannya sendiri.Setelah perjalanan lumayan jauh, Arion menoleh ke arah samping di mana tadi Aleysa duduk. Saat ingin kembali melihat ke depan, sekilas matanya melihat benda di atas jok, Arion kembali Arion menoleh."Dasar ceroboh!" gumam Arion melihat benda pipih di kursi.Arion yakin itu adalah milik Aleysa dan kemungkinan besar saat dia keluar mobil, ponsel itu jatuh hingga
"Gavin?"Mata Ashera membulat ketika menoleh ke belakang melihat Gavin, pria yang pernah membayarnya sebagai kekasih bohongan. Ashera memutar, menunggu langkah Gavin mendekat. Dia tidak mengerti dan tidak menduga akan bertemu dengan Gavin di rumah sakit. Ashera menunggu apa yang akan dikatakan Gavin padanya. Dia tidak akan menghindari Gavin karena secara tidak langsung, pria itu telah membantunya lepas dari masalah keuangan. Dengan bayaran Gavi, Ashera bisa membayar biaya rumah sakit ibunya."Ashera," sapa Gavin setelah jarak mereka dekat."Kamu, kenapa ada di sini?" Ashera mengedarkan mata mencari seseorang yang mungkin datang bersama Gavin. Tiba-tiba Ashera teringat Gavin adalah teman Arion sehinga sedikit was-was."Sendiri. Memangnya aku akan datang bersama siapa?" jawab Gavin setelah mengikuti Ashera mengedarkan pandangnya."Ada yang sakit?" tanya Ashera.Ashera pikir Gavin sedang mengunjungi saudara atau keluarganya yang sakit, tapi rasanya tid
Ashera berjalan ke luar setelah memastikan ibunya telah tidur dan tidak akan bangun untuk beberapa saat ketika ditinggalkannya. Rasa sesak yang ditekan dalam hati selama ngobrol bersama ibunya, dihempaskan begitu saja lewat hembusan napas setelah menutup pintu.Ashera menyandarkan punggung dan kepala lemah pada daun pintu. Dengan mata terpejam menahan rasa sesak dan perih dalam hati, Ashera masih menahan agar air matanya tidak jatuh hanya karena perkataan ibunya tentang Alesya."Kenapa tidak bisa memandang aku sebagai aku?" gumamnya lirih menyesalkan sikap ibunya.Zanna memang sering kali mengunggulkan Alesya dibanding dirinya dan seolah-olah putri yang paling sempurna dan penting adalah Aleysa, bukan dirinya yang setiap saat, setiap waktu dan telah mengorbankan diri untuk mendapatkan uang pengobatannya. Semua itu selalu saja melukai hatinya.Sebelum Aleysa memintanya menggantikan malam pertunangan bersama Arion, Ashera menganggap apa yang dikatakan dan dirasakan ibu
"Untuk apa ke sini?" Masih dengan hati gelisah tidak tenang, Ashera memberanikan diri bertanya tujuan mereka datang ke hotel.Wajah Ashera menunjukkan ketenangan, namun sebenarnya dalam dirinya telah bergejolak gelombang besar yang membuatnya hampir tidak bisa bernapas. Dia khawatir Arion benar-benar menganggapnya sebagai Alesya dan menuntut haknya sebagai tunangan seperti malam itu.Arion tidak menjawab pertanyaan Ashera. Tatapannya lekat dan tajam memperhatikan wajah Ashera. Setelah beberapa saat pandangan mereka saling beradu, Arion membuka pintu, berjalan memutar, lalu membuka pintu mobil agar Ashera keluar.Karena Ashera tidak juga mau keluar dari mobil dan tampak ragu, Arion mengulurkan tangan meraih tangan Ashera dan memaksanya keluar. Arion membawa Ashera masuk ke dalam hotel.Ingin rasanya Ashera memberontak melepaskan diri dan memaki, tapi di sekitarnya ada beberapa orang dan dia tidak mau menjadi pusat perhatian. Yang bisa dilakukan oleh Ashera hanya terd
Ashera segera meletakkan ponselnya dan menutup mata berpura-pura tidur saat melihat pergerakan pintu kamar mandi seperti akan dibuka oleh Arion. Sebisa mungkin dia ingin mengurangi kontak dengan pria itu untuk menutup identitas dan menghindari kecurigaan Arion.Meski tubuhnya terdiam dan membeku, matanya terpejam dan sikapnya tenang, namun nyatanya di dalam dirinya ada gelombang besar yang terus menghantam dinding dada yang membuatnya merasa tidak nyaman dan khawatir.Arion baru saja selesai mandi. Tubuhnya telah menjadi segar setelah seharian bekerja dan terasa lengket. Saat membuka pintu kamar mandi dan telah mengenakan pakaian lengkap, kaos dan celana pendek, Arion melempar pandang ke arah tempat tidur di mana Ashera berbaring dengan selimut menutup tubuhnya sama seperti saat dia tinggalkan.Sembari mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil, bibirnya tersenyum tipis melihat Ashera. Sayangnya, senyum itu hanya berlaku sesaat saja. Wajah Arion kembali dingin. Arion k
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir