Setelah mengantar Aleysa pulang, Arion bermaksud langsung pergi ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, pikirannya tertuju pada tanda lahir yang Aleysa miliki. Meski dia tidak mengingatnya dengan pasti karena malam itu di bawah pengaruh alkohol, tapi Arion tidak melihat atau merasakan punggung wanita yang menghabiskan malam dengannya memiliki tanda lahir.
"Apa mungkin?" Arion menghentikan dugaannya.Beberapa kali dengan cepat kepalanya menggeleng seolah ingin membuang pikiran buruk dan bukan-bukan dari otaknya."Tidak, tidak mungkin! Ini hanya pikiran konyol saja." Arion mengelak atas pikirannya sendiri.Setelah perjalanan lumayan jauh, Arion menoleh ke arah samping di mana tadi Aleysa duduk. Saat ingin kembali melihat ke depan, sekilas matanya melihat benda di atas jok, Arion kembali Arion menoleh."Dasar ceroboh!" gumam Arion melihat benda pipih di kursi.Arion yakin itu adalah milik Aleysa dan kemungkinan besar saat dia keluar mobil, ponsel itu jatuh hingga"Gavin?"Mata Ashera membulat ketika menoleh ke belakang melihat Gavin, pria yang pernah membayarnya sebagai kekasih bohongan. Ashera memutar, menunggu langkah Gavin mendekat. Dia tidak mengerti dan tidak menduga akan bertemu dengan Gavin di rumah sakit. Ashera menunggu apa yang akan dikatakan Gavin padanya. Dia tidak akan menghindari Gavin karena secara tidak langsung, pria itu telah membantunya lepas dari masalah keuangan. Dengan bayaran Gavi, Ashera bisa membayar biaya rumah sakit ibunya."Ashera," sapa Gavin setelah jarak mereka dekat."Kamu, kenapa ada di sini?" Ashera mengedarkan mata mencari seseorang yang mungkin datang bersama Gavin. Tiba-tiba Ashera teringat Gavin adalah teman Arion sehinga sedikit was-was."Sendiri. Memangnya aku akan datang bersama siapa?" jawab Gavin setelah mengikuti Ashera mengedarkan pandangnya."Ada yang sakit?" tanya Ashera.Ashera pikir Gavin sedang mengunjungi saudara atau keluarganya yang sakit, tapi rasanya tid
Ashera berjalan ke luar setelah memastikan ibunya telah tidur dan tidak akan bangun untuk beberapa saat ketika ditinggalkannya. Rasa sesak yang ditekan dalam hati selama ngobrol bersama ibunya, dihempaskan begitu saja lewat hembusan napas setelah menutup pintu.Ashera menyandarkan punggung dan kepala lemah pada daun pintu. Dengan mata terpejam menahan rasa sesak dan perih dalam hati, Ashera masih menahan agar air matanya tidak jatuh hanya karena perkataan ibunya tentang Alesya."Kenapa tidak bisa memandang aku sebagai aku?" gumamnya lirih menyesalkan sikap ibunya.Zanna memang sering kali mengunggulkan Alesya dibanding dirinya dan seolah-olah putri yang paling sempurna dan penting adalah Aleysa, bukan dirinya yang setiap saat, setiap waktu dan telah mengorbankan diri untuk mendapatkan uang pengobatannya. Semua itu selalu saja melukai hatinya.Sebelum Aleysa memintanya menggantikan malam pertunangan bersama Arion, Ashera menganggap apa yang dikatakan dan dirasakan ibu
"Untuk apa ke sini?" Masih dengan hati gelisah tidak tenang, Ashera memberanikan diri bertanya tujuan mereka datang ke hotel.Wajah Ashera menunjukkan ketenangan, namun sebenarnya dalam dirinya telah bergejolak gelombang besar yang membuatnya hampir tidak bisa bernapas. Dia khawatir Arion benar-benar menganggapnya sebagai Alesya dan menuntut haknya sebagai tunangan seperti malam itu.Arion tidak menjawab pertanyaan Ashera. Tatapannya lekat dan tajam memperhatikan wajah Ashera. Setelah beberapa saat pandangan mereka saling beradu, Arion membuka pintu, berjalan memutar, lalu membuka pintu mobil agar Ashera keluar.Karena Ashera tidak juga mau keluar dari mobil dan tampak ragu, Arion mengulurkan tangan meraih tangan Ashera dan memaksanya keluar. Arion membawa Ashera masuk ke dalam hotel.Ingin rasanya Ashera memberontak melepaskan diri dan memaki, tapi di sekitarnya ada beberapa orang dan dia tidak mau menjadi pusat perhatian. Yang bisa dilakukan oleh Ashera hanya terd
Ashera segera meletakkan ponselnya dan menutup mata berpura-pura tidur saat melihat pergerakan pintu kamar mandi seperti akan dibuka oleh Arion. Sebisa mungkin dia ingin mengurangi kontak dengan pria itu untuk menutup identitas dan menghindari kecurigaan Arion.Meski tubuhnya terdiam dan membeku, matanya terpejam dan sikapnya tenang, namun nyatanya di dalam dirinya ada gelombang besar yang terus menghantam dinding dada yang membuatnya merasa tidak nyaman dan khawatir.Arion baru saja selesai mandi. Tubuhnya telah menjadi segar setelah seharian bekerja dan terasa lengket. Saat membuka pintu kamar mandi dan telah mengenakan pakaian lengkap, kaos dan celana pendek, Arion melempar pandang ke arah tempat tidur di mana Ashera berbaring dengan selimut menutup tubuhnya sama seperti saat dia tinggalkan.Sembari mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil, bibirnya tersenyum tipis melihat Ashera. Sayangnya, senyum itu hanya berlaku sesaat saja. Wajah Arion kembali dingin. Arion k
"AKu mohon jangan pergi! Jangan tinggalkan aku sendirian! Aku takut," gumam Arion masih dengan mata terpejam.Dalam rasa kaget, Ashera terdiam dan mengurungkan niat untuk beranjak meninggalkan Arion. Dia memperhatikan wajah tegang dan cemas Arion. Dia pikir laki-laki tampan di hadapannya itu sedang mengalami mimpi buruk. Ashera mengernyitkan dahi dengan kedua mata menyipit memperhatikan wajah Arion. Dia melihat sisi lain dari Arion. Dia pikir, pria itu pernah mengalami hal buruk dalam hidupnya sehingga pria yang setiap kali bertemu dengannya menunjukkan wajah dingin dan angkuh itu, kini tampak lemah dan cemas. Bahkan beberapa bulir keringat membasahi wajahnya.Ashera ingin mengusap keringat itu, namun dia takut dan khawatir malah membangunkan Arion dan membuat suasana semakin ruyam. Ashera membiarkan dan hanya memperhatikannya saja dengan perasaan heran dan kasihan.Setelah melihat wajah Arion beberapa saat dan sedikit tenang, Ashera berpikir bila Arion sepertinya m
"Tidak bisa," tolak Ashera. Meski dia tidak yakin pekerjaan yang dimaksud Arion adalah cafe, tapi dengan tegas Ashera menolak permintaan pria itu.Bagaimana dia akan meninggalkan pekerjaannya? Susah payah dia mendapatkan pekerjaan itu. Kalau bukan berkat bantuan Trixi, dia tidak akan mendapatkan pekerjaannya. Dia tidak akan bisa memikiki uang untuk biaya rumah sakit dan juga biaya hidupnya."Berapa uang yang kamu dapatkan dalam satu malam?"Sorot mata Arion menunjukkan sebuah tuduhan yang menyakitkan. Meski tidak secara langsung pria itu mengatakan bila Ashera adalah wanita murahan, tapi kata-katanya mengarah ke sana. Padahal bukan pria lain yang dilayani, melainkan Arion sendiri yang pernah Ashera layani. Bahkan satu rupiah pun, Ashera tidak mendapatkannya. Aleysa dan Kafi telah menipunya.Ashera mencebik dengan senyum getir. Sakit rasanya mendapatkan tuduhan dari pria yang telah merenggut mahkotanya. Meski tidak memiliki perasaan apa-apa, tapi perkataan itu meluka
Ashera duduk dengan canggung di samping Arion saat mereka di dalam mobil selama perjalanan. Arion tidak memberitahu padanya ke mana dan ke kota apa mereka akan pergi sehingga dia tidak bisa memberi kabar pada Trixi ketika sahabatnya itu bertanya ke mana dia akan pergi.Ashera tidak bisa meninggalkan ibunya begitu saja dalam waktu yang lama tanpa memberitahu Trixi, makanya dia mengirim pesan dan meminta Trixi menemani ibunya beberapa hari selama dia pergi. Dia hanya mengatakan pada Trixi bila ada pekerjaan tambahan di luar kota."Berikan paspormu padaku!" Arion mengulurkan tangan pada Ashera membuat mata Ashera yang tadinya fokus pada layar handphone karena sedang ngobrol via chat dengan Trixi langsung menoleh dan menatapnya."Paspor?" Ashera malah balik bertanya. Dia tidak mengerti."Ya, paspor. Berikan padaku!" Arion menggerakkan tangan menegaskan apa yang dia minta."Aku tidak punya," jawab Ashera menarik pandangnya dari Arion dan kembali membalas pesan ch
"Saya juga tidak tau, Nona. Bayi itu tiba-tiba menangis histeris dan tidak mau diam meski ibunya dan beberapa orang sudah mencoba menenangkannya," jawab pramugari dengan wajah sedih merasa kasihan pada bayi dan ibunya.Pramugari itu langsung meninggalkan Ashera, sedangkan Ashera sendiri kembali memperhatikan bayi dan ibunya yang kebingungan.Mendengar tangis bayi, ternyata bisa membuat Arion juga terbangun dan membuka penutup kepalanya. Arion juga penasaran, lalu menoleh dan melihat apa yang terjadi.Ashera menoleh ke arah Arion sebentar, lalu mengedarkan mata melihat kepanikan beberapa penumpang pesawat di belakangnya. Suara tangis dan jeritan bayi itu mampu memekak telinga dan membuat sakit. Mendengar suara tangis bayi yang tiba-tiba, jelas saja membuat semua penumpang menjadi panik.Bagaimana tidak panik dan merasa khawatir? Bayi itu awalnya tidur dengan nyenyak, tapi tiba-tiba menangis dengan kuat seperti habis dicubit dengan keras, padahal tidak ada yang menyak
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir