Saat terbangun, Ashera benar-benar terkejut melihat seorang pria bersamanya, memeluknya dengan mata terpejam dan tubuh polos.
"Sial!" makinya. "Kenapa aku lupa, bila malam ini aku telah kehilangan keperawananku karena pria ini?"Ashiera memaki diri sendiri karena dia melupakan malam panjangnya bersama Arion saat dia terbangun.Bila bukan karena dering ponselnya, Ashera mungkin belum terbangun. Diliriknya benda pipih yang ada di samping kepalanya, Ashera sangat enggan menjawab panggilan itu setelah mengetahui siapa yang menghubunginya.Tidak ingin suara itu membangunkan pria di sampingnya, dengan terpaksa dia pun menggeser tombol jawab."Ashera, cepat keluar aku sudah menunggumu! Jangan sampai Arion bangun dan menyadarinya bila wanita yang bersamanya bukan aku!""Iya," jawab Ashera tidak banyak berkata-kata, meski sebenarnya sangat marah dan kesal pada Aleysa.Tubuh Ashera masih polos dan terasa lengket akibat dari permainan Arion semalam, Ashera juga tidak membersihkan tubuh setelah bercinta dengan Arion. Bukan karena malas, tapi karena Arion langsung memeluknya erat setelah pria itu mencapai puncaknya.Ashera jelas tidak mau Arion bangun dan tau siapa yang telah bersamanya malam ini. Ashera menarik pelan tubuhnya dan turun dari ranjang memunguti pakaiannya, lalu memakainya. Sekali lagi Ashera tidak sempat mandi karena Aleysa telah menunggunya dan dia juga tidak mau Arion bangun dan mengetahui siapa dirinya"Kamu pria baik dan lembut, semoga kamu bahagia," ucap Ashera memandangi wajah tampan Arion sebelum dia pergi.Asera meninggalkan kamar Arion dengan sangat hati-hati agar pria yang masih tidur itu tidak terbangun.Di depan pintu sudah berdiri seorang wanita yang memiliki wajah hampir mirip dengannya, hanya rambut dan sorot mata yang membedakan mereka. Rambut Ashera lebih sedikit hitam kecoklatan dengan ujung sedikit ikal, sedangkan rambut wanita itu hitam dan lurus.Warna mata mereka bila dilihat sekilas sama dan tidak berbeda, namun saat melihat dengan teliti dan dekat warna mata Aleysa lebih gelap dengan tatapan penuh keangkuhan, sedangkan mata Ashera lebih terlihat tenang dan sedikit coklat sama dengan warna rambutnya.Tubuh Ashera pun lebih ramping dibanding Aleysa. Aleysa memiliki tubuh dengan dada yang padat berisi dan ukurannya lebih besar dari milik Ashera. Meski begitu, bukan berarti dua kembar Ashera tidak menarik. Ashera memiliki bentuk tubuh yang lebih ideal.Mereka bukan kembar. Ashera dan Aleysa adalah adik dan kakak dengan jarak lahir satu tahun lebih tua Aleysa."Apa kamu sudah menyelesaikan tugasmu dengan baik?" tanya Aleysa dengan wajah angkuh memandang rendah Ashera."Sudah," jawab Ashera singkat."Bagus! Kalau begitu segera pergi dari sini sebelum ada yang melihatmu! ingat, Ashera! Jangan sampai Arion tahu tentang kamu dan aku atau kamu kehilangan ibumu!" peringatan Aleysa lebih pada mengancam Ashera."Bagaimana dengan uang yang kalian janjikan padaku?" tanya Ashera.Sebenarnya Ashera ingin membahas tentang perkataan Aleysa mengenai ibunya. Ibu Ashera sama saja ibu Aleysa dan seharusnya Aleysa tidak melakukan hal itu, hanya saja Ashera melihat sikap cuek Aleysa, dia mengurungkan niatnya."Itu ...." jawab Aleysa sedikit menghindari tatapan Ashera. "Tanyakan saja pada ayah!" jawab Ashera siap membuka pintu."Aleysa, tidak seharusnya kamu melakukan hal ini. Pria itu kelihatannya baik dan mencintaimu," ucap Ashera menyesalkan apa yang telah dilakukan Aleysa pada Arion."Tidak usah ikut campur urusanku! Urus saja ibumu!" bentak Aleysa."Dia ibumu juga." Amarah Ashera hampir terpancing. Bila berhubungan dengan ibunya, perasaan Ashera tidak stabil.Aleysa memutar tubuh menghadap penuh Ashera. Sorot matanya tajam menghunus. Dia tidak suka dengan perkataan Ashera."Ibuku ada di rumah. Dia bukan ibuku. Camkan itu!" Aleysa tidak mau mengakui ibunya.Tanpa membiarkan Ashera kembali mengganggunya, Aleysa masuk kamar Arion dan meninggalkan Ashera dengan kesedihannya.Baru juga Ashera hendak pergi, pintu kamar kembali terbuka dan Aleysa kembali mendekatinya."Ini, pakai ini dan jangan biarkan orang lain melihatmu berkeliaran atau semua yang telah kita lakukan sia-sia!" ucap Aleysa.Aleysa menarik tangan Ashera, lalu meletakan topi dan kaca mata hitam pada telapak tangan Ashera yang dia paksa untuk terbuka. Aleysa juga tidak lupa menyampirkan jaket hitam pada pundak Ashera dan meminta adiknya itu untuk memakai agar identitasnya tidak terlihat oleh orang lain.Aleysa sadar benar siapa Arion, tunangannya itu. Dia bukan orang biasa. Setiap berita sekecil apapun, pasti akan langsung tercium oleh awak media dan namanya akan segera menjadi viral. Aleysa juga tau bagaimana rupa dan wajahnya yang memiliki kemiripan dengan Ashera, adiknya.Pertunangan mereka telah disiarkan sore tadi dan mereka telah mengadakan pesta, makanya saat pesta itu, Aleysa telah mencampurkan obat dalam minuman Arion sehingga pria itu sedikit teler hingga tidak mengenali wanita yang tidur bersamanya.Bila awak media atau orang yang mengejar informasi tentang Arion mengetahui keberadaan Ashera yang memiliki wajah mirip dengannya, ini akan merusak citranya sebagai tunangan Arion. Yang jelas, Aleysa takut Arion mengetahui bila dia memiliki seorang adik yang memiliki wajah mirip dengannya.Berpisah selama 20 tahun ternyata tidak membuat wajah keduanya mengalami perubahan untuk tidak mirip. Ikatan keluarga lebih kuat, meski tumbuh dalam lingkungan yang berbeda, ternyata lingkungan tidak memperngaruhi perkembangan wajah mereka juga.Hidup di kota besar dan kota kecil hanya membuat sedikit perbedaan warna kulit mereka saja. Aleysa memiliki kulit putih mulus karena dia sering melakukan perawatan, sedangkan Ashera, dia juga memiliki kulit putih mulus, tapi lebih cenderung kuning langsat.Ashera kembali merasa tidak memiliki harga sebagai seorang adik di mata Aleysa. Dia masih terdiam setelah Aleysa kembali meninggalkan dirinya.Dengan menghela napas panjang, Ashera membuat dirinya sendiri sedikit lebih tenang. Dia pun segera mengenakan jaket dan topi yang diberikan oleh Aleysa. Tidak lupa mengenakan kacamata hitam untuk menyamarkan wajahnya.Saat dia berjalan ke luar hotel, Ashera menghindar karena dari arah berbeda, dia melihat dua pria kekar berseragam serba hitam sedang berjalan ke arahnya, lebih tepat ke arah kamar Arion. Kamar di mana dia dan pria itu menghabiskan malam panjang dengan desah dan deru napas memburu. Kamar yang sekarang dihuni oleh Arion dan Aleysa, kakaknya.Dua pria itu yang semalam dia lihat tengah berjaga di dekat pintu kamar Arion. Itu artinya, dua pria itu adalah orang-orang Arion."Ah, hampir saja," gumamnya merasa lega. "Aku harus cepat meninggalkan tempat ini dan menemui ibu. Dia pasti sangat mengkhawatirkan aku karena semalaman aku tidak menemaninya," ucap Ashera mengingat ibunya yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit.Ashera dengan cepat berjalan menuju jalan raya dan mencari taksi di sana. Beberapa menit dia menunggu, tidak satu pun taksi yang melintasinya. Ashera hampir putus asa, hingga akhirnya dia memutuskan untuk berjalan kaki menyeberang dan mencari taksi di jalan lain.Saat berjalan, Ashera melintasi sebuah warung makan di pinggir jalan yang telah buka dini hari. Warung makan itu adalah warung nasi uduk. Ashera berpikir bila dia ingin membelikan nasi uduk untuk ibunya karena saat di kota kecil, ibunya itu senang makan nasi uduk.Karena taksi tidak juga datang, Ashera jadi terlambat ke rumah sakit. Karena sudah sedikit siang, dia pun memutuskan untuk mampir sebentar di mini market dekat rumah sakit membeli air mineral untuk ibunya dan dia sendiri saat menemani ibunya."Ashera?"Sebuah suara terdengar memanggilnya. Bukan, bukan memanggilnya. Suara itu lebih terdengar lirih seakan tidak percaya bila dia bertemu Ashera di tempat itu.Ya, pemiliki suara itu sepertinya kaget melihat Ashera ada di mini market tempatnya berdiri saat ini.Karena mendengar namanya disebut, Ashera pun menoleh dan melihat ke arah sumber suara."Ayah?" panggilnya lirih. Ashera tidak kalah terkejut, sama seperti pria itu.Pria yang dipanggil ayah itu mengedarkan mata ke sekitar seolah dia ingin memastikan tidak ada yang mendengar Ashera memanggilnya ayah. Setelah merasa aman terkendali, pria itu kembali mengarahkan mata pada Ashera."Jangan penah memanggilku ayah! Kamu bukan anakku dan aku tidak pernah mempunyai putri sepertimu," ucap pria itu setengah berbisik seolah takut didengar oleh orang lain. Pria itu kembali mengedarkan mata.Ashera terdiam. Manik matanya tidak berkedip menatap lekat dan dingin pria yang tidak pernah mengakui anak itu. Sebenarnya dia tidak kaget dengan penolakan itu, tetapi sebaliknya, Ashera mencibir dalam hati.Pria itu adalah Kafi, mantan suami Zanna, ibunya. Kafi adalah ayah Ashera dan Aleysa. Sayangnya pria it
“Ashera, kuatkan hatimu! Dokter sedang berusaha.” Trixi ikut jongkok mendekati Ashera yang telah menjauhkan diri darinya. Dia berusaha menenangkan dan menghibur Ashera, sahabatnya.“Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi, Trixi. Hanya ibu yang aku punya,” tangis Ashera dalam kesedihan yang mendalam.“Ada aku, sahabatmu,” hibur Trixi.Ashera mengangkat wajah basah dan pucatnya, ditatapnya wajah Trixi, lalu dia kembali menangis dan memeluk erat sahabatnya itu.Trixi pun membalas pelukan Ashera dan terus memberinya dukungan. Dia tidak peduli tubuh basah Ashera. Selama ini hanya Trixi yang mau menemaninya dalam segala hal. Sahabatnya yang satu itu telah lebih dari saudara.“Nona Ashera,” panggil seorang dokter mendekatinya.Ashera dan Trixi melepaskan pelukan mereka. Mereka juga mengarahkan pandangnya pada dokter muda yang sedang berdiri menunggunya setelah keduanya menyeka dan mengeringkan air mata. Ashera dengan sisa tenaga berusaha bangkit dan berdiri dengan pertolongan Trixi.“Dokter, ap
Ashera benar-benar tidak tau harus melakukan apa lagi di saat seperti ini. Mungkin bila kondisi ibunya baik dan tidak di ambang kematian, dia masih bisa berpikir dengan jernih dan cepat karena meski dia adalah gadis dari kota kecil, tetapi kemampuan otaknya tidak bisa dikatakan standar.Tidak memiliki pilihan lain, setelah dokter menjelaskan kondisi ibunya, Ashera harus mencari cara untuk segera mendapatkan uang itu bagaimanapun caranya.Hari ini Trixi menemaninya sampai hampir sore karena sore hari sahabatnya itu harus masuk kuliah sehingga Ashera menunggu ibunya sendirian. Meski dia telah melakukannya beberapa hari ini seperti itu, tetapi hari ini hati dan pikirannya sedang dilanda kesedihan yang mendalam.Ashera harus kehilangan keperawanannya, tidak mendapatkan uang yang dijanjikan oleh Aleysa dan juga Kafi, pria yang tidak mau mengakuinya sebagai anaknya. Dia juga hampir kehilangan ibunya. "Aku harus menemuinya dan menangih janji," gumam Ashera mengangkat kepala setelah beberapa
Ashera berjalan memutar ke arah belakang cafe. Entah apa yang akan dia lakukan. Izin pada Trixi, dia akan ke kamar mandi, tetapi dari caranya berjalan sedikit mengendap membuat Trixi merasa curiga dengan apa yang dilakukan oleh Ashera. Meski begitu, Trixi tidak memanggilnya dan hanya memperhatikannya saja.Menggunakan hoode dengan topi menutup wajah dan kaca mata, Ashera berjalan sangat hati-hati. Langkahnya kecil-kecil dan hampir berjinjit memasuki area cafe. Dilihatnya banyak orang yang sedang menikmati minuman sembari ketawa-ketiwi satu sama lain.Ashera berhenti sejenak di balik dinding. Dengan sedikit menjorokkan wajahnya untuk mengintai, dia mengedarkan mata mencari sosok Aleysa, tetapi setelah beberapa saat mengedarkan mata, sama sekali tidak dilihat Aleysa ada di antara orang-orang muda lainnya. Ashera menghela napas panjang merasa sedikit kecewa."Mungkin dia ada di ruang lain," gumam Ashera menghibur dan memberi semangat pada diri sendiri.Dengan kedua tangan jatuh dan terku
"Sayang, kenapa?" Arion merasakan hal aneh pada kekasihnya."Aku kebelet," seru Ashera segera memutar tubuh dan berlari ke toilet sembari memegangi bagian bawah perut layaknya orang menahan hasrat buang air kecil.Melihat kekasihnya berlari dan bersikap tidak seperti biasanya, Arion mengernyitkan dahi merasa ada yang tidak beres. Setelah bayangan punggung Ashera menghilang di balik pintu, keraguan dan perasaan curiga memerintahkan kedua kakinya untuk melangkah, tapi baru beberapa langkah ...."Tuan!" Seseorang memanggilnya dari arah belakang.Arion menghentikan langkahnya, lalu memutar poros lehernya, menoleh ke arah orang yang memanggilnya."Ada apa?" tanyanya dengan suara dingin.Pria tersebut langsung mendekati Arion dan langsung mencondongkan kepala ke arah Arion menyampaikan pesan yang dibawa dengan berbisik."Apa kamu yakin?" Mata Arion membulat."Yakin, Tuan.""Oke, kalau begitu atur agendaku untuk melakukan kunjungan ke tempat itu!" "Baik, Tuan." Pria itu mengangguk, lalu mun
Langkah Ashera terhenti memastikan panggilan itu untuknya. Setelah beberapa saat menunggu tanpa menoleh dan melihat arah panggilan, Ashera kembali melangkahkan kaki karena dia pikir panggilan itu ternyata bukan untuk dirinya dan dia pun merasa lega."Nona!" Terdengar lagi panggilan itu ketika Ashera benar-benar melangkah.Ashera terpaksa menoleh ke belakang untuk memastikan. Alangkah terkejutnya dia saat melihat siapa yang memanggilnya. Jantung Ashera langsung berpacu seperti mendapat sengatan listrik dengan kejutan bervoltase tinggi. Yang memanggilnya adalah Arion, tunangan Aleysa, pria yang telah merenggut keperawanannya.Dengan cepat Ashera kembali memutar poros lehernya. Dengan hembusan satu napas yang panjang dan mendalam, Ashera kembali melangkah. Kali ini langkahnya semakin cepat. Dia tidak ingin bertemu dengan pria itu, apalagi sampai berurusan dengannya. Cukup malam itu saja, cukup sekali saja dan semuanya harus hilang dalam hidupnya."Hei, Nona, jangan pergi!" Semakin Asher
"Memangnya apa yang telah kami lakukan pada Arion?" Tiba-tiba sebuah suara terdengar mengejek dari arah belakang.Ashera kaget dan langsung memutar tubuh ke belakang untuk melihat siapa yang datang dan meremehkannya. Sebenarnya tanpa melihat pun, dia sudah tau siapa yang menyahut teriakannya untuk Kafi."Memangnya apa yang telah kami lakukan pada Arion? Kamu pikir dia akan percaya padamu?" Alesya melangkah dan mendekati Ashera dengan ekspresi sombong dan angkuh. Dia mencibir keberanian Ashera yang telah mengancam keluarganya, termasuk mengancamnya. Aura keangkuhan Aleysa terasa kental dengan sorot mata penuh kebencian terhadap Ashera.Ashera geram. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, hanya saja sekuat hati ditekan rasa kesal itu. Bagaimanapun saat ini dia membutuhkan uang itu untuk pengobatan ibunya. Bahkan demi ibunya, Ashera melemahkan kembali otot tangannya yang tegang, berharap Aleysa mau mendengarkannya saat ini."Ibu ingin bertemu denganmu," ucap Ashera menahan kemarahannya
"Aku tidak akan pergi sebelum kalian menepati janji," tolak Ashera.Menurutnya, mereka telah berjanji dan bukan hanya itu saja, penghinaan yang dilakukan untuk ibunya harus dibayar mahal oleh mereka. Tidak peduli apakah mereka menganggapnya terlalu gila harta, tapi memang dia sangat membutuhkan uang itu."Apa yang telah kalian lakukan padaku, telah membuatku rugi besar. Bila kalian tidak menepati dan membayar apa yang telah kalian janjikan padaku, maka jangan salahkan aku bila aku mengatakan semua pada Arion! Dan aku pastikan hubungan kalian akan berakhir setelah pria itu tau siapa yang tidur dengannya malam itu." Nada melakukan ancaman pada mereka terlebih pada Aleysa."Ma?" Alesya ketakutan dan termakan ancaman Ashera. Aleysa merajuk pada Lydia seperti anak kecil. "Ma, aku tidak mau pertunanganku dengan Arion berakhir," lanjutnya.Lydia geram melihat sifat kekanakan dan juga ceroboh Aleysa. Meski Aleysa sombong dan angkuh, ternyata wanita itu ceroboh dan sangat mudah termakan ancama
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir