"Sayang, kenapa?" Arion merasakan hal aneh pada kekasihnya."Aku kebelet," seru Ashera segera memutar tubuh dan berlari ke toilet sembari memegangi bagian bawah perut layaknya orang menahan hasrat buang air kecil.Melihat kekasihnya berlari dan bersikap tidak seperti biasanya, Arion mengernyitkan dahi merasa ada yang tidak beres. Setelah bayangan punggung Ashera menghilang di balik pintu, keraguan dan perasaan curiga memerintahkan kedua kakinya untuk melangkah, tapi baru beberapa langkah ...."Tuan!" Seseorang memanggilnya dari arah belakang.Arion menghentikan langkahnya, lalu memutar poros lehernya, menoleh ke arah orang yang memanggilnya."Ada apa?" tanyanya dengan suara dingin.Pria tersebut langsung mendekati Arion dan langsung mencondongkan kepala ke arah Arion menyampaikan pesan yang dibawa dengan berbisik."Apa kamu yakin?" Mata Arion membulat."Yakin, Tuan.""Oke, kalau begitu atur agendaku untuk melakukan kunjungan ke tempat itu!" "Baik, Tuan." Pria itu mengangguk, lalu mun
Langkah Ashera terhenti memastikan panggilan itu untuknya. Setelah beberapa saat menunggu tanpa menoleh dan melihat arah panggilan, Ashera kembali melangkahkan kaki karena dia pikir panggilan itu ternyata bukan untuk dirinya dan dia pun merasa lega."Nona!" Terdengar lagi panggilan itu ketika Ashera benar-benar melangkah.Ashera terpaksa menoleh ke belakang untuk memastikan. Alangkah terkejutnya dia saat melihat siapa yang memanggilnya. Jantung Ashera langsung berpacu seperti mendapat sengatan listrik dengan kejutan bervoltase tinggi. Yang memanggilnya adalah Arion, tunangan Aleysa, pria yang telah merenggut keperawanannya.Dengan cepat Ashera kembali memutar poros lehernya. Dengan hembusan satu napas yang panjang dan mendalam, Ashera kembali melangkah. Kali ini langkahnya semakin cepat. Dia tidak ingin bertemu dengan pria itu, apalagi sampai berurusan dengannya. Cukup malam itu saja, cukup sekali saja dan semuanya harus hilang dalam hidupnya."Hei, Nona, jangan pergi!" Semakin Asher
"Memangnya apa yang telah kami lakukan pada Arion?" Tiba-tiba sebuah suara terdengar mengejek dari arah belakang.Ashera kaget dan langsung memutar tubuh ke belakang untuk melihat siapa yang datang dan meremehkannya. Sebenarnya tanpa melihat pun, dia sudah tau siapa yang menyahut teriakannya untuk Kafi."Memangnya apa yang telah kami lakukan pada Arion? Kamu pikir dia akan percaya padamu?" Alesya melangkah dan mendekati Ashera dengan ekspresi sombong dan angkuh. Dia mencibir keberanian Ashera yang telah mengancam keluarganya, termasuk mengancamnya. Aura keangkuhan Aleysa terasa kental dengan sorot mata penuh kebencian terhadap Ashera.Ashera geram. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, hanya saja sekuat hati ditekan rasa kesal itu. Bagaimanapun saat ini dia membutuhkan uang itu untuk pengobatan ibunya. Bahkan demi ibunya, Ashera melemahkan kembali otot tangannya yang tegang, berharap Aleysa mau mendengarkannya saat ini."Ibu ingin bertemu denganmu," ucap Ashera menahan kemarahannya
"Aku tidak akan pergi sebelum kalian menepati janji," tolak Ashera.Menurutnya, mereka telah berjanji dan bukan hanya itu saja, penghinaan yang dilakukan untuk ibunya harus dibayar mahal oleh mereka. Tidak peduli apakah mereka menganggapnya terlalu gila harta, tapi memang dia sangat membutuhkan uang itu."Apa yang telah kalian lakukan padaku, telah membuatku rugi besar. Bila kalian tidak menepati dan membayar apa yang telah kalian janjikan padaku, maka jangan salahkan aku bila aku mengatakan semua pada Arion! Dan aku pastikan hubungan kalian akan berakhir setelah pria itu tau siapa yang tidur dengannya malam itu." Nada melakukan ancaman pada mereka terlebih pada Aleysa."Ma?" Alesya ketakutan dan termakan ancaman Ashera. Aleysa merajuk pada Lydia seperti anak kecil. "Ma, aku tidak mau pertunanganku dengan Arion berakhir," lanjutnya.Lydia geram melihat sifat kekanakan dan juga ceroboh Aleysa. Meski Aleysa sombong dan angkuh, ternyata wanita itu ceroboh dan sangat mudah termakan ancama
"Apa isi kartu yang aku berikan telah habis?" Arion tampak curiga."Kartu?" Ashera tercengang.Dia merasa bodoh karena telah mengutarakan apa yang dibutuhkan pada pria yang tidak dia kenal, namun sangat mengenal Aleysa. Untuk sesaat dia merasa bingung dan bisa dikatakan kebakaran jengot sendiri oleh ulahnya sendiri."Ya, kartu debit yang aku berikan padamu. Bukankah beberapa hari sebelum malam itu, aku telah menyuruh Fathan memberimu uang 100 juta? Atau kamu telah menggunakan untuk perawatan tubuh sehingga saat malam di dalam kamar hotel, aroma tubuhmu sangat segar dan menggairahkan?"Mata Ashera membulat sempurna. Seperti geledek menggelegar perkataan Arion dalam telinganya saat pria itu mengingatkan dirinya pada malam panas di dalam hotel. Andai Arion tau bila wanita yang telah melewati malam panasnya bukanlah Aleysa, kekasihnya, melainkan dirinya, mungkinkah Arion tetap akan memujinya seperti itu?Ya, sehari sebelum malam pembuktian bila Aleysa masih perawan, yang artinya sebelum
Ashera sama sekali tidak bisa berkutik kali ini. Sembari berjalan mengikuti langkah Arion memasuki restauran, di dalam kepalanya terjadi peperangan sengit melawan benang kusut yang dirajutnya sendiri. Karena ulahnya sendiri, sekarang dia harus mencari cara untuk pergi dari Arion sebelum pria itu menyadari siapa dirinya."Kamu duluan saja, aku mau ke toilet sebentar!" ucap Ashera mencari alasan untuk kabur."Di dalam ada toilet khusus," jawab Arion.Sekali lagi alasannya gagal dan terlalu mudah untuk dipatahkan oleh Arion. Ashera mendengus kesal dan sangat lirih, takut Arion mendengarnya.Untung saja saat mereka hendak memasuki ruang VVIP, ponselnya berdering."Aku jawab telepon sebentar," ucap Ashera.Arion tidak menjawab. Dia hanya mengangguk dengan tatapan mengizinkan, lalu berjalan kembali dan masuk ke dalam ruangan yang sepertinya telah terbiasa dia gunakan untuk makan.Ashera benar-benar merasa lega dan mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri dari pria itu sebelum semuanya me
Mendengar pernyataan Ester, bahwa dia tidak bisa menjamin Ashera tidak disentuh oleh pria hidung belang di cafenya, Ashera dan Trixi saling bertukar pandang. Keduanya tampak ragu, terlebih Trixi. Sahabat Ashera itu tidak yakin bila Ashera bisa lolos dari tangan-tangan gatal."Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuh tubuhku. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik agar mereka tidak melakukannya." Ashera mengatakan untuk meyakinkan Ester agar diizinkan bekerja di sana."Shera, apa kamu yakin? Kalau tidak, aku akan mencarikanmu pekerjaan lain." Kini yang tidak yakin dan khawatir adalah Trixi.Awalnya dia berpikir Ashera bisa bekerja di cafe itu dengan jaminan Ester mempekerjakan di tempat yang tidak harus terjamah oleh pria hidung belang atau paling tidak di kasir. Ternyata harapannya tidak sesuai, bagian kasir tidak membutuhkan tambahan orang. Yang membutuhkan adalah bagian pelayan karena salah satu karyawannya mengambil cuti beberapa hari.Ashera tersenyum mendeng
"Selamat malam, Tuan-tuan," sapa Ashera memberanikan diri menyapa dengan ramah.Tidak segera menjawab, keempat pria itu langsung mengarahkan pandang mereka pada Ashera dengan serempak. Bahkan sapaan Ashera mampu menghentikan canda dan tawa mereka.Ashera terkejut melihat ekspresi mereka. Keberanian yang sejak tadi sangat susah dipupuk dan dikumpulkan, kini kembali sedikit tergoyahkan. Sebenarnya kaki Ashera sudah mulai bergetar, tetapi dengan menghirup dan mengeluarkan beberapa kali hembusan napas, Ashera dengan cepat bisa kembali mengumpulkan keberaniannya."Tuan, mau pesan minuman apa?" tanya Ashera kembali menawarkan pelayanannya dengan sopan.Setelah mendengar pertanyaan Ashera untuk ketiga kalinya, salah satu dari mereka menyadarkan teman-temannya dengan menyenggolkan lengannya pada lengan teman di sampingnya, hingga akhirnya keempat pria itu tersadar dari lamunan terpesona.Yang membuat mereka terpesona bukan hanya karena kecantikan Ashera yang berbeda deng
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir