Ashera benar-benar tidak tau harus melakukan apa lagi di saat seperti ini. Mungkin bila kondisi ibunya baik dan tidak di ambang kematian, dia masih bisa berpikir dengan jernih dan cepat karena meski dia adalah gadis dari kota kecil, tetapi kemampuan otaknya tidak bisa dikatakan standar.
Tidak memiliki pilihan lain, setelah dokter menjelaskan kondisi ibunya, Ashera harus mencari cara untuk segera mendapatkan uang itu bagaimanapun caranya.Hari ini Trixi menemaninya sampai hampir sore karena sore hari sahabatnya itu harus masuk kuliah sehingga Ashera menunggu ibunya sendirian. Meski dia telah melakukannya beberapa hari ini seperti itu, tetapi hari ini hati dan pikirannya sedang dilanda kesedihan yang mendalam.Ashera harus kehilangan keperawanannya, tidak mendapatkan uang yang dijanjikan oleh Aleysa dan juga Kafi, pria yang tidak mau mengakuinya sebagai anaknya. Dia juga hampir kehilangan ibunya."Aku harus menemuinya dan menangih janji," gumam Ashera mengangkat kepala setelah beberapa saat termenung.Ashera segera menghubungi Trixi karena hanya sahabatnya itu yang bisa dia andalkan untuk membantunya. Hingga malam hari sesuai waktu yang mereka sepakati, Trixi telah sampai di rumah sakit."Shera, aku dengar kabar malam ini ada pesta anak muda di Cafe Oxa. Aku yakin Aleysa ada di sana," ucap Trixi.Meski Trixi baru mengetahui ternyata Ashera dan Aleysa adalah kakak beradik, tapi sebenarnya dia telah mengenal Aleysa sejak lama. Hanya sebatas mengenal saja, tidak terlalu dekat dan paham karena Aleysa terkenal seorang gadis yang cantik dan bergaul dengan kalangan atas."Apa kamu yakin?""Ya, itu adalah acara anak-anak kalangan elit dari kampusku. Itu artinya, Alesya pasti ada di sana bersama tunangannya."Ashera menatap lekat Trixi dengan sorot mata berpikir dan tampak ragu. Mendengar bila itu adalah acara kalangan atas, sudah pasti tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam sana. Lagi pula Alesya dan Kafi melarangnya berkeliaran di luar atau mereka akan menyakiti dan membunuh ibunya karena mereka tidak ingin keberadaannya diketahui banyak orang.Ashera juga termenung dan ragu. Bila dia datang ke sana menemui Aleysa, itu artinya pria yang semalam tidur dengannya pasti ada di sana. Apalagi Trixi mengatakan bila tunangan Alesya juga ada di sana ikit merayakannya."Tapi kita tidak bisa masuk ke sana, Shera. Biasanya mereka tidak akan mengizinkan orang lain masuk. Mereka juga akan meletakkan beberapa penjaga, apalagi ada tuan muda Arion. Orang-orang Arion pasti berkeliaran di sana untuk keamanan." Trixi merasa khawatir dan tidak yakin mereka bisa menembus masuk dan Ashera bisa bertemu dengan Aleysa di sana."Apa seketat itu? Bukankah semua cafe memberikan akses bebas bagi pengunjung?"Ashera tidak terlalu paham dengan peraturan cafe. Yang dia ketahui, itu adalah tempat umum yang semua orang dewasa bisa mengunjunginya dan nongkrong di sana. Yang lebih memnbuatnya tercengang dan tidak mengerti adalah penuturan Trixi tentang Arion, tunangan kakaknya.Ashera yang hidup di kota kecil dan memang tidak mengenal mereka, merasa kaget mendengarnya. Dia sudah menduga bila pria yang tidur dengannya adalah pria kaya. Karena tidak mungkin Aleysa meminta dirinya menggantikan malam itu kalau bukan karena harta Arion.Meski Trixi telah melarang dan memperingatkannya, tapi Ashera tetap ingin menemui Aleysa, apapun nanti hasilnya dan apapun yang akan dia hadapi, tekad Ashera sudah bulat. Demi nyawa ibunya, dia rela melakukan apa saja, bahkan dia telah kehilangan mahkota berharganya. Apa lagi yang dia jaga? Tidak ada. Nasi sudah menjadi bubur. Ashera akan mengolahnya menjadi santapan yang bermanfaat dan tidak sia-sia.Seperti yang Trixi katakan, saat mereka telah sampai di Cafe Oxa dan baru juga mereka sampai di ambang pintu masuk, mereka sudah dihadang oleh dua pria kekar."Cafe ini ditutup untuk umum," ucap salah satu dari pria itu merentangkan tangan menghadang.Malam ini Ashera mengenakan hody dengan topi menutup kepala. Dia juga mengenakan kaca mata sedikit gelap. Dia melakukan semua ini untuk menyamarkan wajah agar tidak ada yang mengenalinya sebagai Aleysa. Semua ini dilakukan karena permintaan Aleysa juga."Tuan, kami ingin menemui nona Aleysa dan mengirimkan barang pesanannya," ucap Ashera tiba-tiba dia mendapatkan ide. Salah satu tangan dimasukkan ke dalam kantong hody seolah dia sedang memegangnya."Berikan padaku!" Pria itu mengulurkan tangan meminta barang yang dikatakan oleh Ashera. "Biar aku sampaikan pada nona Aleysa," sambungnya."Ah, maaf, Tuan. Nona Aleysa berpesan untuk tidak memberikan barang ini pada siapa pun, termasuk penjaga."Hei, kalian jangan menipu kami!" seru salah satu pria lagi.Ashera sebenarnya terkejut dan kaget mendengar seruan itu, tapi dia bisa menguasai diri dengan cepat sehingga rasa kaget itu tidak tampak. Malah sebaliknya, wajah Ashera yang tidak terlihat sempurna itu menyunggingkan senyum mencibir seruan pria itu."Tuan, kalau kalian tidak percaya dan tidak mengizinkan kami masuk, tidak masalah. Yah, kemungkinan besar kalian yang akan kena marah oleh tuan dan nona kalian," ucap Ashera dengan nada santai dan terkesan cuek, masa bodoh, tapi sebenarnya dia sedang menakuti dan menggoyahkan pendirian mereka.Tanpa disangka apa yang dilakukan Ashera berhasil membuat dua pria itu saling berbincang. Bahkan bukan hanya dua pria kekar itu saja yang berbisik-bisik, tapi Trixi juga kaget mendengar apa yang dilakukan oleh Ashera."Shera, apa yang kamu lakukan? Barang apa yang kamu bawa?" Trixi mencondongkan kepala berbisik di telingan Ashera."Tidak ada, aku hanya membohongi mereka," balas Ashera juga berbisik, tapi matanya tetap memperhatikan dua pria yang sedang gundah gulana.Trixi dan Ashera segera menegakkan diri lagi saat melihat salah satu pria berjalan ke arah mereka. Bahkan Ashera kembali memasang wajah tenang meyakinkan."Bagaimana?" tanyanya."Kami tetap tidak bisa membiarkan kalian masuk. Kami akan memberitahu nona Aleysa terlebih dahulu dan memastikan kalian tidak mengelabuhi kami," ucap pria itu.Ashera menghela napas berat. Sebenarnya dia kecewa karena rencananya gagal, tapi ...."Oke, kalau begitu katakan pada nona Aleysa, kami menunggunya di sana!" ucap Ashera menunjuk sebuah pohon besar di ssamping cafe.Ashera langsung menarik tangan Trixi dan membawanya pergi ke bawah pohon yang ditujukkan pada pria itu.Meski bingung dan sama sekali tidak mengerti rencana Ashera, Trixi dengan patuh mengikuti langkah sahabatnya itu. Hingga sampai di bawah pohon, Trixi langsung menghempas tangan Ashera dan terlihat kesal."Shera, sebenarnya apa yang kamu rencanakan? Jangan membuat masalah dengan Arion!" Trixi kembali memperingatkan Ashera tentang status Arion.Ashera tersenyum melihat sahabatnya kesal, lalu menepuk pundak Trixi."Trixi, aku harus menemui Aleysa. Ini sangat penting," ucap Ashera memberi pengertianpada Trixi. "Permintaan paling besar dari ibu hanya ingin bertemu dengan Aleysa," lanjutnya. Kali ini wajahnya tampak murung.Trixi merasa bersalah dan menyesal karena telah berbicara sedikit keras pada Ashera."Maafkan aku, Shera." Membalas tepukan tangan Ashera."Trixi, bisakah kamu tunggu aku di sini? Aku ingin ke kamar mandi sebentar," ucap Ashera setelah suasana mencair."Tapi, Shera, bukannya kamu ingin menemui Aleysa? Bagaimana kalau dia ke sini dan kamu belum kembali?" Trixi ragu."Tidak akan. Aku hanya sebentar," jawab Ashera ringan.Ashera berjalan memutar ke arah belakang cafe. Entah apa yang akan dia lakukan. Izin pada Trixi, dia akan ke kamar mandi, tetapi dari caranya berjalan sedikit mengendap membuat Trixi merasa curiga dengan apa yang dilakukan oleh Ashera. Meski begitu, Trixi tidak memanggilnya dan hanya memperhatikannya saja.Menggunakan hoode dengan topi menutup wajah dan kaca mata, Ashera berjalan sangat hati-hati. Langkahnya kecil-kecil dan hampir berjinjit memasuki area cafe. Dilihatnya banyak orang yang sedang menikmati minuman sembari ketawa-ketiwi satu sama lain.Ashera berhenti sejenak di balik dinding. Dengan sedikit menjorokkan wajahnya untuk mengintai, dia mengedarkan mata mencari sosok Aleysa, tetapi setelah beberapa saat mengedarkan mata, sama sekali tidak dilihat Aleysa ada di antara orang-orang muda lainnya. Ashera menghela napas panjang merasa sedikit kecewa."Mungkin dia ada di ruang lain," gumam Ashera menghibur dan memberi semangat pada diri sendiri.Dengan kedua tangan jatuh dan terku
"Sayang, kenapa?" Arion merasakan hal aneh pada kekasihnya."Aku kebelet," seru Ashera segera memutar tubuh dan berlari ke toilet sembari memegangi bagian bawah perut layaknya orang menahan hasrat buang air kecil.Melihat kekasihnya berlari dan bersikap tidak seperti biasanya, Arion mengernyitkan dahi merasa ada yang tidak beres. Setelah bayangan punggung Ashera menghilang di balik pintu, keraguan dan perasaan curiga memerintahkan kedua kakinya untuk melangkah, tapi baru beberapa langkah ...."Tuan!" Seseorang memanggilnya dari arah belakang.Arion menghentikan langkahnya, lalu memutar poros lehernya, menoleh ke arah orang yang memanggilnya."Ada apa?" tanyanya dengan suara dingin.Pria tersebut langsung mendekati Arion dan langsung mencondongkan kepala ke arah Arion menyampaikan pesan yang dibawa dengan berbisik."Apa kamu yakin?" Mata Arion membulat."Yakin, Tuan.""Oke, kalau begitu atur agendaku untuk melakukan kunjungan ke tempat itu!" "Baik, Tuan." Pria itu mengangguk, lalu mun
Langkah Ashera terhenti memastikan panggilan itu untuknya. Setelah beberapa saat menunggu tanpa menoleh dan melihat arah panggilan, Ashera kembali melangkahkan kaki karena dia pikir panggilan itu ternyata bukan untuk dirinya dan dia pun merasa lega."Nona!" Terdengar lagi panggilan itu ketika Ashera benar-benar melangkah.Ashera terpaksa menoleh ke belakang untuk memastikan. Alangkah terkejutnya dia saat melihat siapa yang memanggilnya. Jantung Ashera langsung berpacu seperti mendapat sengatan listrik dengan kejutan bervoltase tinggi. Yang memanggilnya adalah Arion, tunangan Aleysa, pria yang telah merenggut keperawanannya.Dengan cepat Ashera kembali memutar poros lehernya. Dengan hembusan satu napas yang panjang dan mendalam, Ashera kembali melangkah. Kali ini langkahnya semakin cepat. Dia tidak ingin bertemu dengan pria itu, apalagi sampai berurusan dengannya. Cukup malam itu saja, cukup sekali saja dan semuanya harus hilang dalam hidupnya."Hei, Nona, jangan pergi!" Semakin Asher
"Memangnya apa yang telah kami lakukan pada Arion?" Tiba-tiba sebuah suara terdengar mengejek dari arah belakang.Ashera kaget dan langsung memutar tubuh ke belakang untuk melihat siapa yang datang dan meremehkannya. Sebenarnya tanpa melihat pun, dia sudah tau siapa yang menyahut teriakannya untuk Kafi."Memangnya apa yang telah kami lakukan pada Arion? Kamu pikir dia akan percaya padamu?" Alesya melangkah dan mendekati Ashera dengan ekspresi sombong dan angkuh. Dia mencibir keberanian Ashera yang telah mengancam keluarganya, termasuk mengancamnya. Aura keangkuhan Aleysa terasa kental dengan sorot mata penuh kebencian terhadap Ashera.Ashera geram. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, hanya saja sekuat hati ditekan rasa kesal itu. Bagaimanapun saat ini dia membutuhkan uang itu untuk pengobatan ibunya. Bahkan demi ibunya, Ashera melemahkan kembali otot tangannya yang tegang, berharap Aleysa mau mendengarkannya saat ini."Ibu ingin bertemu denganmu," ucap Ashera menahan kemarahannya
"Aku tidak akan pergi sebelum kalian menepati janji," tolak Ashera.Menurutnya, mereka telah berjanji dan bukan hanya itu saja, penghinaan yang dilakukan untuk ibunya harus dibayar mahal oleh mereka. Tidak peduli apakah mereka menganggapnya terlalu gila harta, tapi memang dia sangat membutuhkan uang itu."Apa yang telah kalian lakukan padaku, telah membuatku rugi besar. Bila kalian tidak menepati dan membayar apa yang telah kalian janjikan padaku, maka jangan salahkan aku bila aku mengatakan semua pada Arion! Dan aku pastikan hubungan kalian akan berakhir setelah pria itu tau siapa yang tidur dengannya malam itu." Nada melakukan ancaman pada mereka terlebih pada Aleysa."Ma?" Alesya ketakutan dan termakan ancaman Ashera. Aleysa merajuk pada Lydia seperti anak kecil. "Ma, aku tidak mau pertunanganku dengan Arion berakhir," lanjutnya.Lydia geram melihat sifat kekanakan dan juga ceroboh Aleysa. Meski Aleysa sombong dan angkuh, ternyata wanita itu ceroboh dan sangat mudah termakan ancama
"Apa isi kartu yang aku berikan telah habis?" Arion tampak curiga."Kartu?" Ashera tercengang.Dia merasa bodoh karena telah mengutarakan apa yang dibutuhkan pada pria yang tidak dia kenal, namun sangat mengenal Aleysa. Untuk sesaat dia merasa bingung dan bisa dikatakan kebakaran jengot sendiri oleh ulahnya sendiri."Ya, kartu debit yang aku berikan padamu. Bukankah beberapa hari sebelum malam itu, aku telah menyuruh Fathan memberimu uang 100 juta? Atau kamu telah menggunakan untuk perawatan tubuh sehingga saat malam di dalam kamar hotel, aroma tubuhmu sangat segar dan menggairahkan?"Mata Ashera membulat sempurna. Seperti geledek menggelegar perkataan Arion dalam telinganya saat pria itu mengingatkan dirinya pada malam panas di dalam hotel. Andai Arion tau bila wanita yang telah melewati malam panasnya bukanlah Aleysa, kekasihnya, melainkan dirinya, mungkinkah Arion tetap akan memujinya seperti itu?Ya, sehari sebelum malam pembuktian bila Aleysa masih perawan, yang artinya sebelum
Ashera sama sekali tidak bisa berkutik kali ini. Sembari berjalan mengikuti langkah Arion memasuki restauran, di dalam kepalanya terjadi peperangan sengit melawan benang kusut yang dirajutnya sendiri. Karena ulahnya sendiri, sekarang dia harus mencari cara untuk pergi dari Arion sebelum pria itu menyadari siapa dirinya."Kamu duluan saja, aku mau ke toilet sebentar!" ucap Ashera mencari alasan untuk kabur."Di dalam ada toilet khusus," jawab Arion.Sekali lagi alasannya gagal dan terlalu mudah untuk dipatahkan oleh Arion. Ashera mendengus kesal dan sangat lirih, takut Arion mendengarnya.Untung saja saat mereka hendak memasuki ruang VVIP, ponselnya berdering."Aku jawab telepon sebentar," ucap Ashera.Arion tidak menjawab. Dia hanya mengangguk dengan tatapan mengizinkan, lalu berjalan kembali dan masuk ke dalam ruangan yang sepertinya telah terbiasa dia gunakan untuk makan.Ashera benar-benar merasa lega dan mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri dari pria itu sebelum semuanya me
Mendengar pernyataan Ester, bahwa dia tidak bisa menjamin Ashera tidak disentuh oleh pria hidung belang di cafenya, Ashera dan Trixi saling bertukar pandang. Keduanya tampak ragu, terlebih Trixi. Sahabat Ashera itu tidak yakin bila Ashera bisa lolos dari tangan-tangan gatal."Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuh tubuhku. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik agar mereka tidak melakukannya." Ashera mengatakan untuk meyakinkan Ester agar diizinkan bekerja di sana."Shera, apa kamu yakin? Kalau tidak, aku akan mencarikanmu pekerjaan lain." Kini yang tidak yakin dan khawatir adalah Trixi.Awalnya dia berpikir Ashera bisa bekerja di cafe itu dengan jaminan Ester mempekerjakan di tempat yang tidak harus terjamah oleh pria hidung belang atau paling tidak di kasir. Ternyata harapannya tidak sesuai, bagian kasir tidak membutuhkan tambahan orang. Yang membutuhkan adalah bagian pelayan karena salah satu karyawannya mengambil cuti beberapa hari.Ashera tersenyum mendeng
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir