Share

BAB 4 Kepulangan Istri Sah

Tidak terasa Nindy sudah bekerja sebagai pengasuh bayi dari mantan kekasihnya itu selama satu pekan.

Hari ke hari terasa berat bagi Nindy. Sebab, setiap hari ia harus bertemu dengan Faiz, meskipun hanya di setiap pagi dan malam hari, ketika pria itu akan pergi dan pulang kerja saja.

Seberapa pun Nindy menyiapkan tembok tinggi untuk membentengi hatinya, kenyataannya… hati dan perasaan memang tidak bisa berbohong.

Ia selalu merindukan saat-saat bersama Faiz dulu.

"Arel sudah tidur?"

Nindy mengerjap, lamunannya langsung terputus ketika mendengar suara Faiz.

"Baru saja tidur," sahutnya ketika dilihat pria yang baru saja pulang kerja itu sudah lebih dulu memasuki kamar sang anak.

"Dia tidak rewel, kan?" tanya pria itu, masih menatap ke arah Arelia yang tertidur lelap.

"Namanya juga bayi, kalau rewel pun itu hal biasa terjadi."

Faiz tersenyum. Sebuah senyum yang menyiratkan perasaan aneh tersendiri untuk Nindy.

Entahlah, mungkin karena pernah mengenal baik Faiz selama 3 tahun, Nindy jadi berpikir jika Faiz bagai buku terbuka yang mudah ia baca.

Dan saat ini, bagi Nindy, Faiz terlihat seolah tengah berusaha menunjukkan penderitaan di balik senyumnya.

“Terima kasih sudah menjaga Arel dengan baik,” ungkap Faiz sambil menatap Nindy. “Semoga kamu betah bekerja di sini.”

Nindy tersenyum. “Tidak perlu berterima kasih. Hubungan kita sekarang adalah murni profesional,” sahutnya dengan santai.

Sepersekian detik, tatapan Faiz pada Nindy berubah. Lagi, yang Nindy lihat dari tatapan itu adalah sebuah perasaan terluka.

Namun, Nindy sendiri tidak tahu pasti, kenapa pria itu harus terluka? Perkataannya barusan adalah kebenaran. Dan lagi… tidak mungkin Faiz berharap lebih dari hubungan pekerjaan ini, kan? Pria itu, bagaimana pun telah terikat pernikahan dan telah memiliki anak.

Jika itu sampai terjadi, Nindy tidak bisa membayangkan penolakan keras seperti apa yang akan mereka terima. Dulu, mungkin hanya perkara restu akibat kasta yang berbeda. Dan jika kisah mereka terulang… bukan tidak mungkin menyeret hal yang lebih besar, mengingat ikatan pernikahan yang dimiliki pria itu sekarang.

“Aku tau, tidak mudah untukmu bekerja di sini, maafkan aku. Aku hanya tidak ingin—”

Tokk ....

Tokk ....

Tokk ....

Tiba-tiba ketukan pintu terdengar sehingga Faiz tidak bisa melanjutkan pembicaraannya.

"Tuan, Nyonya Sela sudah pulang diantar sama orang tuanya dan sekarang sudah naik ke kamar," ucap Bi Lastri yang memberitahukan kedatangan kembali istri Faiz.

Embusan napas lega keluar dari bibir Nindy. Atmosfer menyesakkan yang tadi sempat ia rasa, kini berubah karena kedatangan Bi Lastri.

Mata Nindy menyipit, dengan dua tangan yang masih terlipat di depan dadanya. "Dengar, Tuan? Nyonya Sela sudah pulang. Lebih baik dilihat dulu istrinya."

Mau tidak mau, Faiz akhirnya keluar dari kamar. Baru saja pria itu berjalan menuju lantai atas, kedua orang tua Sela sudah menuruni tangga.

Nindy yang masih berada di dalam kamar Arel dengan pintu terbuka masih bisa mendengar jelas percakapan menantu dan mertua itu.

"Mah, Pah, kalian tidak bilang akan mengantarkan Sela malam ini. Padahal, Faiz bisa jemput ke bandara."

"Tidak apa-apa, kami sudah sampai tadi pagi. Hanya saja karena butuh usaha untuk membujuk Sela biar mau ke sini, makanya kita antar saja saat dia mau. Sekarang biarkan dulu saja dia tidur. Kamu juga baru pulang kerja, kan? Kamu harus istirahat juga."

Suara pria yang merupakan ayah Sela terdengar begitu perhatian.

Faiz menurut. "Baiklah, Pah. Kalian tidak mau menginap?"

"Tidak, Iz. Mama sama Papa langsung pulang saja.” Kali ini, giliran mamanya Sela yang buka suara. “Oh ya, perihal pengasuh untuk baby Arel, Mama sudah cari yayasan yang terpercaya. Kalau mau nanti besok Mama ke sini lagi."

"Mm .... Mah, kalau masalah itu jangan khawatir. Faiz sudah dapat pengasuh untuk Arel. Dia sudah bekerja satu minggu, beberapa hari setelah Sela pergi liburan," jawab Faiz.

Mendengar pekerjaannya disinggung-singgung, degup jantung Nindy langsung meningkat. Entahlah, ia hanya takut menerima penolakan.

"Oh iya, kah? Dari yayasan mana? Mama bukannya tidak percaya sama pilihan kamu, tapi ini kan untuk anak kalian, anak pertama kalian dan cucu pertama buat Mama. Mama mau yang terbaik, berpengalaman dan profesional."

"Pokoknya bagus, Mah. Faiz tenang kalau Arel diasuh sama dia. Orangnya telaten dan sangat perhatian."

"Begitu? Coba kenalkan dulu sama Mama dan Papa sebentar sebelum kami pulang."

"Mm .... Dia sedang menidurkan Arel, Mah, Pah."

"Panggil saja sebentar, Mama mau bicara dulu sama orangnya langsung. Ini cucu pertama Mama, Mama harus tau dan kenal siapa pengasuhnya."

Tidak menahan diri lagi, Nindy pun keluar dari kamar Arelia. Lagi pula, bayi itu sudah tidur, dan pintu yang dibiarkan terbuka bukanlah cara tepat menjaganya tetap lelap.

"Itu pengasuh Arel, Mah, Pah." Faiz melambaikan tangan mengisyaratkan agar Nindy mendekat.

Ia membungkuk hormat. "Selamat malam, Tuan, Nyonya. Saya Nindy, pengasuh baby Arel."

Dua pasang mata orang tua Sela itu kini menatap penampilan Nindy dengan saksama.

"Bisa kita bicara empat mata di ruang tamu?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status