“Kalian tahu, kan, kalau putri sulung saya baru menyelesaikan studi S1-nya, dan kemarin dia kembali ke kota ini?” tanya seorang laki-laki bertubuh tegap, perutnya sedikit buncit dengan seragam berwarna cokelat muda untuk atasannya dan tua untuk celanya. Tak lupa, beberapa atribut pangkat dan beberapa penghargaan menghiasi seragam tersebut. Di kerahnya terdapat tiga buah bintang berwarna emas.
Lelaki itu mengucapkan pertanyaan itu dengan nada tegas, sambil menatap satu per satu beberapa lelaki yang lebih muda dengan badan yang gagah dan proporsional yang ada di hadapannya. Para pemuda berjumlah delapan orang itu membentuk dua barisan, di barisan masing-masing berjumlah empat orang yang semuanya mengantongi sebuah senjata api laras pendek.
“Siap, tahu, Komandan!” jawanb delapan orang itu dengan serentak.
Lelaki yang disebut komandan itu lantas berjalan perlahan sembari memperhatikan satu per satu anak buahnya, hingga langkah kaki yang sudah memasuki setengah abad menginjak bumi itu berhenti tepat di depan seorang pemuda bernama dada Richard.
Dipandanginya dari atas hingga bawah pemuda itu, memperhatikan detail kerapian seragam yang dikenakan. Mata renta itu seketika memicing dan tersenyum tipis.
“Richard, mulai hari ini kamu saya tugaskan untuk mengawal Alya. Keselamatannya sekarang menjadi tanggung jawabmu!” ucap sang komandan yang kemudian menepuk pundak pemuda itu.
“Siap, Komandan!” sahut Richard dengan tegas yang matanya tetap fokus ke depan dan sikap sempurna.
“Sekian apel pagi kita hari ini,” ucap Richard setelah kembali ke posisinya semula di depan barisan para sang ajudan. “Richard, bisa langsung ke rumah untuk menemui Alya. Tanyakan apa saja jadwal harian dan keperluannya!” titah sang komandan yang langsung diiakan oleh Richard.
Setelah apel pagi itu, Richard langsung mengambil beberapa keperluannya dan hendak masuk ke mobil yang sudah dia siapkan sebagai pengawal untuk putri komandannya. Namun, tiba-tiba lelaki bertubuh tegap berotot itu harus menghentikan langkah, kala lengannya ditarik pelan oleh salah satu temannya.
“Ada apa, Bang?” tanya Richard penasaran.
“Lo harus hati-hati. Lo belum pernah, kan, ketemu sama Alya?” tanya temannya yang bernama dada Reza. Richard pun menggelengkan kepala. “Alya itu tegas, disiplin, nggak pernah mau telat sedikit pun. Omongannya ceplas-ceplos. Jangan sampai bikin dia marah, atau bos akan ....” Tangan Reza bergerak melintang di depan lehernya, membentuk gerakan seperti menyembelih untuk menakuti Richard.
Richard tersenyum simpul, rasa penasaran tumbuh dalam hatinya, seolah enggan percaya pada apa yang rekannya itu katakan. “Semoga saja aku nggak mengecewakan dia, Bang. Sayanglah karirku ini kalau harus berakhir hanya karena nggak becus ngawal anak komandan.”
“Ya semoga saja. Mudah-mudahan Alya yang sudah dewasa, berubah. Nggak jutek dan judes seperti dulu,” sahut Reza yang langsung di-aamiini oleh Richard.
Setelah itu, Richard bergegas masuk ke mobil dan mengendarainya ke rumah pribadi sang jenderal yang memang tidak begitu jauh. Jarak yang biasa ditempuh dalam waktu dua puluh menit, bisa Richard ringkas hanya sepuluh menit saja melewati jalur tikus.
Richard memang baru saja bergabung menjadi ajudan sang jenderal. Akan tetapi, jalanan di daerah itu sangat tidak asing baginya.
Diberhentikan mobil sedan berwarna hitam yang dikendarainya, lalu dia pun meminta seorang satpam yang ada di rumah itu membukakan pintu gerbang untuk dirinya.
Di dalam rumah itu, istri sang jenderal bersama putri sulung mereka sedang sarapan di meja makan berbentuk oval. Di atas meja itu sudah tersedia makanan khas Indonesia dan juga sandwich, karena penghuni rumah tersebut memang memiliki sarapan favorit masing-masing.
“Ma, setelah ini aku akan ke kampus. Mau prepare untuk persiapan profesiku,” ucap seorang gadis berambut panjang separuh badan sambil menyendokkan suapan terakhir sarapannya ke dalam mulut.
“Oke, tapi tadi papa udah pesan ke Mama, katanya akan ada ajudan yang mengawal kamu mulai hari ini,” ungkap sang mama.
Gadis itu menarik napasnya panjang lalu mengembuskan dengan kasar. Dia meraih selembar tisu yang ada tepat di samping kanan piringnya dan membersihkan bibir juga dagunya dari bekas makanan.
“Ngapain ada pengawal, sih, Ma? Aku sudah dewasa, aku bisa jaga diriku sendiri. Mama, kan, tahu kalau selama di Malang dulu, aku pernah ikut ekskul bela diri,” tolak sang anak dengan halus atas fasilitas yang akan papanya berikan.
“Al, nggak ada salahnya. Mungkin dulu kita nggak jadi sorotan, jadi keamanan kita nggak terlalu penting. Tapi sekarang, papamu adalah seorang jenderal, dan ....”
“Jenderal hanya sebuah jabatan yang dilabeli oleh manusia, Ma. Aku bener-bener nggak butuh pengawal. Lagi pula, nggak akan ada yang tahu kalau aku anaknya papa,” ucap Alya memotong pembicaraan sang mama.
Di saat keduanya tengah berdebat, tiba-tiba suara bariton seorang laki-laki yang menyapa istri sang jenderal sukses menginterupsi perdebatan tersebut.
Mata Alya seketika memicing, hingga kedua alisnya ikut mengerut. Napas gadis itu langsung memburu, telapak tangan yang begitu lembut itu juga mengepal seiring gigi yang berbaris rata di balik bibirnya yang mungil ikut mengerat.
“Oh, jadi lo anggota kepolisian?” tegur Alya kepada lelaki itu dengan nada sinis.
Alih-alih menjawab dengan perkataan, lelaki itu hanya tersenyum sambil mengangguk pelan. Terang saja, respons itu bukanlah yang Alya harapkan.
“Alya, apa kamu sudah mengenal dia?” tanya sang mama penasaran atas sikap judes putri sulungnya itu.
“Nggak, aku nggak kenal. Tapi dia ....”
“Kami sudah sempat bertemu di bandara kemarin, Bu, dan sempat terjadi salah paham di antara kami,” sahut sang lelaki memotong ucapan Alya.
Mendengar hal itu, Alya meradang. Dengan sedikit menggebrak meja makan, gadis itu lalu berdiri mendekat kepada lelaki yang tak lain adalah Richard.
“Salah paham lo bilang?” tanya Alya dengan ketus sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada, dan memiringkan kepala dan menatap Richard penuh kemarahan.
“Tunggu, tunggu, ini sebenarnya ada apa? Apa yang terjadi di bandara sampai Alya marah seperti itu, Richard?” tanya mama Alya yang kini ikut berdiri sambil mencoba menengahi permasalahan antara putri dan ajudannya.
“Ma, bisa nggak sih, minta papa pilih ajudan yang bener dan nggak mesum? Citra kepolisian akan makin rusak karena oknum-oknum polisi seperti dia!” kesal Alya sambil menunjuk ke dada Richard.
“Sebelumnya sekali lagi saya ucapkan maaf ke Mbak, karena seperti yang sudah saya jelaskan kemarin, kalau apa yang terjadi adalah ketidaksengajaan ....”
“Gampang banget, ya, lo ngomong nggak sengaja? Setelah lo berani-beraninya mencium seorang gadis di depan umum!” terang Alya yang membuat sang mama merasa syok dan terkejut mendengar penjelasan putrinya.
Liana, mama Alya, berusaha untuk tetap tenang dan tak ingin terpancing emosi hanya mendengar keterangan Alya. Sudah satu tahun tiga bulan Richard menjadi ajudan sang suami dan dia mengenal pemuda itu, rasanya tidak mungkin jika Richard akan melakukan hal tidak senonoh kepada sang putri dengan sengaja, apalagi hal itu dilakukan di tempat umum.
“Richard, apa kamu bisa menjelaskan kepada saya, tentang apa yang sudah Alya tuduhkan ke kamu? Kamu tahu, kan, tuduhan ini sangat serius,” tanya Liana yang sekaligus ingin memastikan, kalau kepercayaannya terhadap Richard tidaklah salah.
“Udah jelas dia mesum, tapi Mama masih aja minta keterangan dari dia?” tanya Alya sambil menunjuk ke arah Richard dengan kelima jarinya. Setelah itu, gadis bergigi gingsul di bagian gigi taring atas sebelah kiri itu pun menyisir rambutnya ke belakang kepala dengan kasar.“Alya, please! Mama mau dengar penjelasan Richard, jadi Mama harap kamu diam dulu!” titah Liana dengan nada dan raut tegas kepada Alya.“Ma ....”Belum sempat Alya melanjutkan kalimatnya, telapak tangan Liana langsung terangkat tepat di depan wajah gadis yang tingginya seratus enam puluhan sentimeter itu. Hal itu sukses membuat Alya terdiam sambil bersedekap disertai tatapan sinis kepada Richard.“Sebelum mengambil keputusan, kita harus bisa melihat dan mendengar dari berbagai sudut pandang. Kamu memang anak Mama, tapi bukan berarti Mama akan selalu membenarkan apa yang kamu lakukan, makanya Mama melakukan ini. Kalau nanti Richard memang bersalah, Mama sendirilah yang akan memberinya hukuman, dan papa pasti akan mendu
Richard mengajukan sebuah syarat, agar Alya membiarkan dirinya berada setidaknya berjarak lima meter, bukan sepuluh meter dari gadis itu. Dia meminta hal itu dengan alasan hal itu demi keselamatan Alya.Awalnya gadis itu menolak, tetapi Richard berhasil membuatnya menyetujui syarat itu. Akan tetapi, hal yang tak dia duga terjadi. Alya menyodorkan sebuah tas belanja berwarna hitam kepada lelaki itu.“Apa itu?” tanya Richard sambil menghadap ke belakang dan memperhatikan tas itu.“Ini baju,” jawab Alya singkat.“Untuk?” tanya Richard lagi.“Ish ... lo cerewet juga, ya, ternyata? Ya buat lo-lah. Buat siapa lagi?” sahut Alya sembari menyodorkan tas tersebut lebih dekat kepada Richard.“Maksudnya, untuk apa Anda memberikan itu kepada saya?” Richard rupanya menginginkan alasan yang lebih detail dari tujuan Alya memberikan pakaian tersebut.“Lo masih inget, kan, kalau gue nggak mau orang lain tahu kalau gue anaknya polisi? Makanya gue kasih ini buat lo!” jelas Alya, tetapi Richard langsung m
Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut
Di rumah Alya, sore itu sang papa pulang lebih cepat. Kedua adiknya pun sudah pulang sejak beberapa sebelumnya. Semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, begitu pun dengan dua orang ajudan lain dan seorang yang bertugas di bagian pengamanan rumah sang jenderal. Sedang ajudan dan tim pengamanan lain berjaga di luar rumah.“Apa ada masalah soal penugasan Richard?” tanya Fajar, papa Alya yang berpangkat Komisaris Jenderal Polisi dan bertugas sebagai komandan korps Brimob Polri.“Ya, seperti yang sudah kita duga sebelumnya kalau Alya pasti akan menolak. Apalagi, ternyata sempat ada accident yang terjadi di bandara waktu mereka sama-sama mau balik ke sini,” jawab Liana.Fajar yang awalnya sedang membaca buku, langsung menutup buku tersebut dan meletakkannya di meja. Dia lantas menoleh kepada sang istri dengan dahi mengerut.“Accident? Apa? Mereka saling kenal?” tanya Fajar penasaran.“Nggak, mereka nggak saling kenal. Hanya saja ada kecelakaan kecil di bandara yang membuat Alya marah
“Lapor, Komandan. Tugas sudah diselesaikan,” ucap Richard saat dirinya sudah sampai di ruang tengah dan berada tepat di hadapan sang jenderal. Dia juga mengatakan hal itu setelah memberikan hormat kepada sang atasan.“Richard,” sapa sang jenderal sambil tersenyum dengan tangan terlipat di depan dada. “Bagaimana tugas barumu hari ini? Apa ada kendala?”“Siap, tidak ada, Komandan,” jawab Richard.“Apa tugas ini menyenangkan atau justru menegangkan?” tanya Fajar lagi.“Siap, menegangkan, Komandan,” jawab Richard jujur, tetapi sukses membuat semua orang di ruangan itu tersenyum penuh arti.“Saya suka kejujuranmu,” ucap Fajar. “Oh ya, malam ini saya akan menugaskan kamu dan Reza untuk mengikuti Alya. Richard tahu, kan, kalau malam ini dia akan ke pesta?”“Siap, tahu, Komandan. Tapi, setahu saya untuk masuk ke tempat pesta tersebut harus memiliki undangan,” jelas Richard.“Nggak masalah. Kalau begitu, pantau saja dari luar. Ingat! Jangan sampai Alya tahu kalau kalian mengikutinya!” Perintah
“Alya Gistara,” Richard melafalkan nama itu dengan sangat jelas. Suaranya begitu lembut hingga menggetarkan hati sang pemilik nama. “Seharusnya Andalah yang meminta maaf, karena yang sebenarnya menabrak adalah Anda, bukan saya. Pasti Anda tidak melihat kalau saya telah berdiri di sini, di titik ini, karena mata Anda hanya fokus ke ponsel dan tidak menghiraukan apa yang ada di depan Anda!”“Lo ....” Ucapan Alya menggantung, jari telunjuknya menunjuk tepat di bawah hidung Richard dengan tubuh mereka yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.Dalam posisi itu, kedua insan berbeda jenis merasakan sesuatu yang aneh dalam hati masing-masing. Jantung keduanya berdetak terasa lebih cepat, bahkan seolah ingin melompat keluar dari tempatnya. Bahkan, deru dan aroma napas mereka bisa saling mereka hirup.Alya bisa melihat jelas detail wajah tampan Richard, hingga tanpa sadar gadis itu memujinya dalam hati. Namun, tak bisa dimungkiri kalau rasa gengsi itu jauh lebih bertakhta dalam hatinya.“Lo
“Awas jatuh,” teriak Richard sembari langsung berlari ke dekat tangga dan menangkap seorang gadis yang tergelincir di tangga.Semua perhatian kini tertuju kepada Richard dan gadis itu. Ingar-bingar musik disko pun seketika ikut berhenti untuk memastikan tidak ada yang cedera di pesta itu. Gadis itu terjatuh tepat dalam dekapan Richard dan tatapannya saling bertemu. Setelah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, Richard langsung menurunkannya dan membuat pesta kembali dimulai.“Anda nggak pa-pa?” tanya Richard kepada gadis yang mulai menunjukkan wajah cemasnya.Alih-alih menjawab, gadis itu justru memainkan jari sambil melihat ke atas tangga. Richard pun mengikuti arah pandang gadis itu sebentar, lalu kembali menurunkan pandangannya.“Anda mau ke atas?” tanya Richard penasaran.Lagi-lagi gadis itu tidak merespons, tetapi justru memegangi tangan Richard. Sentuhan itu terasa begitu dingin, detik itu juga Richard menyadari ada yang membuat gadis di hadapannya itu merasa takut.“Tolon
“Bripka Reza,” panggil seorang lelaki memakai jas snelli dengan lengan panjang. Di dadanya tertulis nama ‘dr. Ardana’.Tak hanya Reza, Richard pun turut menghampiri dokter yang baru saja keluar dari UGD Rumah Sakit Polri Kramat Jati setelah mendengar panggilan itu.“Siap, Dok. Bagaimana keadaannya?” tanya Reza.“Apa Komjen Fajar sudah dikabari?” tanya balik dokter tersebut.Reza dan Richard saling menatap. Mereka tahu ada hal serius yang terjadi kepada Alya, oleh karena itulah sang dokter menanyakan hal itu.“Siap, belum, Dok. Apa yang terjadi kepada Alya?” Kini Richard yang menanyakan kondisi Alya.Dokter itu sejenak menunduk, lalu kembali menegakkan kepalanya seraya menatap Richard dengan penuh arti.“Dalam dunia kedokteran, kami tidak bisa men-judge kalau ini ada unsur kriminalnya. Kalianlah yang lebih paham soal ini. Namun, bisa saya pastikan, berdasarkan hasil cek laboratorium kalau Alya sudah meminum alkohol yang dicampur dengan obat perangsang,” terang Dokter Ardana.Dada Richa
Richard pergi meninggalkan Olivia yang masih mematung sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Lelaki itu segera berkumpul dengan tim terakhir yang akan berangkat menyusuri hutan untuk mencari titik lokasi jatuhnya pesawat yang bisa dipastikan sudah memakan banyak korban nyawa.“Oke, apa semuanya sudah berkumpul?” tanya ketua tim.“Sepertinya sudah,” sahut yang lainnya.“Oke, kalau begitu, sebelum kita berangkat, kita berdoa sesuai keyakinan masing-masing untuk keselamatan dan tercapainya tujuan kita, yaitu menemukan titik jatuhnya pesawat. Berdoa, dimulai,” ucap sang ketua tim.Saat semuanya berdoa, tiba-tiba datang Olivia yang bergabung dengan mereka dan berdiri tepat di samping Richard. Walaupun begitu, lelaki itu terlalu khusyuk berdoa hingga tak menyadari keberadaan Olivia.Usai berdoa, Olivia ikut mengatakan amin dan itu membuat Richard terkejut. Awalnya lelaki itu tak ingin menghiraukan Oliv, menurutnya sekarang perempuan itu hanyalah orang asing, tetapi rupanya Oliv bukan or
Dua hari berlalu setelah jatuhnya pesawat Sutra Air di daerah Gunung Salak. Pencarian hari pertama untuk menentukan TKP, tak membuahkan hasil, karena terkendala cuaca buruk dan kabut tebal.Richard yang baru saja tiba setelah permintaan tambahan tenaga tambahan, lantas bersiap untuk segera bergabung dengan tim terakhir yang belum berangkat.“Medannya begitu sulit. Kami sudah mengerahkan bantuan dari masyarakat, pendaki, dan juru kunci gunung ini, tetapi pencarian hari pertama kemarin benar-benar nihil. Hari ini, lokasi pencarian makin diperluas. Semoga setidaknya kita bisa segera menemukan TKP,” ucap kepala BASARNAS kepada Komjen Fajar dan juga Richard dengan wajah lelahnya.“Saya percaya, tim kita pasti bisa menemukan titik lokasi jatuhnya pesawat,” sahut Komjen Fajar yang sudah lengkap dengan seragam dinasnya.“Permisi, Pak, apa hari ini saya bisa ikut dalam pencarian korban?” tanya seorang perempuan yang suaranya sangat familier di telinga Richard.Bahkan, mendengar suara itu mampu
Alya menggeleng, memberi kode kepada Reza untuk tidak mengatakan apa pun. Sayangnya, lelaki itu sudah terlanjur kesal, bagaimana tidak? Dirinya sudah bersusah payah meminta dokter meminta membuat laporan palsu tentang Alya dan mengatakan kalau gadis itu hanya dicekoki alkohol dengan dosis yang sangat tinggi, tetapi justru dia sendiri yang mengatakan semuanya kepada sang papa.“Ada yang mau kamu jelaskan tentang perbedaan penjelasan dokter dan Alya, Za?” Kini tatapan sang jenderal beralih kepada Reza.Otak pria itu berpikir keras, mencari alasan yang tepat agar apa yang akan dia sampaikan bisa sinkron dengan semua pernyataan yang sudah didengar Fajar tanpa harus membuat atasannya itu marah besar.Beruntung, saat Reza hendak mengatakan sesuatu untuk menjawab pertanyaan Fajar, tiba-tiba terdengar suara panggilan masuk dari ponsel sang jenderal.“Ya, ada apa?” tanya Fajar langsung pada intinya kepada orang di seberang telepon.“Baik, kalau begitu kumpulkan tim. Saya segera ke markas sekar
“Bripka Reza,” panggil seorang lelaki memakai jas snelli dengan lengan panjang. Di dadanya tertulis nama ‘dr. Ardana’.Tak hanya Reza, Richard pun turut menghampiri dokter yang baru saja keluar dari UGD Rumah Sakit Polri Kramat Jati setelah mendengar panggilan itu.“Siap, Dok. Bagaimana keadaannya?” tanya Reza.“Apa Komjen Fajar sudah dikabari?” tanya balik dokter tersebut.Reza dan Richard saling menatap. Mereka tahu ada hal serius yang terjadi kepada Alya, oleh karena itulah sang dokter menanyakan hal itu.“Siap, belum, Dok. Apa yang terjadi kepada Alya?” Kini Richard yang menanyakan kondisi Alya.Dokter itu sejenak menunduk, lalu kembali menegakkan kepalanya seraya menatap Richard dengan penuh arti.“Dalam dunia kedokteran, kami tidak bisa men-judge kalau ini ada unsur kriminalnya. Kalianlah yang lebih paham soal ini. Namun, bisa saya pastikan, berdasarkan hasil cek laboratorium kalau Alya sudah meminum alkohol yang dicampur dengan obat perangsang,” terang Dokter Ardana.Dada Richa
“Awas jatuh,” teriak Richard sembari langsung berlari ke dekat tangga dan menangkap seorang gadis yang tergelincir di tangga.Semua perhatian kini tertuju kepada Richard dan gadis itu. Ingar-bingar musik disko pun seketika ikut berhenti untuk memastikan tidak ada yang cedera di pesta itu. Gadis itu terjatuh tepat dalam dekapan Richard dan tatapannya saling bertemu. Setelah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, Richard langsung menurunkannya dan membuat pesta kembali dimulai.“Anda nggak pa-pa?” tanya Richard kepada gadis yang mulai menunjukkan wajah cemasnya.Alih-alih menjawab, gadis itu justru memainkan jari sambil melihat ke atas tangga. Richard pun mengikuti arah pandang gadis itu sebentar, lalu kembali menurunkan pandangannya.“Anda mau ke atas?” tanya Richard penasaran.Lagi-lagi gadis itu tidak merespons, tetapi justru memegangi tangan Richard. Sentuhan itu terasa begitu dingin, detik itu juga Richard menyadari ada yang membuat gadis di hadapannya itu merasa takut.“Tolon
“Alya Gistara,” Richard melafalkan nama itu dengan sangat jelas. Suaranya begitu lembut hingga menggetarkan hati sang pemilik nama. “Seharusnya Andalah yang meminta maaf, karena yang sebenarnya menabrak adalah Anda, bukan saya. Pasti Anda tidak melihat kalau saya telah berdiri di sini, di titik ini, karena mata Anda hanya fokus ke ponsel dan tidak menghiraukan apa yang ada di depan Anda!”“Lo ....” Ucapan Alya menggantung, jari telunjuknya menunjuk tepat di bawah hidung Richard dengan tubuh mereka yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.Dalam posisi itu, kedua insan berbeda jenis merasakan sesuatu yang aneh dalam hati masing-masing. Jantung keduanya berdetak terasa lebih cepat, bahkan seolah ingin melompat keluar dari tempatnya. Bahkan, deru dan aroma napas mereka bisa saling mereka hirup.Alya bisa melihat jelas detail wajah tampan Richard, hingga tanpa sadar gadis itu memujinya dalam hati. Namun, tak bisa dimungkiri kalau rasa gengsi itu jauh lebih bertakhta dalam hatinya.“Lo
“Lapor, Komandan. Tugas sudah diselesaikan,” ucap Richard saat dirinya sudah sampai di ruang tengah dan berada tepat di hadapan sang jenderal. Dia juga mengatakan hal itu setelah memberikan hormat kepada sang atasan.“Richard,” sapa sang jenderal sambil tersenyum dengan tangan terlipat di depan dada. “Bagaimana tugas barumu hari ini? Apa ada kendala?”“Siap, tidak ada, Komandan,” jawab Richard.“Apa tugas ini menyenangkan atau justru menegangkan?” tanya Fajar lagi.“Siap, menegangkan, Komandan,” jawab Richard jujur, tetapi sukses membuat semua orang di ruangan itu tersenyum penuh arti.“Saya suka kejujuranmu,” ucap Fajar. “Oh ya, malam ini saya akan menugaskan kamu dan Reza untuk mengikuti Alya. Richard tahu, kan, kalau malam ini dia akan ke pesta?”“Siap, tahu, Komandan. Tapi, setahu saya untuk masuk ke tempat pesta tersebut harus memiliki undangan,” jelas Richard.“Nggak masalah. Kalau begitu, pantau saja dari luar. Ingat! Jangan sampai Alya tahu kalau kalian mengikutinya!” Perintah
Di rumah Alya, sore itu sang papa pulang lebih cepat. Kedua adiknya pun sudah pulang sejak beberapa sebelumnya. Semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, begitu pun dengan dua orang ajudan lain dan seorang yang bertugas di bagian pengamanan rumah sang jenderal. Sedang ajudan dan tim pengamanan lain berjaga di luar rumah.“Apa ada masalah soal penugasan Richard?” tanya Fajar, papa Alya yang berpangkat Komisaris Jenderal Polisi dan bertugas sebagai komandan korps Brimob Polri.“Ya, seperti yang sudah kita duga sebelumnya kalau Alya pasti akan menolak. Apalagi, ternyata sempat ada accident yang terjadi di bandara waktu mereka sama-sama mau balik ke sini,” jawab Liana.Fajar yang awalnya sedang membaca buku, langsung menutup buku tersebut dan meletakkannya di meja. Dia lantas menoleh kepada sang istri dengan dahi mengerut.“Accident? Apa? Mereka saling kenal?” tanya Fajar penasaran.“Nggak, mereka nggak saling kenal. Hanya saja ada kecelakaan kecil di bandara yang membuat Alya marah
Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut