“Udah jelas dia mesum, tapi Mama masih aja minta keterangan dari dia?” tanya Alya sambil menunjuk ke arah Richard dengan kelima jarinya. Setelah itu, gadis bergigi gingsul di bagian gigi taring atas sebelah kiri itu pun menyisir rambutnya ke belakang kepala dengan kasar.
“Alya, please! Mama mau dengar penjelasan Richard, jadi Mama harap kamu diam dulu!” titah Liana dengan nada dan raut tegas kepada Alya.
“Ma ....”
Belum sempat Alya melanjutkan kalimatnya, telapak tangan Liana langsung terangkat tepat di depan wajah gadis yang tingginya seratus enam puluhan sentimeter itu. Hal itu sukses membuat Alya terdiam sambil bersedekap disertai tatapan sinis kepada Richard.
“Sebelum mengambil keputusan, kita harus bisa melihat dan mendengar dari berbagai sudut pandang. Kamu memang anak Mama, tapi bukan berarti Mama akan selalu membenarkan apa yang kamu lakukan, makanya Mama melakukan ini. Kalau nanti Richard memang bersalah, Mama sendirilah yang akan memberinya hukuman, dan papa pasti akan mendukung Mama. Paham?”
Liana berusaha bijak dalam kasus tersebut. Dia tahu Alya tidak mungkin berbohong, tetapi wanita yang suka berpenampilan modis di usianya yang sudah senja itu juga yakin kalau Richard tidak mungkin mencium putrinya dengan sengaja.
Alya yang tidak memiliki pilihan lain setelah sang Mama dengan tegas menolak pembelaan dirinya, akhirnya memberi salah satu staf sang papa tersebut untuk menceritakan kejadian ciuman itu menurut versinya.
“Oke, Richard, silakan kamu jelaskan apa yang sebenarnya terjadi,” pinta sang ibu bhayangkari.
Richard pun menceritakan bagaimana situasi keramaian di Bandara ketika baru keluar dari pesawat. Banyak manusia lalu-lalang, bahkan tanpa sengaja bisa saja satu orang menabrak yang lainnya ataupun sekadar bersenggolan.
Pada saat itu, Richard yang berjalan sambil menunduk, tiba-tiba merasakan tubuhnya terdorong kuat dari belakang. Dia pun sebenarnya berusaha untuk mengontrol keseimbangannya, walaupun akhirnya keseimbangan itu hilang dan menabrak seorang gadis yang hanya berjarak kurang dari satu meter di depannya.
Pada saat itu, gadis yang tak lain adalah Alya sedang menghadap ke arah Richard. Hingga mau tidak mau, saat Richard hampir terjatuh, tubuh kekarnya menabrak tubuh mungil Alya dengan posisi kepala yang terlebih dulu mencapai gadis itu. Bibir kenyal Richard meluncur mulus di bibir Alya.
Ciuman yang tak diharapkan tak dapat terelakkan, dan sontak saja Alya sangat marah atas kejadian itu. Bahkan, tamparan yang cukup keras hingga meninggalkan bekas berwarna merah pun gadis itu layangkan kepada Richard, meskipun pada saat itu sang pemuda yang gagah itu sudah meminta maaf.
Mendengar penuturan dari Richard, Liana langsung melayangkan tatapan tajam kepada putri sulungnya. Namun, beberapa detik kemudian, tatapan itu berubah menjadi tatapan kasih sayang, sambil tangannya mengelus lembut pundak Alya.
“Sudah Mama duga, Richard nggak mungkin berani melakukan hal itu dengan sengaja. Sekarang, Mama minta kamu bisa memaafkan Richard dan menerima dia sebagai pengawalmu,” pinta Liana dengan nada lembut kepada Alya.
Alya berdecak kesal. Bibirnya sudah ingin mendebat sang ibunda, tetapi dengan cepat Liana menghentikannya.
“Nggak ada gunanya kamu mendebat Mama. Itu hanya akan membuat jadwalmu hari ini berantakan. Sebaiknya, sekarang kamu siap-siap!” pinta Liana dengan tegas.
Tak ada pilihan lain, Alya pun menuruti perintah tersebut. Dengan cepat kaki jenjang itu berlari menuju kamar pribadi yang berada di lantai dua. Walaupun begitu, bibirnya yang indah tak henti mengumpat dan mengutuk sang ajudan karena berhasil membuatnya jadi bersalah di hadapan mamanya.
Sembari menunggu Alya yang bersiap, Liana mengajak Richard ke ruang tamu. Di sana, ibu dari tiga orang anak itu meminta Richard untuk bisa bersabar dan bertahan dalam tugas mengawal putri sulungnya. Dia sangat yakin, kalau Alya pasti akan membuat pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu akan mengalami kesulitan.
“Siap, saya tidak akan mengeluh. Sebisa mungkin saya akan melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya,” ucap Richard dengan sikap sempurnanya di hadapan Liana yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
Di tengah perbincangan Liana dan Richard yang tengah membahas tentang pekerjaan, tiba-tiba Alya datang dengan sebuah ultimatum.
“Gue ingetin ya, jaga jarak! Minimal sepuluh meter. Selama nyupirin gue, nggak boleh curi-curi pandang. Nggak boleh bau badan, nggak boleh bilang sama semua orang kalau lo adalah ajudan papa dan pengawal gue. Lo juga ....”
“Siap, laksanakan semua perintah. Mari kita berangkat, atau Anda akan terlambat,” sergah Richard memotong perkataan Alya.
Richard mempersilakan Alya untuk keluar rumah terlebih dulu, kemudian dirinya mengikutinya dengan jarak kurang dari dua meter tanpa gadis itu sadari.
Sesampainya di samping mobil yang sudah terparkir tepat di depan pintu masuk, Richard membukakan pintu belakang mobil agar putri sang atasan bisa masuk.
“Inget pesen gue baik-baik, atau gue nggak akan segan bikin lo keluar dari barisan ajudan bokap gue!” ancam Alya yang hanya disenyumi tipis oleh Richard.
Setelah memastikan kalau Alya duduk dengan benar di dalam mobil, Richard pun masuk ke bangku kemudi mobil. Mereka pun berangkat ke kampus yang berlokasi di daerah Depok.
“Sudah berapa lama jadi stafnya bokap gue?” tanya Alya.
Richard yang memperhatikan gadis itu dari spion tengah sedang sibuk dengan ponselnya, memutuskan untuk tak menjawab pertanyaan tersebut. Bukan tanpa sebab, lelaki itu berpikir jika Alya sedang berbicara dengan staf lainnya di ponsel itu. Setelah itu, dia pun memutuskan untuk kembali fokus menyetir mobil.
Tak juga mendapat respons dari Richard, Alya pun menghentikan aktivitasnya. Meletakkan kembali ponsel ke dalam tas berukuran 30 x 28 sentimeter berwarna putih miliknya. Ditariknya pelan ke belakang rambut yang menghalangi penglihatannya ke arah sang ajudan.
“Lo budek? Atau emang sengaja nggak mau jawab pertanyaan gue?” tanya Alya dengan nada ketus.
Gadis itu sedikit memajukan tubuhnya, dan duduk miring hingga postur tubuh Richard terpampang jelas di matanya. Terbesit kekaguman pada wajah tampan sosok yang sedang menyopirinya saat itu dalam hatinya.
Richard melirik Alya dari spion kecil itu sambil tersenyum tipis. “Anda bertanya kepada saya?” tanyanya polos.
“Ish, lo tuh ya, bener-bener ngeselin. Lo pikir gue lagi tanya sama setan? Kan yang ada di mobil ini cuma kita berdua!” keluh Alya yang membuat Richard ingin tertawa, tetapi sebisa mungkin dia tahan, hingga hanya senyum yang makin lebar yang dia tunjukkan.
“Maaf, tadi saya melihat Anda sedang fokus bermain gadget. Jadi, saya pikir itu bukan pertanyaan yang ditujukan ke saya,” kilah Richard.
“Ya udah, sekarang lo tahu kalau pertanyaan itu buat lo, gih jawab!” pinta Alya.
“Saya akan menjawab, tapi dengan satu syarat!” sahut Richard membuat Alya mendengkus kesal.
Richard mengajukan sebuah syarat, agar Alya membiarkan dirinya berada setidaknya berjarak lima meter, bukan sepuluh meter dari gadis itu. Dia meminta hal itu dengan alasan hal itu demi keselamatan Alya.Awalnya gadis itu menolak, tetapi Richard berhasil membuatnya menyetujui syarat itu. Akan tetapi, hal yang tak dia duga terjadi. Alya menyodorkan sebuah tas belanja berwarna hitam kepada lelaki itu.“Apa itu?” tanya Richard sambil menghadap ke belakang dan memperhatikan tas itu.“Ini baju,” jawab Alya singkat.“Untuk?” tanya Richard lagi.“Ish ... lo cerewet juga, ya, ternyata? Ya buat lo-lah. Buat siapa lagi?” sahut Alya sembari menyodorkan tas tersebut lebih dekat kepada Richard.“Maksudnya, untuk apa Anda memberikan itu kepada saya?” Richard rupanya menginginkan alasan yang lebih detail dari tujuan Alya memberikan pakaian tersebut.“Lo masih inget, kan, kalau gue nggak mau orang lain tahu kalau gue anaknya polisi? Makanya gue kasih ini buat lo!” jelas Alya, tetapi Richard langsung m
Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut
Di rumah Alya, sore itu sang papa pulang lebih cepat. Kedua adiknya pun sudah pulang sejak beberapa sebelumnya. Semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, begitu pun dengan dua orang ajudan lain dan seorang yang bertugas di bagian pengamanan rumah sang jenderal. Sedang ajudan dan tim pengamanan lain berjaga di luar rumah.“Apa ada masalah soal penugasan Richard?” tanya Fajar, papa Alya yang berpangkat Komisaris Jenderal Polisi dan bertugas sebagai komandan korps Brimob Polri.“Ya, seperti yang sudah kita duga sebelumnya kalau Alya pasti akan menolak. Apalagi, ternyata sempat ada accident yang terjadi di bandara waktu mereka sama-sama mau balik ke sini,” jawab Liana.Fajar yang awalnya sedang membaca buku, langsung menutup buku tersebut dan meletakkannya di meja. Dia lantas menoleh kepada sang istri dengan dahi mengerut.“Accident? Apa? Mereka saling kenal?” tanya Fajar penasaran.“Nggak, mereka nggak saling kenal. Hanya saja ada kecelakaan kecil di bandara yang membuat Alya marah
“Lapor, Komandan. Tugas sudah diselesaikan,” ucap Richard saat dirinya sudah sampai di ruang tengah dan berada tepat di hadapan sang jenderal. Dia juga mengatakan hal itu setelah memberikan hormat kepada sang atasan.“Richard,” sapa sang jenderal sambil tersenyum dengan tangan terlipat di depan dada. “Bagaimana tugas barumu hari ini? Apa ada kendala?”“Siap, tidak ada, Komandan,” jawab Richard.“Apa tugas ini menyenangkan atau justru menegangkan?” tanya Fajar lagi.“Siap, menegangkan, Komandan,” jawab Richard jujur, tetapi sukses membuat semua orang di ruangan itu tersenyum penuh arti.“Saya suka kejujuranmu,” ucap Fajar. “Oh ya, malam ini saya akan menugaskan kamu dan Reza untuk mengikuti Alya. Richard tahu, kan, kalau malam ini dia akan ke pesta?”“Siap, tahu, Komandan. Tapi, setahu saya untuk masuk ke tempat pesta tersebut harus memiliki undangan,” jelas Richard.“Nggak masalah. Kalau begitu, pantau saja dari luar. Ingat! Jangan sampai Alya tahu kalau kalian mengikutinya!” Perintah
“Alya Gistara,” Richard melafalkan nama itu dengan sangat jelas. Suaranya begitu lembut hingga menggetarkan hati sang pemilik nama. “Seharusnya Andalah yang meminta maaf, karena yang sebenarnya menabrak adalah Anda, bukan saya. Pasti Anda tidak melihat kalau saya telah berdiri di sini, di titik ini, karena mata Anda hanya fokus ke ponsel dan tidak menghiraukan apa yang ada di depan Anda!”“Lo ....” Ucapan Alya menggantung, jari telunjuknya menunjuk tepat di bawah hidung Richard dengan tubuh mereka yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.Dalam posisi itu, kedua insan berbeda jenis merasakan sesuatu yang aneh dalam hati masing-masing. Jantung keduanya berdetak terasa lebih cepat, bahkan seolah ingin melompat keluar dari tempatnya. Bahkan, deru dan aroma napas mereka bisa saling mereka hirup.Alya bisa melihat jelas detail wajah tampan Richard, hingga tanpa sadar gadis itu memujinya dalam hati. Namun, tak bisa dimungkiri kalau rasa gengsi itu jauh lebih bertakhta dalam hatinya.“Lo
“Awas jatuh,” teriak Richard sembari langsung berlari ke dekat tangga dan menangkap seorang gadis yang tergelincir di tangga.Semua perhatian kini tertuju kepada Richard dan gadis itu. Ingar-bingar musik disko pun seketika ikut berhenti untuk memastikan tidak ada yang cedera di pesta itu. Gadis itu terjatuh tepat dalam dekapan Richard dan tatapannya saling bertemu. Setelah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, Richard langsung menurunkannya dan membuat pesta kembali dimulai.“Anda nggak pa-pa?” tanya Richard kepada gadis yang mulai menunjukkan wajah cemasnya.Alih-alih menjawab, gadis itu justru memainkan jari sambil melihat ke atas tangga. Richard pun mengikuti arah pandang gadis itu sebentar, lalu kembali menurunkan pandangannya.“Anda mau ke atas?” tanya Richard penasaran.Lagi-lagi gadis itu tidak merespons, tetapi justru memegangi tangan Richard. Sentuhan itu terasa begitu dingin, detik itu juga Richard menyadari ada yang membuat gadis di hadapannya itu merasa takut.“Tolon
“Bripka Reza,” panggil seorang lelaki memakai jas snelli dengan lengan panjang. Di dadanya tertulis nama ‘dr. Ardana’.Tak hanya Reza, Richard pun turut menghampiri dokter yang baru saja keluar dari UGD Rumah Sakit Polri Kramat Jati setelah mendengar panggilan itu.“Siap, Dok. Bagaimana keadaannya?” tanya Reza.“Apa Komjen Fajar sudah dikabari?” tanya balik dokter tersebut.Reza dan Richard saling menatap. Mereka tahu ada hal serius yang terjadi kepada Alya, oleh karena itulah sang dokter menanyakan hal itu.“Siap, belum, Dok. Apa yang terjadi kepada Alya?” Kini Richard yang menanyakan kondisi Alya.Dokter itu sejenak menunduk, lalu kembali menegakkan kepalanya seraya menatap Richard dengan penuh arti.“Dalam dunia kedokteran, kami tidak bisa men-judge kalau ini ada unsur kriminalnya. Kalianlah yang lebih paham soal ini. Namun, bisa saya pastikan, berdasarkan hasil cek laboratorium kalau Alya sudah meminum alkohol yang dicampur dengan obat perangsang,” terang Dokter Ardana.Dada Richa
Alya menggeleng, memberi kode kepada Reza untuk tidak mengatakan apa pun. Sayangnya, lelaki itu sudah terlanjur kesal, bagaimana tidak? Dirinya sudah bersusah payah meminta dokter meminta membuat laporan palsu tentang Alya dan mengatakan kalau gadis itu hanya dicekoki alkohol dengan dosis yang sangat tinggi, tetapi justru dia sendiri yang mengatakan semuanya kepada sang papa.“Ada yang mau kamu jelaskan tentang perbedaan penjelasan dokter dan Alya, Za?” Kini tatapan sang jenderal beralih kepada Reza.Otak pria itu berpikir keras, mencari alasan yang tepat agar apa yang akan dia sampaikan bisa sinkron dengan semua pernyataan yang sudah didengar Fajar tanpa harus membuat atasannya itu marah besar.Beruntung, saat Reza hendak mengatakan sesuatu untuk menjawab pertanyaan Fajar, tiba-tiba terdengar suara panggilan masuk dari ponsel sang jenderal.“Ya, ada apa?” tanya Fajar langsung pada intinya kepada orang di seberang telepon.“Baik, kalau begitu kumpulkan tim. Saya segera ke markas sekar
Richard pergi meninggalkan Olivia yang masih mematung sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Lelaki itu segera berkumpul dengan tim terakhir yang akan berangkat menyusuri hutan untuk mencari titik lokasi jatuhnya pesawat yang bisa dipastikan sudah memakan banyak korban nyawa.“Oke, apa semuanya sudah berkumpul?” tanya ketua tim.“Sepertinya sudah,” sahut yang lainnya.“Oke, kalau begitu, sebelum kita berangkat, kita berdoa sesuai keyakinan masing-masing untuk keselamatan dan tercapainya tujuan kita, yaitu menemukan titik jatuhnya pesawat. Berdoa, dimulai,” ucap sang ketua tim.Saat semuanya berdoa, tiba-tiba datang Olivia yang bergabung dengan mereka dan berdiri tepat di samping Richard. Walaupun begitu, lelaki itu terlalu khusyuk berdoa hingga tak menyadari keberadaan Olivia.Usai berdoa, Olivia ikut mengatakan amin dan itu membuat Richard terkejut. Awalnya lelaki itu tak ingin menghiraukan Oliv, menurutnya sekarang perempuan itu hanyalah orang asing, tetapi rupanya Oliv bukan or
Dua hari berlalu setelah jatuhnya pesawat Sutra Air di daerah Gunung Salak. Pencarian hari pertama untuk menentukan TKP, tak membuahkan hasil, karena terkendala cuaca buruk dan kabut tebal.Richard yang baru saja tiba setelah permintaan tambahan tenaga tambahan, lantas bersiap untuk segera bergabung dengan tim terakhir yang belum berangkat.“Medannya begitu sulit. Kami sudah mengerahkan bantuan dari masyarakat, pendaki, dan juru kunci gunung ini, tetapi pencarian hari pertama kemarin benar-benar nihil. Hari ini, lokasi pencarian makin diperluas. Semoga setidaknya kita bisa segera menemukan TKP,” ucap kepala BASARNAS kepada Komjen Fajar dan juga Richard dengan wajah lelahnya.“Saya percaya, tim kita pasti bisa menemukan titik lokasi jatuhnya pesawat,” sahut Komjen Fajar yang sudah lengkap dengan seragam dinasnya.“Permisi, Pak, apa hari ini saya bisa ikut dalam pencarian korban?” tanya seorang perempuan yang suaranya sangat familier di telinga Richard.Bahkan, mendengar suara itu mampu
Alya menggeleng, memberi kode kepada Reza untuk tidak mengatakan apa pun. Sayangnya, lelaki itu sudah terlanjur kesal, bagaimana tidak? Dirinya sudah bersusah payah meminta dokter meminta membuat laporan palsu tentang Alya dan mengatakan kalau gadis itu hanya dicekoki alkohol dengan dosis yang sangat tinggi, tetapi justru dia sendiri yang mengatakan semuanya kepada sang papa.“Ada yang mau kamu jelaskan tentang perbedaan penjelasan dokter dan Alya, Za?” Kini tatapan sang jenderal beralih kepada Reza.Otak pria itu berpikir keras, mencari alasan yang tepat agar apa yang akan dia sampaikan bisa sinkron dengan semua pernyataan yang sudah didengar Fajar tanpa harus membuat atasannya itu marah besar.Beruntung, saat Reza hendak mengatakan sesuatu untuk menjawab pertanyaan Fajar, tiba-tiba terdengar suara panggilan masuk dari ponsel sang jenderal.“Ya, ada apa?” tanya Fajar langsung pada intinya kepada orang di seberang telepon.“Baik, kalau begitu kumpulkan tim. Saya segera ke markas sekar
“Bripka Reza,” panggil seorang lelaki memakai jas snelli dengan lengan panjang. Di dadanya tertulis nama ‘dr. Ardana’.Tak hanya Reza, Richard pun turut menghampiri dokter yang baru saja keluar dari UGD Rumah Sakit Polri Kramat Jati setelah mendengar panggilan itu.“Siap, Dok. Bagaimana keadaannya?” tanya Reza.“Apa Komjen Fajar sudah dikabari?” tanya balik dokter tersebut.Reza dan Richard saling menatap. Mereka tahu ada hal serius yang terjadi kepada Alya, oleh karena itulah sang dokter menanyakan hal itu.“Siap, belum, Dok. Apa yang terjadi kepada Alya?” Kini Richard yang menanyakan kondisi Alya.Dokter itu sejenak menunduk, lalu kembali menegakkan kepalanya seraya menatap Richard dengan penuh arti.“Dalam dunia kedokteran, kami tidak bisa men-judge kalau ini ada unsur kriminalnya. Kalianlah yang lebih paham soal ini. Namun, bisa saya pastikan, berdasarkan hasil cek laboratorium kalau Alya sudah meminum alkohol yang dicampur dengan obat perangsang,” terang Dokter Ardana.Dada Richa
“Awas jatuh,” teriak Richard sembari langsung berlari ke dekat tangga dan menangkap seorang gadis yang tergelincir di tangga.Semua perhatian kini tertuju kepada Richard dan gadis itu. Ingar-bingar musik disko pun seketika ikut berhenti untuk memastikan tidak ada yang cedera di pesta itu. Gadis itu terjatuh tepat dalam dekapan Richard dan tatapannya saling bertemu. Setelah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, Richard langsung menurunkannya dan membuat pesta kembali dimulai.“Anda nggak pa-pa?” tanya Richard kepada gadis yang mulai menunjukkan wajah cemasnya.Alih-alih menjawab, gadis itu justru memainkan jari sambil melihat ke atas tangga. Richard pun mengikuti arah pandang gadis itu sebentar, lalu kembali menurunkan pandangannya.“Anda mau ke atas?” tanya Richard penasaran.Lagi-lagi gadis itu tidak merespons, tetapi justru memegangi tangan Richard. Sentuhan itu terasa begitu dingin, detik itu juga Richard menyadari ada yang membuat gadis di hadapannya itu merasa takut.“Tolon
“Alya Gistara,” Richard melafalkan nama itu dengan sangat jelas. Suaranya begitu lembut hingga menggetarkan hati sang pemilik nama. “Seharusnya Andalah yang meminta maaf, karena yang sebenarnya menabrak adalah Anda, bukan saya. Pasti Anda tidak melihat kalau saya telah berdiri di sini, di titik ini, karena mata Anda hanya fokus ke ponsel dan tidak menghiraukan apa yang ada di depan Anda!”“Lo ....” Ucapan Alya menggantung, jari telunjuknya menunjuk tepat di bawah hidung Richard dengan tubuh mereka yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.Dalam posisi itu, kedua insan berbeda jenis merasakan sesuatu yang aneh dalam hati masing-masing. Jantung keduanya berdetak terasa lebih cepat, bahkan seolah ingin melompat keluar dari tempatnya. Bahkan, deru dan aroma napas mereka bisa saling mereka hirup.Alya bisa melihat jelas detail wajah tampan Richard, hingga tanpa sadar gadis itu memujinya dalam hati. Namun, tak bisa dimungkiri kalau rasa gengsi itu jauh lebih bertakhta dalam hatinya.“Lo
“Lapor, Komandan. Tugas sudah diselesaikan,” ucap Richard saat dirinya sudah sampai di ruang tengah dan berada tepat di hadapan sang jenderal. Dia juga mengatakan hal itu setelah memberikan hormat kepada sang atasan.“Richard,” sapa sang jenderal sambil tersenyum dengan tangan terlipat di depan dada. “Bagaimana tugas barumu hari ini? Apa ada kendala?”“Siap, tidak ada, Komandan,” jawab Richard.“Apa tugas ini menyenangkan atau justru menegangkan?” tanya Fajar lagi.“Siap, menegangkan, Komandan,” jawab Richard jujur, tetapi sukses membuat semua orang di ruangan itu tersenyum penuh arti.“Saya suka kejujuranmu,” ucap Fajar. “Oh ya, malam ini saya akan menugaskan kamu dan Reza untuk mengikuti Alya. Richard tahu, kan, kalau malam ini dia akan ke pesta?”“Siap, tahu, Komandan. Tapi, setahu saya untuk masuk ke tempat pesta tersebut harus memiliki undangan,” jelas Richard.“Nggak masalah. Kalau begitu, pantau saja dari luar. Ingat! Jangan sampai Alya tahu kalau kalian mengikutinya!” Perintah
Di rumah Alya, sore itu sang papa pulang lebih cepat. Kedua adiknya pun sudah pulang sejak beberapa sebelumnya. Semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, begitu pun dengan dua orang ajudan lain dan seorang yang bertugas di bagian pengamanan rumah sang jenderal. Sedang ajudan dan tim pengamanan lain berjaga di luar rumah.“Apa ada masalah soal penugasan Richard?” tanya Fajar, papa Alya yang berpangkat Komisaris Jenderal Polisi dan bertugas sebagai komandan korps Brimob Polri.“Ya, seperti yang sudah kita duga sebelumnya kalau Alya pasti akan menolak. Apalagi, ternyata sempat ada accident yang terjadi di bandara waktu mereka sama-sama mau balik ke sini,” jawab Liana.Fajar yang awalnya sedang membaca buku, langsung menutup buku tersebut dan meletakkannya di meja. Dia lantas menoleh kepada sang istri dengan dahi mengerut.“Accident? Apa? Mereka saling kenal?” tanya Fajar penasaran.“Nggak, mereka nggak saling kenal. Hanya saja ada kecelakaan kecil di bandara yang membuat Alya marah
Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut