Richard mengajukan sebuah syarat, agar Alya membiarkan dirinya berada setidaknya berjarak lima meter, bukan sepuluh meter dari gadis itu. Dia meminta hal itu dengan alasan hal itu demi keselamatan Alya.
Awalnya gadis itu menolak, tetapi Richard berhasil membuatnya menyetujui syarat itu. Akan tetapi, hal yang tak dia duga terjadi. Alya menyodorkan sebuah tas belanja berwarna hitam kepada lelaki itu.
“Apa itu?” tanya Richard sambil menghadap ke belakang dan memperhatikan tas itu.
“Ini baju,” jawab Alya singkat.
“Untuk?” tanya Richard lagi.
“Ish ... lo cerewet juga, ya, ternyata? Ya buat lo-lah. Buat siapa lagi?” sahut Alya sembari menyodorkan tas tersebut lebih dekat kepada Richard.
“Maksudnya, untuk apa Anda memberikan itu kepada saya?” Richard rupanya menginginkan alasan yang lebih detail dari tujuan Alya memberikan pakaian tersebut.
“Lo masih inget, kan, kalau gue nggak mau orang lain tahu kalau gue anaknya polisi? Makanya gue kasih ini buat lo!” jelas Alya, tetapi Richard langsung menolaknya karena pakaian itu bukan miliknya. “Tuan Richard yang terhormat, baju ini baru. Bukan bekas orang lain. Tadinya baju ini mau gue kasih ke temen gue, tapi setelah keputusan bokap yang mendadak, kayanya akan lebih baik kalau baju jni buat lo.”
“Maaf, tapi ....”
“Nggak ada tapi-tapian. Lo mau ganti pakai baju ini, atau sekalian nggak usah turun dari mobil ini!” ancam Alya yang tak memiliki pilihan lain karena Richard masih keukeuh pada keputusannya tidak mau mengganti pakaiannya.
“Tapi saya sudah ditugaskan untuk menjaga Anda. Saya tetap turun,” putus Richard.
“Lo keras kepala banget, ya? Kalau lo turun dengan seragam dinas kaya gini, itu akan mencolok dan membuat orang lain paham kalau gue dikawal. Paham nggak, sih?” Alya tak mau kalah.
“Simpel, kalau begitu, bilang saja saya adalah pacar Anda. Beres, kan? Rahasia kalau Anda adalah anak jenderal, tetap aman,” sahut Richard dengan santai.
Alya langsung mendelik kesal mendapat jawaban tersebut. Gadis itu sungguh tak menyangka kalau Richard akan mengatakan hal itu.
Napas gadis itu memburu, tangannya mengepal kuat. “Lo paham, nggak, sih? Gue nggak mau mereka tahu kalau gue ada hubungan apa pun dengan polisi! Dan, lo ...? Selain mesum, lo ngarep banget jadi pasangan gue? Gue ingetin! Gue nggak suka sama polisi. Paham!” bentak Alya berkata jujur.
Richard sangat terkejut mendengar pengakuan yang keluar dengan penuh emosi tersebut. Ingin sekali lelaki itu menanyakan maksud dari perkataan Alya, tetapi hatinya mencegah bibirnya melontarkan pertanyaan itu.
“Sekarang keputusannya ada di tangan lo, mau ganti baju itu dan jangan pernah pakai seragam dinas saat ngawal gue, atau lo bisa mundur dari tugas ini. Lo tenang aja, kalau lo mundur, gue nggak akan pernah jelekin nama lo di depan papa!” putus Alya meminta Richard memilih. Dia juga menyerahkan tas belanja itu ke pangkuan Richard dan hendak keluar dari mobil.
“Tunggu!” Richard berhasil menghentikan niat Alya, hingga pintu mobil itu batal untuk dibukanya.
Alya melihat ke arah depan, menatap Richard dari spion tengah dengan penuh tanya yang tak terungkap oleh bibir.
“Kalaupun saya mau mengganti pakaian, bukankah semua orang di kampus ini akan melihat saya saat akan pergi ke toilet?” tanya Richard.
“Kata siapa lo harus ganti di toilet?” Alya berucap dengan ketus.
“Lalu ...?”
“Ganti baju lo di mobil ini! Atau jangan pernah keluar dari mobil!” titah Alya yang membuat Richard merasa syok. “Lo tenang aja, gue akan keluar saat lo ganti baju. Lagi pula, gue buru-buru. Kalau lo udah selesai, lo bisa nyusul. Nanti gue share loc.”
Alya hendak keluar dari mobil, tetapi lagi-lagi Richard berhasil mencegahnya. “Ada apa lagi, sih?” tanya Alya sambil mendengkus.
“Anda mau share location, tapi gimana caranya? Bukankah kita belum bertukar nomor handphone?” tanya Richard.
Alya menghela napas kasar, lalu meraih ponselnya. Dia mengetikkan nomor Whatsaap miliknya di gawai itu lalu memberikannya kepada Richard.
“Buruan catet!” pinta Alya yang langsung dituruti oleh Richard.
“Sudah. Kalau begitu, Anda sudah boleh keluar, saya mau ganti baju,” ucap Richard yang terkesan mengusir Alya.
Namun, gadis itu rupanya tak memiliki waktu lebih banyak lagi untuk meladeni Richard. Janji temu dengan dosennya lebih penting dari lelaki itu. Alya pun langsung keluar tanpa mengucap sepatah kata lagi, meninggalkan dan membiarkan Richard mengganti pakaiannya.
Richard memperhatikan Alya dan mengawasi sekitar gadis itu dari dalam mobil, hingga bahkan bayangannya saja tak terlihat oleh indra penglihatannya.
Setelah itu, Richard hendak mengganti pakaiannya sesuai permintaan putri sang jendreral. Namun, baru melepas kancing pertama, tiba-tiba ponselnya berdering. Di layar benda canggih itu menunjukkan nama kontak “Ibu” yang melakukan panggilan padanya.
Tanpa berpikir lagi, Richard pun langsung menerima panggilan itu.
“Halo, iya, Bu?” sapa Richard kepada wanita yang telah melahirkan, merawat, dan membimbingnya hingga dia berhasil menjadi seorang polisi.
“Hari ini kamu belum menelepon Ibu. Makanya Ibu yang telepon. Apa kamu sehat?” ucap sang ibu dengan nada yang begitu lembut dan menyejukkan hati pemuda itu.
“Iya, Bu, maaf ya. Hari ini aku dapat tugas baru. Makanya belum sempat ngabari Ibu. Aku sehat. Ibu, Bapak, dan adik-adik sehat?” tanya Richard.
“Kami semua baik. Apa kamu masih betah di Jakarta?” tanya balik ibu Richard, tetapi kali ini nada bicaranya terdengar sedih. Pertanyaan itu juga seolah pengungkapan rindu kepada putra sulung yang sudah hampir dua tahun belum pulang imbas adanya wabah covid-19.
“Betah nggak betah ya harus betah, kan, Bu? Doain aja semua kerjaanku lancar dan keadaan semuanya kembali pulih biar kita bisa segera bertemu.” Richard berusaha dengan keras menahan perasaannya.
“Nak, sisihkanlah sedikit waktumu. Kalau kamu terlalu sibuk, kapan kamu akan membawa menantu untuk Ibu?”
“Bu, aku hanya akan membawa menantumu saat aku merasa, kalau aku sudah sangat membahagiakan Ibu.”
“Richard, Ibu akan sangat bahagia saat kamu membawa menantuku ke sini.”
“Baiklah kalau begitu, doakan aku agar ada perempuan yang mau menjadi pendamping putramu ini.” Richard berhasil membuat sang ibu tertawa dan suara tawa itu sungguh sangat menenangkan hatinya.
“Tidak akan ada wanita yang menolakmu, Nak. Pekerjaanmu sangat bagus. Kamu juga pria yang baik.”
Richard tersenyum tipis. “Baiklah. Nanti aku akan menelepon Ibu lagi. Aku harus segera kembali bertugas.”
Selepas memutus sambungan telepon tersebut, Richard tidak langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku seperti biasanya. Dia masih tersenyum miris membayangkan tentang bagaimana cara para wanita mendekatinya hanya karena seragam, pangkat, dan yang jelas karir yang sudah pasti.
“Kalau aku harus menikahi seorang wanita, maka wanita itu haruslah yang mencintai keluargaku terlebih dulu. Bukan karena seragamku. Karena aku pun akan melakukan hal yang sama,” gumam Richard. “Tapi, adakah wanita zaman sekarang yang bisa seperti itu? Rasanya sangat sulit.”
Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut
Di rumah Alya, sore itu sang papa pulang lebih cepat. Kedua adiknya pun sudah pulang sejak beberapa sebelumnya. Semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, begitu pun dengan dua orang ajudan lain dan seorang yang bertugas di bagian pengamanan rumah sang jenderal. Sedang ajudan dan tim pengamanan lain berjaga di luar rumah.“Apa ada masalah soal penugasan Richard?” tanya Fajar, papa Alya yang berpangkat Komisaris Jenderal Polisi dan bertugas sebagai komandan korps Brimob Polri.“Ya, seperti yang sudah kita duga sebelumnya kalau Alya pasti akan menolak. Apalagi, ternyata sempat ada accident yang terjadi di bandara waktu mereka sama-sama mau balik ke sini,” jawab Liana.Fajar yang awalnya sedang membaca buku, langsung menutup buku tersebut dan meletakkannya di meja. Dia lantas menoleh kepada sang istri dengan dahi mengerut.“Accident? Apa? Mereka saling kenal?” tanya Fajar penasaran.“Nggak, mereka nggak saling kenal. Hanya saja ada kecelakaan kecil di bandara yang membuat Alya marah
“Lapor, Komandan. Tugas sudah diselesaikan,” ucap Richard saat dirinya sudah sampai di ruang tengah dan berada tepat di hadapan sang jenderal. Dia juga mengatakan hal itu setelah memberikan hormat kepada sang atasan.“Richard,” sapa sang jenderal sambil tersenyum dengan tangan terlipat di depan dada. “Bagaimana tugas barumu hari ini? Apa ada kendala?”“Siap, tidak ada, Komandan,” jawab Richard.“Apa tugas ini menyenangkan atau justru menegangkan?” tanya Fajar lagi.“Siap, menegangkan, Komandan,” jawab Richard jujur, tetapi sukses membuat semua orang di ruangan itu tersenyum penuh arti.“Saya suka kejujuranmu,” ucap Fajar. “Oh ya, malam ini saya akan menugaskan kamu dan Reza untuk mengikuti Alya. Richard tahu, kan, kalau malam ini dia akan ke pesta?”“Siap, tahu, Komandan. Tapi, setahu saya untuk masuk ke tempat pesta tersebut harus memiliki undangan,” jelas Richard.“Nggak masalah. Kalau begitu, pantau saja dari luar. Ingat! Jangan sampai Alya tahu kalau kalian mengikutinya!” Perintah
“Alya Gistara,” Richard melafalkan nama itu dengan sangat jelas. Suaranya begitu lembut hingga menggetarkan hati sang pemilik nama. “Seharusnya Andalah yang meminta maaf, karena yang sebenarnya menabrak adalah Anda, bukan saya. Pasti Anda tidak melihat kalau saya telah berdiri di sini, di titik ini, karena mata Anda hanya fokus ke ponsel dan tidak menghiraukan apa yang ada di depan Anda!”“Lo ....” Ucapan Alya menggantung, jari telunjuknya menunjuk tepat di bawah hidung Richard dengan tubuh mereka yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.Dalam posisi itu, kedua insan berbeda jenis merasakan sesuatu yang aneh dalam hati masing-masing. Jantung keduanya berdetak terasa lebih cepat, bahkan seolah ingin melompat keluar dari tempatnya. Bahkan, deru dan aroma napas mereka bisa saling mereka hirup.Alya bisa melihat jelas detail wajah tampan Richard, hingga tanpa sadar gadis itu memujinya dalam hati. Namun, tak bisa dimungkiri kalau rasa gengsi itu jauh lebih bertakhta dalam hatinya.“Lo
“Awas jatuh,” teriak Richard sembari langsung berlari ke dekat tangga dan menangkap seorang gadis yang tergelincir di tangga.Semua perhatian kini tertuju kepada Richard dan gadis itu. Ingar-bingar musik disko pun seketika ikut berhenti untuk memastikan tidak ada yang cedera di pesta itu. Gadis itu terjatuh tepat dalam dekapan Richard dan tatapannya saling bertemu. Setelah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, Richard langsung menurunkannya dan membuat pesta kembali dimulai.“Anda nggak pa-pa?” tanya Richard kepada gadis yang mulai menunjukkan wajah cemasnya.Alih-alih menjawab, gadis itu justru memainkan jari sambil melihat ke atas tangga. Richard pun mengikuti arah pandang gadis itu sebentar, lalu kembali menurunkan pandangannya.“Anda mau ke atas?” tanya Richard penasaran.Lagi-lagi gadis itu tidak merespons, tetapi justru memegangi tangan Richard. Sentuhan itu terasa begitu dingin, detik itu juga Richard menyadari ada yang membuat gadis di hadapannya itu merasa takut.“Tolon
“Bripka Reza,” panggil seorang lelaki memakai jas snelli dengan lengan panjang. Di dadanya tertulis nama ‘dr. Ardana’.Tak hanya Reza, Richard pun turut menghampiri dokter yang baru saja keluar dari UGD Rumah Sakit Polri Kramat Jati setelah mendengar panggilan itu.“Siap, Dok. Bagaimana keadaannya?” tanya Reza.“Apa Komjen Fajar sudah dikabari?” tanya balik dokter tersebut.Reza dan Richard saling menatap. Mereka tahu ada hal serius yang terjadi kepada Alya, oleh karena itulah sang dokter menanyakan hal itu.“Siap, belum, Dok. Apa yang terjadi kepada Alya?” Kini Richard yang menanyakan kondisi Alya.Dokter itu sejenak menunduk, lalu kembali menegakkan kepalanya seraya menatap Richard dengan penuh arti.“Dalam dunia kedokteran, kami tidak bisa men-judge kalau ini ada unsur kriminalnya. Kalianlah yang lebih paham soal ini. Namun, bisa saya pastikan, berdasarkan hasil cek laboratorium kalau Alya sudah meminum alkohol yang dicampur dengan obat perangsang,” terang Dokter Ardana.Dada Richa
Alya menggeleng, memberi kode kepada Reza untuk tidak mengatakan apa pun. Sayangnya, lelaki itu sudah terlanjur kesal, bagaimana tidak? Dirinya sudah bersusah payah meminta dokter meminta membuat laporan palsu tentang Alya dan mengatakan kalau gadis itu hanya dicekoki alkohol dengan dosis yang sangat tinggi, tetapi justru dia sendiri yang mengatakan semuanya kepada sang papa.“Ada yang mau kamu jelaskan tentang perbedaan penjelasan dokter dan Alya, Za?” Kini tatapan sang jenderal beralih kepada Reza.Otak pria itu berpikir keras, mencari alasan yang tepat agar apa yang akan dia sampaikan bisa sinkron dengan semua pernyataan yang sudah didengar Fajar tanpa harus membuat atasannya itu marah besar.Beruntung, saat Reza hendak mengatakan sesuatu untuk menjawab pertanyaan Fajar, tiba-tiba terdengar suara panggilan masuk dari ponsel sang jenderal.“Ya, ada apa?” tanya Fajar langsung pada intinya kepada orang di seberang telepon.“Baik, kalau begitu kumpulkan tim. Saya segera ke markas sekar
Dua hari berlalu setelah jatuhnya pesawat Sutra Air di daerah Gunung Salak. Pencarian hari pertama untuk menentukan TKP, tak membuahkan hasil, karena terkendala cuaca buruk dan kabut tebal.Richard yang baru saja tiba setelah permintaan tambahan tenaga tambahan, lantas bersiap untuk segera bergabung dengan tim terakhir yang belum berangkat.“Medannya begitu sulit. Kami sudah mengerahkan bantuan dari masyarakat, pendaki, dan juru kunci gunung ini, tetapi pencarian hari pertama kemarin benar-benar nihil. Hari ini, lokasi pencarian makin diperluas. Semoga setidaknya kita bisa segera menemukan TKP,” ucap kepala BASARNAS kepada Komjen Fajar dan juga Richard dengan wajah lelahnya.“Saya percaya, tim kita pasti bisa menemukan titik lokasi jatuhnya pesawat,” sahut Komjen Fajar yang sudah lengkap dengan seragam dinasnya.“Permisi, Pak, apa hari ini saya bisa ikut dalam pencarian korban?” tanya seorang perempuan yang suaranya sangat familier di telinga Richard.Bahkan, mendengar suara itu mampu
Richard pergi meninggalkan Olivia yang masih mematung sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Lelaki itu segera berkumpul dengan tim terakhir yang akan berangkat menyusuri hutan untuk mencari titik lokasi jatuhnya pesawat yang bisa dipastikan sudah memakan banyak korban nyawa.“Oke, apa semuanya sudah berkumpul?” tanya ketua tim.“Sepertinya sudah,” sahut yang lainnya.“Oke, kalau begitu, sebelum kita berangkat, kita berdoa sesuai keyakinan masing-masing untuk keselamatan dan tercapainya tujuan kita, yaitu menemukan titik jatuhnya pesawat. Berdoa, dimulai,” ucap sang ketua tim.Saat semuanya berdoa, tiba-tiba datang Olivia yang bergabung dengan mereka dan berdiri tepat di samping Richard. Walaupun begitu, lelaki itu terlalu khusyuk berdoa hingga tak menyadari keberadaan Olivia.Usai berdoa, Olivia ikut mengatakan amin dan itu membuat Richard terkejut. Awalnya lelaki itu tak ingin menghiraukan Oliv, menurutnya sekarang perempuan itu hanyalah orang asing, tetapi rupanya Oliv bukan or
Dua hari berlalu setelah jatuhnya pesawat Sutra Air di daerah Gunung Salak. Pencarian hari pertama untuk menentukan TKP, tak membuahkan hasil, karena terkendala cuaca buruk dan kabut tebal.Richard yang baru saja tiba setelah permintaan tambahan tenaga tambahan, lantas bersiap untuk segera bergabung dengan tim terakhir yang belum berangkat.“Medannya begitu sulit. Kami sudah mengerahkan bantuan dari masyarakat, pendaki, dan juru kunci gunung ini, tetapi pencarian hari pertama kemarin benar-benar nihil. Hari ini, lokasi pencarian makin diperluas. Semoga setidaknya kita bisa segera menemukan TKP,” ucap kepala BASARNAS kepada Komjen Fajar dan juga Richard dengan wajah lelahnya.“Saya percaya, tim kita pasti bisa menemukan titik lokasi jatuhnya pesawat,” sahut Komjen Fajar yang sudah lengkap dengan seragam dinasnya.“Permisi, Pak, apa hari ini saya bisa ikut dalam pencarian korban?” tanya seorang perempuan yang suaranya sangat familier di telinga Richard.Bahkan, mendengar suara itu mampu
Alya menggeleng, memberi kode kepada Reza untuk tidak mengatakan apa pun. Sayangnya, lelaki itu sudah terlanjur kesal, bagaimana tidak? Dirinya sudah bersusah payah meminta dokter meminta membuat laporan palsu tentang Alya dan mengatakan kalau gadis itu hanya dicekoki alkohol dengan dosis yang sangat tinggi, tetapi justru dia sendiri yang mengatakan semuanya kepada sang papa.“Ada yang mau kamu jelaskan tentang perbedaan penjelasan dokter dan Alya, Za?” Kini tatapan sang jenderal beralih kepada Reza.Otak pria itu berpikir keras, mencari alasan yang tepat agar apa yang akan dia sampaikan bisa sinkron dengan semua pernyataan yang sudah didengar Fajar tanpa harus membuat atasannya itu marah besar.Beruntung, saat Reza hendak mengatakan sesuatu untuk menjawab pertanyaan Fajar, tiba-tiba terdengar suara panggilan masuk dari ponsel sang jenderal.“Ya, ada apa?” tanya Fajar langsung pada intinya kepada orang di seberang telepon.“Baik, kalau begitu kumpulkan tim. Saya segera ke markas sekar
“Bripka Reza,” panggil seorang lelaki memakai jas snelli dengan lengan panjang. Di dadanya tertulis nama ‘dr. Ardana’.Tak hanya Reza, Richard pun turut menghampiri dokter yang baru saja keluar dari UGD Rumah Sakit Polri Kramat Jati setelah mendengar panggilan itu.“Siap, Dok. Bagaimana keadaannya?” tanya Reza.“Apa Komjen Fajar sudah dikabari?” tanya balik dokter tersebut.Reza dan Richard saling menatap. Mereka tahu ada hal serius yang terjadi kepada Alya, oleh karena itulah sang dokter menanyakan hal itu.“Siap, belum, Dok. Apa yang terjadi kepada Alya?” Kini Richard yang menanyakan kondisi Alya.Dokter itu sejenak menunduk, lalu kembali menegakkan kepalanya seraya menatap Richard dengan penuh arti.“Dalam dunia kedokteran, kami tidak bisa men-judge kalau ini ada unsur kriminalnya. Kalianlah yang lebih paham soal ini. Namun, bisa saya pastikan, berdasarkan hasil cek laboratorium kalau Alya sudah meminum alkohol yang dicampur dengan obat perangsang,” terang Dokter Ardana.Dada Richa
“Awas jatuh,” teriak Richard sembari langsung berlari ke dekat tangga dan menangkap seorang gadis yang tergelincir di tangga.Semua perhatian kini tertuju kepada Richard dan gadis itu. Ingar-bingar musik disko pun seketika ikut berhenti untuk memastikan tidak ada yang cedera di pesta itu. Gadis itu terjatuh tepat dalam dekapan Richard dan tatapannya saling bertemu. Setelah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, Richard langsung menurunkannya dan membuat pesta kembali dimulai.“Anda nggak pa-pa?” tanya Richard kepada gadis yang mulai menunjukkan wajah cemasnya.Alih-alih menjawab, gadis itu justru memainkan jari sambil melihat ke atas tangga. Richard pun mengikuti arah pandang gadis itu sebentar, lalu kembali menurunkan pandangannya.“Anda mau ke atas?” tanya Richard penasaran.Lagi-lagi gadis itu tidak merespons, tetapi justru memegangi tangan Richard. Sentuhan itu terasa begitu dingin, detik itu juga Richard menyadari ada yang membuat gadis di hadapannya itu merasa takut.“Tolon
“Alya Gistara,” Richard melafalkan nama itu dengan sangat jelas. Suaranya begitu lembut hingga menggetarkan hati sang pemilik nama. “Seharusnya Andalah yang meminta maaf, karena yang sebenarnya menabrak adalah Anda, bukan saya. Pasti Anda tidak melihat kalau saya telah berdiri di sini, di titik ini, karena mata Anda hanya fokus ke ponsel dan tidak menghiraukan apa yang ada di depan Anda!”“Lo ....” Ucapan Alya menggantung, jari telunjuknya menunjuk tepat di bawah hidung Richard dengan tubuh mereka yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.Dalam posisi itu, kedua insan berbeda jenis merasakan sesuatu yang aneh dalam hati masing-masing. Jantung keduanya berdetak terasa lebih cepat, bahkan seolah ingin melompat keluar dari tempatnya. Bahkan, deru dan aroma napas mereka bisa saling mereka hirup.Alya bisa melihat jelas detail wajah tampan Richard, hingga tanpa sadar gadis itu memujinya dalam hati. Namun, tak bisa dimungkiri kalau rasa gengsi itu jauh lebih bertakhta dalam hatinya.“Lo
“Lapor, Komandan. Tugas sudah diselesaikan,” ucap Richard saat dirinya sudah sampai di ruang tengah dan berada tepat di hadapan sang jenderal. Dia juga mengatakan hal itu setelah memberikan hormat kepada sang atasan.“Richard,” sapa sang jenderal sambil tersenyum dengan tangan terlipat di depan dada. “Bagaimana tugas barumu hari ini? Apa ada kendala?”“Siap, tidak ada, Komandan,” jawab Richard.“Apa tugas ini menyenangkan atau justru menegangkan?” tanya Fajar lagi.“Siap, menegangkan, Komandan,” jawab Richard jujur, tetapi sukses membuat semua orang di ruangan itu tersenyum penuh arti.“Saya suka kejujuranmu,” ucap Fajar. “Oh ya, malam ini saya akan menugaskan kamu dan Reza untuk mengikuti Alya. Richard tahu, kan, kalau malam ini dia akan ke pesta?”“Siap, tahu, Komandan. Tapi, setahu saya untuk masuk ke tempat pesta tersebut harus memiliki undangan,” jelas Richard.“Nggak masalah. Kalau begitu, pantau saja dari luar. Ingat! Jangan sampai Alya tahu kalau kalian mengikutinya!” Perintah
Di rumah Alya, sore itu sang papa pulang lebih cepat. Kedua adiknya pun sudah pulang sejak beberapa sebelumnya. Semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, begitu pun dengan dua orang ajudan lain dan seorang yang bertugas di bagian pengamanan rumah sang jenderal. Sedang ajudan dan tim pengamanan lain berjaga di luar rumah.“Apa ada masalah soal penugasan Richard?” tanya Fajar, papa Alya yang berpangkat Komisaris Jenderal Polisi dan bertugas sebagai komandan korps Brimob Polri.“Ya, seperti yang sudah kita duga sebelumnya kalau Alya pasti akan menolak. Apalagi, ternyata sempat ada accident yang terjadi di bandara waktu mereka sama-sama mau balik ke sini,” jawab Liana.Fajar yang awalnya sedang membaca buku, langsung menutup buku tersebut dan meletakkannya di meja. Dia lantas menoleh kepada sang istri dengan dahi mengerut.“Accident? Apa? Mereka saling kenal?” tanya Fajar penasaran.“Nggak, mereka nggak saling kenal. Hanya saja ada kecelakaan kecil di bandara yang membuat Alya marah
Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut