Share

Usaha Safa

Author: Catatan_Sajak
last update Last Updated: 2025-04-22 20:00:18

“Kamar kamu di sebelah sana!” tunjuk Mas Afnan sambil mengarahkan jarinya ke arah kamar di sebelah pojok. Sudah kuduga. Karena di sini tak ada yang mengawasi kami, Mas Afnan pasti ingin kamar kami terpisah.

“Ya-ya.” Malas berdebat, aku langsung mengangkat tasku dan berjalan masuk. Kira-kira baru tiga langkah aku berjalan, Mas Afnan kembali memanggilku. Ya Allah! Mau apa lagi sih dia?

“Kenapa lagi, Mas?” Aku memaksakan senyum begitu berhadapan dengannya. Tubuhku sudah sangat lelah, aku ingin segera istirahat.

“Jangan coba-coba masuk ke kamarku!”

Hah? Bola mataku mengerjap lebar. Apa maksudnya?

Mas Afnan langsung melenggang pergi tanpa rasa bersalah setelah berucap demikian. Benar-benar! Sungguh, aku tak habis fikir. Dia fikir aku ini apa?

...

Keesokan paginya, aku memutuskan mengunjungi Nenek yang masih dirawat di Puskesmas Desa. Senyum di wajahnya menentramkan hatiku yang sedang gundah.<

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Bukan Pernikahan impian   Menyerah

    Sudah tiga minggu berlalu dari hari pernikahan kami berlangsung, Mas Afnan masih tetap berperilaku sama. Dingin dan tak peduli. Tetapi kalau marah, ucapannya selalu tak terkontrol. Aku merasa semakin hari, semakin Mas Afnan terasa jauh untuk kugapai.Namun, hal itu tidak menyurutkan semangatku untuk menarik perhatiannya. Selama dua minggu belakangan ini, berbagai upaya kulakukan untuk membuat dia melirikku barang sedetik saja.Aku juga selalu berusaha tampil menarik di depannya. Kadang juga berpakaian agak terbuka demi membuat dia luluh. Untuk sekarang memang belum, tapi aku yakin suatu saat nanti upayaku ini akan membuahkan hasil.Karena, ini semua sudah bukan lagi tentangku. Semua ini kulakukan demi Nenek. Saat kunjunganku terakhir tiga mingguan yang lalu, Nenek bercerita kalau dia mimpi bermain dengan seorang bocah laki-laki sekitar tiga tahunan yang lucu dan menggemaskan.Saat aku bertanya siapakah anak itu, dengan senyuman lebar dan sepasang ma

    Last Updated : 2025-04-22
  • Bukan Pernikahan impian   Suami Aneh

    “Kalau gitu, aku duluan ya, Saf.” Nilam beranjak bangun dari duduknya dan berpamitan pergi. Tepat tak lama dari itu, aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Tanpa perlu menoleh, sudah pasti itu Mas Afnan. Lewat sudut mata, aku melihat Mas Afnan mengambil tempat duduk tepat di depanku kini.“Jangan GR! Aku ke sini karena Mama kirim pesan, katanya mereka akan datang ke rumah.”Aku menelan ludah berat. Haha, memang apa yang kamu fikirkan, Safa? Dia datang ke sini karena inisiatif sendiri begitu? Itu jelas mustahil!...Sebelum ke rumah, aku dan Mas Afnan memutuskan mampir dulu ke pasar untuk berbelanja bahan masakan di dapur. Ya setidaknya ada satu kebaikan yang dilakukan Mas Afnan, dibalik sikap dingin dan ucapan kasarnya padaku selama ini, yaitu; dia tidak lupa akan kewajibannya dalam memberikan aku nafkah secara zahir.Aku sampai terkaget-kaget saat melihat nominal uang yang dikirim Mas Afnan tadi saat di mobil. Uang seba

    Last Updated : 2025-04-23
  • Bukan Pernikahan impian   Hanya Sesaat

    Karena Mama dan Papa memutuskan menginap di rumah kami, meski dengan berat hati dan wajah yang sangat jelas menunjukkan kejengkelan, Mas Afnan meminta aku tidur di kamarnya untuk malam ini.Tapi, bukan berarti kita juga satu ranjang. Tidak! Mas Afnan akan tidur di sofa panjang dan akulah yang tidur di kasurnya.“Aku takut kamu tak bisa mengendalikan diri kalau kita seranjang. “ Itu yang dia katakan saat aku mempertanyakan alasan kami yang tetap tidur di tempat terpisah walau sudah satu kamar.Cukup salut juga aku padanya. Imannya begitu kuat hingga tak tergoda oleh rayuan perempuan. Sekalipun, perempuan itu adalah istrinya sendiri. Mungkin lain lagi ya ceritanya kalau istrinya itu adalah perempuan yang ia cintai.Tunggu! Aku jadi penasaran. Sebenarnya kriteria istri idaman menurut Mas Afnan itu seperti apa sih? Kalau aku berusaha menjadi seperti itu, mungkinkah Mas Afnan akan mulai menerima pernikahan ini dan mau belajar mencintaiku?Sa

    Last Updated : 2025-04-23
  • Bukan Pernikahan impian   Bukan Perempuan Rendahan

    Karena aku tahu Mas Afnan tidak akan banyak berulah kali ini. Dengan sengaja aku merangkul lengannya. Dia sempat melirikku sinis, tapi tetap tak melepaskan gelayutan manjaku ini. Haha, kita lihat seberapa tahan kamu tidak tergoda dengan pesonaku, Mas.“Kalian nggak ada rencana bulan madu ke mana gitu?” tanya Papa kepada kami. Ya, saat ini kami tengah duduk-duduk santai di ruang keluarga sambil menonton TV.“Safa sibuk mengajar di TPA.”Seketika mataku membeliak. Kenapa Mas Afnan malah menjadikan aku tumbal? Halah, Mas. Bilang saja kalau kamu yang tak mau kita pergi. Malah menyalahkan orang lain! Nyebelin!“Benar begitu, Saf?” tanya Mama kepadaku.Saat aku membuka mulut hendak menjawab, Mas Afnan langsung menoleh kepadaku dan menatapku tajam. Seolah-olah dalam tatapan itu ia memperingatkan agar aku tidak menjawab apapun yang bertentangan dengannya.Tahu saja lelaki itu kalau aku ingin menjawab yang berlawan

    Last Updated : 2025-04-24
  • Bukan Pernikahan impian   Pertolongan Afnan

    “Kamu yakin nggak mau kuantar, Saf? Ini udah malam loh. Mana hujan juga,” ucap Nilam yang terlihat khawatir padaku.Aku tersenyum meyakinkan dia. “Aku nggak papa. Ini cuma hujan kecil, kok.” Selagi tidak diikuti dengan petir, maka aku akan baik-baik saja. Lagipula, ini juga baru pukul delapan malam. Belum terlalu larut dan jalanan yang akan kulewati nanti biasanya masih ramai orang-orang.Nilam menghela nafas. “Kenapa nggak nelpon suami kamu aja sih, Saf. Minta dijemput gitu.”Aku hanya tersenyum. Tidak mungkin aku meminta dijemputnya setelah apa yang telah terjadi kemarin. Sejak kejadian itu, antara Mas Afnan dan aku belum terucap sepatah katapun.Tadi pagi saja saat aku hendak berangkat ke TPA, aku hanya menyiapkan sarapan untuknya dan berpamitan pergi. Tidak tahu ia memakan masakanku atau tidak, aku belum siap kalau harus berhadapan dengannya lagi.“Yaudah, kalau gitu aku duluan ya, Nil. Assalamu’a

    Last Updated : 2025-04-24
  • Bukan Pernikahan impian   Bukan Namaku

    Benar-benar pagi yang berbeda. Aku menggigit bibir bawah kuat. Debaran jantungku sejak bangun tadi pagi masih bergejolak hebat. Rasanya aku ingin berteriak sekencang mungkin. Biarlah satu dunia tahu kebahagiaan yang kini tengah aku rasakan.Masih terekam dengan jelas saat Mas Afnan memelukku semalam dan mengizinkan aku untuk tidur di kamarnya lagi. Bahkan, dengan tenang dan sabar dia mengelus kepalaku agar rasa kantukku hadir.Benar-benar malam yang indah. Andai saja Mas Afnan tahu kalau malam itu aku justru berdoa agar aku tidak diberikan rasa kantuk. Aku ingin lebih lama menikmati momen bersamanya.Huh, semoga saja ini menjadi awal rumah tangga kami yang membaik. Semoga setelah ini Mas Afnan berubah dan serius menerima pernikahan ini. Tak apa kalau dia belum mencintaiku. Asalkan dia mau bersikap hangat dan lembut saja, aku sudah sangat senang.Tap! Tap!Lamunanku dalam mengingat hal semalam tersadar seketika. Aku langsung menoleh cepat pada suara

    Last Updated : 2025-04-25
  • Bukan Pernikahan impian   Kebohongan Safa

    Aku mendengus kesal karena Nilam yang sudah ngotot membawaku ke puskesmas. Dan kekesalanku itu semakin menjadi-jadi karena Nilam juga mengabari soal aku yang mual-mual tadi pada Nenek dan juga Mas Afnan.Lalu setelah melaporkan keadaanku pada mereka berdua, gadis itu malah berpamitan pergi. Menyebalkan! Awas saja nanti.Binar bahagia di wajah Nenek langsung terbit saja saat aku berkata alasan aku dibawa ke Puskesmas ini. “Masyaa Allah, Safa. jangan-jangan kamu hamil, Nak,” ujarnya yang membuat aku tercengang.Hamil? Tidak mungkinlah! Aku dan Mas Afnan belum pernah bermalam bersama. Jangankan hal-hal ekstrim begitu. Sekedar berpelukan yang murni tulus dari hati pun tak pernah.Justru, kalau aku hamil, akan menjadi masalah besar. Mas Afnan bisa-bisa mengira aku selingkuh.Tetapi, bagaimana caranya ya aku menjelaskan pada Nenek? Nenek sudah terlanjur sangat bahagia begitu. Aku jadi tak tega dan merasa bersalah.Apa aku bilang

    Last Updated : 2025-04-25
  • Bukan Pernikahan impian   Jarak

    Aku sama sekali tak mengerti apa maksudnya. Saat aku hendak pergi dari sisi kanan, Mas Afnan justru meletakkan tangan kirinya di samping tubuhku. Begitupun ketika aku hendak pergi dari sisi kiri.“Mas, kamu apa-apaan sih?” tanyaku yang mulai geram padanya.Mas Afnan hanya diam. Tatapan matanya menatapku dengan tatapan yang tak bisa dicerna. Bibirnya terkatup rapat.“Kenapa kamu mengatakan itu?” Barulah setelah sekian menit diam, Mas Afnan akhirnya buka suara.Aku mengerutkan kening. Mengatakan apa?“Apa kamu sadar apa akibat dari kebohongan kamu itu?” tanya Mas Afnan lagi. “Kamu bisa dipandang buruk, Safa!”Saat itulah, aku baru mengerti arah pembicaraannya ke mana. Aku tersenyum getir, lalu memberanikan diri membalas tatapannya. “Iya, aku sadar. Itu yang terbaik untuk kita. Dan juga ....” Aku menghela nafas pelan.“Itu juga akan mempermudah proses perceraian kita nanti

    Last Updated : 2025-04-26

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan impian   Rahasia yang terkuak

    ‘Safa maafkan aku. Sepertinya malam ini aku tidak pulang lagi. Jangan lupa kunci pintu! Dan jangan tidur terlalu malam.’Aku tersenyum miris membaca pesan yang dikirimkan Mas Afnan beberapa menit lalu. Terulang lagi. Sungguh, aku sama sekali tak mengerti dengan jalan fikiran Mas Afnan. Sudah kuduga dari awal. Ia memang tak serius mau memperbaiki hubungan kami. Toh, dia juga belum bisa menjaga jarak dari perempuan itu.Mataku terpejam disertai butir-butir air mata yang mengalir. Segala fikiran negatif mulai bersarang di otakku memikirkan apa saja yang tengah mereka lakukan berdua sampai malam begini. Ya Allah ... Ya Allah ... sesakit inikah resiko yang kuambil karena mencintai lelaki yang tak mencintai aku?Mungkin, sekarang adalah waktunya. Aku juga lelah karena menjadi satu-satunya yang berharap dalam pernikahan ini. Sudah saatnya semua berakhir.Menghela nafas pelan, aku bangkit dari sofa, mengunci pintu lantas beranjak menuju kamar. Besok p

  • Bukan Pernikahan impian   Patah Lagi

    “Tolong, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya.”Aku tercengang. Aku tidak sedang berkhayal atau semacamnya, ‘kan? Lelaki yang sejak hari pertama setelah akad dilangsungkan sampai kemarin malam terang-terangan menolakku, malam ini justru meminta kesempatan padaku atas pernikahan ini? Apa dia sedang kerasukan jin lagi?Apapun itu, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak mudah luluh dengan semua perbuatan baiknya. Itu hanya menipu. Setelah ini, Mas Afnan pasti akan melakukan sesuatu yang membuatku patah hati lagi.Aku tersenyum hambar, lalu menggeleng samar. Kali ini sandiwaramu tidak akan mempan. Apalagi, membuatku luluh. Tidak akan lagi aku tertipu sama sikap manis kamu.“Maaf, aku nggak bisa.” Setelah berucap demikian, aku langsung melengos pergi melewatinya. Sebelum benar-benar masuk ke dalam, aku kembali memutar tubuh saat mencapai depan pintu untuk menghadap Mas Afnan lagi. “Aku tunggu surat perc

  • Bukan Pernikahan impian   Kesempatan

    “Apa dia perempuan yang Mas cintai? Perempuan yang selama ini Mas tunggu untuk dinikahi?”Mas Afnan terlihat kaget dengan perkataanku barusan. Mungkin dia kaget karena aku tahu soal fakta itu.“Tolong jawab, Mas!” desakku.Mas Afnan malah meraup wajah kasar. Dia menatapku dengan tak biasa. “Kenapa kamu seperti ini, Safa? Kita hanya menikah secara kontrak.”Hatiku mencelos. Kenapa Mas Afnan baru mau membuka suara hanya untuk mengingatkan fakta itu? Aku benar-benar tak habis fikir. Mataku terpejam singkat menahan gemuruh yang semakin bergejolak dalam dada. Sepasang tanganku mengepal.“Mas tahu kita hanya nikah kontrak, lalu apa arti dari semua sikap baik kamu selama ini, Mas? Cuma sandiwara? Mas sengaja melakukan itu untuk mempermainkan perasaan aku?” cecarku lagi mengeluarkan semua emosi yang terpendam selama ini.Aku semakin geram karena Mas Afnan tak menjawab apa-apa. Baiklah! Jika benar Mas A

  • Bukan Pernikahan impian   Tuduhan

    Lagi-lagi Mas Afnan ingkar janji. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, tetapi Mas Afnan belum juga pulang. Ya Rabb! Kerisauanku sungguh menjadi kenyataan. Mas Afnan mengecewakanku lagi.Namun, kali ini aku tak akan tinggal diam dan mengalah begitu saja. Berhubung waktu Maghrib sebentar lagi tiba, aku memutuskan akan melaksanakan Shalat Maghrib di Masjid. Sekalian saja aku menyusul langsung Mas Afnan ke sana. Aku ingin tahu, alasan apa lagi yang akan dia katakan padaku kali ini sebagai pembelaan.“Eh, Saf. Tumben shalat Maghrib di Masjid!” tegur Nilam yang tiba-tiba muncul di sampingku dan membuatku terkejut bukan main. Haish, gadis itu. Kebiasaan kalau datang selalu mendadak. Untung aku tidak punya riwayat penyakit jantung.Eh, tapi kenapa Nilam juga ikut shalat di Masjid? Bukannya tak boleh, hanya saja ‘kan jarak antara rumahnya ke Masjid ini lumayan jauh. Rajin sekali dia. Atau ada sesuatu ya? Ah, entahlah. Kenapa juga aku pusing

  • Bukan Pernikahan impian   Perhatian

    “Kenapa itu sepedanya, Neng?” tanya Bapak itu lagi.Aku melirik Mas Afnan sekilas. “Bannya kempes, kurang angin,” jawabku disertai senyuman canggung.Kulihat suamiku itu menghela nafas pelan, kemudian menggelengkan kepala. “Langsung bawa saja ke belakang Masjid, di sana ada pompaannya,” ucap lelaki yang hari ini memakai koko putih itu.Aku mengangguk saja dan menuruti apa yang diperintahkan suamiku tadi. Namun, sesampainya di belakang Masjid, aku mulai kebingungan sendiri. Memang benar ada pompaan itu untuk mengisi angin, tapi masalahnya ... aku tidak tahu bagaimana cara menggunakan pompaan itu.Ditambah lagi, adzan Zuhur sudah berkumandang. Yasudahlah, sebaiknya sekarang aku shalat dulu, baru setelah itu kufikirkan bagaimana memompa ban sepedaku lagi.Langsung saja aku bergegas mengambil wudhu di toilet wanita dan bersiap menunaikan shalat Zuhur.Ternyata, yang menjadi Imam dalam shalat kami

  • Bukan Pernikahan impian   Kerisauan

    Satu detik. Lima detik. Sepuluh detik. Tak ada apa-apa. Penasaran, aku kembali membuka mata. Dan alangkah terkejutnya aku karena Mas Afnan masih berada tepat di depanku dan menatapku dengan aneh.Hingga beberapa detik kemudian, Mas Afnan melepaskan tangannya dari tengkukku dan memalingkan wajah. Jeda seperkian detik, lelaki itu menghela nafas panjang. Sebenarnya Mas Afnan kenapa sih? Aku merasa dia sedang memikul beban berat. Berat sekali.Seandainya kamu mau membagi beban kamu itu sama aku, Mas. Aku mungkin tak akan secerdas itu sampai memberikan solusi. Namun, aku berjanji tak akan meninggalkan kamu dan akan mendukung apapun keputusan yang kamu buat.Tak lama kemudian, Mas Afnan langsung bangkit dari duduknya dan bergegas masuk ke kamar.Aku benar-benar bingung dengan sikapnya. Namun, satu hal yang kutangkap adalah, Mas Afnan sedang merasakan dilema berat. Ya itulah sedikit kesimpulan atas tatapannya yang kutangkap tadi....“Hari in

  • Bukan Pernikahan impian   Kekhawatiran Safa

    Karena waktu baru menunjukkan pukul sebelas siang, dengan terpaksa aku pulang ke rumahku sendiri. Eh, rumah Mas Afnan tepatnya.Huh, padahal aku berencana untuk tidur siang di rumah Nenek dan baru akan pulang nanti sore. Bosan sekali seharian di rumah, tanpa melakukan apa-apa. Atau aku buat kue saja. Nanti kue itu aku bagikan di TPA besok. Ya, sepertinya itu ide bagus.Cepat-cepat aku mengayuh sepeda menuju rumah. Sebelum adzan Zuhur berkumandang, aku harus sudah menyiapkan bahan-bahannya. Baru setelah shalat nanti, aku eksekusi semua bahan itu.Namun, betapa terkejutnya aku ketika baru melangkahkan kaki masuk ke rumah. Mataku membola sempurna melihat Mas Afnan yang ternyata sudah pulang. Kini, lelaki itu sedang fokus menatap ke layar laptopnya.Aku menelan ludah. Dengan gugup, aku kembali melanjutkan langkah.“As-assalamu’alaikum.”Mas Afnan tak menjawab. Ah, jangankan menjawab, sekedar melirikku saja tak dia lakukan. Bena

  • Bukan Pernikahan impian   Jarak

    Aku sama sekali tak mengerti apa maksudnya. Saat aku hendak pergi dari sisi kanan, Mas Afnan justru meletakkan tangan kirinya di samping tubuhku. Begitupun ketika aku hendak pergi dari sisi kiri.“Mas, kamu apa-apaan sih?” tanyaku yang mulai geram padanya.Mas Afnan hanya diam. Tatapan matanya menatapku dengan tatapan yang tak bisa dicerna. Bibirnya terkatup rapat.“Kenapa kamu mengatakan itu?” Barulah setelah sekian menit diam, Mas Afnan akhirnya buka suara.Aku mengerutkan kening. Mengatakan apa?“Apa kamu sadar apa akibat dari kebohongan kamu itu?” tanya Mas Afnan lagi. “Kamu bisa dipandang buruk, Safa!”Saat itulah, aku baru mengerti arah pembicaraannya ke mana. Aku tersenyum getir, lalu memberanikan diri membalas tatapannya. “Iya, aku sadar. Itu yang terbaik untuk kita. Dan juga ....” Aku menghela nafas pelan.“Itu juga akan mempermudah proses perceraian kita nanti

  • Bukan Pernikahan impian   Kebohongan Safa

    Aku mendengus kesal karena Nilam yang sudah ngotot membawaku ke puskesmas. Dan kekesalanku itu semakin menjadi-jadi karena Nilam juga mengabari soal aku yang mual-mual tadi pada Nenek dan juga Mas Afnan.Lalu setelah melaporkan keadaanku pada mereka berdua, gadis itu malah berpamitan pergi. Menyebalkan! Awas saja nanti.Binar bahagia di wajah Nenek langsung terbit saja saat aku berkata alasan aku dibawa ke Puskesmas ini. “Masyaa Allah, Safa. jangan-jangan kamu hamil, Nak,” ujarnya yang membuat aku tercengang.Hamil? Tidak mungkinlah! Aku dan Mas Afnan belum pernah bermalam bersama. Jangankan hal-hal ekstrim begitu. Sekedar berpelukan yang murni tulus dari hati pun tak pernah.Justru, kalau aku hamil, akan menjadi masalah besar. Mas Afnan bisa-bisa mengira aku selingkuh.Tetapi, bagaimana caranya ya aku menjelaskan pada Nenek? Nenek sudah terlanjur sangat bahagia begitu. Aku jadi tak tega dan merasa bersalah.Apa aku bilang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status