"Ris ... "Sagara diam di ambang pintu. Tampak kedua manik kelamnya menyorot datar kepada Carissa yang sudah selesai didandani oleh pegawai salon. Gadis itu sekarang juga tengah berdiri kikuk, membalas pandangan Gara dengan jengah."Kenapa, Kak?" tanyanya dengan nada gusar. "Aneh banget, ya? Nggak pantas, ya?"Gara hanya mengangkat sebelah alisnya sebelum berbalik dan keluar lagi tanpa mengatakan sesuatu. Membuat Carissa terpaksa harus mengejar dengan langkah-langkah lebar. Itu sulit, asal tahu saja. Carissa sedang mengenakan heels."Kak, beneran aneh, ya?" Carissa mengulangi ketika Gara sudah membuka pintu mobilnya. "Aku nggak pede, Kak. Ini jelek, ya?"Gara menghentikan gerakan. Menatap gadis di sisi lain mobilnya itu dengan tatapan menelisik. "Ini salon punya ibuku. Jangan sembarangan deh, bilang kalau hasilnya jelek."Apa? Duh, Rissa salah bicara."Mak-maksud aku, bukan salonnya yang jelek, Kak. Salonnya bagus sekali, kok. Cuma objeknya aja yang nggak bagus." Carissa tersenyum kak
"Berani-beraninya mendekati putraku. Memangnya kamu punya apa?"Carissa tertegun. Ia memang sudah tahu bahwa wanita di hadapannya itu bukanlah orang sembarangan, namun apakah harus pertanyaan semacam ini dilontarkan saat kedatangan pertama Carissa ke rumahnya?Gadis manis itu demikian shock-nya hingga tidak begitu menyadari kala Sagara menyela."Mami, jangan begitu. Nanti dia ketakutan, malah nggak mau dateng ke sini lagi."Mustahil ada gadis yang tidak ketakutan dengan respon calon mertua yang seperti itu, kan?"Gara!""Ini bukan kantor, Mam. Kita nggak lagi ngebahas masalah kerjaan. Udah ah, Gara laper, nih. Mami masakin apa buat Gara?"Sebentar, sebentar. Otak Carissa terlalu tumpul untuk mencerna berbagai kejadian yang menimpanya secara bertubi-tubi barusan. Mengapa Gara sesantai itu menghadapi ibunya yang jelas-jelas sedang meledak marah?"Padahal Mami cuma mau bangun image, Gara. Tapi kamu seenaknya aja bikin kacau. Ya udahlah. Mami masak rendang, sama macem-macem. Ajak Cassandr
Carissa masih membersit sudut matanya sesekali. Isak kecilnya juga belum sepenuhnya reda. Gadis itu diam sembari mempermainkan tali dress-nya di tepi balkon kamar Gara yang megah.Pemandangan kelap-kelip lampu kota menghampar di hadapannya, ditemani desir angin malam yang menyapa lembut.Sehebat ini takdir menjungkirbalikkan hidupnya. Masih membekas jelas dalam benak, betapa dunianya terasa remuk redam, gelap gulita saat Abian mengatakan bahwa ia tidak bisa menikahinya karena Anes. Dan sekarang, ia berdiri di sini. Di tepi balkon kamar di lantai tiga sebuah rumah yang lebih pantas disebut istana, sebagai calon nyonya muda.Apakah itu bisa dipercaya?"Masuk, Ris!" Sebuah suara bertitah, membuat Carissa menoleh. "Kamu mau masuk angin, berdiri di situ pakai baju tipis?"Sagara sudah berada di belakangnya. Lelaki itu cuek saja membuka satu-persatu kancing kemeja yang ia kenakan. Lantas menanggalkannya lepas dari tubuh bagian atas yang terbentuk sempurna karena Gara hobi work out. Membuat
*"Jangan norak begitu kamu, heh!" Yasmin mendelik kepada gadis bersurai panjang yang mengikuti langkahnya dengan kikuk. Membuat yang lebih muda terperanjat."I-iya, Bu.""Beneran deh, aku nggak habis pikir. Kok bisa-bisanya Sagara ketemunya sama yang seperti ini. Aku sebenernya nggak mau. Tapi kalau putraku suka ya apa boleh buat?"Wanita jelita itu mengomel ke sana kemari seraya membuka handle pintu kaca yang cantik. Memasuki sebuah butik yang sekali pandang saja bisa ditebak berapa harga outfit yang dipajang di sana. Butik ini bukan tempat yang ia datangi bersama Sagara kemarin, tapi memiliki nama yang sama. Sudah jelas ini cabangnya atau semacam itu."Helen!" pekik Yasmin ketika telah melenggang di dalam butik premium itu. Tak peduli dengan tatap mata beberapa pengunjung yang berada di sana. "Helen, kamu urus ini anak! Suruh buang aja itu bajunya yang lama. Carikan outfit yang simpel aja, buat jalan!"Seorang pegawai cantik muncul dari balik baju-baju yang digantung rapi. Cantik s
Calon istri.Dua kata yang menghebohkan seantero kantor Sagara siang itu. Selain asisten sekaligus sekretaris pribadinya yang bernama Radit, tak ada seorangpun dalam kantor itu yang mengetahui bagaimana pribadi sebenarnya Gara. Ia hanya terkenal sebagai CEO muda yang cerdas, tegas dan efisien. Sisi lain yang hobi mabuk dan main ke klab malam, adalah rahasia Radit dan ibunya saja.Dan jika sekarang bos tampan itu tiba-tiba menyebut seorang gadis sebagai calon istri, berarti dunia sedang tidak baik-baik saja."Kak ... " Carissa berkata pelan. Gugupnya kambuh lagi setelah sesaat tadi berhasil akting dengan sempurna. "Kak, kenapa semua orang lihatin kita, begitu?""Menurutmu kenapa?"Duh! Carissa menggaruk tengkuk. "Ap-apa aku kelihatan jelek sekali, ya?""Menurutmu begitu?"Gadis itu mencuri-curi pandang ke arah lelaki tampan di sampingnya. "Aku nggak pede, Kak.""Kamu nggak pernah percaya diri. Pantes aja tunanganmu sampai hilang ditikung orang."Menohok sekali kata-katanya. Carissa han
Yasmin tidak berlebihan ketika berkata bahwa hari ini mereka akan sibuk. Ke sana kemari mengurus sendiri ini dan itu. Dan tahulah Rissa sekarang, mengapa wanita ini sampai bisa memiliki bisnis yang demikian sukses. Sangat hard worker, detail, tegas, dan efisien. Tipe wanita yang tidak akan mengizinkan hidupnya disetir laki-laki manapun.Dan sialnya, Carissa seratus delapan puluh derajat berbeda."Kamu bisa disabet Mami kalau ketahuan ngelamun buang-buang waktu begitu," tegur Sagara di sela-sela pengepasan baju pengantin mereka. Gara memang harus ikut, kan? Karena badan dia yang diukur.Carissa terkesiap. "Ah, iya, Kak. Maaf.""Mikirin apa?""Ah, enggak.""Tell me!"Itu perintah? Bukan perintah, lebih tepatnya tuntutan. Carissa kini perlahan menyadari, lelaki ini memiliki sikap ambisius. Sedikit obsessed, mungkin? Harus ia dapatkan apa yang ia inginkan. Bukankah itu mengerikan?Sekarang, sepasang obsidian setajam mata elang itu tengah melubangi kornea mata Carissa dengan tatapan membiu
"Tidur di sini."Carissa terbelalak. Apakah Gara sedang mabuk? Seingatnya tidak. Seharian ini mereka bersama, jadi kapan lelaki itu sempat menenggak alkohol?Tapi perangainya ini ..."Kamu nggak denger aku ngomong apa, Rissa?"Carissa panik. Pergelangan tangannya masih belum dilepaskan, tapi Gara tidak membuka mata sama sekali."K-Kak ... ""Tidur di sini.""Tapi nanti Mami kamu ... ""Mami udah tidur. Lagian kenapa, sih? Dua hari lagi kamu sah jadi istriku. Apa salahnya mencuri start?""Kak Gara!""Bercanda. Lagian siapa yang mau ngapa-ngapain? Aku kan cuma bilang tidur di sini.""T-tapi Kak– aaakh!"Gara menyentakkan tangannya, sehingga Carissa tertarik hingga hilang keseimbangan. Akhirnya, tubuh gadis itu jatuh tepat di atas tubuh Gara yang berbaring telentang."Astaga! Astaga!""Ssstt!""Kak Gara!""Jangan berisik!" Gara mengubah posisinya sebelum otak Carissa sempat memproses apa yang terjadi. Sekarang si gadis yang berada di bawah, dengan badan kekar Gara mengurungnya, mencegah
Sagara tidak tahu, apa yang terjadi dengan Carissa. Yang jelas, semakin dekat dengan hari H pernikahan mereka, gadis itu menjadi semakin pendiam. Hanya menimpali apapun yang Sagara katakan dengan ya atau tidak. Juga menurut saja apa yang Yasmin titahkan atau larang.Puncaknya hari ini, dua hari tepat sebelum acara dilaksanakan. Carissa minta ijin kepada Yasmin agar diperbolehkan pulang sendirian ke apartemen Sagara, menginap satu malam di sana."Kamu mau ngapain memangnya?" Wanita anggun itu bertanya. "Carissa, sudah tinggal dua hari lagi. Kamu nggak berencana mengacaukan pernikahanmu sendiri, kan?""Nggak, Bu. Bukan begitu. Saya cuma pengen diam sendirian sebentar aja.""Jangan-jangan kamu punya pikiran mau bunuh diri? Carissa, ayo ke psikiater sekarang!"Astaga, orang ini. Carissa menghela napas lelah sembari berusaha tersenyum. "Memangnya di mata Ibu, saya kelihatan seperti orang depresi yang mau bunuh diri, kah?""Heh, Ris, orang jaman sekarang itu lihai memakai topeng yang sempur