Selena mengunyah makanannya dengan perlahan. Sikap Daniel yang seperti ini serta perhatiannya yang begini, membuat Selena mengingat tentang perlakuan Alvaro dulu padanya. Selena tidak menyangka, jika hubungannya bersama dengan Alvaro akan menjadi seperti ini. "Makanlah sekarang. Jangan memikirkan apapun dulu. Makanmu akan terasa tidak enak, jika kau hanya mengunyahnya tapi tidak merasakannya," ucap Daniel sembari mengunyah makanannya. "Apa kabar Alvaro sekarang? Apa dia baik-baik saja? Apa dia makan dengan baik? Dulu, saat aku makan, Alvaro selalu menyuapiku di kampus," lirih Selena membuat Daniel terhenti. Laki-laki itu jadi hilang nafsu makan mengingat tentang adiknya. Ia merasa bersalah karena punya andil yang menyebabkan Alvaro dikirim ke luar negeri. "Jika situasi sudah membaik, kita akan pergi mengunjunginya." Daniel menyudahi makannya. "Tidak perlu berjanji apapun padaku, Niel. Semua janjimu hanya sekedar janji. Aku tak akan lagi tertipu dengan semua ucapanmu!" kesal Sele
Gerombolan orang berpakaian hitam terlihat meninggalkan pemakaman. Menyisakan beberapa orang yang hanya termasuk keluarganya. Termasuk Daniel, Arkanta, Selena, Rani dan seluruh orang yang bekerja di rumah Sanjaya. Daniel masih terlihat sedih. Air matanya tak mengalir. Namun, kesedihan mendalam tersirat dalam hatinya. Betapa tidak. Selama ini yang menjadi orang tua bagi Daniel adalah Sanjaya. Kakeknya itu yang merawat dan membesarkannya. Meskipun orang tuanya masih ada, tapi Daniel tak pernah melihat mereka dalam satu atap bersamanya. "Kau belum mengatakan di mana Mama, Kek. Kau pergi meninggalkan semuanya. Meninggalkan aku yang masih membutuhkanmu," lirih Daniel. Ucapannya didengar semua orang. Membuat para pekerja di rumahnya menunduk sedih yang mengetahui hidup Daniel selama ini."Dia ke luar negeri, dengan hidupnya yang baru," ucap Arkanta dan Daniel segera menoleh."Omong kosong! Kau tak tahu apa-apa. Kau pikir selama ini aku diam? Tidak! Aku mencarinya, dan seperti yang di de
Di Apartemen Alvaro, sebelum Sanjaya meninggal.Para pengawal Alvaro menunduk sedih, ketika mendengar kabar dari Daniel yang mengatakan Tuan besarnya telah meninggal dunia. Ingin hati melaporkan pada Daniel dan mengatakan padanya, bahwa adiknya di sini sedang tidak baik-baik saja. Namun, sebelum pengawal itu memberitahukannya, ia urung karena Daniel lebih dulu mengabarkan tentang Sanjaya. "Apa kata, Tuan Daniel?" tanya Anna yang sedang panik karena masih mendengar Alvaro yang sedang mengamuk. Sejak kembali dari club bersama Jessica waktu itu, tubuh Alvaro merasa panas dingin, menggigil dan sangat merasa gelisah. Sakit kepala yang tak tertahan hingga rasanya mau pecah. Saat terpikirkan untuk menghubungi Nick, laki-laki itu tak menggubris panggilannya. Alhasil, Alvaro mengamuk dengan membanting semua benda yang ada di depannya. Rasanya menyakitkan, saat ia sangat membutuhkan dan mendambakan sesuatu. Apalagi kalau bukan obat yang diberikan oleh Nick."Tuan Daniel bilang, Tuan Sanjay
SelenaTak pernah terpikirkan olehku, tentang semua yang terjadi sekarang. Semua terjadi begitu cepat. Dan seakan aku tak bisa lagi mengubahnya. Aku hanya bisa menjalaninya tanpa bisa lagi berkata tidak. Aku pasrah. Aku lelah terus memberontak dan memendam benci pada orang yang sebenarnya tak sepenuhnya jahat. Bukan salah Daniel yang menyeretku dalam kehidupannya. Aku yang menerima pernikahan kontrak ini dan menyetujui persyaratannya. Lagipula, aku tak pernah melihat Daniel memperlakukanku dengan buruk. Karena yang kulihat akhir-akhir ini, hanya ada rasa cinta dan sayang yang ditunjukkan oleh Daniel. Apa aku salah? Alvaro. Mendengar nama laki-laki itu rasanya hatiku kembali patah melihat dengan apa yang menimpa pada kami. Hubungan kami dulu yang begitu manis, lenyap begitu saja sejak kecelakaan kedua orang tuaku. Aku sakit hati? Kecewa? Pasti. Karena aku sudah menyayanginya selama bertahun-tahun bersamanya. Dan sekarang, aku sedang menuju ke tempatnya. Dimana kata Daniel mengatakan
Daniel.Aku mengepalkan tangan erat begitu mendengar penjelasan Dokter. Alvaro sudah terjangkit Narkoba dengan dosis yang lumayan tinggi. Hingga membuat Alvaro mengalami sakau dan seakan tak bisa terkendali. Dokter menyarankan agar Alvaro segera melakukan rehabilitasi agar tak berakibat lebih fatal dari ini. Karena Alvaro masih sangat baru mengenal obat terlarang itu, sehingga Dokter mengatakan akan lebih cepat proses pemulihannya. "Baik, Dok. Lakukan yang terbaik untuk adik saya. Lebih cepat lebih baik. Saya yakin, Alvaro pasti bisa melewati ini semua," kataku sebelum benar-benar pamit dari sana. Yang membuatku heran adalah, darimana Alvaro mengenal barang terlarang itu. Adikku satu itu bukan anak berandal yang mau saja memakai obat terlarang itu. Apalagi, sejak dia ke luar negeri, aku tidak melihat tanda-tanda dia seperti orang yang depresi atau hal semacamnya yang membuat ia harus lari pada obat-obatan terlarang. Hal ini menjadi tugasku untuk mencari tahu sebabnya. Apalagi, Kak
Mobil yang kutumpangi berhenti di depan sebuah gedung tinggi nan megah. Jujur saja, ini adalah kali pertama aku ke luar negeri. Katakanlah aku gadis kampung. Melihat semua hal begini saja membuatku sangat takjub. Sebenarnya, sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah mewah Daniel, sejak itulah aku baru menyadari jika di dunia ini benar-benar ada orang-orang kaya seperti dalam film atau novel yang aku baca. "Anda bisa tidur di kamar ini, Nona. Ah ya, aku akan mengambilkan selimut untukmu. Jika malam semakin larut, di sini akan terasa semakin dingin," ucap Anna yang sibuk menyiapkan segala sesuatu untukku. Membuatku merasa tidak nyaman karena harus merepotkan wanita yang lebih tua dariku itu. "Anna, kau tak perlu repot untukku. Aku bisa meminta tolong padamu, jika aku membutuhkannya nanti. Kau istirahatlah, wajahmu terlihat lelah," kataku mencegahnya pergi untuk mengambilkan selimut. Dia menghela napas lelah, "benar. Sedari semalam aku tak bisa tidur karena memikirkan Tuan Alvaro.
"Hei! Hello, Friend! Long time no see," sapa seseorang yang langsung aku tatap tajam dirinya. "Aku tak mau berbasa-basi, Nick! Kenapa kau lakukan itu pada adikku?!" geramku menatap wajah yang sudah lama tak kutemui. Nick tertawa sebelum menjawab pertanyaanku. Dan aku sungguh muak mendengarnya. "Ayolah, Friend! Aku hanya sedikit bermain-main dengannya," jawabnya dengan santai yang semakin membuatku marah. "Kau pikir ini sebuah lelucon?!" Aku menarik kerah bajunya dengan geram."Itu karena ulahmu sendiri, Niel! Kau yang menolak adikku waktu itu! Kau juga menolak bermain bersamaku!" jawabnya membuatku menghempaskannya kasar."Dasar bodoh! Perasaan itu tidak bisa dipaksa, Nick! Dan kau pikir, menggunakan barang terlarang itu sebuah permainan bagimu?!" kesalku dengan menatapnya tajam. "Angel sudah memberikan banyak waktu untukmu, Niel! Tidak bisakah kau memberinya kesempatan?!""Aku hanya menganggapnya teman, Nick!""Dan kau memberi perhatian padanya, Niel!""Mustahil aku memperlakuka
"Ini kan...?" Aku terkejut saat melihat foto Daniel yang ditunjukkan oleh seorang wanita cantik dengan gaya elegant dan semua barang mahal yang melekat di tubuhnya. Aku menatapnya sebentar, lalu hendak bertanya, tapi Anna lebih dulu mengeluarkan suara. "Kalau boleh saya tahu, anda siapa, Nona? Ada keperluan apa anda mencari Tuanku?" tanya Anna dan wanita itu menampilkan senyum indahnya. Ah, rasanya siapapun yang melihatnya pasti akan terpukau. Dia, sangat cantik. "Benarkah? Akhirnya, aku menemukannya! Sudah dua bulan ini aku mencarinya, tapi Daniel tak pernah ada di tempat biasa kita bertemu. Sedangkan aku tidak tahu rumahnya. Bisa panggilkan Daniel untuk menemuiku sekarang?" tanyanya membuatku terdiam dan tetap mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari bibir manis itu. Sayang sekali. Dia cantik, tapi sikapnya sedikit, tidak sopan."Anda belum menjawab pertanyaan saya, Nona? Ada keperluan apa, anda dengan Tuan Daniel?" tanya Anna lagi. "Aku kekasihnya. Jadi, tolong panggilkan Da