Sayang, gimana kondisi Oma?" tanya Ferdi dengan nafas terengah-engah kepada istrinya, yang kebetulan sedang duduk berdampingan dengan Helza.
Ketika mendengar kabar, Ferdi masih dalam keadaan meeting dan buru-buru langsung ke rumah sakit. Dengan memacu kuda besi yang tidak lagi ia sadari berapa kecepatan jarak tempuh. Sayangnya jalanan masih dengan drama yang sama setiap hari ya itu, kemacetan yang sulit diurai. Maka langkah Suami Shiza itu semakin terkendala saja."Kata Dokter Arfian, sekarang Oma udah nggak papa sih, Mas. Alhamdulillahnya tadi ada pria baik yang segera bawa Oma ke sini." Senyum menawan kembali hadir setelah sepersekian jam sirna akibat rasa takut yang mendera istri Ferdi tersebut."Pria baik. Apa jangan-jangan calon adik ipar, yang selama ini tengah kita nantikan kehadirannya, untuk mengobati luka tak berdarah seseorang. ya kan, sayang," kata Ferdi sejurus dengan tatapannya yang mengarah ke Helza.Helza melengos seakan tidak suka. Dengan kalimat yang barusan Ferdi ucapkan, entah kenapa? Sejak kejadian tidak menyenangkan yang menimpanya tempo hari. Membuat wanita berparas ayu itu begitu sensitif kalau menyangkut hal berbau asmara. "Kak! Nggak usah ngaco deh."Kakak, tidak mengertikah kalian? Betapa susahnya aku untuk menghalau perasaan yang sudah terlanjur terpatri ini. Butuh waktu bertahun agar bisa move on. Please jangan bangunkan hasrat yang sudah terlanjur membeku! Bahkan sang bunga hampir layu di tangan pemilik yang salah.Ark … Arman sialan!"Dek, jangan sinis gitu dong. Jodoh Tuhan siapa yang tahu?"Perdebatan Ketiganya berakhir saat Dokter Arfian memberi tahu, kalau Oma Sonya sudah siuman dan bisa dijenguk, tapi harus bergantian."Oma, apa dadanya masih sakit?" tanya Shiza saat sudah berada di ruangan sonya, wanita cantik itu terus menggenggam tangan Omanya. Dari raut wajah sangat ketara kalau dia sangat khawatir. "Please, jangan sembunyikan apapun dari Za. Oma tau nggak, saat mendengar kalau Oma pingsan tadi. Aku ngerasa sangat takut kalau sampai Oma kenapa-napa."Tangan Sonya terulur membelai kepala cucu kesayangannya. "Nak, Oma nggak kenapa-napa kok. Cuma kelelahan aja. Udah nggak usah cemas." Tatapan Sonya terus mengarah ke pintu seolah berharap seseorang, akan hadir dari balik pintu tersebut"Nungguin siapa sih, Oma. Za lagi ngomong Lo. Kok dikacangin ngapa nggak sekalian dikuliti!" wajah istri Ferdi itu seketika berubah menjadi cemberut."Bukan gitu Sayang, adikmu mana? Apa anak itu sudah lupa dengan Omanya sampai tega! Tidak menjenguk. Apa dia sekarang masih menyimpan amarah seperti pagi tadi," imbuh Oma Sonya dengan mimik sedih.Selang beberapa saat di ambang pintu berdiri seorang gadis cantik. Seolah melangkah ragu, antara harus masuk atau bertahan diluar. Di dalam hati masih menaruh kekesalan atas permintaan konyol Sonya untuk segera menikah, tapi melihat kondisi Oma Sonya yang terkulai lemah hatinya menjadi prihatin, batin Helza bergejolak segenap rasa bercampur menjadi satu."O --- oma." suara Helza seperti tercekat dan ia hanya berdiri di bawah, tepat di samping kaki omanya."Kenapa hanya berdiri di situ Hel? Sini dekat Oma."Wanita paruh baya itu tersenyum penuh arti kepada kepada cucunya. Tatapannya pun masih sama teduh, seperti biasa."Omya cepat sehat … jangan sakit lagi ya, maafin Ihel, sampai membuat Oma masuk rumah sakit lagi, " sesal Helza berurai air mata.Shiza dan adiknya kemudian berhambur ke dalam pelukan sonya. Terutama Helza yang menangis sampai sesegukan. ouh, manisnya potret mereka bertiga semoga selalu akur seperti ini."Ada yang bisa ikut keruangan saya?" tanya Dokter Arfian yang akhirnya membuat Helza dan Shiza menoleh ke dokter muda itu."Biar Ihel yang pergi. Kakak jaga oma, aja ya." Helza kemudian berjalan membuntuti dokter Ariga menuju ruangannya.Sesampainya di ruangan tersebut pria yang tidak lain masih sepupu Helza, itu mempersilahkan gadis tersebut untuk duduk. Sebelum ia berkata terdengar helaan yang cukup dalam. "Ihel, berapa kali sih, abang harus jelaskan? Jangan buat oma terus berada dalam kondisi tertekan dan stres! Jujur kalau ini terus berlaku, kita nggak tahu kemungkinan buruk apa yang akan terjadi selanjutnya," imbuh Arfian, ia tidak lagi bergaya formal seperti sebelumnya."Ya terus Ihel harus gimana, Bang? Oma itu kadang-kadang ngeselin! Coba kalau Abang yang berada di posisiku mungkin, akan ngelakuin hal yang sama!" sungut Helza kesal, merasa terpojok lagi-lagi semua orang menyalahkan dirinya. "Dah lah malas ngobrol sama abang, permisi!"Helza keluar dengan kesal dari ruangan Dokter Arfian, nafasnya naik turun karena menahan emosi, kenapa mereka semua seakan sedang menginterupsi dan mengintimidasinya. Padahal disini Helza korban! Ah, tapi seolah Helza lah pelaku kejahatan itu. Padahal ia hanya berusaha membela diri, apa itu salah? terus salahnya dimana!Bruk!Tanpa sengaja Helza menabrak dada bidang seseorang. Tentu hal itu menyadarkan adik bungsu Shiza itu dari lamunannya, karena keningnya terasa nyeri setelahnya."Kalau jalan pakai mata! Tau nggak sakit ini." tunjuk Helza pada keningnya.Sedang pria itu hanya bergeming, seperti tidak peduli. Ia malah berjongkok mengambil beberapa obat, yang sudah berserakan di lantai karena insiden tabrakan itu. Setelahnya malah pergi tanpa sepatah kata pun."Dasar tunawicara!" ucap Helza kesal karena merasa diabaikan.Helza memutuskan untuk menenangkan pikiran. Yang terasa sudah berasap layaknya knalpot bajaj, di ruangan Oma Sonya pasti ada sang kakak yang tengah menjaga. Dia butuh nutrisi agar otaknya tetap dalam kewarasan yang hakiki."Hari yang penuh kesialan! Dan lebih apesnya kenapa sih? harus ketemu pria songong kaya tu orang?"Helza menendang sebuah kaleng minuman yang tepat berada di hadapannya. Karena hal itu ia hampir terjerambah, kalau saja tangah kokoh seseorang tidak menumpu tubuh ringkihnya."Lain kali cobalah waspada, jangan ceroboh! apa-apa itu harus penuh pertimbangan. Gimana coba kalau benar-benar terjatuh," ujar Azam datar.Sebenarnya Azam buru-buru untuk pulang. namun, saat melihat Helza yang hampir terjatuh naluri sebagai sesama insan manusia tidak sampai hati. Kalau sampai gadis itu kenapa-napa tepat di hadapannya."Nggak usah sok baik! Saya bisa bangun kalau pun sampai terjatuh, modus banget sih? saya tahu pria macam Anda ini terlalu mudah kebaca, apa yang ada dalam pikirannya."Helza mendorong tubuh Azam, berlalu dengan muka sinis, kemudian tidak menghiraukan bagaimana reaksi pria itu sesudah kepergiannya. Yang sekarang Helza pahami semua orang sangat menyebalkan! Ya, salah satunya Azam. Karena seharian ini Helza harus bertemu Azam sebanyak dua x dan pertemuan itu meninggalkan kesan tidak menyenangkan di hati Helza. Belum lagi wanita berparas mungil tersebut harus memikirkan nasib yang tengah merundung hidupnya, akibat permintaan oma Sonya yang mendadak meminta Helza untuk segera menikah.Dari tempat itu Azam terus memperhatikan langkah Helza yang semakin menjauh. Mendadak Pria bertubuh atletis itu mengingat sesuatu tentang gadis itu. tapi apa, bahkan rasanya sangat familiar?"Ada obatnya, Nak?" intonasi bernada rendah nan lembut, itu milik seorang wanita berparas cantik. Walau di usianya yang sudah memasuki kepala lima lebih, beliu adalah Rossa Linda mamanya Azam "Ada Ma," jawab Azam sembari memperlihatkan kantong plastik di genggaman tangannya. Rosalinda tersenyum, keteduhan terlihat dari manik matanya yang sayu, tutur katanya lemah lembut, karakter seorang ibu begitu melekat padanya. Rossa Linda berjalan ke arah sang putra. Kemudian duduk di sofa tangannya, menepuk-nepuk sofa seolah meminta Azam ikutan untuk bergabung. "O ya, baju yang kemarin Mama minta mana? Apa Azam, lupa ambil di butik Bu Sonya? Padahal lusa rencananya mau dipakai ke pesta pernikahan anak teman Mama lo." Putranya itu meletakan kantong plastik. kemudian berkata,"Azam udah sampai sana, tapi ibu … itu mendadak pingsan. Akhirnya Azam bawa ke rumah sakit Sentra Hospital, dan mengenai baju Mama, lupa ambil karena buru-buru ke restoran. Maaf Ma," sesal pria tampan tersebut merasa bersa
Malam kembali menyapa, kala itu sang bumantara hadir dengan warna biru cerah di atas sana. Dengan gumpalan putih, yang mengelilingi di setiap sisi. Di ufuk timur ibu bulan mulai berteger dengan setia, seraya tersenyum meskipun senyumnya belum sepenuhnya terbit. Namun, tidak mengurangi sinar teduhnya. Di sebuah bangku taman rumah sakit, seorang gadis duduk dari sorot manik cokelat kosong, seolah tersirat beban yang begitu berat . Seperti bait kalimat yang tadi diucapkan Sonya, sang Oma. Tentang perjodohannya. Sekali lagi wanita paruh baya itu tampak kekeh dengan niatnya. Tadi waktu di dalam basal Oma Sonya sekali lagi meminta Helza untuk menemui pria itu. Anggap untuk perkenalan begitu katanya. Kalau cucunya itu bersedia. Maka dia akan menelepon Ibu dari si pria membuat schedule untuk berjumpa.Dilema. Tentu Helza rasakan, haruskan dia mengikuti permintaan dari Omanya? Mengorbankan sisa hidup bebas yang selalu dijalani. Memilih jadi gadis baik lagi penurut. Atau pergi dan abai saja ke
Azam bergegas turun dari ruangannya yang berada di lantai dua. Saat mendapat notifikasi Bahwa barang yang dia pesan dari Aceh sampai setelah ba'da isya. Langkah jangkung pria itu berhenti di rest area karena mendapati dua orang gadis, tengah duduk tidak jauh tepat dimana mobil truk akan parkir. Ini sudah kali ketiga anak mama Rosa itu mencoba memanggil sang gadis nyatanya tetap bergeming. “Mbak, Maaf ya, tolong bisa pindah ke bagian dalam karena meja dan kursinya sementara mau dipindahin. Maaf untuk ketidaknyamanannya!” seru pria tersebut. tanpa sadar telapak tangannya masih belum beranjak dari bahu Helza. Agnes sontak terkesima melihat penampilan pria itu, yang masih mengenakan setelan khas habis menunaikan sholat fardhu. Ouh, tampan sekali! dalam hati gadis ayu itu berharap semoga saja pria ini masih jomblolillah. “Nes, bayar gih! Aku udah pen balik ke rumah sakit nie, kasihan oma, nanti nyariin aku kalau kelamaan di luar. Kalau ketahuan sama dokter jones itu aku salah lagi.” Hel
Malam itu Helza menenteng sebuah paper bag di tangannya. Sebelum pergi ke apartemen Alman, dia menyempatkan diri untuk berbelanja ke sebuah supermarket, membeli beberapa makanan cepat saji untuk pria pujaannya. Rona bahagia begitu terlihat dari wajah ayu dengan manik coklat cerah laksana bulan sabit. Hidungnya bangir, bibir tipis Semerah buah cerry, tidak lupa ia tambahkan lipgloss pink agar terlihat tidak pucat. Kulitnya yang putih, di padukan dengan dres berwarna maron di atas lutut membuat penampilan Gadis berperawakan sintal itu semakin terpancar aura kecantikannya. Helza begitu bersemangat menapaki lorong apartemen. Sesekali senyum menawan terbit dari wajahnya, rasa rindu membuatnya segera ingin sampai di kediaman Alman. Saat akan memutar handle pintu, tiba-tiba Helza mendengar dua orang dengan percakapan serius. Gadis itu berdiri untuk beberapa detik memastikan tentang obrolan keduanya. "Tenang Bos, orang yang kita nantikan sedang menuju kemari. Sabar sedikit dong,
"Nak, bantu Oma dong. Setiap hari kerjaannya keluyuran terus mau sampai kapan begini?" Oma Sonya menyibak bedcover bermotif bunga lili yang menyelimuti separuh tubuh Helza, Omanya itu terus berusaha membangunkan cucu kesayangannya. Ini bukan kali pertama sang Oma dibuat pusing dengan sikap si bungsu. Kalau diajak bicara selalu diam, rutinitasnya Setiap hari keluar dan pulang juga nggak tahu kapan? Setelah dua tahun belakangan Helza seperti tidak terkendali."Besok aja ya Oma, Za bantu. Sekarang biarin aku istirahat." Gadis itu kembali menarik selimutnya "Tapi Za, Oma ini kerepotan Lo. Butik lagi ramai dan Oma itu kekurangan kariawan," ucap Oma Sonya meminta pengertian dari sang cucu. Ternyata Helza telah kembali ke alam mimpi saat sang Oma berceloteh. Kemungkinan gadis itu mengira kalau Omanya tangah mendongeng sehingga ia kembali tertidur, ditambah hangatnya pulau kapuk yang saat ini tengah musim penghujan. "Za …." Panggilnya lagi. Wanita dengan jilbab pasmina berwa
Setelah panggilan berakhir Helza langsung terdiam seolah waktu pun berhenti berputar. Saat otaknya memaksa untuk kembali mengingat perkataan sang kakak barusan. Ini bukan lelucon atau Shiza tengah ngeprank kaya biasanya kan? Untuk membuat jantung adiknya itu bekerja dengan extra. Seketika gadis itu menyambar handuk, ia ingin segera menanyakan perihal pernikahan dadakan itu kepada sang oma. Surang dari satu jam Helza sudah berpenampilan cantik dengan dres selutut berwarna marun melekat di tubuhnya. 'Aku harus mendengar langsung dari oma, apa perkataan kakak tadi benar?'Adik bungsu Shiza itu menyambar tas selempang yang dia buang sembarang tadi malam. Dan memasukan ponsel serta merogoh hand sanitizer apa masih ada di dalam tas. Setelah memastikan semuanya ada, Lalu Helza segera mengenakan masker, sudah setahun dunia dilanda kecemasan. Akibat wabah covid 19 yang tidak kunjung usai begitu juga dengan Helza, harus terus proteksi dalam menjaga kesehatan dengan tetap mematuhi protokol y
Azam bergegas turun dari ruangannya yang berada di lantai dua. Saat mendapat notifikasi Bahwa barang yang dia pesan dari Aceh sampai setelah ba'da isya. Langkah jangkung pria itu berhenti di rest area karena mendapati dua orang gadis, tengah duduk tidak jauh tepat dimana mobil truk akan parkir. Ini sudah kali ketiga anak mama Rosa itu mencoba memanggil sang gadis nyatanya tetap bergeming. “Mbak, Maaf ya, tolong bisa pindah ke bagian dalam karena meja dan kursinya sementara mau dipindahin. Maaf untuk ketidaknyamanannya!” seru pria tersebut. tanpa sadar telapak tangannya masih belum beranjak dari bahu Helza. Agnes sontak terkesima melihat penampilan pria itu, yang masih mengenakan setelan khas habis menunaikan sholat fardhu. Ouh, tampan sekali! dalam hati gadis ayu itu berharap semoga saja pria ini masih jomblolillah. “Nes, bayar gih! Aku udah pen balik ke rumah sakit nie, kasihan oma, nanti nyariin aku kalau kelamaan di luar. Kalau ketahuan sama dokter jones itu aku salah lagi.” Hel
Malam kembali menyapa, kala itu sang bumantara hadir dengan warna biru cerah di atas sana. Dengan gumpalan putih, yang mengelilingi di setiap sisi. Di ufuk timur ibu bulan mulai berteger dengan setia, seraya tersenyum meskipun senyumnya belum sepenuhnya terbit. Namun, tidak mengurangi sinar teduhnya. Di sebuah bangku taman rumah sakit, seorang gadis duduk dari sorot manik cokelat kosong, seolah tersirat beban yang begitu berat . Seperti bait kalimat yang tadi diucapkan Sonya, sang Oma. Tentang perjodohannya. Sekali lagi wanita paruh baya itu tampak kekeh dengan niatnya. Tadi waktu di dalam basal Oma Sonya sekali lagi meminta Helza untuk menemui pria itu. Anggap untuk perkenalan begitu katanya. Kalau cucunya itu bersedia. Maka dia akan menelepon Ibu dari si pria membuat schedule untuk berjumpa.Dilema. Tentu Helza rasakan, haruskan dia mengikuti permintaan dari Omanya? Mengorbankan sisa hidup bebas yang selalu dijalani. Memilih jadi gadis baik lagi penurut. Atau pergi dan abai saja ke
"Ada obatnya, Nak?" intonasi bernada rendah nan lembut, itu milik seorang wanita berparas cantik. Walau di usianya yang sudah memasuki kepala lima lebih, beliu adalah Rossa Linda mamanya Azam "Ada Ma," jawab Azam sembari memperlihatkan kantong plastik di genggaman tangannya. Rosalinda tersenyum, keteduhan terlihat dari manik matanya yang sayu, tutur katanya lemah lembut, karakter seorang ibu begitu melekat padanya. Rossa Linda berjalan ke arah sang putra. Kemudian duduk di sofa tangannya, menepuk-nepuk sofa seolah meminta Azam ikutan untuk bergabung. "O ya, baju yang kemarin Mama minta mana? Apa Azam, lupa ambil di butik Bu Sonya? Padahal lusa rencananya mau dipakai ke pesta pernikahan anak teman Mama lo." Putranya itu meletakan kantong plastik. kemudian berkata,"Azam udah sampai sana, tapi ibu … itu mendadak pingsan. Akhirnya Azam bawa ke rumah sakit Sentra Hospital, dan mengenai baju Mama, lupa ambil karena buru-buru ke restoran. Maaf Ma," sesal pria tampan tersebut merasa bersa
Sayang, gimana kondisi Oma?" tanya Ferdi dengan nafas terengah-engah kepada istrinya, yang kebetulan sedang duduk berdampingan dengan Helza.Ketika mendengar kabar, Ferdi masih dalam keadaan meeting dan buru-buru langsung ke rumah sakit. Dengan memacu kuda besi yang tidak lagi ia sadari berapa kecepatan jarak tempuh. Sayangnya jalanan masih dengan drama yang sama setiap hari ya itu, kemacetan yang sulit diurai. Maka langkah Suami Shiza itu semakin terkendala saja."Kata Dokter Arfian, sekarang Oma udah nggak papa sih, Mas. Alhamdulillahnya tadi ada pria baik yang segera bawa Oma ke sini." Senyum menawan kembali hadir setelah sepersekian jam sirna akibat rasa takut yang mendera istri Ferdi tersebut. "Pria baik. Apa jangan-jangan calon adik ipar, yang selama ini tengah kita nantikan kehadirannya, untuk mengobati luka tak berdarah seseorang. ya kan, sayang," kata Ferdi sejurus dengan tatapannya yang mengarah ke Helza.Helza melengos seakan tidak suka. Dengan kalimat yang barusan Ferdi u
Setelah panggilan berakhir Helza langsung terdiam seolah waktu pun berhenti berputar. Saat otaknya memaksa untuk kembali mengingat perkataan sang kakak barusan. Ini bukan lelucon atau Shiza tengah ngeprank kaya biasanya kan? Untuk membuat jantung adiknya itu bekerja dengan extra. Seketika gadis itu menyambar handuk, ia ingin segera menanyakan perihal pernikahan dadakan itu kepada sang oma. Surang dari satu jam Helza sudah berpenampilan cantik dengan dres selutut berwarna marun melekat di tubuhnya. 'Aku harus mendengar langsung dari oma, apa perkataan kakak tadi benar?'Adik bungsu Shiza itu menyambar tas selempang yang dia buang sembarang tadi malam. Dan memasukan ponsel serta merogoh hand sanitizer apa masih ada di dalam tas. Setelah memastikan semuanya ada, Lalu Helza segera mengenakan masker, sudah setahun dunia dilanda kecemasan. Akibat wabah covid 19 yang tidak kunjung usai begitu juga dengan Helza, harus terus proteksi dalam menjaga kesehatan dengan tetap mematuhi protokol y
"Nak, bantu Oma dong. Setiap hari kerjaannya keluyuran terus mau sampai kapan begini?" Oma Sonya menyibak bedcover bermotif bunga lili yang menyelimuti separuh tubuh Helza, Omanya itu terus berusaha membangunkan cucu kesayangannya. Ini bukan kali pertama sang Oma dibuat pusing dengan sikap si bungsu. Kalau diajak bicara selalu diam, rutinitasnya Setiap hari keluar dan pulang juga nggak tahu kapan? Setelah dua tahun belakangan Helza seperti tidak terkendali."Besok aja ya Oma, Za bantu. Sekarang biarin aku istirahat." Gadis itu kembali menarik selimutnya "Tapi Za, Oma ini kerepotan Lo. Butik lagi ramai dan Oma itu kekurangan kariawan," ucap Oma Sonya meminta pengertian dari sang cucu. Ternyata Helza telah kembali ke alam mimpi saat sang Oma berceloteh. Kemungkinan gadis itu mengira kalau Omanya tangah mendongeng sehingga ia kembali tertidur, ditambah hangatnya pulau kapuk yang saat ini tengah musim penghujan. "Za …." Panggilnya lagi. Wanita dengan jilbab pasmina berwa
Malam itu Helza menenteng sebuah paper bag di tangannya. Sebelum pergi ke apartemen Alman, dia menyempatkan diri untuk berbelanja ke sebuah supermarket, membeli beberapa makanan cepat saji untuk pria pujaannya. Rona bahagia begitu terlihat dari wajah ayu dengan manik coklat cerah laksana bulan sabit. Hidungnya bangir, bibir tipis Semerah buah cerry, tidak lupa ia tambahkan lipgloss pink agar terlihat tidak pucat. Kulitnya yang putih, di padukan dengan dres berwarna maron di atas lutut membuat penampilan Gadis berperawakan sintal itu semakin terpancar aura kecantikannya. Helza begitu bersemangat menapaki lorong apartemen. Sesekali senyum menawan terbit dari wajahnya, rasa rindu membuatnya segera ingin sampai di kediaman Alman. Saat akan memutar handle pintu, tiba-tiba Helza mendengar dua orang dengan percakapan serius. Gadis itu berdiri untuk beberapa detik memastikan tentang obrolan keduanya. "Tenang Bos, orang yang kita nantikan sedang menuju kemari. Sabar sedikit dong,