Karena bosan menunggu di dalam mobil, Davian keluar untuk melihat-lihat.Dia duduk-duduk di kantin yang mirip sebuah foodcourt karena terdapat tenan makanan dan minuman terkenal di sana.Davian memesan satu gelas kopi untuk menemaninya menunggu Cinta.Tidak lama kemudian tiba-tiba suasana menjadi ramai karena pergantian jam mata kuliah.Davian celingukan mencari keberadaan Cinta namun tidak dia temukan sampai ponselnya berdering menunjukkan nama Cinta.“Ha—““Kamu di mana sih? Cepetan ke mobil, aku lemes … udah mau pingsan!” hardik suara dari ujung panggilan sana menyela sapaan Davian disusul bunyi klik tanda Cinta memutuskan panggilan sepihak.Tanpa menghabiskan kopinya lebih dulu, Davian bangkit dan berlari menuju mobil.Dia melihat Cinta yang wajahnya begitu pucat bersandar di sisi mobil.Davian membuka kunci mobil dari jauh membuat Cinta terhenyak sesaat kemudian membuka pintu kabin belakang.Davian duduk di belakang kemudi untuk menyalakan AC.“Kamu mau makan apa?” Davian bertany
Hampir seminggu Davian tinggal di rumah mertua indah dan selama itu juga setiap malam dia tidur di lantai sampai tubuhnya pegal-pegal.Cinta sama sekali tidak merasa iba dan mengijinkan Davian tidur bersamanya di ranjang.Padahal setiap hari Davian mengantar jemput Cinta ke kampus.Pria itu juga yang merawat Cinta saat Cinta kepayahan mengalami mual muntah di pagi hari.Seperti pagi ini, Davian yang sedang mengaduk susu ibu hamil di dapur mendapat tatapan kagum dari beberapa asisten rumah tangga yang masih gadis di rumah mami papi.Mereka berharap memiliki suami tampan, mapan dan sangat perhatian juga menyayangi istri seperti Davian.Terlepas dari selentingan gosip dan dugaan tentang pernikahan mendadak putri bungsu majikannya itu yang tengah mengandung, yang mereka lihat adalah kesungguhan Davian dalam mengurus Cinta.“Maaf saya berantakin dapurnya ya, Cum ….”“Enggak apa-apa, Mas.” Malah Tini yang menjawab, asisten rumah tangga yang lain dengan pipi merona.Encum menyikut lengangan
Ini adalah kali pertama Davian akan bertemu calon anaknya melalui alat USG.Davian sangat tidak sabar ingin melihat sudah sebesar apa calon anaknya di dalam perut Cinta.Keduanya mengantri di sebuah ruang tunggu yang nyaman.“Mual enggak?” tanya Davian perhatian karena tadi di dalam mobil, Cinta mengatakan mual sebab mencium aroma parfum mobil.Cinta menjawab dengan menggelengkan kepalanya.“Aku boleh ya genggam tangan kamu kaya para calon ayah yang lain.” Davian berbisik dengan mencondongkan kepalanya ke samping.“Enggak usah aneh-aneh deh,” gumam Cinta bersama delikan sebal.Davian menjauhkan kepalanya dari kepala Cinta, dia tidak akan memaksa.Namun ketika Cinta sudah berada di dalam ruangan dokter dan dibaringkan di sebuah ranjang di dekat mesin USG, Davian tidak bisa mengendalikan dirinya saat dokter menunjukkan layar USG di mana terdapat kondisi calon anaknya di dalam perut Cinta.Tangan Davian menggenggam erat tangan Cinta, terlalu takjub melihat calon anaknya yang padahal masi
Pada kenyataannya, Cinta tidak bisa langsung mengambil cuti atau keluar begitu saja dari kampusnya.Dia harus menyelesaikan semester ini yang hanya tinggal satu bulan lagi.Cinta pikir tidak apalah dia menyelesaikan dulu satu semester ini saja, untuk menutupi perutnya yang semakin besar Cinta bisa menggunakan pakaian oversize.Sedangkan Davian harus pindah lebih dulu karena surat tugas sudah turun sekaligus menyiapkan rumah mereka di Medan.Setiap weekend Davian tidak pernah absen pulang ke Jakarta untuk bertemu Cinta padahal Cinta sering melarang pria itu pulang karena sebentar lagi dia akan menyusulnya ke Medan.Karena sesungguhnya Cinta lebih suka Davian tidak pulang.Ketika Cinta sedang mengerjakan tugas di meja belajar di kamarnya.Ponsel yang berada di atas ranjang berbunyi.Cinta melirik sekilas kemudian malas-malasan bangkit dari kursi meja belajar untuk menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya.Nama suaminya muncul di layar.Cinta mengembuskan napas jengah namun tak ayal je
“Sayang.” Suara berat suaminya terdengar bersama langkah kaki mendekat.Jingga masih belum menghiraukan panggilan tersebut karena sibuk membuat sarapan pagi.Lalu sebuah kecupan mendarat di pipinya disusul pelukan erat di pinggang.“Sayaaaang, aku lagi masak.” Jingga mengerang.Alih-alih pergi dan melepaskan Jingga, Biru malah mengecupi leher Jingga di depan asisten rumah tangga mereka yang langsung salah tingkah dan pergi meninggalkan dapur.“Aku boleh enggak pergi sama Cinta berdua sebelum dia pergi ke Medan … katanya si Davian enggak bisa pulang Sabtu sekarang.” Ternyata Biru bersikap seperti itu karena ada maunya, meninggalkan Jingga di hari sabtu yang cerah ini.“Loh … bukannya kamu ada praktek?” Jingga menoleh sedikit dengan spatula di tangan kanan dan sarung tangan oven di tangan kiri.“Pulang praktek maksudnya, sayang ….”“Oooooo ….” Bila ‘Oh’ -nya Jingga sudah sepanjang itu berarti dia keberatan.“Ya udah,” imbuh Jingga yang artinya sebaliknya yaitu dia tidak memberi ijin.“
*Bandara Soekarno Hatta“Abang Biru ke mana sih? Kok belum datang ….” Mami bergumam sambil terus celingukan mencari satu lagi anaknya.Cinta pikir sedari tadi mami celingukan seperti itu karena mencari toilet atau penjual minuman.“Abang enggak akan dateng, Mi … Abang udah bilang sama Cinta enggak akan anter Cinta ke Bandara.” Senyum Cinta terkembang tapi sorot matanya sendu.“Ya udah, berarti enggak ada lagi yang kita tunggu … kita masuk,” kata papi memberi instruksi.Beberapa hari lalu Biru datang ke rumah mami papi sepulang praktik sebelum menjemput Jingga di kantor.Abang kesayangan Cinta itu meminta maaf karena tidak bisa ikut mengantar ke Bandara.Cinta mengerti dan tidak mempermasalahkan karena tahu kalau abangnya belum berhenti didera perasaan bersalah dan masih membenci Davian.Sewaktu terbongkarnya niat jahat Davian, Berulang kali Biru meminta maaf kepada Cinta.Abangnya itu mengatakan kalau merasa bersalah karena dirinyalah telah membuat Cinta jadi seperti ini.Tapi sunggu
Benar kata Davian, mereka menempati rumah dinas yang jaraknya sangat dekat dengan kantor pria itu tapi di dalamnya disulap seperti rumah mewah yang tentunya dengan budget sendiri tidak ditanggung pemerintah.Ini semua Davian lakukan agar Cinta kerasan tinggal di sana.Dari luar, rumah itu seperti rumah dinas yang lain tapi dalamnya sangat eksclusive bahkan Davian mengganti cat dan lantai agar terasa lebih nyaman.Papi cukup puas saat melihat ke dalam rumah, bibir beliau sedikit tersenyum sambil manggut-manggut sembari memindai keseluruhan ruangan di rumah itu.Mami dan papi kemudian dituntun oleh driver yang membawa koper ke kamar tamu untuk membersihkan diri sebelum makan malam.“Kamu istirahat aja ya, aku minta Encum masak makan malam dulu.” Encum dan pakaian juga barang-barang Cinta sudah sampai seminggu yang lalu.Sengaja Encum pergi duluan ke Medan untuk merapihkan rumah dan barang-barang Cinta agar ketika datang—semua barang-barang Cinta sudah tertata rapih di kamar.Cinta meng
Davian masuk ke dalam kamar setelah tadi mami keluar dari kamar dan memberitahunya kalau Cinta sudah tidur.Dia akan tidur di ranjang yang sama dengan Cinta tidak peduli istrinya suka atau tidak.Cinta tidur meringkuk menghadap sisi ranjang bagiannya jadi Davian bisa menatap wajah cantik sang istri yang tengah tertidur pulas.Diusapnya pipi Cinta lembut seringan bulu dengan sorot mata sendu.“Maafin aku Cinta, aku menyesal.” Davian melirih.“Aku enggak tahu kalau kamu akan semenderita ini karena patah hati,” sambung Davian lagi.Perlahan Davian menyelipkan tangan ke bawah leher Cinta dan istrinya itu bergerak tanpa sadar masuk ke dalam pelukannya.Menempelkan sisi wajahnya ke dada Davian dengan satu tangan melingkari pinggang pria itu.Tangan Davian yang bebas mengusap-ngusap punggung Cinta.Dia kecup dalam kening Cinta sebelum akhirnya mengeratkan pelukan dan mulai terlelap menyusul Cinta ke alam mimpi.*** Beberapa hari ini Jingga sering memergoki suaminya diam-diam melamun sendiri
Biru merangkul pundak Jingga, mengecup pelipisnya sebagai ungkapan Terimakasih yang sudah ribuan kali dia ungkapkan semenjak Jingga dengan kesadaran sendiri mengajak Biru ke dokter kandungan setahun lalu untuk membuka KB IUD.Katanya Jingga merindukan suara tawa bayi dan pekerjaannya yang sekarang pun tidak seberat dulu.Jadi Jingga merasa mungkin sudah waktunya memiliki anak ke tiga.Dan tanpa dia duga, hanya dalam jangka waktu kurang lebih setahun setelah membuka KB IUD—Tuhan mempercayakan malaikat kecilnya lagi kepada mereka. Semua bahagia mendengar kabar kehamilan Jingga.Kehamilannya yang ketiga ini pun begitu dinikmati oleh Jingga.Pekerjaan Jingga tidak terganggu karena tidak ada kendala berarti selama kehamilan.Sampai Jingga lupa mengajukan cuti hamil, dia tetap pergi ke kantor meski kandungannya sudah memasuki masa persalinan.Pagi itu satu kantor geger karena Jingga ditemukan jatuh di kamar mandi oleh stafnya dengan ketuban pecah.“Panggil ambulan!” Atasan Jingga berseru k
Papi sudah pensiun sebagai Panglima TNI Republik Indonesia, sekarang beliau sedang menikmati masa tua di rumah saja. Ada beberapa bisnis yang digeluti papi yang sudah dipersiapkan sebelum pensiun tapi tidak memerlukan perhatian khusus dari beliau.Hanya sesekali saja mengecek dan sisa waktunya papi bisa habiskan dengan bermain bersama cucu.Setelah Cinta menjadi sarjana meski sempat terseok menjalaninya karena harus melahirkan anak ke tiga, papi meminta besannya yaitu papanya Jingga untuk memasukan Cinta menjadi pegawai Bank dari jalur Officer Development Program.Kebetulan Cinta berkuliah di kampus unggulan dan memiliki IPK yang baik dan ternyata Cinta bisa lulus menjalani test yang dilakukan pihak ketiga dan sekarang Cinta seperti kakak iparnya, menjadi seorang bankir.Davian tidak melarang Cinta berkarir, seperti halnya Biru yang justru mendukung karir Jingga.Meski sekarang Jingga lebih menikmati bekerja dibalik meja menjadi backoffice berkutat setiap harinya dengan kertas dan an
Hari berikutnya dan hari-hari selanjutnya, Cinta seakan bukan miliknya lagi.Cinta dikuasai oleh Kiana dan Bara apalagi Bara yang masih sering tantrum, kalau kata bunda dan mami—mungkin Bara tahu akan memiliki adik sementara dia masih ingin kasih sayang dan perhatian full dari kedua orang tuanya.Baiklah, ingatkan Davian untuk meminta Cinta pasang KB setelah melahirkan anak ketiga mereka nanti.Karena sesungguhnya, tanpa ada yang tahu kalau Cinta tertekan.Dia lelah karena harus membagi waktu dengan anak-anak dan kuliah.Berimbas pada bobot tubuh Cinta yang menurun padahal sedang mengandung.“Sayang.” Suara Davian yang baru saja masuk ke dalam kamar membuat Cinta refleks mengusap air mata di pipi.“Kamu nangis?” Davian bergerak mendekat dengan langkah cepat.Pria yang gagah dan selalu tampan di mata Cinta dengan seragam Polisinya itu langsung menangkup wajah Cinta menggunakan tangannya yang besar.“Kamu nangis?” Davian mengulang.“Enggak, tadi aku pakai obat tetes mata karena mata aku
Semenjak kejadian Davian menyusul Cinta yang pergi tanpa ijinnya ke Puncak, Cinta jadi banyak berubah.Sekarang Cinta lebih mementingkan keluarga kecilnya.Cinta sudah tidak lagi melimpahkan urusan anak-anak kepada Nanny kalau dia ada di rumah.Meski keteteran dengan tugas kuliah tapi sebisa mungkin Cinta yang mengambil peran untuk mengurus anak-anaknya.Davian juga sebagai suami tidak merasa dirinya paling benar, dia berpikir kalau Cinta sempat khilaf pasti karena kesalahannya juga.Bila dulu Davian jarang sekali mengajak Cinta jalan-jalan, setelah kejadian itu Davian membuat jadwal kencan berdua dengan Cinta di malam minggu.Jadi setiap malam minggu, Davian dan Cinta akan mengantarkan Kiana dan Bara bergantian antara rumah papinya Cinta atau rumah ayahnya Davian untuk menitipkan mereka sementara dia dan Cinta menghabiskan malam minggu berdua.Entah itu hanya makan malam, nonton konser, nonton film atau checkin di hotel berbintang dan pulang keesokan harinya. Dan malam ini—selagi ka
Davian menarik pundak Cinta kemudian mengecup pelipis istrinya.“Aku pake baju dulu ya, kasian papi sama mami udah nungguin.” Tidak ada respon dari Cinta, raut wajahnya masih masam.“Papi ganti baju dulu ya, Kiana duduk sini sama bunda.”Cinta merangkul Kiana sehingga Kiana mau duduk di atas pangkuannya sedangkan Davian pergi ke walk in closet memakai pakaian.“Kakak kenapa pukul ade? Adenya disayang ya?” Cinta menegur Kiana dengan suara lembut.Melihat jejak air mata di wajah sang bunda membuat perasaan Kiana jadi tidak nyaman.Dia memeluk sang bunda.“Maafin Kiana Buna.” “Harus sayang sama ade ya?” pinta sang bunda dengan pendar sendu di mata.Kiana mengangguk.Davian bisa mendengar percakapan Cinta dengan Kiana dari dalam walk in closet kemudian bibirnya tersenyum karena hatinya menghangat.*** Mobil yang kemudikan Davian dan Biru bersamaan tiba di pelataran parkir sebuah studio.Protokoler papi yang mengetahui kedatangan mobil putra dan menantu sang Jendral langsung mengarahkan
“Mas … tolong jawab dulu itu telepon enggak tahu dari siapa,” kata Cinta meminta bantuan saat sang suami masuk ke dalam kamar anak-anak untuk mencari tahu kenapa anak-anak menangis.“Oh … oke.” Davian bergerak ke sebuah meja di mana ponsel sang istri berada.“Kiana … hey, udah nangisnya … tadi Bunda ‘kan harus menyusui ade Bara dulu.”“Hallo ….” Suara Davian terdengar menyahut.Om Ridho sampai menjauhkan ponsel dari telinga untuk mengecek apakah mungkin dia salah menekan nomor karena bukan suara Cinta yang seharusnya dia dengar malah suara seorang pria.“Om Ridho!” Davian berseru karena telah melihat nama di layar ponsel Cinta. “Oh … ini Mas Davian ya?” Ridho memastikan.“Iya, Om.” “Uuuh sayang … sayang …” Suara Cinta bersama tangisan anak kecil masih bisa didengar oleh Ridho.Seperti dejavu karena saat menghubungi Biru tadi dia juga mendengar hal yang sama.“Ini kalian masih di rumah ya? Ibu sama Bapak udah sampai, beliau meminta kalian segera datang.” Om Ridho memberitahu.“Iya Om
Mengetahui kalau Biru dengan Davian telah berdamai, papi dan mami berinisiatif untuk melakukan foto keluarga bersama anak, cucu, menantunya.Kebahagiaan yang setiap tahun dirasakan mami dan papi dengan kehadiran cucu-cucu patut diabadikan.Studio foto milik photographer ternama yang menjadi pilihan papi dan mami untuk mengabadikan moment kelengkapan keluarga mereka.“Lho … Biru sama Cinta belum sampai?” Papi bicara pada Ridho-sang ajudan begitu tiba di studio foto dan tidak mendapati anak cucu dan menantunya di sana.Ya mana Ridho tahu, ‘kan dia pergi dari rumah bersama papi.“Sepertinya belum, Pak.” Ridho menjawab.“Mungkin mereka kejebak macet. “Mami menimpali.”“Selamat siang Pak Yuna Dewangga.” Sang photographer menyambut.“Selamat siang.” Papi dan pria Photographer saling menjabat tangan, setelah itu pria photographer beralih pada mami.“Anak dan menantu beserta cucu-cucu saya belum datang, bisa kita tunggu sebentar?“ kata papi meminta waktu.“Oh … tidak masalah, bagaimana kalau
“Raina itu sekertaris aku … aku akan selalu ngajak dia ke pesta untuk cari tahu tentang klien dari sekertaris mereka … aku sengaja beliin dia gaun biar dia enggak ngoceh di luaran kalau uangnya habis beli gaun untuk nemenin aku ke pesta … hubungan aku sama Raina hanya sebatas pekerjaan.” Reyshaka akhirnya bersuara setelah beberapa lama diam sambil memeluk Namira.Namira tidak menyahut, membiarkan kalimat penjelasan Reyshaka menguap begitu saja.Gemas karena Namira tidak memberikan respon, pria itu lantas menegakan tubuh membawa Namira dalam pelukannya.“Terus … penjelasan kamu apa?” tanya Reyshaka menuntut setelah mengurai pelukan.Mata almond Namira mengerjap, istri cantiknya melongo bingung.“Penjelasan atas apa?” Namira bertanya polos.“Tadi ‘kan aku udah jelasin kenapa aku harus pergi ke pesta dengan Raina dan beliin dia gaun … sekarang aku mau denger penjelasan kamu kenapa bisa makan siang sama Erwan?”Namira tersenyum di dalam hati, suaminya ternyata benar-benar cemburu dan dia
“Pagi, Pak …,” sapa Jingga saat netranya bertemu dengan netra sang bos yang duduk di balik meja kerja.“Pagi … duduk, Bu Jingga.” Pak Kurnia mempersilahkan.Jingga tahu kalau dia akan dicecar habis-habisan karena target timnya masih merah sedangkan lima hari lagi akhir bulan.Jingga duduk, senyumnya tampak kaku tapi dia siap menerima apapun yang akan disampaikan pak Kurnia.“Begini Bu Jingga, mengingat hampir sepanjang tahun target Bu Jingga antara merah kuning belum pernah mencapai hijau … maka kemarin dalam panel saya terus dicecar oleh Bos … saya sudah mencoba mempertahankan Bu Jingga karena saya tahu kinerja Bu Jingga sebelum menikah tapi ternyata mereka tidak mau tahu … dan tetap memutuskan untuk mengganti Bu Jingga ….” Pak Kurnia menjeda mencari tahu ekspresi Jingga namun bawahannya itu memasang ekspresi datar hanya kerjapan mata sebagai respon.“Bu Jingga tidak diberhentikan tapi dipindahkan ke divisi lain, backoffice.” Pak Kurnia melanjutkan.Jingga mengembuskan napas berat,