Happy Reading*****Sesaat sebelum Dirga kembali mencecar Lathif dengan pertanyaan seputar kelahiran Azri, Saraswati datang membawa obat dengan tergopoh. "Pa, di mana putriku?" tanya Saraswati panik. Dia sudah membawakan obat sekaligus pakaian ganti sesuai suruhan suaminya.Lathif mengarahkan jari telunjuknya pada pada kamar mandi sementara Dirga masih berdiri mematung di depan pintunya. "Papa apakah Hanum?" teriak Saraswati sambil mengguncang pelan lengan suaminya."Tante, mana obatnya. Dirga takut Hanum kedinginan di sana." Dirga segera menyadari keberadaan Saraswati saat itu juga karena mendengar suara teriakan.Saras melangkahkan kaki mendekati Dirga dan menyerahkan botol kecil berisi obat yang dikonsumsi Hanum jika tubuhnya mulai merasakan depresi. Melebarkan mata, Saras melihat Hanum terduduk di lantai kamar mandi. Kedua lututnya tertekuk dan gadis itu memeluknya erat. Di sebelah Hanum duduk ada sapu tangan yang baru Dirga lepaskan. "Apa yang terjadi sebenarnya, Nak Dirga? Ke
Happy Reading*****"Bu, tenang. Hanum bisa jelaskan semua. Ibu jangan berpikiran negatif dulu. Bukannya Hanum nggak pernah telat kirim uang bulanan untuk Adik dan juga Ibu? Lalu, kenapa ibu sampai datang ke sini?" Si perempuan melirik Kaisar. Ada rasa sedih ketika abangnya harus melihat kejadian ini."Ibu masih marah sama kamu, Num. Kenapa mesti berbohong pada ibu?" Pagi-pagi sekali, restoran Hanum sudah dihebohkan dengan kedatangan ibunya. Perempuan yang telah melahirkan Hanum itu sudah berdiri di parkiran. Sulitnya menghubungi Hanum menyebabkan Zainab langsung datang ke restoran tempatnya bekerja.Zainab melirik Kaisar yang terlihat melongo dan diam saja sejak tadi. Bahkan kini, lelaki itu tengah sibuk dengan ponselnya. Tidak tahu saja Zainab bahwa Kaisar tengah dilanda ketakutan saat ini melihat wajah marahnya."Ibu marah kenapa? Hanum bohong soal apa, Bu?"Masih diliputi pertanyaan, salah satu pegawai restoran menyapa Hanum. "Selamat pagi, Bu Hanum. Tadi ada salah satu konsumen
Happy Reading*****Pada akhirnya, Zainab mengikuti kemauan Dirga. Begitu terpesonanya perempuan itu dengan segala keadaan di rumah besar Lathif. Sejak masuk mobil, Zainab sudah bisa menduga bahwa keluarga Dirga adalah orang berada. Lalu, mengapa putrinya masih belum mau menceritakan perihal Dirga dan keluarganya.Masuk ke ruang tamu, Zainab makin dibuat kagum. Segala perabotan yang ada di rumah itu terlihat mahal bahkan dia belum pernah melihat perabotan seperti itu di rumah orang paling kaya di kampungnya. Zainab menarik pergelangan tangan Hanum."Num, ini beneran rumah calon suamimu?" bisik Zainab, tetapi suaranya cukup keras dikatakan sebagai bisikan. Lathif dan Saras bahkan bisa mendengarnya dengan jelas."Rumah Dirga bahkan lebih luas dari ini, Mbak," sahut Saraswati. Hanum bahkan sampai membulatkan mata mendengar perkataannya. Sang mama angkat cuma tersenyum menanggapi."Tante melebih-lebihkan. Rumahku biasa saja, Tan," jawab Dirga tak ingin kebohongannya lebih besar lagi.Lath
Happy Reading*****Seminggu sudah Dirga berada di pulau Dewata dan bekerja sebagaiman mestinya. Ibunya Hanum juga pulang bersama dengan lelaki itu bahkan sebagai calon menantu yang baik, Dirga memerintahkan salah satu sopir yang biasanya bekerja pada almarhum Rahmi mengantarkan Zainab ke kota Gandrung.Selama seminggu itu pula setiap menit, si lelaki selalu menghubungi Hanum. Puluhan chat selalu dikirimkan setiap hari. Video call juga dilakukan jika keduanya ada waktu senggang. Dirga sudah merencanakan pernikahan mereka tepat setelah seratus hari bundanya. Sebelum berangkat ke garment, Dirga menyempatkan mengirim pesan pada sang pujaan."Pagi, Sayang. Masih di rumah atau sudah berangkat ke restoran? Gimana keadaan jagoan hari ini?" Setelah mengirimkan chat, barulah Dirga keluar menuju mobil dan bersiap berangkat bekerja.Sebuah tanggung jawab yang sudah diambilnya bertambah saat ini. Semua dilakukan karena cintanya pada Hanum. Berjanji kepada Zainab akan menambah uang bulanan asal p
Happy Reading*****Di saat Hanum dan keluarga masih menikmati sarapan, Dirga sudah berada di ruangannya. Sengaja berangkat lebih pagi, lelaki itu tidak ingin berpapasan dengan pemilik ruangan di sebelahnya. Namun, semua tidak terwujud. Baru saja dia duduk di meja kerja, tanpa ketukan lelaki paruh baya itu masuk dan mengganggunya."Apa kamu dekat dengan Hanum saat ini? Tidakkah terlalu berlebihan, Ga. Dia pernah dekat dengan Aryan bahkan mungkin anaknya adalah benihnya." Duduk di sofa ruangan Dirga. Lingga menatap bawahannya yang kini menjabat sebagai wakil direktur."Tidak perlu mencampuri urusanku, Pak. Aku lebih tahu perempuan mana yang baik untuk didekati. Cukup sekali, aku salah mengenali seorang perempuan," ucap Dirga seperti menyindir seseorang."Bukankah Hanum juga sama sepertinya? Mau didekati Aryan karena dia anakku. Lalu, apa bedanya Hanum dengan cewek lainnya. Ayolah, Ga. Buka matamu dan lihat kebenarannya, jangan karena cinta kamu tutupi semua keburukan perempuan itu."
Happy Reading*****Kaisar merangkul tubuh Hanum. "Jangan dengarkan apa pun jika menyakitimu." Kedua tangan si Abang menyampir di pundak Hanum. "Ayo selesaikan. Kali ini, siapa yang berani membicarakanmu seburuk itu harus berhadapan dengan Abang." Langkah kaki putra sang pemilik restoran mengarah pada dua orang yang membicarakan Hanum tadi. Namun, dengan cepat si adik tidak memperbolehkannya."Nggak perlu, Bang. Sudah biasa aku digunjing seperti itu. Sekarang, lebih baik kita segera pulang saja. Azri sama Mam pasti nunggu-nunggu apalagi Papa sudah pulang duluan." Walau dalam hati ingin menegur mereka berdua, tetapi Hanum tidak ingin Kaisar yang melakukannya. Dia bisa mengatasi masalah kecil itu."Adik yakin?" tanya Kaisar sekali lagi. Tak ingin membuat Hanum kembali terguncang mentalnya."Sangat yakin. Ayo." Hanum malah dengan sengaja memperlihatkan kedekatannya dengan Kaisar."Iriin saja terus. Kalian boleh menggunjing sesuka hati kalian yang kalian lakukan akan mengurangi dosaku."
Happy Reading*****Memilih menghindar dari perempuan yang menyapanya, Hanum berjalan menjauh dengan cepat. Dirasa jarak mereka tidak akan pernah tergapai oleh sang perempuan. Hanum menurunkan Azri dari kereta dorongnya. Sang Bunda membiarkan bayi gembul itu duduk di pasir pantai.Bayi gembul dengan kulit kuning langsat serta bulu mata lentik tersebut tertawa girang. Hanum mengamati senyum putranya yang mengingatkan pada seseorang."Mengapa wajahmu seperti dia, Nak." Hanum terus saja mengamati wajah Azri. Jantungnya berdebar hebat ketika mengingat tentang lelaki yang pernah membuat hidupnya hancur. Semirip itu putranya dengan sang lelaki di masa lalu Hanum."Kenapa aku harus mengingatnya?" Menggelengkan kepala berusaha mengusir semua bayangan Aryan. Hanum kembali fokus pada sang putra.Dari kejauhan, seorang lelaki tengah bertengkar dengan pasangannya. Dia kemudian meninggalkan perempuan yang sudah berstatus istrinya tersebut begitu saja. Rencana tidak ingin mengajak, malah perempuan
Happy Reading*****Walau Kaisar tidak menjelaskan secara gamblang, tetapi Hanum Thu seberapa penting pekerjaan yang dikatakan Dirga. Wanita itupun cuma bisa berdoa semoga pekerjaan sang kekasih cepat selesai, jadi bisa bergabung kembali dengannya untuk berlibur.Makan malam sudah selesai, ketiganya akan kembali ke kamar mereka. Azri juga sudah terlihat lelah karena seharian tadi main pasir dan berjalan-jalan walaupun cuma di sekitaran resort."Dik, kamu sudah hubungi Mama?" tanya Kaisar saat mereka akan berpisah di depan kamar masing-masing."Sudah. Kenapa, Bang?""Kenapa Mam telponin Abang terus, ya?" Kaisar menunjukkan layar ponselnya yang terdapat banyak sekali pnggilan tak terjawab dari Saraswati.Hanum melirik sebentar pada layar dan memperhatikan detail panggilan tersebut terutama di bagian jam. Lalu, dia tersenyum. "Coba lihat jamnya.""Kenapa sama jamnya?" Kening Kaisar berkerut. Sejak meeting berlangsung, dia memang tidak mengecek ponselnya sama sekali."Jam Mama nelpon, pas
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p