Happy Reading*****Sepeninggal Hanum dan Kaisar, Aryan makin kalut. Tak lagi mampu berpikir yang ada di kepalanya hanya suara Hanum serta makian. Sosok perempuan yang dikenal lelaki itu sebagai perempuan penurut serta lembut. Tidak pernah dia melihat wanita yang dulu adalah karyawannya itu marah seperti tadi. Sisa kekuatan yang tinggal secuil itu membuat Aryan menekan kembali tombol lift ke lantai kamarnya. Suasana hatinya benar-benar kacau. Bertengkar dengan istri dan kini mendapat makian dari orang yang dulu pernah dekat dengannya."Benarkah aku brengsek. Tidakkah Dirga yang lebih brengsek di sini. Mengisi seluruh hati Meilia hingga tidak menyisakan tempat sama sekali untukku. Selama ini, aku cuma membalas apa yang Dirga lakukan melalui wanita-wanita yang ada di hatinya termasuk kamu, Num." Seperti orang gila, Aryan terus menggumam sendirian. Masuk kamar dan melewati Meilia begitu saja. Lelaki itu segera menuju ranjang dan merebahkan diri. Kedua tangan ditarik ke atas menempel pa
Happy Reading*****Kaisar segera mengambil ponsel dan menghubungi Dirga, tetapi panggilannya tidak terangkat. Lalu, dia beralih dengan mengirimkan chat pada lelaki itu."Bang, bagaimana dia bisa kecelakaan. Bukankah baru saja, kita ketemu.""Abang tidak tahu, Dik. Abang sudah chat Dirga supaya menghubungi keluarganya. Kita tidak tahu dengan siapa di sini." Kaisar tetap menggandeng tangan Hanum. Mengambil alih Azri dalam gendongan. "Sebaiknya kita tanya ke rumah sakit mana mereka akan membawanya.""Tapi, Adik takut, Bang.""Tidak apa-apa. Ada Abang yang akan menjagamu. Kita tidak perlu ikut ke rumah sakit. Cukup memberitahu Dirga dan biarkan keluarganya yang akan mengurus semua."Hanum menganggukkan kepala patuh. Membiarkan Kaisar bertanya pada beberapa orang yang sempat menolong lelaki korban kecelakaan tadi yang tak lain adalah Aryan. Setelahnya, dia kembali menghubungi Dirga dan memberitahukan rumah sakit mana Aryan akan dirawat."Terima kasih, Kai. Aku akan mengatakan pada papanya
Happy Reading*****Dokter segera memanggil beberapa perawat untuk membawa Septi ke unit darurat. Sementara itu, Lingga menjadi sangat terpukul saat ini. Tatapannya mulai kosong melihat anak dan istrinya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja tentu membuat dirinya sedih. "Ya Allah kenapa bisa seperti ini?" tanya Lingga sendirian. Di kota ini, mereka sama sekali tidak memiliki saudara ataupun kenalan. Beberapa menit kemudian setelah Septi selesai diperiksa, dokter menghampiri Lingga. "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Lingga. Sudah tak sanggup lagi untuk mendengar kata buruk tentang orang yang disayanginya."Sepertinya, Ibu kecapean, Pak. Mungkin karena kecelakaan yang dialami Pak Aryan serta syok mendengar kabar yang saya sampaikan tadi," kata Dokter, "setelah beliau siuman, tolong dijaga suasana hatinya. Masalah kesehatan yang menimpa Pak Aryan pasti ada obatnya lagian kita belum melakukan pemeriksaan lanjutan, Pak."Lingga mengangguk. "Semoga ada jalan, Dok."Kembali ke
Happy Reading*****Waktu dua hari untuk berlibur di Gili Trawangan benar-benar dimanfaatkan oleh Hanum. Walau sampai saat dirinya akan kembali ke Lombok Dirga belum memberikan kabar sama sekali. Namun, Hanum tidak berhenti terus mengirimkan chat setiap harinya. Melalui Kaisar juga, Hanum tahu seberapa serius masalah yang dihadapi lelakinya. Sebagai calon istri yang harus mengerti aktifitas calon suaminya, Hanum bisa memaklumi hal tersebut. "Dik, sudah siap semua? Kita pulang sekarang," tanya Kaisar setelah membantu membawakan tas dan perlengkapan Azri. Melihat Hanum melamun, si Abang menyentuh bahunya. "Iya, Bang. Sudah siap, kok. Ayo pulang. Mama sama Papa pasti sudah menunggu di rumah." Bangkit dari duduk dan mengambil tas yang tersisa. Sementara Kaisar membawa tas serta menggendong Azri. Hanum melirik Abang angkatnya. Lelaki itu terlihat seperti seorang ayah dan suami yang baik. Begitu perhatian dan mencukupi semua kebutuhan Azri demikian juga dengan dirinya. Namun, mengapa s
Happy Reading*****Turun dari lantai dua, Hanum melangkah ke ruang tamu keluarga Lathif. Tersenyum sedikit canggung melihat sang mantan atasan dan keluarganya. "Nak, duduk di sebelah Papa," kata Lathif. Lelaki paruh baya itu menepuk sisi sofa sebelahnya yang kosong. Saraswati sengaja tidak ikut duduk di ruang tamu. Dia memilih untuk menidurkan Azri saja karena setelah minum susu, mata bayi gembul itu mulai meredup.Melangkah dengan perasaan yang sangat gugup. Hanum duduk di sebelah, Lathif."Sekarang, katakan apa keinginan Anda. Putri saya sudah di sini."Lingga dan Septi saling melirik demikian juga Aryan. Mereka sama sekali tidak mengetahui jika Hanum adalah anak orang kaya. "Saya baru tahu jika Hanum adalah putri Pak Lathif," jawab Septi. Si dalam hati, dia tertawa bahagia. Tidak masalah kehilangan Meilia jika pada akhirnya menantu pengganti jauh lebih baik lagi. Lathif menaikkan sebelah bibirnya. Dalam hati menggerutu dengan sikap Septi bahkan mencelanya. "Dasar wanita matre
Happy Reading*****"Pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali," usir Kaisar mencoba bersikap waras dengan semua kenyataan yang ada. Hasil tes DNA antara Aryan dan Azri masih dia pegang."Ini pasti kebohongan yang dilakukan Aryan, Pa. Tidak mungkin Rania mengenal lelaki itu," kata Kaisar mencoba mengelak dari semua fakta yang telah terungkap."Papa juga berpikir demikian, Bang. Sebaiknya, Abang cari tahu ke rumah sakit yang ada di kertas itu. Benarkah Aryan memang melakukan tes DNA atau hanya manipulasi dan cara liciknya saja. Selidiki juga mengapa keluarga Lingga ngotot ingin mengambil Azri dari kita. Papa rasa ada yang sudah terjadi dengan keluarga itu."Lathif menatap Hanum dengan perasaan campur aduk. Putri angkatnya itu pasti syok sekaligus terluka. Jika benar Aryan adalah ayah biologis Azri, artinya Rania pernah berhubungan dengan lelaki itu dan menjadi salah satu korbannya. Sama persis dengan keadaan Hanum satu setengah tahun lalu.Menatap si Abang, Lathif teringat pada is
Happy Reading*****Keluar dari kamar pribadi Rania, Hanum dan Saras menghampiri Kaisar serta Lathif. Satu kedipan mata diberikan oleh putri angkatnya. Sang pemimpin keluarga segera mengajak sang istri masuk."Ma, Papa lelah banget. Bisa hari ini, kita tidur lebih cepat?" Lathif merangkul tangan sang istri untuk masuk ke kamar. Berjalan sedikit jauh dari keluarganya, Lathif mengedipkan mata. Kaisar dan Hanum segera mengerti kode yang diberikan papanya."Apa yang kamu dapatkan dari kamar Rania, Dok?" tanya Kaisar.Hanum mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. "Aku dapat ini, Bang. Semoga berguna dan kita bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Rania dan lelaki yang menghamilinya."Sebuah buku berwarna merah bata diberikan Hanum pada Kaisar. Lelaki itu mengerutkan kening. "Di mana kamu mendapatkan buku ini? Selama ini, Abang bahkan Papa tidak pernah melihatnya." Membuka lembar pertama buku tersebut, Kaisar sudah dihadapkan pada curhatan Rania tentang seseorang yang disukai
Happy Reading*****Panggilan terputus walau Dirga belum menjawab iya. Wajah Kaisar terlihat sangat tidak menyenangkan saat ini. Lathif serta Saras, hanya diam saja. Semua keadaan tidak mengenakkan ini harus dilihat Hanum. Sebelumnya, tak pernah seluruh keluarga angkatnya sangat tegang seperti ini."Pa, Hanum boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi sekarang?" tanya Hanum lirih, takut jika kemarahan di wajah Lathif akan dilampiaskan padanya saat ini.Menghela napas sebelum membuka suara. Lathif menatap putri angkatnya. "Papa minta maaf sebelumnya, Nak. Kalau boleh memilih, Papa tidak ingin masalah ini terjadi padamu dan juga Rania. Mengapa nama lelaki itu harus muncul dan menjadi ayah biologis Azri.""Abang juga tidak mengerti dengan jalan pikiran Aryan. Dia sudah beristri, tetapi kenapa masih saja bermain-main dengan perempuan. Sampai menjerat kalian berdua," tambah Kaisar, "Kita tunggu kedatangan Dirga supaya semua terjawab.""Apa hubungannya dengan Mas Dirga, Bang?" Perasaan Hanum ti
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p