Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Kegatalan banget jadi cewek. Belum juga setahun jadi model sudah sok kecakapan," kata salah seorang perempuan yang memakai dress pendek selutut. Beberapa perempuan lainnya yang sudah selesai make up dan tinggal menunggu giliran pemotretan menatap wanita berambut lurus melebihi bahu itu dengan sinis."Banget. Tidak mungkin Pak Aryan mau dengan cewek kampungan model begitu. Pasti dia merayu Pak Aryan dengan tubuhnya," kata yang lain. Wanita yang diperbincangkan masih diam. Lebih baik, dia menyelesaikan riasannya dan segera keluar dari ruangan tersebut. Gosip seperti itu sudah sering sekali dia dengar semenjak sang atasan sekaligus anak dari pemilik garment sering mengantarnya pulang.Baru akan menyelesaikan riasan wajahnya, si wanita dikejutkan dengan kedatangan lelaki yang dibicarakan tadi. Bisik-bisik itupun kian berdengung. "Ikut aku sebentar," kata seorang lelaki dengan kulit kuning langsat serta bulu mata lentik. Siapa pun yang memandang pasti akan terpesona
Happy Reading*****"Mas, jangan salah paham dulu. Aku beneran nggak ada perasaan apa pun sama dia." Hanum berusaha memegang tangan Aryan. Sungguh, perempuan itu begitu takut jika lelaki yang dekat dengannya kini salah paham.Masih dengan wajah marah dan tidak suka ketika Hanum membela Dirga, Aryan berkata, "Jangan pernah lagi menceritakan tentang semua kebaikan Dirga di depan, Mas. Kamu tidak mengenal hatinya."Meski tidak setuju dengan pendapat lelaki di sebelahnya, Hanum memilih menganggukkan kepala. Sepanjang perjalanan yang tidak diketahui ke mana akan di bawa, Hanum dan Aryan saling diam. Hingga lelaki itu menghentikan mobilnya di pelataran sebuah rumah."Mas ini di mana?" Hanum mengedarkan pandangan pada bangunan indah di depannya. Sebuah rumah bergaya modern dengan pemandangan pantai di kanan kirinya. Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam tidak terasa."Ayo turun. Kamu akan tahu di mana tempat ini berada." Seseorang telah membukakan pintu pagar, Aryan memasukkan kenda
Happy Reading*****Sepertinya, suara keras Hanum menyadarkan sang lelaki untuk berhenti melakukan hal lebih jauh lagi. Arya mengerjapkan mata dan menggelengkan kepala ke kanan-kiri. Dia tersadar, tak akan mudah baginya mengajak Hanum untuk melakukan di luar batas."Kamu ngomong apa, Sayang?" tanya Aryan. Perkataan Hanum tadi benar-benar tidak masuk dalam otaknya."Kamar mandi di mana. Aku mau ganti baju. Pengen lihat bagaimana baju ini aku pakai, kan?""Oh," sahut lelaki yang beberapa saat lalu sudah tak sabar untuk melihat lekukan tubuh Hanum. "Tentu saja Mas ingin tahu bagaimana hasil kerja keras selama ini untuk merancang baju itu jika kamu pakai. Kamar mandi ada di sana."Aryan menunjuk sebuah pintu di sebelah lukisan pemandangan pedesaan yang cukup besar. Memakai pakaian yang sempat terlepas, Hanum berjalan ke ruangan tersebut.Kurang dari dua menit, Hanum keluar dari kamar mandi. Namun, wajah gadis itu tertekuk kesal."Kenapa?" tanya Aryan ketika mengetahui Hanum cemberut."Ngg
Happy Reading*****Seminggu berlalu sejak kejadian di villa. Hanum belum mendapat kabar sama sekali dari Aryan. Sosok lelaki itu seperti menghilang ditelan bumi. Berpuluh-puluh chat serta panggilan telah dilakukan oleh si gadis. Namun, tak satu pun yang dijawab atau dibaca oleh sang pujaan.Mengaduk jus alpukat yang baru saja dipesannya, bayangan penyatuan mereka di hari itu terlintas begitu saja. Hanum merasa kotor dan tidak berguna sama sekali. Semua janji yang diucapkan ketika akan merantau ke pulau ini pada ibunya lenyap sudah. Gadis itu kehilangan satu-satunya hal yang sangat berharga dalam hidup. Menyesal, sungguh dia sangat menyesal.Berdiam diri di kantin membuat Hanum mendengar beberapa bisik-bisik negatif tentang dirinya lagi. Semua orang telah tahu bagaimana hubungannya dengan Aryan apalagi seminggu yang lalu secara terang-terangan lelaki itu menggandeng tangannya mesra."Ih, ternyata begitu triknya. Pantas saja dia menjadi model kesayangan garment padahal muka sama body s
Happy Reading*****Hari berlalu, gosip yang beredar tentang Hanum makin negatif saja. Beberapa karyawan bahkan dengan lancangnya menambah berita baru dengan rumor kehamilan si model yang lagi naik daun tersebut. Berhari-hari juga, Dirga tidak melihat kehadiran sang karyawan untuk bekerja di bagian produksi. Biasanya, Hanum tidak pernah absen jika memang tidak ada pemotretan. Gadis itu masih bisa bekerja dengan baik pada bagian yang dia jabat sebelumnya di bagian pengepakan. Namun, terhitung sudah lima hari ini si perempuan tidak masuk padahal jadwal pemotretan belum ada. Dirga pun mulai resah. Sempat bertanya mengenai Hanum di bagian model, tetapi lelaki itu tidak mendapat jawaban memuaskan.Setelah bertanya pada rekan Hanum lainnya di bagian pengepakan dan tidak ada yang mengetahui alasan Hanum absen. Dirga bertekad akan mendatangi kos perempuan itu setelah pulang kerja. Kejadian di kantin beberapa waktu lalu membuatnya yakin ada hal yang tidak beres.*****Di tempat kosnya, Hanum
Happy Reading*****"Di mana Aryan, Pak?" tanya Dirga keras pada lelaki berumur lima puluh enam tahun. Dia sudah kehilangan akal untuk menghormati Lingga sebagai atasan karena Hanum."Kenapa mencari Aryan? Bukankah kamu tahu di mana dia sekarang dan kenapa kamu membawa Hanum?" Lelaki berkumis dengan kulit sedikit gelap dari Aryan itu berbalik arah dan meninggalkan kedua tamunya."Pak, Aryan itu sudah menyakiti Hanum. Dia tidak jujur tentang statusnya saat ini. Apakah Bapak sebagai orang tuanya akan tetap membela Aryan?" kata Dirga tampak marah. "Kenapa kamu yang repot, Ga? Apakah kamu punya perasaan khusus pada wanita ini? Ayolah, Ga. Dari kecil kamu sudah mengenal Aryan dengan baik. Pasti wanita ini yang merayu lebih dulu." Lingga berkata seolah Hanum tidak ada di hadapannya.Mata Dirga memerah, kemarahannya sudah mencapai puncak. Jika bukan lebih tua darinya, tentu Lingga sudah mendapat bogeman. Sayangnya, Dirga masih ingat jika lelaki itu lebih tua dan atasannya sehingga, hanya ka
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p