Happy Reading
*****Sepertinya, suara keras Hanum menyadarkan sang lelaki untuk berhenti melakukan hal lebih jauh lagi. Arya mengerjapkan mata dan menggelengkan kepala ke kanan-kiri. Dia tersadar, tak akan mudah baginya mengajak Hanum untuk melakukan di luar batas."Kamu ngomong apa, Sayang?" tanya Aryan. Perkataan Hanum tadi benar-benar tidak masuk dalam otaknya."Kamar mandi di mana. Aku mau ganti baju. Pengen lihat bagaimana baju ini aku pakai, kan?""Oh," sahut lelaki yang beberapa saat lalu sudah tak sabar untuk melihat lekukan tubuh Hanum. "Tentu saja Mas ingin tahu bagaimana hasil kerja keras selama ini untuk merancang baju itu jika kamu pakai. Kamar mandi ada di sana."Aryan menunjuk sebuah pintu di sebelah lukisan pemandangan pedesaan yang cukup besar. Memakai pakaian yang sempat terlepas, Hanum berjalan ke ruangan tersebut.Kurang dari dua menit, Hanum keluar dari kamar mandi. Namun, wajah gadis itu tertekuk kesal."Kenapa?" tanya Aryan ketika mengetahui Hanum cemberut."Nggak bisa masang kancing bagian belakangnya." Si perempuan membalik badan, menampakkan bagian punggungnya yang terbuka.Darah dan jantung Aryan rasanya mendidih melihat kulit mulus nan putih milik Hanum. Jakunnya naik turun berusaha menahan hasrat yang mulai bangkit kembali. Berjalan mendekat dan mencoba membantu sang gadis memasangkan kancing. Si bos mati-matian menahan gejolak terlarang itu.Ketika telapak tangan Aryan bersentuhan dengan kulit kuning langsat milik Hanum. Dia sudah tidak bisa menguasai gejolak dalam dirinya.Entah bagaimana dan siapa yang memulai, kedua insan berbeda jenis itu tidak tahu. Saat ini, mereka melupakan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh sepasang insan yang belum memiliki ikatan halal. Hanum terbuai dengan segala perlakuan dan sentuhan Aryan yang begitu lihai. Menyerahkan mahkota berharga satu-satunya yang dimiliki dengan sangat mudah.Bekerja sangat ekstra karena hal itu adalah pengalaman Hanum yang pertama membuat Aryan terlelap setelah puncak kenikmatan diraih. Tengah terlelap di balik selimut setelah sesi penyatuan yang cukup lama dan melelahkan. Dering ponsel milik Aryan membuatnya membuka mata.Ketika satu nama terlihat di layar, lelaki itu dengan cepat menyambar kemeja yang teronggok di lantai serta celana. Setelahnya, dia menggeser ikon telepon warna hijau ke atas dan keluar dari kamar."Kenapa telpon?" tanya Aryan sedikit keras."___""Jangan pernah berbohong. Jika sampai hal itu terjadi, aku tidak akan segan-segan membunuhmu." Aryan membuka sedikit pintu kamar tempatnya bertarung dengan Hanum tadi. Melongokkan kepala takut jika sang gadis terbangun mendengar suara kerasnya."____""Oke aku datang. Awas jika sampai semua perkataanmu bohong. Aku tidak akan membiarkan hidupmu tenang karena sudah menggangguku hari ini." Walau sudah masuk kamar kembali, tetapi Aryan masih saja mengeluarkan suara dengan keras dan penuh ancaman.Suara keras Aryan ketika berbicara membuat Hanum membuka mata. Sang gadis memicingkan mata menatap lelaki yang baru saja bergelung bersamanya. Ketika akan turun dari ranjang, ada rasa perih di bagian bawah tubuhnya, tetapi dia tidak mempedulikan. Fokusnya kini ada pada lelaki di hadapannya yang terlihat begitu marah serta kecewa.Hanum tidak pernah tahu dengan siapa lelaki itu berbicara. Menaikkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya, si perempuan mencoba bangun dan mendekati Aryan."Apa ada masalah, Mas?" tanya Hanum yang berhasil turun dari ranjang dan berjalan tertatih mendekati lelaki itu.Tidak seperti kisah-kisah yang sering dibaca dan ditonton Hanum pada novel serta drama-drama ketika sang lelaki sudah merenggut kehormatan gadisnya, mereka akan berbuat hal yang lebih romantis lagi. Sangat berbeda sekali dengan lelaki di hadapan Hanum saat ini. Aryan diam mematung melihat kondisinya. Lelaki itu bahkan tidak menggendong atau memperlakukan dengan manis seperti perlakuannya sebelum kejadian penyatuan. Hanum dibiarkan saja dengan rasa nyeri yang begitu tersiksa.Lelaki itu bahkan tak menjawab pertanyaan Hanum. Aryan malah berbalik dan menuju kamar mandi. Namun, langkah lelaki itu terhenti ketika akan membuka pintu."Mau tetap tinggal di sini sampai aku datang atau pulang bareng sekarang juga? Aku tidak punya banyak waktu. Masih ada pekerjaan penting yang harus aku selesaikan. Jika ikut pulang sekarang, segeralah benahi dirimu," titah Aryan tanpa ekspresi ramah serta tatapan penuh cinta seperti sebelumnya.Secepat itukah si lelaki berubah?Di dalam hati, Hanum sedikit menyesal telah memberikan kehormatannya yang begitu berharga pada Aryan. Jika pada akhirnya dia diperlakukan begitu buruk setelahnya. Sesal di hati memang selalu datang terlambat."Mas, ada apa sebenarnya?" tanya Hanum masih penasaran dengan segala perubahan sikap Aryan."Jangan banyak tanya, Num. Aku tidak punya banyak waktu lagi." Aryan masuk dan membanting pintu dengan keras. Si perempuan sampai terjingkat kaget.Ingin menangis, tetapi semua sudah terjadi. Hanum, hanya bisa berdoa semoga sikap Aryan sesungguhnya tidaklah seperti tadi. Dia berharap masalah yang dihadapi sang lelaki cepat selesai sehingga bisa melihat dan merasakan kasih sayang Aryan kembali.Memungut pakaian yang berserakan, Hanum lekas memakainya kembali bahkan Aryan tak membiarkan dirinya untuk membersihkan tubuh. Lelaki itu segera mengajak pergi setelah keluar kamar mandi."Mas, ada apa? Jangan membuatku bingung," kata Hanum ketika mereka baru saja masuk mobil."Aku tidak suka perempuan cerewet. Jangan banyak tanya, duduk dan diamlah." Lagi-lagi suara Aryan cukup keras ketika berkata. Bahkan penyebutan dirinya saja sudah berubah.Baru beberapa menit menjalankan kendaraan. Ponsel Aryan kembali berdering. Lelaki itu mengumpat keras ketika melihat nama yang tertera di layar."Jangan mengaturku. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Bodoh!" kata Aryan cukup keras."Kenapa dengan Mas Aryan. Mengapa sikapnya kasar sekali?" Semua itu, hanya Hanum suarakan dalam hati.Happy Reading*****Seminggu berlalu sejak kejadian di villa. Hanum belum mendapat kabar sama sekali dari Aryan. Sosok lelaki itu seperti menghilang ditelan bumi. Berpuluh-puluh chat serta panggilan telah dilakukan oleh si gadis. Namun, tak satu pun yang dijawab atau dibaca oleh sang pujaan.Mengaduk jus alpukat yang baru saja dipesannya, bayangan penyatuan mereka di hari itu terlintas begitu saja. Hanum merasa kotor dan tidak berguna sama sekali. Semua janji yang diucapkan ketika akan merantau ke pulau ini pada ibunya lenyap sudah. Gadis itu kehilangan satu-satunya hal yang sangat berharga dalam hidup. Menyesal, sungguh dia sangat menyesal.Berdiam diri di kantin membuat Hanum mendengar beberapa bisik-bisik negatif tentang dirinya lagi. Semua orang telah tahu bagaimana hubungannya dengan Aryan apalagi seminggu yang lalu secara terang-terangan lelaki itu menggandeng tangannya mesra."Ih, ternyata begitu triknya. Pantas saja dia menjadi model kesayangan garment padahal muka sama body s
Happy Reading*****Hari berlalu, gosip yang beredar tentang Hanum makin negatif saja. Beberapa karyawan bahkan dengan lancangnya menambah berita baru dengan rumor kehamilan si model yang lagi naik daun tersebut. Berhari-hari juga, Dirga tidak melihat kehadiran sang karyawan untuk bekerja di bagian produksi. Biasanya, Hanum tidak pernah absen jika memang tidak ada pemotretan. Gadis itu masih bisa bekerja dengan baik pada bagian yang dia jabat sebelumnya di bagian pengepakan. Namun, terhitung sudah lima hari ini si perempuan tidak masuk padahal jadwal pemotretan belum ada. Dirga pun mulai resah. Sempat bertanya mengenai Hanum di bagian model, tetapi lelaki itu tidak mendapat jawaban memuaskan.Setelah bertanya pada rekan Hanum lainnya di bagian pengepakan dan tidak ada yang mengetahui alasan Hanum absen. Dirga bertekad akan mendatangi kos perempuan itu setelah pulang kerja. Kejadian di kantin beberapa waktu lalu membuatnya yakin ada hal yang tidak beres.*****Di tempat kosnya, Hanum
Happy Reading*****"Di mana Aryan, Pak?" tanya Dirga keras pada lelaki berumur lima puluh enam tahun. Dia sudah kehilangan akal untuk menghormati Lingga sebagai atasan karena Hanum."Kenapa mencari Aryan? Bukankah kamu tahu di mana dia sekarang dan kenapa kamu membawa Hanum?" Lelaki berkumis dengan kulit sedikit gelap dari Aryan itu berbalik arah dan meninggalkan kedua tamunya."Pak, Aryan itu sudah menyakiti Hanum. Dia tidak jujur tentang statusnya saat ini. Apakah Bapak sebagai orang tuanya akan tetap membela Aryan?" kata Dirga tampak marah. "Kenapa kamu yang repot, Ga? Apakah kamu punya perasaan khusus pada wanita ini? Ayolah, Ga. Dari kecil kamu sudah mengenal Aryan dengan baik. Pasti wanita ini yang merayu lebih dulu." Lingga berkata seolah Hanum tidak ada di hadapannya.Mata Dirga memerah, kemarahannya sudah mencapai puncak. Jika bukan lebih tua darinya, tentu Lingga sudah mendapat bogeman. Sayangnya, Dirga masih ingat jika lelaki itu lebih tua dan atasannya sehingga, hanya ka
Happy Reading*****Dirga berjalan cepat menangkap tubuh lemah perempuan itu yang sudah tak sadarkan diri. Septi dan Lingga saling pandang, arah mata mereka terus saja menatap Hanum. Seperti tengah berbicara dari dalam hati, kedua orang tua Aryan itu menganggukkan kepala, entah apa yang dipikirkan."Kenapa kamu gampang sekali pingsan. Ada apa denganmu?" Dirga masih saja heran, Hanum yang dia kenal sudah banyak berubah. Perempuan itu menjadi sangat ringkih sekarang, tidak seperti dulu selalu kuat dan optimis menghadapi masalah hidup.Lelaki itu, lalu menatap Lingga dan Septi bergantian. "Telpon anak manja kalian. Suruh dia datang dan bertanggung jawab dengan keadaan Hanum saat ini.""Kenapa harus telpon Aryan? Dia pasti sedang sibuk dengan bayi dan juga istrinya," kata Septi. Perempuan itu masih saja angkuh, tidak mau anaknya disalahkan atas kejadian yang menimpa karyawan suaminya."Telpon dia seorang atau aku akan mengobrak-abrik rumah ini. Sekalian saja hancur. Apa perlu aku panggil
Happy Reading*****Masih menatap benda yang dicelupkan pada urine miliknya, Hanum menatap dengan linangan air mata. Tubuhnya bergetar hebat kalau melihat garis dua warna merah yang masih samar. Segala ketakutan membayang. Kemarahan ibunya yang menaruh harapan begitu besar. Impian untuk menjadi sarjana demi kesejahteraan ekonomi keluarga. Semua impian dan harapan itu akan kandas jika hamil tanpa suami saat ini."Ya Allah. Mungkinkah ini benar adanya? Mengapa ... mengapa harus berakhir begini? Masih banyak impianku yang belum tercapai. Bagaimana jika Ibu tahu aku hamil?" Semua pertanyaan-pertanyaan itu, Hanum gunakan sendirian di dalam kamar mandi kosnya.Tubuh Hanum meluruh di lantai kamar mandi. Memegang kepala serta meremas rambut, menyalurkan semua kekecewaan. Sungguh, penyesalan itu kini terjadi. Mengapa dia harus terlena dengan segala bujuk rayu dan menuruti nafsu yang menguasai sesaat. Tidakkah yang dirugikan adalah dirinya jika sudah seperti ini?Tangan Hanum memukul kuat tembo
Happy Reading*****Tidak ada harapan bagi Hanum bahwa alat yang dilihatnya kemarin hanyalah mimpi. Benda bulat lonjong yang dibelinya, semua menunjukkan dua garis walau tidak pekat. Hari ini, si perempuan berencana untuk mengecek langsung pada dokter. Sebelum berangkat menuju klinik, Hanum menyempatkan diri melihat saldo tabungannya. "Jika aku berhenti bekerja, sepertinya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sampai satu tahun ke depan. Ya Allah, aku harus bagaimana," keluh Hanum sendirian ketika dia menunggu ojek online datang menjemput.Dua menit kemudian, ojek yang ditunggu datang. Niat semula akan ke dokter untuk pemeriksaan kepastian tentang keadaannya, kini malah berubah arah. Perempuan itu mendapat panggilan dari bagian event dan promosi bahwa hari ini dia ada pemotretan produk baru untuk tamu Australia.Sangat terpaksa Hanum mengubah arah tujuannya setelah meminta maaf pada sopir ojek online. Jika saja tahu dari awal akan ke garment tentunya Hanum tidak perlu memesan oje
Happy Reading*****Hampir sebulan, Dirga tidak mendengar kabar tentang Hanum. Gadis itu menghilang bak ditelan bumi. Tempat tinggalnya sudah pindah entah ke mana demikian juga dengan nomer ponsel. Dirga benar-benar kehilangan jejak di gadis. Seseorang yang sempat membantunya untuk mengawasi Hanum juga kehilangan jejak bahkan gadis itu belum pulang ke kampung halamannya.Dua bulan pasca kejadian menghilangnya Hanum, Aryan kembali ke pulau Dewata. Berkumpul dengan sang istri dan juga keluarganya. Saat ini, lelaki itu mendatangi Dirga di ruangannya."Apa kabar Pak Kepala Produksi?" sapa Aryan. Dirga yang tengah mengecek berkas-berkas produksi mendongakkan kepala. Lelaki itu berdiri dan mencengkeram kerah leher Aryan dengan kuat. "Berani kamu menampakkan wajah setelah merusak seluruh hidup Hanum?" ucapnya keras penuh kemarahan. Wajahnya memerah menahan amarah sejak lama."Heh," sindir Aryan, sangat meremehkan lawannya. "Gadis seperti itu yang kamu cintai dan bela. Gadis yang dengan suka
Happy Reading*****Dirga tak kan pernah menyerah untuk menemukan sang pujaan. Meski sempat mendapat SP 3 dari pihak garment. Namun, lelaki itu tidak putus asa bahkan meski jabatannya menjadi taruhan. Dia sudah tak peduli. Dirga mulai muak dengan sikap Aryan yang seenaknya saja ketika bekerja bahkan sikap playboy tak juga hilang dalam dirinya.Sang lelaki yang digadang-gadang akan menjadi pengganti Lingga itu masih terus menggoda para karyawan wanita terutama para model. Dirga cuma bisa menggelengkan kepala saja melihat tingkahnya tersebut.Pergi ke kampus dan meminta data lengkap Hanum, juga sudah dilakukan lelaki itu. Enam bulan lalu, si perempuan sudah menyelesaikan kuliah. Walau begitu, Dirga tidak pernah bertemu dengannya sekalipun. Mengunjungi rumah yang berada di kampung pun sudah dilakukan. Ibunya Hanum, mengatakan jika putrinya sudah lama tidak pulang. Terakhir kali datang ketika mengatakan bahwa setahun ke depan, perempuan itu tidak bisa mudik karena banyak pekerjaan yang
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p