Happy Reading*****Panggilan terputus walau Dirga belum menjawab iya. Wajah Kaisar terlihat sangat tidak menyenangkan saat ini. Lathif serta Saras, hanya diam saja. Semua keadaan tidak mengenakkan ini harus dilihat Hanum. Sebelumnya, tak pernah seluruh keluarga angkatnya sangat tegang seperti ini."Pa, Hanum boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi sekarang?" tanya Hanum lirih, takut jika kemarahan di wajah Lathif akan dilampiaskan padanya saat ini.Menghela napas sebelum membuka suara. Lathif menatap putri angkatnya. "Papa minta maaf sebelumnya, Nak. Kalau boleh memilih, Papa tidak ingin masalah ini terjadi padamu dan juga Rania. Mengapa nama lelaki itu harus muncul dan menjadi ayah biologis Azri.""Abang juga tidak mengerti dengan jalan pikiran Aryan. Dia sudah beristri, tetapi kenapa masih saja bermain-main dengan perempuan. Sampai menjerat kalian berdua," tambah Kaisar, "Kita tunggu kedatangan Dirga supaya semua terjawab.""Apa hubungannya dengan Mas Dirga, Bang?" Perasaan Hanum ti
Happy Reading*****Mendapat angin restu dari keluarga Lathif. Hanum dan Dirga mendatangi hotel tempat Lingga berserta anak dan istrinya menginap.Butuh waktu dua puluh menit mencapai hotel tersebut. Namun, orang yang akan mereka temui malah sudah berangkat ke bandara lima menit yang lalu. Dirga melepas tautan tangannya pada Hanum. Mengambil ponsel dan menghubungi keluarga atasannya itu."Bapak kenapa tidak bisa menunggu sejenak saja. Ada hal penting yang harus kita selesaikan menyangkut Aryan," kata Dirga setelah panggilannya terangkat."Tidak bisa, Ga. Bapak harus kembali ke Denpasar saat ini juga. Tamu yang dari Puerto Rico datang besok pagi dan kamu tidak ada di garment. Jika memang penting. Ketemu di rumah saja. Bapak juga ada yang mau disampaikan penting.""Baiklah, Pak. Dirga akan segera pulang setelah ini." Tanpa ucapan salam, Dirga menutup sambungannya.Melirik sang calon suami, Hanum menggerakkan bola mata. Seolah bertanya ada apa dengan isyarat kedua indera penglihatannya.
Happy Reading*****Perut yang kosong dan beban pikiran yang begitu menumpuk membuat tubuh Hanum lemah. Dia pingsan ketika mendengar semua kenyataan siapa sebenarnya Dirga. Sekali lagi, Hanum terjatuh pada masalah yang sama.Mencintai lelaki dengan status sosial tinggi seperti Aryan. Bahkan Dirga adalah bagian keluarga dari lelaki yang dulu telah mempermainkan hatinya. Harusnya, Hanum sudah bisa menebak dari awal ketika lelaki itu mengajaknya datang ke rumah ini pertama kali. Dirga seperti sudah kenal dan akrab dengan semua anggota keluarga Lingga.Siapalah Hanum jika di bandingkan Dirga dan Aryan. Jika orang lain tahu status sosial Dirga, tentu sapaan kegatalan dan menyodorkan tubuh pada lelaki kaya, akan kembali tersemat. Apa yang harus perempuan itu lakukan.Entah berapa lama Hanum pingsan. Ketika tersadar, suara Aryan yang pertama kali dia dengar. Mencoba mengumpulkan nyawa yang entah masih berada di mana. Mencari keberadaan Dirga, dia mengedarkan pandangan ke segala arah."Kamu
Happy Reading*****Suara pintu kamar Hanum diketuk ketika perempuan itu masih bergelung dengan selimut dan bantal gulingnya. "Bentar lagi, Bu. Hanum masih ngantuk. Cuaca di sini tuh dingin banget, nggak kayak di Lombok. Jadi, Hanum betah tidurnya," ucap sang pemilik kamar."Dia tidak akan membuka pintu kamar sebelum jam tujuh, Nak," kata Ibu Hanum menyuruh pada lelaki yang sudah diakui sebagai calon menantunya. Setelah tragedi di rumah keluarga Lingga, Hanum memutuskan untuk pulang kampung ke tanah kelahirannya. Sudah dua hari dia berada di sana. Perempuan itu juga sudah memberitahukan bahwa Lingga akan memperkarakan hak asuh Azri. Meminta ijin untuk berlibur sejenak menenangkan hati. Sejak dia pulang, tak henti-hentinya Dirga menelepon. Setiap menit, lelaki itu melakukan panggilan video ataupun chat padahal seringnya tidak diangkat oleh Hanum. Terkadang, lelaki itu juga menelepon ibunya Hanum demi mendapat kabar dari pujaannya."Mungkin dia terlalu keras bekerja, Bu. Jadi, pas pu
Happy Reading*****Hanum turun dari ranjangnya dan mendorong tubuh tegap Dirga. Walau tidak mampu membuat sang lelaki bergeser sedikitpun."Iih, Mas Dirga nyebelin," ucap Hanum manja disertai hentakan kaki. "Minggir dulu. Aku mau mandi terus sarapan."Tangan kanan perempuan itu dipegang dengan erat oleh Dirga sehingga tidak bisa berjalan ke kamar mandi di luar kamar. "Katakan dulu, kamu tidak akan pergi ninggalin, Mas." "Nggak.""Nggak ninggalin, ya. Muach." Dirga memajukan bibirnya walau tidak mencium sang kekasih."Apa, sih." Hanum mencoba menepis pegangan tangan Dirga."Katakan iya untuk permintaan Mas tadi.""Hmm." Setelahnya Hanum berusaha melarikan diri dari lelaki itu. Hati Dirga menghangat. Walau wanita yang dicintainya itu tidak menjawab secara gamblang, tetapi dia sudah mengerti bahwa Hanum tidak akan pernah meninggalkannya. Keluar dari kamar sang kekasih, Dirga berpapasan dengan ibunya Hanum."Kopinya sudah ibu siapkan di meja dekat TV, Nak. Kalau mau istirahat, kamar j
Happy Reading*****"Ayo, Mas. Nanti keburu siang, kasihan ibu nggak ada yang dimasak," ajak Hanum melihat kemarahan dalam diri sang kekasih. "Maaf, Mbak. Saya harus pergi sekarang," pamit Hanum pada si perempuan yang mengatainya tadi.Lelaki di sebelah perempuan itu menarik lengannya. Lalu, memaksa menjauhi mobil yang akan dikendarai Hanum. Setelah kendaraan itu melaju meninggalkan pelataran rumah barulah si lelaki menatap tajam."Mulutmu memang tidak bisa untuk berkata baik. Untung lelaki tadi tidak menamparmu," kata si lelaki. Dia adalah tetangga Hanum yang sempat memiliki perasaan suka, tetapi karena keluarganya tidak merestui. Akhirnya dia dijodohkan dengan perempuan bermulut kejam tadi."Kamu masih suka sama Hanum? Awas saja, aku laporin Mama baru tahu rasa." Menepis tangan suaminya dan menghentakkan kaki meninggalkan lelaki itu.Sementara itu, di dalam mobil. Dirga melihat kesedihan di wajah sang kekasih. Siapa yang tidak akan sedih jika ada seseorang mengolok seperti tadi pad
Happy Reading*****Hanum meremas tangan sang kekasih. Dia menggelengkan kepala agar Dirga tidak menceritakan apa pun hingga nanti menimbulkan kebohongan yang lebih besar lagi. Biarlah sang perempuan yang merupakan salah satu sahabat Zainab mencari tahu sendiri. Toh, jika dia dan Dirga menikah rumor negatif itu kan hilang dengan sendiri."Maaf, calon istri saya tidak membolehkan saya bercerita. Ibu bisa bertanya pada ibu mertua saya saja. Beliau sudah tahu permasalahan yang sebenarnya. Jangan sampai terulang ucapan yang menjelekkan Hanum. Saya tidak suka," ancam Dirga sebelum meninggalkan perempuan paruh baya itu."Ngapunten, Bu. Saya pamit duluan," kata Hanum karena orang yang ada di hadapannya ini termasuk salah satu orang yang dihormati di desanya. Dia adalah istri dari kepala dusun.Perempuan paruh baya itu cuma mengangguk sebagai jawaban. Mereka berpisah ketika Hanum menggandeng tangan Dirga untuk menjauh. "Ternyata, hidup di desa seperti ini, ya. Mas, tidak menyangka. Banyak o
Happy Reading*****"Bu, jangan aneh-aneh, deh. Bundanya Mas Dirga baru saja meninggal belum ada 100 hari. Kita sudah sepakat akan menikah setelah 100 hari meninggalnya beliau," kata Hanum berusaha menyanggah keinginan Zainab.Mata Zainab membola, menatap Dirga dengan garang. "Kamu sudah merusak anak Ibu, lalu beraninya berbohong. Jangan sampai ibu melaporkan masalah ini ke pihak berwajib.""Ibu," peringat Hanum karena tidak tega mendengar cacian sang ibu. "Mas Dirga sama sekali nggak salah. Bukan dia yang membuatku hamil dan anak yang aku lahirkan juga bukan Azri." Dia kemudian meremas kepala yang mulai terasa berdenyut. Dirga dengan sigap merangkul Hanum dalam pelukan. Jangan sampai kejujuran yang baru saja mereka ungkap pada Zainab membuat mental Hanum kembali terganggu."Lalu, siapa lelaki yang sudah menghamilimu dan ke mana anak yang kamu lahirkan?" Zainab meradang. Emosinya dengan cepat naik."Bu, saya bisa jelaskan ini, tapi tolong Ibu dengarkan keseluruhan cerita yang akan sa
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p