Bab 94) Tak Ada Yang Salah Dengan Takdir"Tunggu Aira. Jangan pergi. Dengar dulu penjelasanku!" Lelaki itu mencengkram lengan Aira kuat-kuat."Lepas, Keano!" Aira memutar tubuhnya berusaha melepaskan diri. Namun sebelah tangannya lagi mengunci tubuh Aira, sehingga wanita itu tak lagi bisa berkutik."Please, Keano. Jangan begini. Ini di depan umum, sangat memalukan jika ada orang yang mengenal kita....""Aku tak akan begini jika kamu mau mendengar penjelasanku. Sekarang duduk!" titahnya."Tapi kamu itu jahat. Kamu sudah menghancurkan masa depan seorang wanita! Ini nggak bener!""Jika itu sebuah kesengajaan, ya aku memang jahat. Sedangkan ini murni kecelakaan, Aira. Sudah berkali-kali aku bilang," sergah Keano naik pitam.Misinya kali ini hanya untuk meminta bantuan Aira, agar mau menjelaskan semuanya kepada Devanka. Namun menjelaskan semuanya kepada Aira rupanya bukan hal yang mudah. Wajar, Aira dan Devanka sama-sama wanita. Hanya wanita yang mau mengerti penderitaan wanita lainnya."K
Bab 95) Kedatangan Melinda"Kenapa kamu bisa seperti ini, Mbak Deva?" lirih Aira pilu. Tangan mulus itu kembali terulur membelai lembut rambut gadis itu. Namun kali ini ditepis oleh Devanka. Meskipun tubuhnya lemah, tetapi ternyata dia masih sanggup menyingkirkan tangan Aira dari kepalanya."Karena lelaki kesayangan kalian itu yang sudah membuatku seperti ini. Dia yang sudah melenyapkan jiwaku, jadi apa salah jika aku meminta nyawanya?!"Rani hanya menghela nafas. Wanita ini tahu apa yang diucapkan oleh Devanka hanya ungkapan rasa frustasi. Dia tidak benar-benar ingin melenyapkan nyawa putra angkatnya. Rani berusaha mengabaikan dan tidak ambil pusing."Kamu istirahat dulu, Devanka. Tenangkan hatimu." Rani menyeret Aira kembali menuju sofa tempat mereka barusan duduk."Mom, ini sudah gila! Bagaimana mungkin Devanka meminta kematian Keano?! Ini nggak adil!" Suara Aira bergetar lirih, sangat takut terdengar oleh gadis itu."Tak apa. Dia takkan serius. Kamu nggak perlu khawatir," sahut Ra
Bab 96) Urusanmu, Bukan Urusanku"Itu karena alam yang menginginkan kamu menjadi seseorang yang istimewa. Alam sudah memilihmu...""Alam juga memilihku untuk menerima ketidakadilan ini dan aku membencinya. Mengapa bukan orang lain saja yang menerimanya? Kenapa harus aku? Aku ingin tumbuh seperti gadis-gadis yang lain. Namun semua itu tak bisa ku nikmati karena aku dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya...."Lagi-lagi Malinda hanya tersenyum. Tak sepatah kata pun terlontar dari mulutnya demi menyanggah ucapan gadis itu. Dia tak boleh memaksa. Ini adalah kunjungan pertama dan hanya sebatas perkenalan.Devanka terus meracau. Ada beberapa hal yang luput dari data yang sudah ia baca dari dokter Reyhan dan itu baru ia ketahui sekarang. Tapi tak masalah. Dengan begini dia bisa mencarikan solusi yang tepat untuk mengembalikan kondisi mental gadis itu.Setelah merasa cukup mendengarkan ocehan Devanka, Melinda menulis resep obat untuk dia berikan kepada Aira yang kebetulan sudah kembali dari ka
Bab 97) Malam Perayaan Milad Bumi Berkah GroupMalam ini sungguh cerah. Bintang gemintang bertebaran. Sementara rembulan nampak mengintip malu di balik gugusan awan. Area halaman gedung Bumi Berkah Group disulap menjadi sebuah tempat perayaan bertema outdoor, layaknya pesta kebun. Sebenarnya ini bukan acara formal, hanya bersifat ramah tamah. Di samping jajaran direksi dan karyawan, pihak Bumi Berkah Group juga mengundang beberapa pengusaha terutama yang menjadi mitra kerja mereka.Athar dan Aira antusias berkeliling, menyapa dan menyalami beberapa orang pengusaha yang mereka undang. Mereka datang dengan menunjukkan kelasnya masing-masing."Acaranya cuma beginian, hanya ramah tamah doang, tapi aku harus tetap dirias pakai MUA juga," gerutu Aira dalam hati. Meskipun berasal dari kalangan menengah ke atas, bukan berarti Aira sering tampil mewah. Sehari-hari dia biasa mengenakan pakaian yang sederhana. Kalina yang selalu membatasi gerak-geriknya, termasuk peranannya di Alia Resto and Caf
Bab 98) Pijat Plus-plusChris terkekeh. "Santailah, Om. Om pikir pergaulanku seperti katak dalam tempurung, sehingga tidak kenal dengan yang namanya Athar Shail Hudzaifa, CEO Bumi Berkah Group yang sekarang?"Nah, kamu sudah tahu!" ketus Brian. Mulutnya berdecak kesal."Bukan seperti itu, Om. Om sih kalau urusan Tante Alia selalu saja serius. Nggak bisa dibuat santai apa? Ingat Om, Tante Alia itu sudah lama meninggal dunia. Ngapain Om masih ingat-ingat lagi?" tukas Chris."Sadar, Om. Tante Alia itu masa lalu Om. Tante Alia sudah meninggal dunia 15 tahun yang lalu. Masa iya Om belum juga bisa move on?! Bucin sih bucin, tapi jika kebangetan....""Kamu anak kecil tahu apa?!" Matanya melotot dan itu malah membuat Chris tertawa. Raut wajah Brian yang memerah nampak begitu lucu di mata Chris. Dia justru semakin semangat menggoda omnya yang satu ini."Saat Om meminang Tante Alia, memang aku masih kecil. Tapi aku juga ngerti kok. Dan sekarang aku juga bukan anak kecil lagi. Kalau dulu Om gaga
Bab 99) Sia-sia"Hah, pijat plus-plus?"Lelaki itu hanya menyeringai tak menanggapi pertanyaan sang istri. Dia sudah menutup kembali pintu mobil setelah mendudukkan istrinya di jok. Lelaki itu setengah berlari memutar masuk ke mobil lewat pintu satunya dan duduk di balik kemudi.Athar membawa mobilnya sedikit ngebut. Wajahnya memerah akibat gejolak dalam darahnya. Sentuhan Aira yang tak sengaja itu barusan sudah membangunkan sesuatu yang tidur di dalam dirinya. Berkali-kali ia mencuri pandang Aira yang duduk di sisinya. Wanita itu tampak memejamkan mata. Terlihat begitu damai.Lelaki menggeram. "Kamu terlihat polos bahkan tanpa dosa sudah membuatku seperti ini. Awas ya kalau nanti sudah sampai di rumah."Athar semakin mempercepat laju mobilnya. Suasana jalan yang sedikit sepi seolah memberikan keuntungan tersendiri bagi Athar. Tak ada yang lain di otaknya kini, selain ingin cepat sampai ke rumah dan menerkam istrinya."Jangan harap kamu bisa lolos malam ini, Sayang." Sekali lagi ia
Bab 100) Dua Pilihan Untuk Mama"Cuma ada dua pilihan untuk Mama. Berhenti dari pekerjaan ini dan aku akan membiayai semua kebutuhan Mama, tentunya untuk kebutuhan standar, bukan mengumbar kemewahan apalagi main judi," ucap Kiara sembari memperhatikan gerak-gerik ibunya."Atau...?" potong Kalina. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang tak jelas. Kalina baru saja selesai berpakaian. Rambutnya yang lembab sudah ia sisir dengan rapi. Kalina pun menyemprotkan parfum dengan bau yang cukup menyengat hidung. Ingin rasanya Kiara pergi meninggalkan tempat ini. Namun saat ini juga dia harus berbicara dengan Karina. Keputusannya sudah bulat. Tak ada lagi toleransi untuk wanita yang sudah melahirkannya ini."Atau, aku lepas tangan. Aku tidak akan lagi mengurus Mama dan tolong jangan menganggapku sebagai anak durhaka, karena aku sudah lepas tangan. Sikap Mama sendiri yang menjadi pemicunya," ujar Kiara seraya menahan nafasnya, menanti reaksi Kalina."Tetapi bukankah dulu kamu pernah bilang jika Mama
Bab 101) Terusir"Sekeras apapun usaha kamu untuk menyadarkan Mama, tetap nggak ada artinya jika Mama memang nggak ada niat untuk berubah. Jadi biarlah Mama tetap dengan pendiriannya Aku berharap Mama tidak menyesal di kemudian hari." Alvino merangkul istrinya, mencium pipi wanita itu. Sebelah tangannya mengusap lembut perut istrinya yang membuncit."Sekarang kita fokus untuk menyambut kelahiran anak kita, Alvino junior. Oke?"Kiara berdehem. Alvino selalu punya cara untuk menenangkannya. Satu hal yang membuat Kiara akhirnya berpikir, dia memang tidak salah memilih suami. Walaupun Kalina selalu menentangnya. Namun apa artinya? Kalina tidak akan pernah bisa memisahkannya dengan Alvino. Bukankah mereka sudah memiliki batasan masing-masing?Di titik ini Kiara merasa sudah berada di jalan yang benar. Tak boleh ada yang mengusiknya lagi, meskipun itu ibunya sendiri."Mungkin untuk sementara memang lebih baik begini. Tidak tahu ke depannya gimana. Gimana nanti saja dipikir," gumam Kiara dal