Siang itu anak keduaku––Arjuna menelepon. Dia ingin menikah dengan gadis kampung. Aku sangat terkejut dengan kabar yang disampaikannya. Begitu frustrasinya dia setelah putus dari Tiara. Sampai ingin menikahi gadis yang berasal dari desa.Impianku mempunyai besan dari keluarga terpandang pupus sudah. Awalnya Arjuna mempunyai kekasih bernama Tiara berasal dari keluarga berada. Orang tuanya memiliki pabrik batik dan Tiara merupakan keponakan Walikota. Aku membayangkan jika Arjuna menikah dengan gadis itu, pasti pestanya meriah dan dihadiri oleh Bapak Wali Kota. Betapa bangganya aku, yang bisa pamer kepada ibu-ibu di sini dan teman-teman arisanku.Ah, pasti derajat ini naik dan bisa berjalan sambil menaikkan dagu sambil memandang rendah orang lain. Anakku, Arjuna yang ganteng dan sudah bekerja di sebuah perusahaan ternama, harus mendapatkan jodoh yang sempurna.Dulu dia memperkenalkan wanita cantik itu sebagai kekasihnya. Bisa kulihat dari penampilannya sangat berkelas sekali memakai tas
“Kak Yati ... Kak ...,” ucap Nadya.Aku Berusaha Membuka mata, mengerjap beberapa kali dan akhirnya mata ini terbuka. Namun, bibir ini tidak bisa digerakkan, tenggorokan panas, badanku seperti tidak bertulang, lembek bagaikan jeli.Air mataku mengalir, jiwa dan perasaanku masih normal, tetapi fisikku lemah bahkan lumpuh. Aku bisa mendengar dan melihat, tetapi tidak bisa berkata.Ya Allah ... berilah hamba Kekuatan.Ambulans berhenti di sebuah rumah sakit dan aku segera dilarikan ke UGD.Di ruang pemeriksaan, dokter memeriksaku bersama beberapa perawat. Tidak berapa lama dokter keluar ruangan, dan aku dipindahkan ke ruangan lain.Di saat tempat tidur didorong keluar menuju ruangan lain, kulihat Bu Sarti dan Nadya berlari menghampiriku."Yati, anak Ibu, yang kuat, ya, Nak ...,” bisik Bu Sarti lembut.Aku dibawa ke ruang operasi dan gelap.***Sementara di tempat lain, ada dua orang wanita yang merasa bahagia dengan apa yang dialami oleh Yati. Siapa lagi kalau bukan Bu Anik dan Mila."B
Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit dan kondisinya sudah mulai membaik, kini Yati diperbolehkan pulang ke rumah oleh dokter.Mereka membereskan segala administrasi. Bu Sarti membayar semua biaya di rumah sakit, tetapi ditolak oleh Yati karena Yati masih punya tabungan penjualan rumah kedua orang tuanya.***Di suatu sore saat Bu Sarti membersihkan bunga-bunga di halaman depan, dibantu oleh Yati, Bu Anik menghampiri."Yati, kamu sudah sembuh?” tanyanya tidak percaya."Alhamdulillah, sudah, Bu,” ucap Yati.Bu Anik diam dan berlalu. Yati merasa heran, karena tidak biasanya mantan mertuanya itu menanyakan keadaan, sampai detail seperti tadi. Biasanya juga hanya mengajaknya untuk ribut dan sibuk mencaci makinya.Yati melanjutkan kursus memasak kuenya yang sempat tertunda karena sakit. Yati harus semangat lagi, harus bangkit lagi. Tidak boleh terlalu lama bersedih karena keguguran.Yati yakin, Allah sudah mengatur segalanya. Tugasnya sebagai manusia hanya menjalankan hidup dengan sebai
Dengan kaki gemetaran Mila melangkah memasuki rumah paranormal tersebut.Krieet. Bunyi suara pintu ketika di buka menambah keseraman suasana. Jantung Mila berdebar lebih kencang, buliran keringat memenuhi keningnya.Di tengah ruangan, paranormal tersebut menatap Mila tajam."Ganti pakaianmu, pakai kain ini,” ujarnya sambil menyerahkan sebuah jarit batik.Mila menuruti semua Perintah sang paranormal tersebut. Dinikmatinya tubuh Mila sepuasnya. Seminggu berlalu. Mila menjadi budak nafsu paranormal tersebut. Batin Mila tersiksa, tetapi tidak bisa menolak. Air matanya menetes setiap paranormal tersebut menuntaskan nafsu bejatnya.Kesempatan untuk kabur selalu terbuka, tetapi mental Mila tidak cukup berani untuk keluar rumah paranormal tersebut yang ada selalu dihantui rasa ketakutan. Namun, dia sangat tersiksa menjadi budak nafsu sang paranormal.Penyesalan menghantui perasaan Mila. Dia rindu kedua anaknya, Rana dan Radit yang selama ini tidak dipedulikannya. Selama ini, yang ada di pik
Yati memutuskan untuk pergi ke masjid membawa dagangan kuenya. Dia membagi-bagikan penganan manis itu kepada orang-orang yang sedang kerja bakti membersihkan tempat ibadah itu. Kemudian Yati pun pulang ke rumah Bu Sarti."Wah, laris, Kak, jualannya?” ucap Nadya menghampiri."Nih, Nadya, ada kue, yuk, dimakan,” ucap Yati tanpa menjawab pertanyaan Nadya."Loh, kok, nggak dijual semua? Tadikan Yati udah meninggalkan beberapa dan itu udah cukup," ucap Bu Sarti menimpali."Iya, Bu. Nggak apa-apa, sisa sedikit, nih," jawabnya sambil tersenyum miris.Yati menyembunyikan kejadian tadi pagi karena lagi malas membahas semua masalah itu.🌸🌸🌸🌸🌸Bu Anik tertawa terbahak-bahak merasa puas dengan kejadian tadi."Syukurin, kau, Yati, jadi nggak laku, kan, jualanmu, aku nggak akan membiarkanmu hidup tenang,” ucapnya sembari melipat tangan di dada dan tersenyum licik penuh kemenangan. “Bi, buatkan kopi!" teriak Bu Anik memanggil pembantunya.“Iya, Nyonya,” jawab wanita muda tersebut.Bu Anik me
Setelah kedua orang tua Kak Mila datang, Yati pamit dan kembali ke rumah Bu Sarti.Sebelum pulang kedua orang tua Kak Mila menghampiri untuk mengucapkan terima kasih. Tidak lupa mereka meminta maaf atas perlakuan Kak Mila selama ini kepadaku. Kejiwaan Kak Mila benar-benar terganggu bahkan melihat Ayah kandungnya dia menjerit ketakutan. Setelah itu tertawa tanpa sebab lalu menangis. Kak Mila terpaksa menjadi penghuni rumah sakit jiwa karena kalau sudah mengamuk cukup membahayakan orang di sekitarnya.🌼🌼🌼🌼Hari-hariku berjalan seperti biasa lagi, berjualan kue melalui online dan aku sudah menyelesaikan kursus memasak kue. Alhamdulillah sudah mulai banyak yang order.Sedikit demi sedikit aku sudah mulai bisa menabung.“Yati ... Yati,” panggil Bu Anik saat aku melewati depan rumahnya.Mau apa lagi, sih, Ibu ini ..., ucapku dalam hati.“Bisa masuk sebentar, Yati,” ucap Bu Anik dengan lembut.Aku kaget tumben sekali berbicara lembut seperti itu, biasanya kasar dan ketus."Ada apa, Bu?"
Yati mengendarai sepeda motor dengan hati yang berbunga-bunga, seperti biasa sebelum pulang Yati ke pasar dulu untuk membeli bahan untuk pesanan Bu Anik, padahal sebelumnya Yati merasa malas menerima orderan dari Bu Anik, tetapi karena suasana hatinya tengah bersukacita, semua dilakukan dengan hati riang dan gembira.Setelah mengubek-ubek pasar dan semua bahan udah lengkap, Yati berencana untuk segera pulang. Saat ingin menuju tempat parkir, Yati melewati toko kosmetik, wanita itu berhenti sebentar. Ada keraguan di hatinya untuk mampir, tetapi karena ingin tampil cantik dia mendekati pegawai kosmetik untuk bertanya.Setelah berbicara dengan pegawai wanita, Yati membeli lulur yang katanya bisa buat kulit lebih bersih dan cerah. Ia juga membeli satu paket perawatan krim malam dan siang yang iklannya sering muncul di TV. Yati merasa geli sendiri lihat tingkahnya. Dulu dia tidak memedulikan penampilan, tetapi saat ini, Yati selalu ingin tampil cantik.*****Bu Anik meminta pesanannya dia
"Assalamualaikum, Yati," ucap Bu Anik ketika sampai di depan pintu rumah Bu Sarti."Waalaikumsalam, Bu, silakan masuk.” Yati yang tengah berada di ruang tamu, melangkah keluar lalu membuka pintu."Yati, Ibu mau bayar pesanan waktu akikah anak Arjuna." Bu Anik tanpa basa-basi langsung bicara ke pokok permasalahan."Alhamdulillah, Bu.” Yati senang."Ibu nawar, ya, Yati, ini lima ratus ribu aja, ya.” Ia menyodorkan lima lembar uang pecahan seratus ribuan."Loh, Bu, ‘kan delapan ratus ribu seharusnya." Yati tak segera menerima uang begitu saja. "Itu, loh, Yati, kata Linda donatnya keras, nggak enak jadi minta diskon saja, lagian, kan, ituu anak Arjuna mantan suami kamu, masa nggak ada diskon?” Bu Anik pintar sekali berkelit."Maaf, nggak bisa, Bu harus tetap bayar delapan ratus ribu. Kalau kayak gini, saya rugi, Bu.” Yati menarik napas dalam, mencoba menyabarkan hati yang mulai panas."Yati, seharusnya kamu bersyukur Ibu sudah pesan di kamu daripada tidak ada yang pesan.” Dengan entengn
Sepanjang perjalanan ke kantor, Nadya tidak hentinya mengulum senyum, rencana yang telah dia buat sepertinya berhasil, dia sengaja mengcopy sepenggal bait puisi milik sang pujangga yang ternama, lalu di akhir puisi Nadya sengaja memberi inisial nama I M, agar Atun mengira itu Ibrahim, dan sengaja juga dia menyuruh Atun ke kamarnya untuk mengambil flashdisk agar Atun melihat puisi tersebut seolah-olah tanpa sengaja, semua sudah Nadya atur sedemikian rupa. Sudah berulang kali Nadya menangkap basah Atun sedang menatap dalam pada Ibrahim, awalnya dia merasakan ada yang aneh pada diri Atun, perasaan Nadya tidak enak jika melihat gelagat Atun, sampai pada akhirnya Nadya melihat sendiri Atun memandang Ibrahim cukup lama, sengaja dia tidak menegur karena belum memiliki bukti yang cukup kuat. Pernah suatu malam, Atun sengaja membuatkan Ibrahim teh dan hendak mengantarkan ke ruangan kerja Ibrahim, tapi karena kemunculan Yati secara tiba-tiba, Atun berkilah jika ingin membuatkan Yati teh, deng
Pak Long berjalan pilu meninggalkan ruang keluarga, begitu juga dengan Ibrahim masuk ke dalam kamarnya setelah Pak Long pergi. Tinggallah Yati dan Atun di ruangan keluarga ini, Yati masih menatap tidak percaya dengan segala ucapan Atun yang menurutnya begitu pedas. "Yati, maafkan aku, aku juga punya perasaan, aku juga punya hati, semua diluar kendaliku, maafkan aku, tidak bermaksud membuat kamu kecewa dengan semua ucapanku," Atun memeluk Yati, berharap sahabatnya itu mengerti. "Minta maaflah sama Pak Long, Atun. Ucapanmu sungguh membuatnya sangat terluka, kamu boleh menolak, tapi tidak menghina seperti itu, ingat Atun, sebelum dihargai orang, belajarlah menghargai orang lain.""Baik Yati, aku akan minta maaf, lagian pria tua itu sungguh tidak tau diri, kalau suka sama orang ya lihat dulu siapa orangnya, kalau Juli, Rima atau Leni sih wajar, sederajat mereka." "Apa maksudmu, Atun?" Yati semakin tidak mengerti dengan sikap sahabatnya ini, semakin tinggi hati saja. "Aku kan teman se
Saat Atun lagi bersantai dan memainkan ponselnya di atas kasur, sebuah pesan masuk melalui benda pipih yang sedang Atun mainkan, dengan tidak sabaran wanita itu melihat isi pesan yang masuk. "Atun sayang, coba kirimkan foto Yati, dan besok jam tiga sore kamu saya tunggu di cafe kemarin, kamu ceritakan jadwal dan kegiatan Yati, biar saya bisa atur rencana untuk membunuhnya, setelah itu, besok saya ingin lagi kita melakukan seperti tadi, siapkan stamina." Antara senang dan benci Atun menerima pesan dari Nazil, senang karena ada yang ingin membantunya melenyapkan Yati, dan benci karena pria itu ingin kembali mencicipi tubuhnya. Bukankah untuk mencapai sesuatu, harus ada perjuangan dan pengorbanan. Atun kembali tersenyum, karena dia merasa ini bagian dari tugas, biar saja pria bejat itu mencicipi tubuhnya sesuka hatinya, yang penting tujuannya tercapai, setelah berhasil menjadi istri Ibrahim, cukup mudah bagi Atun melenyapkan Nazil, karena telah mempunyai uang yang banyak, Atun memili
"Sebelumnya kenalan dulu, nama saya Nazil." "Kalau saya, Rahman." Kedua pria asing itu memperkenalkan diri pada Atun, begitu juga dengan Atun, walaupun merasa sedikit jijik, Atun menyambut uluran tangan kedua pria itu. "Sepertinya anda punya masalah," ucap Nazil, sorot matanya masih tajam memandang Atun, kadang pandangan itu berhenti di bagian aset Atun di bagian depan, rasa tidak nyaman menghampiri, tapi karena saat ini dia butuh partner untuk membantunya melenyapkan Yati, dia berusaha setenang mungkin. "Jika kalian berhasil melenyapkan wanita ini, imbalan begitu besar, dia istri dari pengusaha sukses, aku ingin kalian melenyapkan nyawa wanita itu." "Perkara yang mudah bagi kami untuk melenyapkan nyawa orang, tapi, semua itu tidak gratis dan butuh strategi yang matang, agar kita semua bisa lolos dari hukum." ucap Nazil, sepertinya pria berkulit tambun itu yang lebih dominan dari pada Rahman."Saya sudah bilang, akan ada imbalan yang gede, 50 juta ringgit? 100 juta ringgit? Semua
"Hari yang cerah, sedap betul jika berenang," ucap Atun sambil berjalan ke arah Yati dan Nadya."Yati, mari kita berenang, masih ingat tidak saat di kampung dulu, waktu kita masih sekolah dasar, berenang di empang milik Pak Salman, orang tua kita pasti marah saat itu," ucap Atun lagi mengenal masa kecil mereka. Nadya masih merasa kesal dengan sikap Atun yang suka seenaknya sendiri, sekarang malah santai, seolah tidak merasa bersalah. QAtun ini sedikit mengerti watak Yati, jika dia melakukan hal yang semena-mena, dia pasti mengingatkan kembali kisah mereka saat masih di kampung dulu, Yati orangnya tidak enakan, jadi, pasti mengurungkan niatnya untuk menegur Atun, sedangkan Nadya sudah sedikit muak melihat kelakuan Atun. Nadya merasa ada hal yang aneh pada diri Atun, tapi dia tidak tahu, tapi yang Pasti beberapa waktu terakhir ini, Nadya sudah merasakan kejanggalan pada sahabat kakaknya tersebut. "Kak Atun, tadi kamu kenapa membentak Leni? Padahal kamu yang salah, jangan seperti it
"Tuan!""Tuan!"Atun berusaha mengejar Ibrahim sambil berusaha memanggilnya, tapi karena Ibrahim memakai headset tidak mendengar panggilan Atun. Atun berusaha berlari beriringan dengan Ibrahim, dengan begini saja dia sudah merasa bahagia, karena merasa seperti pasangan suami istri yang sedang berlari bersama. "Dik Atun, Abang datang," ucap Pa Long, Atun menoleh, sudah ada Pak Long yang berlari beriringan juga dengannya."Pak Long, ngapain kesini!" Atun memperlambat langkah kakinya. "Abang hendak menemani Dik Atun olahraga biar kita sama-sama sehat." Dasar lelaki tua yang genit, sok-sokan menyebut dirinya Abang. "Pak Long, tadi Tuan Ibrahim berpesan kalau Pak Long harus mencuci mobil kerjanya." "Oh, tenang Dik, semua mobil sudah bersih termasuk mobil Nyonya Yati, jadi, kita bisa lari bersama mencoba merajut kasih." Mata Pak Long berkedip sebelah ke arah Atun, kumisnya yang tebal membentuk sebuah lengkungan. Semakin sebal dan merasa jijik saja Atun melihat Pak Long ini. "Ya udah
"Yati, mana mungkin Pak Long yang mengangkat tubuh saya, mana kuat dia, sudah tua," ucap Atun sambil matanya mendelik ke arah Pak Long, saat pria jelita (jelang lima puluh tahun) itu berjalan ke arah Atun. "Kuat, mana mungkin tidak kuat." Pak Long dengan entengnya mengangkat tubuh Atun. "Kamarnya sebelah sana, Pak!" ucal Juli menunjukkan kamar Atun. "Cieee Kakek Long sama Bu Atun, cieee ... cieee," sorak Zayn dan Zahra. "Sssttt Zayn, Zahra, tidak boleh seperti itu." Yati menegur kedua buah hatinya, sedangkan Atun wajahnya merah padam. Juli, Rima dan Leni senyum-senyum tidak jelas lebih ke arah mengejek. Heh, awas ya kalian pembantu, setelah aku jadi Nyonya, akan ku usir kalian. "Sudah, sudah Pak. Turunkan saya, saya masih sanggup berjalan," ucap Atun seraya berontak agar terlepas dari gendongan Pak Long. "Tadi katanya ga sanggup jalan, padahal sudah serasi Pak Long dan Atun," ledek Juli."Ah, Atun ini shy shy cat," ucap Pak Long tersenyum genit ke arah Atun.Setelah itu Atun ja
Ibrahim masih berada di kantor, ia segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa segera pulang. Semenjak memiliki si kembar Zayn dan Zahra, Ibrahim pasti menyempatkan waktu bersama kedua buah hatinya, salah satunya dengan pulang lebih cepat agat bisa bermain bersama mereka. Saat Ibrahim sedang menganalisa laporan, ponselnya nya berbunyi, sebuah video masuk, hatinya bertanya, video apakah ini, jarang-jarang, ada yang mengirim video seperti ini. Jantung Ibrahim berdebar saat melihat video yang terkirim ke ponselnya wanita yang sangat dicintainya sedang dipeluk oleh pria, hati pria keturunan Pakistan Melayu ini merasa panas, tapi, dia mengenal betul istrinya, tidak mungkin Yati berbuat serendah itu, pasti ada fitnah di balik video ini. Ibrahim segera membereskan pekerjaannya dan pergi ke toko roti milik Yati. Saat Ibrahim sampai, ternyata sudah tutup, seperti dugaan Ibrahim tadi, tapi itu lebih baik, karena Ibrahim ingin mengecek cctv toko roti ini, Ibrahim mengambil kunci duplikat mil
"Lepaskan, Raka!" Yati mendorong pria bertubuh atletis itu dengan sekuat tenaga, Raka terjatuh, wajahnya kaget melihat sikap Yati yang begitu kasar. "Maaf Yati, aku tidak bermaksud jelek sama kamu, tidak ada niat jahat, aku cuma ingin menenangkan kamu," ucap Raka lembut. "Raka, sebaiknya pergi dari sini, engkau telah menyampaikan semua pesan kamu, itu sudah cukup, sekarang pergilah, aku sudah bersuami, pantang bagiku disentuh oleh pria lain, apalagi pria asing seperti kamu, pergilah Raka," ucap Yati tegas. "Baik, tapi boleh kita berjum--" "Tidak, tidak, tidak! Jangan lagi menampakkan diri di hadapan saya!" teriak Yati memotong ucapan Arjuna. "Cik Yati, ada masalah?" ucap Eva salah satu pegawai Yati, yang berlari keluar setelah melihat Yati bertikai dengan seorang pria. "Tidak ada masalah Eva, sebaiknya kita mulai kerja, sebentar lagi pasti banyak pelanggan yang ingin membeli cake kita." ujar Yati pada pegawainya tersebut. Raka menatap Yati dengan pandangan yang sulit diartikan