Allaahu Akbar, Allaahu AkbarAsyhadu allaa illaaha illallaah.Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah.Hayya 'alashshalaahHayya 'alalfalaah.Allaahu Akbar, Allaahu AkbarLaa ilaaha illallaahAsh-shalaatu khairum minan-nauumAzan Subuh telah berkumandang, menandakan seruan kepada umat muslim untuk segera melaksanakan kewajiban dua rakaatnya, sebelum memulai hari agar senantiasa mendapatkan perlindungan dari Sang Khalik. Yati segera bangun dan menuju kamar mandi untuk berwudu.Setelah menunaikan salat, Yati menyempatkan untuk membaca ayat suci Alquran dan berkirim doa untuk kedua orang tuannya yang telah tiada.Selesai melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim, Yati langsung menyelesaikan orderan kue yang telah dipesan kepadanya termasuk pesanan Ibrahim juga tentunya.***Waktu menunjukkan pukul 12.30 siang hari. Semua pesanan telah diantar kecuali punya Ibrahim. Yati memacu sepeda motornya dengan kecepatan normal padahal dia sedikit terlambat dari waktu yang dijanjikan untuk mengantar k
Yati berteriak histeris dengan mulut dibekap, bajunya dirobek paksa. Di saat bersamaan, suara teriakan Mbok Darmi terdengar dari kamar belakang.Yati menangis. Akankah dia bisa melihat matahari esok pagi. Terbayang wajah mendiang kedua orang tuanya, terbayang wajah Ibrahim dan khawatir apa yang terjadi dengan Bu Sarti dan Mbok Darmi.Pintu berhasil didobrak paksa warga. Para pelaku berlari ke arah belakang rumah. Listrik berhasil dinyalakan kembali oleh warga.Yati tergeletak syok, lemas, dan hampir kehabisan napas dengan apa yang terjadi beberapa warga menutupi tubuhnya dengan kain."Astagfirullah Alaziem..Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,” ucap beberapa warga di ruang tamu.Yati mengumpulkan tenaga untuk bangkit dibantu oleh salah satu warga. Yati berjalan ke arah ruang tamu.Darah bersimbah, berasal dari tubuh Bu Sarti yang tergeletak tak berdaya."Ibuuu!" teriak Yati histeris.Yati mendekap tubuh Bu Sarti yang sudah terkulai lemas."Ibu, bangun, Bu.” Air mata sudah membasahi pi
Yati menangis pilu meratapi musibah demi musibah yang menimpanya. Teringat akan kebaikan Bu Sarti, malam sebelum kejadian entah mengapa dia ingin terus memeluk Bu Sarti ternyata itulah pelukan terakhir dari seorang ibu."Ibuuu ... Yati kangen Ibu," rintihnya sambil meringkuk menangis di tempat tidur.Bripda Anton mengetuk lalu masuk ke kamar Yati memastikannya baik-baik saja."Maaf, Bu Yati baik-baik saja?" Yati hanya menangis pilu"Apa perlu saya panggilkan perawat?" tanyanya lagi."Tidak perlu, Pak, saya baik-baik saja," ucap Yati menyeka air matanya yang tidak henti mengalir seolah-olah berlomba ingin keluar.Bripda Anton memberikan tisu kepada Yati untuk menyeka air matanya."Ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya Bripda Anton."Tidak ada, Pak,” ucap Yati sambil menggeleng lemah."Oh, baik, Bu, saya di depan, ya, Ibu Yati tidak perlu khawatir sekarang istirahat saja biar kondisinya cepat membaik,” ucap Bripda Anton prihatin."Pak apakah pelakunya sudah ditangkap?” tanya Yati."Belum
Malam ini Nadya bermimpi. Dia menangis memanggil-manggil ibunya."Nad, kamu kenapa?""Nadya mimpi, Kak, ketemu sama Ibu, Nadya panggil tetapi Ibu tidak mendengar,” ucap Nadya sedih.Yati melihat jam dua dini hari."Nad, yuk, salat Tahajud. Kita doakan Ibu dan berdoa agar pelakunya cepat ketemu.”" Iya, Kak."Mereka berdua mengambil air wudu dan melaksanakan salat Tahajud. Setelah selesai salat, Nadya melanjutkan tidurnya dan Yati membaca kitab suci Al Quran.Yati berdoa agar almarhum Bu Sarti tenang di sana dan pelakunya segera terungkap serta mendapat hukuman setimpal.***Saat Yati dan Nadya lagi sarapan nasi uduk yang dibeli di dekat mereka tinggal. Pak RT dan tiga orang polisi datang termasuk di antaranya Bripda Anton."Assalamualaikum," ucap Pak RT."Waalaikumsalam,” jawab Yati dan Nadya berbarengan."Nak Yati dan Nak Nadya, ada yang ingin disampaikan oleh bapak-bapak polisi ini."Yati mempersilakan tamu duduk di ruang tamu yang tersedia. Mereka semua duduk di ruang tamu"Bu Yati
Kini menatap Yati saja Bu Anik tidak mampu hanya bisa menangis dan menunduk menahan sakit dan penyesalan disisa umurnya."Ibu, Yati pamit pulang, sekali lagi Yati minta maaf," ucap Yati sambil berlalu keluar sambil menyeka air matanya. Setelah berada di luar, air mata Yati tidak berhenti mengalir. Bripda Anton menghampiri dan memberikan tisu kepada Yati."Bu Yati, lebih baik kita ke kantin dulu, biar bisa minum sesuatu agar Ibu sedikit tenang," ajak Bripda Anton."Baik Pak.""Apa yang Ibu rasakan?” tanya Bripda Anton."Campur aduk, Pak, begitulah manusia, ya, sebegitu bencinya dengan saya sampai gelap mata dan membawanya pada kematiannya sendiri. Seharusnya di sisa hidupnya dia beramal untuk mempersiapkan bekal kematian.”"Betul, Bu, mereka telah menerima ganjaran apa yang mereka perbuat kepada Ibu.”"Iya, Pak, setelah meninggal nanti, dia juga akan pertanggung jawaban perbuatannya kepada Allah."Bripda Anton memesan minuman untuk Yati agar lebih tenang dan mereka mengobrol ringan."
Ibrahim mengajak Yati bertemu keluarga besarnya di Malaysia. Segala sesuatu sudah dipersiapkan dari paspor dan lain-lain. Nadya merasa sedih dengan kepergian kakaknya itu."Nadya, ini cuma sebentar, nanti Kakak akan kembali lagi.” Yati menenangkan adik angkatnya yang masih saja termenung.Jadwal penerbangan tiba, Yati merasa grogi karena ini penerbangan pertamanya. Ibrahim menggenggam tangan Yati untuk menenangkan. Butuh waktu sekitar dua jam lebih penerbangan menuju negara kelahiran sang kekasih.Saat tiba di bandara Kuala Lumpur Internasional airport,, jantung Yati berdetak dengan kencang, seribu pertanyaan memenuhi pikirannya. Akankah keluarga besar Ibrahim bisa menerimanya? mendadak kepala Yati pusing.Ibrahim melihat perubahan wanita itu, dia mengajak Yati meminum hot chocolate untuk menenangkan pikirannya."Ibrahim, aku takut,” ucap Yati."Semua akan baik saja, Yati.”Setelah minum, Ibrahim mengajak Yati ke area parkiran. Mobil sedan berwarna hitam sudah menjemput mereka. Yati m
Yati mulai merintis toko roti miliknya. Sekarang wanita berparas manis itu tidak lagi mengantarkan kue ke pelanggan, tetapi konsumen sendiri yang datang ke toko roti miliknya. Jika pelanggannya jauh, bisa menggunakan aplikasi pemesan makanan melalui online dan Menu Roti Yati juga sudah ada di aplikasi orderan online.Toko roti buka jam tujuh pagi sampai jam enam sore dan Yati dibantu oleh satu karyawan yang bernama Tina. Sudah dua minggu ini toko roti milik Yati buka dan Alhamdulillah sudah mulai ramai pelanggan. Karena posisinya di pinggir jalan saat orang berangkat kerja menyempatkan membeli roti untuk sarapan atau sekedar camilan di tempat mereka bekerja.Yati membanderol harga rotinya tidak terlalu mahal, tetapi dengan kualitas rasa dan kebersihan dijamin. Untuk roti isi cokelat dibanderol lima ribu rupiah dengan ukuran yang agak besar dan cokelat yang enak. Begitu juga untuk varian rasa lainnya, jika memakan satu roti saja sudah cukup kenyang maka orang kantoran yang sudah tahu r
Yati duduk termenung teringat akan ucapan Nadya tadi malam. Bahwa seminggu lagi dia akan membayar uang kuliah sedangkan saldo di tabungan Yati pas untuk operasional ruko. Belum lagi Tina lima hari lagi akan gajian.Yati memijit kepalanya yang terasa berat. Akankah dia menutup toko rotinya dan rukonya dijual atau disewakan dan Yati kembali jualan online lagi. Di saat keadaan bingung, gawainya tiba-tiba berbunyi dan terlihat nama Ibrahim yang menelepon. Yati ragu akankah dia menjawab telepon pria tersebut atau diabaikan. Akan tetapi, hati tak bisa dibohongi, jujur di dalam hati Yati merindukan pria tersebut.Rasa rindu di hati Yati kian menggebu dia buru-buru menjawab telepon Ibrahim."Assalamualaikum," jawab Yati cepat"Waalaikumsalam, Yati, tolong jangan tutup telepon. Saya ingin bertemu kamu sekali saja" ucap Ibrahim dengan suara tegas."Ada perlu apa, Ibrahim," tanya Yati heran."Tolong kasih tahu aku, alamat kamu yang baru, atau bisa kita ketemu sore ini di Cafe De Culvi tempat ya
Sepanjang perjalanan ke kantor, Nadya tidak hentinya mengulum senyum, rencana yang telah dia buat sepertinya berhasil, dia sengaja mengcopy sepenggal bait puisi milik sang pujangga yang ternama, lalu di akhir puisi Nadya sengaja memberi inisial nama I M, agar Atun mengira itu Ibrahim, dan sengaja juga dia menyuruh Atun ke kamarnya untuk mengambil flashdisk agar Atun melihat puisi tersebut seolah-olah tanpa sengaja, semua sudah Nadya atur sedemikian rupa. Sudah berulang kali Nadya menangkap basah Atun sedang menatap dalam pada Ibrahim, awalnya dia merasakan ada yang aneh pada diri Atun, perasaan Nadya tidak enak jika melihat gelagat Atun, sampai pada akhirnya Nadya melihat sendiri Atun memandang Ibrahim cukup lama, sengaja dia tidak menegur karena belum memiliki bukti yang cukup kuat. Pernah suatu malam, Atun sengaja membuatkan Ibrahim teh dan hendak mengantarkan ke ruangan kerja Ibrahim, tapi karena kemunculan Yati secara tiba-tiba, Atun berkilah jika ingin membuatkan Yati teh, deng
Pak Long berjalan pilu meninggalkan ruang keluarga, begitu juga dengan Ibrahim masuk ke dalam kamarnya setelah Pak Long pergi. Tinggallah Yati dan Atun di ruangan keluarga ini, Yati masih menatap tidak percaya dengan segala ucapan Atun yang menurutnya begitu pedas. "Yati, maafkan aku, aku juga punya perasaan, aku juga punya hati, semua diluar kendaliku, maafkan aku, tidak bermaksud membuat kamu kecewa dengan semua ucapanku," Atun memeluk Yati, berharap sahabatnya itu mengerti. "Minta maaflah sama Pak Long, Atun. Ucapanmu sungguh membuatnya sangat terluka, kamu boleh menolak, tapi tidak menghina seperti itu, ingat Atun, sebelum dihargai orang, belajarlah menghargai orang lain.""Baik Yati, aku akan minta maaf, lagian pria tua itu sungguh tidak tau diri, kalau suka sama orang ya lihat dulu siapa orangnya, kalau Juli, Rima atau Leni sih wajar, sederajat mereka." "Apa maksudmu, Atun?" Yati semakin tidak mengerti dengan sikap sahabatnya ini, semakin tinggi hati saja. "Aku kan teman se
Saat Atun lagi bersantai dan memainkan ponselnya di atas kasur, sebuah pesan masuk melalui benda pipih yang sedang Atun mainkan, dengan tidak sabaran wanita itu melihat isi pesan yang masuk. "Atun sayang, coba kirimkan foto Yati, dan besok jam tiga sore kamu saya tunggu di cafe kemarin, kamu ceritakan jadwal dan kegiatan Yati, biar saya bisa atur rencana untuk membunuhnya, setelah itu, besok saya ingin lagi kita melakukan seperti tadi, siapkan stamina." Antara senang dan benci Atun menerima pesan dari Nazil, senang karena ada yang ingin membantunya melenyapkan Yati, dan benci karena pria itu ingin kembali mencicipi tubuhnya. Bukankah untuk mencapai sesuatu, harus ada perjuangan dan pengorbanan. Atun kembali tersenyum, karena dia merasa ini bagian dari tugas, biar saja pria bejat itu mencicipi tubuhnya sesuka hatinya, yang penting tujuannya tercapai, setelah berhasil menjadi istri Ibrahim, cukup mudah bagi Atun melenyapkan Nazil, karena telah mempunyai uang yang banyak, Atun memili
"Sebelumnya kenalan dulu, nama saya Nazil." "Kalau saya, Rahman." Kedua pria asing itu memperkenalkan diri pada Atun, begitu juga dengan Atun, walaupun merasa sedikit jijik, Atun menyambut uluran tangan kedua pria itu. "Sepertinya anda punya masalah," ucap Nazil, sorot matanya masih tajam memandang Atun, kadang pandangan itu berhenti di bagian aset Atun di bagian depan, rasa tidak nyaman menghampiri, tapi karena saat ini dia butuh partner untuk membantunya melenyapkan Yati, dia berusaha setenang mungkin. "Jika kalian berhasil melenyapkan wanita ini, imbalan begitu besar, dia istri dari pengusaha sukses, aku ingin kalian melenyapkan nyawa wanita itu." "Perkara yang mudah bagi kami untuk melenyapkan nyawa orang, tapi, semua itu tidak gratis dan butuh strategi yang matang, agar kita semua bisa lolos dari hukum." ucap Nazil, sepertinya pria berkulit tambun itu yang lebih dominan dari pada Rahman."Saya sudah bilang, akan ada imbalan yang gede, 50 juta ringgit? 100 juta ringgit? Semua
"Hari yang cerah, sedap betul jika berenang," ucap Atun sambil berjalan ke arah Yati dan Nadya."Yati, mari kita berenang, masih ingat tidak saat di kampung dulu, waktu kita masih sekolah dasar, berenang di empang milik Pak Salman, orang tua kita pasti marah saat itu," ucap Atun lagi mengenal masa kecil mereka. Nadya masih merasa kesal dengan sikap Atun yang suka seenaknya sendiri, sekarang malah santai, seolah tidak merasa bersalah. QAtun ini sedikit mengerti watak Yati, jika dia melakukan hal yang semena-mena, dia pasti mengingatkan kembali kisah mereka saat masih di kampung dulu, Yati orangnya tidak enakan, jadi, pasti mengurungkan niatnya untuk menegur Atun, sedangkan Nadya sudah sedikit muak melihat kelakuan Atun. Nadya merasa ada hal yang aneh pada diri Atun, tapi dia tidak tahu, tapi yang Pasti beberapa waktu terakhir ini, Nadya sudah merasakan kejanggalan pada sahabat kakaknya tersebut. "Kak Atun, tadi kamu kenapa membentak Leni? Padahal kamu yang salah, jangan seperti it
"Tuan!""Tuan!"Atun berusaha mengejar Ibrahim sambil berusaha memanggilnya, tapi karena Ibrahim memakai headset tidak mendengar panggilan Atun. Atun berusaha berlari beriringan dengan Ibrahim, dengan begini saja dia sudah merasa bahagia, karena merasa seperti pasangan suami istri yang sedang berlari bersama. "Dik Atun, Abang datang," ucap Pa Long, Atun menoleh, sudah ada Pak Long yang berlari beriringan juga dengannya."Pak Long, ngapain kesini!" Atun memperlambat langkah kakinya. "Abang hendak menemani Dik Atun olahraga biar kita sama-sama sehat." Dasar lelaki tua yang genit, sok-sokan menyebut dirinya Abang. "Pak Long, tadi Tuan Ibrahim berpesan kalau Pak Long harus mencuci mobil kerjanya." "Oh, tenang Dik, semua mobil sudah bersih termasuk mobil Nyonya Yati, jadi, kita bisa lari bersama mencoba merajut kasih." Mata Pak Long berkedip sebelah ke arah Atun, kumisnya yang tebal membentuk sebuah lengkungan. Semakin sebal dan merasa jijik saja Atun melihat Pak Long ini. "Ya udah
"Yati, mana mungkin Pak Long yang mengangkat tubuh saya, mana kuat dia, sudah tua," ucap Atun sambil matanya mendelik ke arah Pak Long, saat pria jelita (jelang lima puluh tahun) itu berjalan ke arah Atun. "Kuat, mana mungkin tidak kuat." Pak Long dengan entengnya mengangkat tubuh Atun. "Kamarnya sebelah sana, Pak!" ucal Juli menunjukkan kamar Atun. "Cieee Kakek Long sama Bu Atun, cieee ... cieee," sorak Zayn dan Zahra. "Sssttt Zayn, Zahra, tidak boleh seperti itu." Yati menegur kedua buah hatinya, sedangkan Atun wajahnya merah padam. Juli, Rima dan Leni senyum-senyum tidak jelas lebih ke arah mengejek. Heh, awas ya kalian pembantu, setelah aku jadi Nyonya, akan ku usir kalian. "Sudah, sudah Pak. Turunkan saya, saya masih sanggup berjalan," ucap Atun seraya berontak agar terlepas dari gendongan Pak Long. "Tadi katanya ga sanggup jalan, padahal sudah serasi Pak Long dan Atun," ledek Juli."Ah, Atun ini shy shy cat," ucap Pak Long tersenyum genit ke arah Atun.Setelah itu Atun ja
Ibrahim masih berada di kantor, ia segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa segera pulang. Semenjak memiliki si kembar Zayn dan Zahra, Ibrahim pasti menyempatkan waktu bersama kedua buah hatinya, salah satunya dengan pulang lebih cepat agat bisa bermain bersama mereka. Saat Ibrahim sedang menganalisa laporan, ponselnya nya berbunyi, sebuah video masuk, hatinya bertanya, video apakah ini, jarang-jarang, ada yang mengirim video seperti ini. Jantung Ibrahim berdebar saat melihat video yang terkirim ke ponselnya wanita yang sangat dicintainya sedang dipeluk oleh pria, hati pria keturunan Pakistan Melayu ini merasa panas, tapi, dia mengenal betul istrinya, tidak mungkin Yati berbuat serendah itu, pasti ada fitnah di balik video ini. Ibrahim segera membereskan pekerjaannya dan pergi ke toko roti milik Yati. Saat Ibrahim sampai, ternyata sudah tutup, seperti dugaan Ibrahim tadi, tapi itu lebih baik, karena Ibrahim ingin mengecek cctv toko roti ini, Ibrahim mengambil kunci duplikat mil
"Lepaskan, Raka!" Yati mendorong pria bertubuh atletis itu dengan sekuat tenaga, Raka terjatuh, wajahnya kaget melihat sikap Yati yang begitu kasar. "Maaf Yati, aku tidak bermaksud jelek sama kamu, tidak ada niat jahat, aku cuma ingin menenangkan kamu," ucap Raka lembut. "Raka, sebaiknya pergi dari sini, engkau telah menyampaikan semua pesan kamu, itu sudah cukup, sekarang pergilah, aku sudah bersuami, pantang bagiku disentuh oleh pria lain, apalagi pria asing seperti kamu, pergilah Raka," ucap Yati tegas. "Baik, tapi boleh kita berjum--" "Tidak, tidak, tidak! Jangan lagi menampakkan diri di hadapan saya!" teriak Yati memotong ucapan Arjuna. "Cik Yati, ada masalah?" ucap Eva salah satu pegawai Yati, yang berlari keluar setelah melihat Yati bertikai dengan seorang pria. "Tidak ada masalah Eva, sebaiknya kita mulai kerja, sebentar lagi pasti banyak pelanggan yang ingin membeli cake kita." ujar Yati pada pegawainya tersebut. Raka menatap Yati dengan pandangan yang sulit diartikan