Lucas terlihat tersenyum, tetapi bukan senyum yang menyenangkan. Jelas itu membuat Inge sedikit gugup.“Aku memang konsen pada ucapannya tadi, yang soal dia mengakui bayi yang kamu kandung itu adalah miliknya,” kata papa kandung Naomi itu.“Pak Lucas… .”Lucas mengangkat tangan ke udara sebentar. Memberi kode kepada istrinya itu untuk jangan menyela terlebih dahulu.“Bagiku ucapan dia tadi menyatakan bahwa dia masih mengharapkan kamu.”Inge menggeleng-geleng. “Sikap Mas Armand tadi hanya berniat untuk mengacaukan hidup saya, Pak Lucas. Kami memang berpisah dengan cara kurang baik. Dan semua ucapan dia tadi bohong, setelah saya keluar dari rumah lalu menggugat cerai, kami tidak pernah berkomunikasi sama sekali.”Lucas menyeringai. “Kalau aku mau tahu cerita lengkap soal perpisahan kalian, boleh?”Inge menghela napas, kemudian mencoba tersenyum normal. “Ya, tentu saja, Pak.”Inge bergerak menyandarkan badannya ke sandaran sofa. Kepalanya mendongak menatap langit-langit, masih terbayang
Lucas masih terpaku. Dia hanya berpikir, ternyata benar yang dikatakan orang-orang bahwa dunia itu sempit. Kita bisa bertemu dengan orang tidak terduga di tempat tak terduga pula.“Serius Pak… eh Papa kenal Sandra Rose itu?” Inge menjadi sangat penasaran. Sisi jiwanya bergejolak. “Kita pernah bertemu dia waktu pesta pernikahan asisten Anda dulu, Pa.”Lucas justru tertawa. Inge ikut tertawa. Dia sadar apa yang sedang ditertawakan oleh Lucas, yaitu tentang kecanggungan dirinya memanggil sebutan baru bagi Lucas, sehingga masih tercampur tidak karuan. Menyebut dengan ‘papa’ masih memakai kata ‘anda’.“Sebentar… .” Lucas merogoh kantongnya, lalu mengeluarkan telepon genggamnya. Jari lelaki itu meluncur ke kotak email.“Coba, ini bukan orangnya?” Lucas mengulurkan telepon genggamnya kepada Inge.Perempuan yang sedang hamil itu pun melongok. “Iya. Ini… CV?”Lucas mengangguk. “Tadi siang aku sempat ikut interview si Sandra ini.”Inge mengangguk. Entah mengapa hatinya berdesir. Suami terdahul
Jesica bangun dengan badan yang terasa loyo. Tidurnya tidak nyenyak, dia gelisah sepanjang malam.Sebelum tidur, didorong oleh rasa cemas yang tidak berkesudahan, akhirnya Jesica nekat mencoba menghubungi Inge. Dia menulis dua pesan yang amat panjang, yang dia tengok hampir lima menit sekali, hingga larut malam. Akan tetapi Inge belum juga meresponnya.“Kamu keliatan loyo banget, Jes. Kayak pengantin baru aja,” seloroh Viana saat Jesica menginjakkan kaki di ruang guru.Jesica diam. Dia buru-buru meletakkan tas kerja di mejanya. Dengan tangkas dia merapikan rambutnya, yang semula tergerai menjadi cepol kecil yang menggantung di pangkal leher. Peraturan sekolah memang tidak memperbolehkan guru yang mempunyai rambut panjang melebihi bahu, untuk menggerai rambutnya.Di dekat pintu ada cermin besar, yang sengaja dipasang dengan tujuan setiap guru dan staf di sekolah ini dapat memastikan penampilannya sudah rapi, sesuai standar sekolah. Jesica pun m
Inge terus berjalan tanpa menoleh lagi. Dia masuk ke mobil dan langsung pulang.Tugas rutinnya, yaitu memandikan Karina, telah menanti. Meski sudah berjalan lima bulan lebih, tetapi hal itu masih menjadi rahasia antara Inge, Bi Yati dan Gita. Ketiga orang tersebut sangat kompak. Jika Lucas ada di rumah sepanjang hari, otomatis Bi Yati yang mengambil alih.“Bu Karina.” Inge membuka pintu. Dia duduk dekat ranjang, lalu tangannya bergerak membelai kepala Karina yang hampir botak.Inge tidak tahu kenapa Lucas mencukur rambut Karina dengan model sangat cepak seperti tentara. Kemarin dia melihat rambut ibu kandung Naomi itu terlihat sudah mulai tumbuh halus, tetapi setelah kunjungan dokter yang terakhir, Lucas mengundang seorang perempuan yang ternyata diminta untuk memangkas rambut sang istri.Karina memang rutin dikunjungi dokter setiap bulan. Ada tiga dokter yang berbeda, yang memeriksa perempuan cantik itu secara berkala. Inge tidak tahu mereka
Lucas berbalik badan, melewati mama mertuanya begitu saja, untuk kemudian melingkarkan tangannya pada Inge.“Ayo kita masuk dulu,” tutur Lucas lembut. Senyum lelaki itu merekah sekejap.Inge membalasnya dengan canggung. Saat matanya melirik kepada Bu Emma, dia melihat wajah permusuhan yang terang benderang. Inge cepat menunduk, lalu menyamakan langkah dengan Lucas.Keduanya masuk bersama-sama, lalu Lucas dan Inge duduk berjejeran di sofa tak jauh dari ranjang di mana Karina berbaring.Sedang Bu Emma terlihat masih berdiri di ambang pintu. Kali ini dia melakukan niatnya yang tadi sempat tertunda karena kedatangan Lucas, yaitu menelepon sang suami. Dia berbicara cepat beberapa detik, lalu menyusul Inge dan Lucas.Ibu kandung Karina itu dengan sengaja menghempaskan bobot tubuhnya ke atas sofa.“Jadi sebenarnya ada apa?” Lucas menatap mama mertuanya.“Perempuan ini mau mencelakai Karina kita, Luc.” Telunjuk Bu Emma mengudara, menunjuk sosok Inge. Kata ‘Karina kita' sengaja dia tekankan. B
Pak Benny dan Bu Emma spontan bertukar pandang. Keduanya menangkap dengan jelas bahwa Inge baru saja memanggil Lucas dengan sebutan ‘papa’? Sudah hampir dua bulan penuh, sejak kejadian mereka ingin menjebak Inge, baik Pak Benny maupun Bu Emma memang tidak pernah datang ke rumah ini.Mertua Lucas tersebut mendengkus bersamaan. Dalam kepala mereka mempunyai pikiran yang sama, yaitu menuduh Inge telah memanfaatkan ketidakhadiran mereka untuk menjerat Lucas lebih dalam.“Mari kita duduk, Pa, Ma.” Lucas menatap satu per satu wajah kedua orang tua di hadapannya. “Ada satu kabar yang sangat menggembirakan lagi.”“Tentang Karina, Luc?” Mata Bu Emma memendar suka cita.Lucas mengangguk. Dia menyentuh bahu Inge, lalu Lucas menekuk kaki. Lelaki itu bergerak untuk duduk, dan Inge segera mengikuti gerakan sang suami.“Pa, duduk yuk,” kata Bu Emma. Dia sedikit menarik tangan Pak Benny agar duduk. Bu Emma tidak sabar untuk mendengar berita yang dijanjikan oleh Lucas.Pak Benny mendengkus lagi. Lebih
Melihat Bu Emma mengambil sikap sempurna seperti itu, membuat Inge siaga. Pun demikian dengan Lucas. Suami istri itu berdiri bersama-sama. Lucas mengambil posisi sedikit di depan tubuh Inge.“Inge,” Bu Emma mendekati Inge. Satu air mata menetes di pipi ibu kandung Karina tersebut. Tiba-tiba dia menubruk Inge. Bahkan sikap waspada Lucas tidak mampu mengimbangi kecepatan gerak dari mama mertuanya.“Terima kasih, terima kasih.” Bu Emma mulai menangis. “Maafkan kami selama ini.”Inge menerima pelukan dari Bu Emma. Dia mengangguk sembari mengusap-usap punggung Bu Emma. Perempuan itu melihat kepada Lucas, dan tersenyum kecil. Saat melempar pandangan pada Pak Benny, terlihat ayah kandung Karina itu juga berkaca-kaca.Pak Benny menutup mulutnya sendiri, menahan tangis yang sebenarnya bisa saja pecah seperti sang istri. Sebuah tangis kebahagiaan. Harapan yang pernah layu, tetiba kembali memercik.“Inge, saya di sini bahagia sekaligus malu. Mengingat semua kelakuan buruk kami, kamu balas dengan
“Ya, Bu Emma. Anda tidak perlu kuatir soal itu,” lirih Inge. Meskipun dia berkata dengan jujur, tetapi dia tidak dapat memungkiri bahwa ada kesedihan dalam dirinya.Ah, entahlah. Inge sendiri tidak tahu mengapa. Namun yang jelas Inge merasa takut jika dia tidak dapat bertemu lagi dengan Naomi. Bocah itu sudah mengambil tempat istimewa di relung hati Inge. Dan Lucas… Inge menepis perasaannya segera. Mencoba memungkiri bahwa terkadang dia merindukan senyum lelaki itu saat mereka berjauhan.Kedua perempuan itu pun masuk ke kamar Karina dengan saling menggandeng tangan.Berbeda dengan hati Inge yang sedikit sedih, hati milik istri dari Pak Benny itu membuncah bahagia. Bu Emma tersenyum semakin lebar, saat Naomi yang di gendongan Lucas, akhirnya mau menyentuh Karina, meski terlihat Naomi takut-takut.“Mama Karina cantik kan?” kata Pak Benny, dia menoleh pada Naomi.“Dan sebentar lagi, Mama Karina bisa main bareng Mimi, berenang, jalan-jalan… Mimi senang enggak?” sambung Bu Emma sambil mele
“Gimana keadaanmu, Ma?” tanya Lucas begitu panggilan tersambung. “Maksudku, kamu baik-baik saja kan setelah perjalanan jauh?”Inge tidak langsung menjawab, melainkan menarik napas dalam terlebih dahulu. Entahlah, dia merasa tidak karuan saat Lucas ternyata masih juga memanggilnya dengan panggilan ‘Mama’.“Saya baik, Pak Lucas. Baby boy juga baik.”“Syukurlah… ,” sahut Lucas cepat. Namun setelah itu dia seperti kehilangan kata-kata lagi, sehingga mereka terdiam cukup lama, sampai akhirnya Inge berinisiatif memutus panggilan terlebih dahulu dengan alasan sang mama memanggilnya.Inge begitu terkejut saat ternyata mamanya benar-benar sedang berdiri di belakangnya saat dia menutup telepon.“Maaf, Ing, enggak ada maksud Mama menguping. Mama hanya mau ambil baju,” ujar Mama Niken. “Tapi… sepertinya kamu berutang penjelasan sama Mama ya. Apa ada sesuatu dengan pernikahanmu?”Inge mengangguk. “Ya, Ma. Ini cerita panjang. Sebaiknya Mama mandi dulu, aku beresin kamarku ya.”Mama Niken ganti meng
“Jangan membuat posisiku bertambah salah,” ucap Lucas. Dia memandang Inge. Namun tiga detk kemudian, dia memalingkan wajahnya.Lucas menghela napas. “Maafkan aku… . Aku tidak akan menyembunyikan status kita pada Karina, aku hanya sedang menunggu waktu yang tepat.”“Saya hanya ingin ketemu Mama saya, tidak ada hubungannya dengan Bu Karina.” Inge menekan suaranya sedemikian rupa. “Saya ingin mengambil momen ini, sebab antara saya dan mama saya memang sudah kurang baik sejak saya bercerai dulu. Mumpung hati Mama saya lagi baik, jadi tidak ada salahnya. Iya kan?”Mereka berdua saling memandang beberapa saat. Sampai akhirnya Lucas berkata, “Oke. Pergilah, tapi diantar Pak Ali. Aku akan menjemputku.”Inge menunduk, lalu mengiyakan dengan suara pelan.“Saya akan pergi malam ini,” pamit Inge. Ditahan isaknya dengan sekuat tenaga.Lucas menghela napas lagi. Dia bisa saja mendebat lagi, tetapi lelaki itu berpikir mungkin Inge sedang benar-benar membutuhkan kebersamaan dengan ibunya.Dan bagian
Diantar oleh Pak Ali, Inge kembali ke rumah sakit dengan banyak pertanyaan di benaknya. Bagaimana mungkin Karina bisa mencari dirinya? Bukankah mereka tidak pernah saling mengenal?Tiba-tiba jantung Inge berdebar keras. Jangan-jangan, Lucas atau Pak Benny telah memberitahu tentang statusnya ini. Astaga! Inge memegangi dada kirinya yang semakin berdenyut. Dia pun mulai memikirkan kalimat-kalimat yang harus dia ucapkan pada Karina. Tentu saja serangkaian kalimat yang dia rasa tidak akan membuat situasi bertambah keruh.Sampai di rumah sakit, Inge berjalan di koridor dengan langkah terasa mengambang. Otaknya kosong sekarang setelah sepanjang perjalanan ke mari ribut sendiri. Mendadak dia sama sekali tidak mempunyai gambaran tentang apa yang akan Karina tanyakan padanya.Dari kejauhan, Inge melihat Bu Emma yang tampak mondar mandir gelisah. Begitu ibu kandung Karina itu melihat kedatangan Inge, dia terlihat berlari menyongsong. Seolah-olah sudah tidak sabar untuk bi
“Ing, Karina sadar!” Lucas setengah berteriak. Setelah itu dia berlari ke arah mereka datang tadi.Inge melihat betapa Lucas menghilang sangat cepat, bahkan lelaki itu sempat menabrak pot bunga yang menjadi pembatas antara trotoar dan lahan parkir. Beruntung tidak sampai terjadi apa-apa.Sejenak Inge tercenung. Dia menjadi bingung, apakah dia harus balik ke ruangan Karina atau kembali ke rumah? Dia menoleh ke belakang. Naomi tampak amat lelap. Rasanya Inge pun tidak mungkin menggendong Naomi sejauh itu. Kandungannya sudah besar, dan dia merasa tenaganya tidak sekuat dulu. Dia juga gampang sekali lelah. Untuk membangunkannya, tampak lebih tidak mungkin.Inge menghela napas, mencoba menunggu sejenak. Barangkali Lucas akan kembali, atau setidaknya menelepon untuk memberitahu apa yang harus dia lakukan. Namun detik-detik berlalu, tidak ada tanda-tanda kabar dari Lucas. Inge akhirnya memilih keluar dari mobil, kemudian berjalan mengitari bagian depan mobil untuk duduk di belakang kemudi.M
“Pap, Adik ternyata baby boy, bukan baby girl,” ucap Naomi sedikit kecewa, setelah tawa mereka berdua habis.Lucas membeliak. Dadanya mengembang, demikian pula dengan senyumnya. Perasaan bahagia mendengar kabar itu seperti arus listrik yang cepat menjalar, dari ujung kakinya lalu naik melesat.“Oh iya?” jawabnya dengan nada gembira.“Mimi baru tengok Adik di komputer, fotonya dibawa Mama Inge tuh, Papa mau liat?” tutur Naomi sembari menunjuk Inge yang mematung, sekitar sepuluh langkah dari mereka.Senyum Lucas menghilang seketika. Apalagi saat dia menoleh pada Inge, dan melihat tangan perempuan itu yang berada ke wajahnya sendiri, terlihat seperti sedang menghapus air mata. Lucas menjadi amat bersalah telah lupa dengan janjinya hari ini. Seharusnya dia ada di samping Inge tadi.Lucas menurunkan Naomi perlahan. Gadis cilik itu kembali berlari kepada Inge, lalu terlihat meminta amplop besar yang dipegang oleh Inge.“Ini gambar Adik, Pap!” Naomi berteriak seraya berbalik badan dan kembal
Dengan tangan bergetar, Inge merespon panggilan tersebut.“Inge… .”Suaranya terdengar amat lembut. Membuat Inge memejam, dan spontan menggulirkan air mata. Setelah sekian lama sengaja menutup diri dari Inge, akhirnya… .“Mama,” desis Inge. Dia mendengar ibu kandungnya mengisak di seberang. Sementara dia sendiri pun memperdengarkan sedu sedan. Beberapa jenak mereka berdua bertangisan, tangis yang sama-sama tertahan.“Maafkan Mama, Ing. Armand baru saja cerita semuanya, dia sampai bersujud di kaki Mama untuk minta maaf,” ucap Mama, suaranya bergetaran.“Maksud Mama, Mas Armand ke rumah?” tanya Inge tidak percaya.“Iya, baru aja dia pergi, mungkin sekitar lima menit yang lalu,” lirih sekali Mama menjawab. “Dia bilang akan balik ke kota asalnya.”Inge menghela napas. Begitu niatnya Armand bertemu mamanya, padahal kota asal Armand ada di barat, sedang mama tinggal di arah yang berlawanan. Sudah terbayang bagaimana capeknya, apalagi jika Armand menyetir sendiri.“Ing, maafkan Mama ya.” Ibu
Setelah mengambil bungkusan dari Armand, Inge naik. Di ujung tangga dia bertemu dengan Bi Yati yang tengah mencarinya.“Miss, saya kira ke mana. Saya sampai cari ke kamar Nyonya Karina. Lupa kalau Nyonya udah nggak di situ lagi, karena biasanya Miss Inge jam segini ada di kamar Nyonya,” ucap Bi Yati panjang lebar.Inge tersenyum menanggapinya. Entah mengapa sudut hatinya kembali tercubit mendengar nama Karina.“Saya ambil ini dulu, Bi. Tadi lupa dibawa turun sekalian dari mobil,” sahut Inge.“Harusnya Miss tadi tinggal telpon ke pos, biar diambilkan sama Pak Ali.”Inge hanya tersenyum saja.“Oh iya, buah potongnya sudah saya taruh di atas meja, Miss. Saya bawakan kroket juga, semoga Miss Inge berkenan,” ujar Bi Yati. Dia tahu jika istri kedua majikannya ini belum sarapan, sebab tadi terburu-buru mengantar Naomi.Inge mengucapkan terima kasih, tetapi menolak saat Bi Yati berniat untuk memberikan bantuan dengan membawakan bungkusan besar yang ada di tangannya. Dia pun kembali berjalan m
“Ya, Sayang. Ayo sebelum bobo kita sama-sama berdoa biar Mama Karina cepat bangun dan bisa main sama Mimi, bisa—”“Mimi enggak mau!” tukas Naomi. “Mimi mau sama Mama Inge aja, sama Adik. Kenapa Adik lama banget enggak keluar-keluar, Ma?”Inge tersenyum. “Sebentar lagi, Kakak. Udah enggak sabar main sama Adik ya?”Naomi mengangguk. Selanjutnya dia memeluk pinggang Inge, menciumi perut Inge beberapa kali sambil tertawa-tawa senang.“Oh iya, besok kita tengok Adik ya,” kata Inge. Dia baru saja teringat bahwa besok dia ada janji dengan dokter Yoda. Pada pemeriksaan minggu kemarin jenis kelamin bayinya belum terlihat sebab posisi sang bayi, sehingga dokter Yoda menjadwal ulang, sebelum beliau pergi ke luar negeri untuk berlibur selama satu bulan.“Tengok Adik di komputer ya, Ma?” tanya Naomi antusias.“Iya, Sayang, setelah Mimi pulang sekolah,” jawab Inge. “Sekarang kita bobo yuk.”Naomi menurut. Dia kembali ke posisi tidurnya dengan lurus, tidak meringkuk seperti yang baru saja dia lakuka
Inge tersenyum. Kebiasaan Naomi, kalau dia sudah mengantuk sekali, pasti akan meletakkan kepalanya di sembarang tempat. Naomi memang belum istirahat sejak pulang sekolah tadi. Jadi sangat wajar kalau gadis cilik ini kelelahan.“Kita pulang?” tanya Inge. Dia meraih dagu bocah itu, dan dia gemas pipinya sekejap.Naomi mengangguk lesu. Matanya tampak sudah tidak kuat untuk dia buka.Inge terpaksa meminta agar sotonya dibungkus saja. Entah nanti termakan olehnya atau tidak. Dia hanya tidak ingin si pemilik warung tersinggung jika soto yang baru dia cicipi kuahnya itu ditinggalkan begitu saja.Dibantu seseorang yang ada di situ, Inge membawa Naomi yang sudah terlelap ke dalam mobil. Rencana untuk jalan-jalan sudah hangus. Inge pun melajukan mobilnya menuju pulang. Sesekali dia melihat pada Naomi yang rebah di jok belakang, untuk memastikan anak tiri kesayangannya itu aman.Sampai di rumah, Pak Husen yang terlihat tengah mengobrol dengan penjaga keamanan segera mendekat ketika Inge memanggi