Jesica bangun dengan badan yang terasa loyo. Tidurnya tidak nyenyak, dia gelisah sepanjang malam.Sebelum tidur, didorong oleh rasa cemas yang tidak berkesudahan, akhirnya Jesica nekat mencoba menghubungi Inge. Dia menulis dua pesan yang amat panjang, yang dia tengok hampir lima menit sekali, hingga larut malam. Akan tetapi Inge belum juga meresponnya.“Kamu keliatan loyo banget, Jes. Kayak pengantin baru aja,” seloroh Viana saat Jesica menginjakkan kaki di ruang guru.Jesica diam. Dia buru-buru meletakkan tas kerja di mejanya. Dengan tangkas dia merapikan rambutnya, yang semula tergerai menjadi cepol kecil yang menggantung di pangkal leher. Peraturan sekolah memang tidak memperbolehkan guru yang mempunyai rambut panjang melebihi bahu, untuk menggerai rambutnya.Di dekat pintu ada cermin besar, yang sengaja dipasang dengan tujuan setiap guru dan staf di sekolah ini dapat memastikan penampilannya sudah rapi, sesuai standar sekolah. Jesica pun m
Inge terus berjalan tanpa menoleh lagi. Dia masuk ke mobil dan langsung pulang.Tugas rutinnya, yaitu memandikan Karina, telah menanti. Meski sudah berjalan lima bulan lebih, tetapi hal itu masih menjadi rahasia antara Inge, Bi Yati dan Gita. Ketiga orang tersebut sangat kompak. Jika Lucas ada di rumah sepanjang hari, otomatis Bi Yati yang mengambil alih.“Bu Karina.” Inge membuka pintu. Dia duduk dekat ranjang, lalu tangannya bergerak membelai kepala Karina yang hampir botak.Inge tidak tahu kenapa Lucas mencukur rambut Karina dengan model sangat cepak seperti tentara. Kemarin dia melihat rambut ibu kandung Naomi itu terlihat sudah mulai tumbuh halus, tetapi setelah kunjungan dokter yang terakhir, Lucas mengundang seorang perempuan yang ternyata diminta untuk memangkas rambut sang istri.Karina memang rutin dikunjungi dokter setiap bulan. Ada tiga dokter yang berbeda, yang memeriksa perempuan cantik itu secara berkala. Inge tidak tahu mereka
Lucas berbalik badan, melewati mama mertuanya begitu saja, untuk kemudian melingkarkan tangannya pada Inge.“Ayo kita masuk dulu,” tutur Lucas lembut. Senyum lelaki itu merekah sekejap.Inge membalasnya dengan canggung. Saat matanya melirik kepada Bu Emma, dia melihat wajah permusuhan yang terang benderang. Inge cepat menunduk, lalu menyamakan langkah dengan Lucas.Keduanya masuk bersama-sama, lalu Lucas dan Inge duduk berjejeran di sofa tak jauh dari ranjang di mana Karina berbaring.Sedang Bu Emma terlihat masih berdiri di ambang pintu. Kali ini dia melakukan niatnya yang tadi sempat tertunda karena kedatangan Lucas, yaitu menelepon sang suami. Dia berbicara cepat beberapa detik, lalu menyusul Inge dan Lucas.Ibu kandung Karina itu dengan sengaja menghempaskan bobot tubuhnya ke atas sofa.“Jadi sebenarnya ada apa?” Lucas menatap mama mertuanya.“Perempuan ini mau mencelakai Karina kita, Luc.” Telunjuk Bu Emma mengudara, menunjuk sosok Inge. Kata ‘Karina kita' sengaja dia tekankan. B
Pak Benny dan Bu Emma spontan bertukar pandang. Keduanya menangkap dengan jelas bahwa Inge baru saja memanggil Lucas dengan sebutan ‘papa’? Sudah hampir dua bulan penuh, sejak kejadian mereka ingin menjebak Inge, baik Pak Benny maupun Bu Emma memang tidak pernah datang ke rumah ini.Mertua Lucas tersebut mendengkus bersamaan. Dalam kepala mereka mempunyai pikiran yang sama, yaitu menuduh Inge telah memanfaatkan ketidakhadiran mereka untuk menjerat Lucas lebih dalam.“Mari kita duduk, Pa, Ma.” Lucas menatap satu per satu wajah kedua orang tua di hadapannya. “Ada satu kabar yang sangat menggembirakan lagi.”“Tentang Karina, Luc?” Mata Bu Emma memendar suka cita.Lucas mengangguk. Dia menyentuh bahu Inge, lalu Lucas menekuk kaki. Lelaki itu bergerak untuk duduk, dan Inge segera mengikuti gerakan sang suami.“Pa, duduk yuk,” kata Bu Emma. Dia sedikit menarik tangan Pak Benny agar duduk. Bu Emma tidak sabar untuk mendengar berita yang dijanjikan oleh Lucas.Pak Benny mendengkus lagi. Lebih
Melihat Bu Emma mengambil sikap sempurna seperti itu, membuat Inge siaga. Pun demikian dengan Lucas. Suami istri itu berdiri bersama-sama. Lucas mengambil posisi sedikit di depan tubuh Inge.“Inge,” Bu Emma mendekati Inge. Satu air mata menetes di pipi ibu kandung Karina tersebut. Tiba-tiba dia menubruk Inge. Bahkan sikap waspada Lucas tidak mampu mengimbangi kecepatan gerak dari mama mertuanya.“Terima kasih, terima kasih.” Bu Emma mulai menangis. “Maafkan kami selama ini.”Inge menerima pelukan dari Bu Emma. Dia mengangguk sembari mengusap-usap punggung Bu Emma. Perempuan itu melihat kepada Lucas, dan tersenyum kecil. Saat melempar pandangan pada Pak Benny, terlihat ayah kandung Karina itu juga berkaca-kaca.Pak Benny menutup mulutnya sendiri, menahan tangis yang sebenarnya bisa saja pecah seperti sang istri. Sebuah tangis kebahagiaan. Harapan yang pernah layu, tetiba kembali memercik.“Inge, saya di sini bahagia sekaligus malu. Mengingat semua kelakuan buruk kami, kamu balas dengan
“Ya, Bu Emma. Anda tidak perlu kuatir soal itu,” lirih Inge. Meskipun dia berkata dengan jujur, tetapi dia tidak dapat memungkiri bahwa ada kesedihan dalam dirinya.Ah, entahlah. Inge sendiri tidak tahu mengapa. Namun yang jelas Inge merasa takut jika dia tidak dapat bertemu lagi dengan Naomi. Bocah itu sudah mengambil tempat istimewa di relung hati Inge. Dan Lucas… Inge menepis perasaannya segera. Mencoba memungkiri bahwa terkadang dia merindukan senyum lelaki itu saat mereka berjauhan.Kedua perempuan itu pun masuk ke kamar Karina dengan saling menggandeng tangan.Berbeda dengan hati Inge yang sedikit sedih, hati milik istri dari Pak Benny itu membuncah bahagia. Bu Emma tersenyum semakin lebar, saat Naomi yang di gendongan Lucas, akhirnya mau menyentuh Karina, meski terlihat Naomi takut-takut.“Mama Karina cantik kan?” kata Pak Benny, dia menoleh pada Naomi.“Dan sebentar lagi, Mama Karina bisa main bareng Mimi, berenang, jalan-jalan… Mimi senang enggak?” sambung Bu Emma sambil mele
“Ada apa, Ma?” Pak Benny yang kaget, spontan melepaskan rangkulan di bahu istrinya. Namun dia gegas kembali merangkul.“J-jari K-karina gerak, t-tadi aku liat, Pa!” Bu Emma kembali melengking. Dia menunjuk tangan kanan Karina, yang memang lebih dekat dengan dirinya.Semua orang yang berada di situ reflek melihat yang ditunjuk Bu Emma. Namun apa yang dikatakan ibu kandung Karina itu tidak terbukti. Baik Pak Benny, Lucas maupun Inge menoleh pada Bu Emma dengan tatapan mata tidak percaya.“Pa, aku benar-benar liat. Luc, beneran jari Karina gerak.” Bu Emma menatap mata suaminya, lalu beralih pada Inge dan Lucas bergantian. Dia tetap dengan pendapatnya. “Sungguh, tadi gerak. Memang geraknya hanya sebentar, tapi gerak.”“Pap, Mama Karina nangis.” Suara Naomi tiba-tiba memecah fokus yang ada di ruangan itu.Serempak mereka menoleh pada sosok Karina. Dan benar, terlihatlah satu bulir jatuh di pipi Karina sebelah kiri.“Nah, benar kan,” desis Bu Emma.“Luc, cepat hubungi dokter, cepat!” seru P
“E-eh, m-maaf, Miss Inge.” Gita cepat-cepat menunduk. Menyesali kecerobohannya, sudah menceplos kalimat yang sebenarnya memang keluar secara spontan dari mulutnya.Inge hanya menanggapi dengan tersenyum tipis. Tidak tampak ada kemarahan ataupun sekedar tersinggung. Namun kegugupannya tidak dapat disembunyikan. Perempuan itu mengambil duduk dengan gerak tubuh yang sedikit canggung.“Katanya mau bikin jus mangga, Mbak.” Kali ini Naomi yang menceplos. “Mimi mau jus mangga sama kue coklat yang tadi pagi.”Ceplosan yang segera menyelamatkan suasana tersebut. Gita langsung bergerak ke dapur setelah pamit pada Inge. Bi Yati segera menyusul di belakangnya.“Ngawur kamu, Git,” desis Bi Yati.“Iya, maaf, Bi. Spontan banget.” Wajah Gita memelas, memasang tampang bersalah.“Tapi iya juga sih, kalau Nyonya sadar gimana nasib Miss Inge ya? Mana sebentar lagi lairan… apa nanti Miss Inge dicerai?” Bi Yati yang pada mulanya ingin memperingatkan Gita, justru menjadi larut bergunjing.“Ya jelas, mana ad
“Temuilah Lucas, coba kalian bicara dulu dengan lebih tenang. Apa pun keputusanmu, Mama akan mendukungmu.”Inge bergerak memeluk sang mama. Dia mengucapkan terima kasih, tetapi satu detik kemudian perempuan itu terisak. Ketika Mama Niken terlihat cemas, Inge justru mengeluarkan tawa kecil. Tentu saja Mama Niken mengernyit heran.“Kamu kenapa? Jangan bikin Mama bingung, Ing.” Nada suara perempuan yang melahirkan Inge itu menjadi naik.Inge justru tertawa lebih kencang.“Inge!” Mama Niken menjerit tertahan. Untung saja semua pegawainya sedang sibuk di depan, menata katering di dalam mobil, untuk segera diantar pada para pelanggan.“Aku tiba-tiba ingat , Ma. Dulu waktu Mama nganter aku sekolah naik sepeda, Mama pernah bilang kan kalau besok suamiku adalah orang yang sangat kaya, jadi aku bisa diantar kemana-mana naik mobil. Terus suamiku punya restoran di mana-mana… . Ingat kan?” Mama Niken memandang Inge dengan lurus. Senyumnya merekah. “Mama rasa kamu enggak perlu cocoklogi begitu. D
Inge yang masih memandangi pesan gantung di telepon Lucas, menjadi sangat terkejut ketika tiba-tiba mendengar Lucas berdehem tepat di belakang punggungnya.“Pak Lucas.” Inge salah tingkah. Dia merasa seperti tertangkap basah sedang melakukan hal yang kurang sopan. Dengan sedikit gemetar dia menyodorkan telepon itu kepada si empunya.Lucas menerima, kemudian memeriksa telepon tersebut. Dua detik kemudian dia merekahkan senyum. “Apa kamu baca pesan dari Mama ini?”“Maaf, benar-benar tidak sengaja, Pak.” Inge menunduk lebih dalam.Lucas tertawa kecil. “Baguslah. Jadi aku enggak perlu repot memberitahu kamu kalau Mama menunggumu di rumah. Ayo kembalilah ke rumah kita.”“Maksudnya… .” Inge sengaja menggantung ucapannya. Dia beranikan diri untuk menatap wajah Lucas.“Ini sedikit memalukan, Ing. Ternyata selama ini Mamaku menyewa orang untuk menyelidiki kamu.” Lucas bergerak mendekat. Dia mengambil kedua tangan Inge, lalu tersenyum melihat wajah sang istri yang tampak lucu dengan mata membel
Naomi memandang wajah Inge sejenak, sebelum akhirnya mengangguk samar. Dia pun menurut saat dibawa masuk ke dalam kamar.“Mimi,” panggil Karina dari layar telepon Lucas. Tampak wajah cantiknya masih sedikit pucat. Latar belakang ranjang rumah sakit juga ikut terekam dalam panggilan video. Tampaknya Karina sedang sendirian di ruang tersebut.Inge mengajarkan Naomi untuk melambaikan tangan sekaligus mengucapkan salam pada ibu kandungnya itu. Lagi-lagi Naomi menurut, meski dengan sedikit canggung.“Mimi senang ya main sama Mama Inge?” ujar Karina.“Iya.” Naomi yang dipangku Lucas menyahut dengan menundukkan kepala .“Mimi sayang sama Mama Inge?” tanya Karina lagi.Naomi spontan memandang Inge, sehingga Inge sekuat tenaga melempar senyum. Segumpal perasaan bersalah menyergap hatinya. Dia begitu tertohok dengan pertanyaan Karina.Lucas cepat menguasai keadaan. Dia pun bersuara dengan meminta Naomi untuk menjawab ujaran sang ibu. Sementara tangan Lucas perlahan mengulur untuk menyentuh ping
Inge menunduk. Perasaannya berkecamuk.“Pak Lucas, boleh saya bicara dengan Bu Karina?” Alih-alih menjawab, Inge justru melempar pertanyaan. Lehernya bergerak sehingga kepala Inge kini tegak dan memandang Lucas yang duduk di sampingnya.“Saya ingin menjelaskan hubungan kita,” ucap Inge.Respon pertama kali Lucas adalah menghela napas. Kemudian dia mereguk susunya kembali, sebelum akhirnya menyahut, “Tentu saja boleh. Tapi tolong jangan terus merasa aku dan Karina bercerai karena kamu.”Inge mengulas senyum. “Tapi pikiran dan pandangan orang pasti akan seperti itu. Bayangkan saja, Bu Karina baru bangun setelah koma empat tahun, tiba-tiba diceraikan, lalu Pak Lucas melanjutkan hidup bersama saya sebagai suami istri. Apa kata orang nanti?”Lucas meraih tangan Inge. Dia remas sedikit sembari memberi tepukan kecil.“Apakah anggapan orang sangat berarti buat kamu?” tanya Lucas. Nadanya tegas. “Kita sudah melewati sejauh ini bukan?”Inge kembali menunduk. Tanpa sadar dia membalas remasan Luc
Inge terbangun dengan kaget, tiba-tiba dia merasa ada tangan yang memukul kandungannya. Ketika dia membuka mata, dia mendapati tangan mungil Naomi sudah terparkir manis di atas perut. Sedang tubuh kecil Naomi terlihat bergerak merapatkan diri pada Inge, sepertinya si kecil mencari kehangatan, sebab udara pagi di kota kecil ini memang lebih dingin dibanding di rumah Naomi.Inge menghela napas. Semalam dia akhirnya tertidur setelah berdiam diri memandangi wajah Lucas dan Naomi berganti-ganti. Entah mengapa hatinya merasa lebih tentram. Demikian juga dengan si bayi, dia terus bergerak tetapi gerakannya sangat halus.‘Eh, kemana Lucas?’ Inge tidak menemukan lelaki itu di samping Naomi. Bantal bekas dipakai Lucas sudah terlihat rapi.Tidak berapa lama, sayup-sayup telinga Inge mendengar tawa renyah di luar kamarnya. Dapat dipastikan suara itu berasal dari para ibu yang membantu mamanya. Mereka juga terdengar saling berbalas kalimat seperti biasa.Inge pun bangun dengan hati-hati. Sedikit m
Mesin mobil segera mati, dan Pak Ali perlahan turun. Dia membungkukkan sedikit badannya kepada Lucas dan juga orang tuanya, kemudian mengundurkan diri tanpa sepatah kata pun.“Mama kita perlu bicara.” Lucas menatap Mama Helen.Sedetik kemudian Naomi menjerit-jerit. Dia seperti sudah mempunyai firasat jika sang papa akan menggagalkan rencana mereka untuk pergi ke rumah Inge. Namun Edward sigap menenangkan gadis kecil itu. Edward membujuk Naomi untuk turun.Akan tetapi Naomi masih terus menjerit, sehingga Lucas akhirnya mendekati sang putri. Lelaki itu menatap Edward sejenak, sebelum akhirnya mengulurkan tangan pada Naomi.“Kita jemput Mama Inge, tapi kita siapkan dulu strawberry untuk Mama Inge. Tadi Mama Inge telepon minta dibawain strawberry,” ujar Lucas terpaksa sedikit berbohong. Dia perlu waktu untuk bicara dengan Mama Helen.Naomi terlihat langsung menghentikan kehebohannya. Dengan mata basahnya dia tersenyum lebar. “Mimi yang siapin, Pap?”Lucas mengangguk. “Coba tanya Bi Yati a
Karina buru-buru menyeka air matanya. Dia memandang sejenak kepada Papa Benny. Saat ayahnya mengangguk, perempuan cantik itu ikut pun melakukan hal yang sama. Kemudian dia memberanikan diri untuk menatap wajah Lucas, sembari menahan debaran di dadanya.Entah mengapa Karina melihat serpihan diri Edward dalam wajah Lucas. Dan di sinilah dia menjadi lebih paham apa yang Papa Benny maksudkan tadi. Karina mungkin tidak dapat melepaskan dirinya dari bayang-bayang Edward. Itu akan seperti mengantongi bom yang dapat meledak sewaktu-waktu, yang mungkin saja ledakannya lebih hebat dari pada empat tahun yang lalu.“Aku juga punya kabar yang harus kamu dengar, Luc,” kata Karina lirih.Mendengar hal tersebut, Papa Benny memberi kode kepada Mama Emma untuk keluar. Ketika sang istri terlihat masih terpaku, Papa Benny berjalan memutari ranjang Karina untuk mendapatkan tangan perempuan itu. Dalam diam, dia membawa Mama Emma keluar ruangan.Lucas tersenyum samar serta mengangguk pada kedua mertuanya, s
“Di sini juga ada Lucas, yang bisa ikut mendengar,” tambah Pak Benny.Inge tercekat. Dia menggigit halus bibir bawahnya sendiri. Berusaha untuk tidak memperdengarkan sesuatu yang bisa menampakkan kegugupannya, meskipun jantung dalam dadanya berdebar begitu kencang.“Dengar baik-baik, Inge. Saya ingin membatalkan perjanjian di antara kita,” kata Pak Benny. Suaranya serak tetapi diucapkan dengan mulus tanpa getaran. “Pernikahan antara kamu dan Lucas itu sah, hanya kamu dan Lucas yang berhak menentukan kelanjutannya.”Telinga Inge dapat mendengar suara Lucas terpekik kecil menyerukan kata ‘papa’ di belakang suara Pak Benny. Sebenarnya dia pun sama terkejutnya dengan Lucas, tetapi dia dapat mengendalikan diri. Inge telah belajar dari pengalaman bahwa berbicara dengan Pak Benny atau Bu Emma selalu saja muncul hal-hal tidak terduga.“Apa kamu dengar, Ing?” tanya Pak Benny.“I-iya, Pak.”Inge pun terbata-bata kembali mengiyakan ketika Pak Benny menanyakan apakah dia paham dengan yang dimaksu
Keluar dari ruang perawatan Karina, Lucas langsung menuju ke arah barat rumah sakit. Di situ ada taman dengan kolam ikan yang suasananya lumayan sejuk, sebab beberapa pohon rindang berjajar melingkupi area tersebut. Beruntung taman tampak tidak seramai biasanya.Lucas duduk di salah satu kursi di situ, dia menghela napas. Kesejukan dan kedamaian suasana taman, sama sekali tidak dapat meredakan panas di hatinya. Rasa sakit pada pagi hari itu, empat tahun lalu, bahkan masih terasa sampai sekarang. Siapa yang tidak sakit jika ternyata istri yang dicintai menyimpan rasa untuk lelaki lain. Apalagi jika lelaki tersebut adalah orang yang selama ini tidak dia sukai.Ya, Lucas menganggap Edward pengkhianat. Edward Kavell adalah sepupu dari papa kandungnya, yang artinya masih paman Lucas. Dia menikahi Mama Helen tepat tiga bulan setelah kematian papanya. Ada desas desus yang beredar di kalangan keluarga besarnya sendiri, bahwa Mama Helen telah hamil dengan Edward. Namun seiring berjalannya wakt