"Kamu jebak saja dia dengan sahabat laki-laki yang kamu pernah ceritakan padaku itu. Kamu foto mereka saat sedang berdua. Bilang sama papa kamu kalau mereka ada sesuatu dibelakangmu. Dengan begitu namanya akan buruk dan papa kamu pasti tidak akan melarang untuk berpisah dengannya, Zo" kata Ketty menghasut.
Ide Ketty ini bukan membuat Rezo setuju namun malah memuat Rezo berfikir lain. "Jangan bilang kalau yang mencelakai Wailea itu adalah ulah orang bayaran kamu!" Rezo menebak dengan lantang.
Ketty gelagapan dan sempat terdiam, seolah memang dialah dalangnya. "Kenapa kamu jadi menuduh aku?" tanya Ketty kesal.
"Ini bukan tuduhan, tapi fakta kan? Kamu mau jujur atau...?" tanya Rezo lagi menekan Ketty.
"Ya, itu memang aku. Tapi tujuanku bukan untuk benar-benar mencelakainya tetapi hanya untuk menggeretaknya saja, agar dia takut dan menyerah" jelas Ketty dengan suara mengecil kerena takut.
Hal ini membuat Rezo memandang buruk Ketty. Dia memang pern
Wailea membeku, semua keyakinan yang sudah dia kumpulkan sedari tadi seolah terseret arus ombak dan kini hilang entah kemana. Rezo yang melihat Wailea menatapnya dengan tatapan kosong lalu menepuk bahu Wailea dan bertanya apakah kesempatan itu masih berlaku atau tidak. Wailea kehilangan arah, bingung harus bersikap seperti apa. Haruskah dia senang atau malah sedih. Dengan berat hati, Wailea menganggukkan kepala tanda jika kesempatan itu memang masih ada. "Oke kalau begitu, itulah hal yang ingin aku sampaikan. Lalu kamu mau bilang apa tadi?" tanya Rezo. "Ahh itu, lupakan saja! Bukan sesuatu yang penting" jawab Wailea. Wailea tidak tahu apa penyebabnya Rezo bisa berubah pikiran dalam waktu yang sangat cepat. Baru saja dia bersikap begitu dingin dan kini malah dia meminta kesempatan itu. Apa karena tadi dia hanya sekedar menguji kesabaran Wailea atau karena ada hal lainnya. Setelah bersepakat, Rezo mengambil secarik kertas dan menulis s
"Thank you, Zo. Aku turun ya" kata Wailea saat sampai di halaman depan kantor. Dia membuka puntu mobil dan menurunkan kaki dan tongkatnya dengan sangat hati-hati. Sambutan pertama yang Wailea dapatkan bukanlah orang-orang yang baik padanya, melainkan dua orang yang selalu mencari-cari celah untuk menjatuhkan dan meremehkan Wailea. Siapa lagi kalau bukan Vins dan juga Lola, pasangan sahabat yang sama sekali tidak ada nilai baiknya. Mereka yang sedang asik merokok di depan halaman kantor menatap Wailea dari kejauhan dengan tatapan menyebalkan. "Wah, GM baru kita akhirnya datang. Tapi datangnya kok lebih lambat dari staff biasa ya, Lol?" sindir Vins dengan sangat gemulainya. Wailea terus saja berjalan tanpa memperdulikan. "Jangan begitu Vins, kamu tidak lihat dia berjalan dengan tertatih-tatih? Tapi dengan penuh tanggung jawab tetap hadir untuk bekerja loh" sahut Lola dengan nada bicara yang sangat menjengkelkan. Wailea masih saja terus berjalan menaiki anak tan
Sore harinya saat jam pun sudah menunjukkan waktunya untuk pulang, Wilea bergegeas merapikan mejanya dan memasukkan ponsel ke dalam tas. Bersamaan dengan Helix mereka beriringan berjalan ke halaman kantor. Rezo terlihat sudah berdiri di depan mobilnya sambil menatap layar ponsel. Wailea melirik Helix seolah hatinya merasa tidak enak dengan situasi ini. Rezo memasukkan ponsel ke dalam saku celananya kemudian memandang ke arah Wailea dengan senyuman dibibir. Helix pun menyadari posisinya kemudian berjalan agak lambat agar Wailea mendahuluinya. "Kupikir aku yang akan menunggumu, ternyata malah kamu yang menungguku" kata Wailea saat sudah berada tepat di hadapan Rezo. "Ayo pulang!" ajak Rezo sembari membukakan Wailea pintu mobil. Wailea kembali melirik ke arah Helix lalu memasuki tubuhnya ke dalam mobil. Helix terlihat sangat santai dan tidak menoleh ke arah mereka sama sekali. Dia sibuk memakai helm dan juga menghidupkan motor besarnya. Disaat mobi
"Aku merasa bersalah saja" jawab Wailea juga tanpa menatap wajah Rezo sembari terus berjalan mendekati meja petugas bioskop. "Maaf Lea, aku teringat akan sesuatu tadi. Tapi lupakan saja! Kita harus have fun hari ini" kata Rezo sambil tersenyum menatap Wailea. Hati yang tadinya merasa takut kini berubah kembali menjadi lebih tenang. Ini adalah hari keberuntungan mereka karena antrean terbilang cukup sedikit dari biasanya. Tanpa harus menghabiskan waktu yang lama, mereka pun mendapat giliran untuk memilih tayangan yang ingin mereka tonton. Wailea dengan sangat semangat memilih film horor dan juga komedi. Rezo bertanya padanya mengapa bukan drama romantis? Wailea dengan santainya menjawab jika dirinya tidak menyukai drama romantis. Terlalu banyak kesedihan yang seolah demi mendapatkan cinta itu semua orang harus merasakan tetesan air mata terlebih dahulu sebelum tersenyum saat memeluk orang tercinta. Begitu pula dia merasa drama romantis banyak mengandung khayal
"Wahhh, tayangan komedinya benar-benar membuatku sulit melupakan kelucuannya" kata Wailea saat mereka berjalan keluar dari bioskop. Mereka saling menceritakan bagian dan adegan yang membuat mereka sangat kegelian. Hingga tanpa disadari mereka sudah sampai di rumah dan lupa membeli makan malam. Akhirnya mereka pun keluar lagi untuk mencari restoran terdekat. Pertama kalinya dalam pernikahan yang terhitung belum satu tahun itu, mereka menikmati waktu dengan benar-benar lepas dan tidak merasa canggung sama sekali. Saat tiba di restoran pun demikian, mereka terus menceritakan dua tayangan yang baru saja mereka tonton. Seolah mengulang kembali apa yang sebenarnya sudah mereka tahu alurnya itu bukanlah sesuatu yang membosankan melainkan hal yang begitu seru. Ditengah-tengah perbincangan, Rezo menyadari akan sesuatu. Dia tidak bisa seperti ini saat bersama Ketty. Usai menonton tayangan apapun, Ketty tidak pernah membahas ulang tayangan tersebut untuk keseruan semata
"Kamu mau pesan apa?" tanya Rezo saat melihat daftar menu makanan. "Aku salad sayur saja" jawab Wailea yakin. "Kamu yakin akan kenyang?" tanya Rezo lagi. "Kenyang kok, kebetulan juga aku lagi proses diet" jawab Wailea. Sepertinya berbohong di depan Rezo sudah menjadi hal biasa bagi Wailea. Semua akibat perasaan hambar bercampur kecewa yang membuat Wailea mati rasa. Demi menghargai ajakan makan siang Rezo, Wailea pun memilih untuk memakan salad sayur saja berhubung perutnya yang sudah sangat kenyang akibat ayam geprek pemberian Helix. Sebenarnya alasan Wailea melahap habis ayam geprek itu bukan semata karena itu makanan kesukaannya, tetapi secara alam bawah sadar sangat sulit bagi dirinya untuk menyakiti hati Helix atau mengacuhkan pemberian darinya. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Wailea kembali ke dalam ruangan dengan perut yang terasa seperti mau meledak. "Wajahmu menunjukkan kalau kamu sedang sangat kekenya
Sikap yang Rezo berikan saat awal pernikahan mereka, lebih tepatnya sebelum Wailea tahu tentang perselingkuhannya itu, semanis sikap yang dia tunjukkan saat ini. Namun bedanya, dulu terasa seperti ada yang mengganjal tetapi kini malah seolah lepas dan tidak ada beban sama sekali. Dia menjadi dirinya sendiri tanpa batas dan halangan. Entah sebenarnya apa yang dia rencanakan atau pun apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya itu.Jika memang perceraian adalah salah satu penyebab dia memberikan waktu dua minggu ini, lalu mengapa bukan Wailea saja yang bertindak dalam segala hal dan cara demi terciptanya rasa cinta itu di dalam hati Rezo? Mengapa malah kini sepertinya Rezo yang lebih banyak usahanya di banding dengan Wailea."Wailea kita sudah sampai" kata Rezo membuyarkan lamunan.Mereka turun dari mobil kemudian masuk ke dalam rumah sakit. Tak lama Wailea pun mendapat giliran pemeriksaan. Dokter merasa heran melihat kondisi kaki Wailea yang sudah sangat membaik.
Hari ini hari minggu dan waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Hawa dingin pun terasa menusuk tulang. Biasanya Wailea terbangun pukul empat setiap harinya, namun kali ini lebih awal. Dia mengambil ponsel dan menatap jam pada layar. Menghela nafas lalu mencoba memejamkan matanya untuk kembali tidur. Kegelisahan apa ini? Terlalu banyak yang melayang-layang dipikiranku hingga sulit rasanya untuk tidur lagi, keluhnya dalam hati. Hal ini membuat Wailea kesal dan akhirnya mengambil posisi duduk di atas kasur. Sepertinya memang aku harus bangun, katanya dalam hati. Wailea menurunkan kaki dari atas ranjang kemudian berjalan keluar dari kamar menuju dapur. Dia mengambil segelas air lalu meneguknya perlahan. Matanya melihat sesuatu di kejauhan, siapa itu? Perlahan dia mulai berjalan dan mendekat. "Rezo!" sapa Wailea dengan perasaan lega karena sempat takut dan berfikir aneh. "Hai. Kenapa bangun?" tanya Rezo. "Aku terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Kamu sendiri sedang apa?" tanya Wail