"Wahhh, tayangan komedinya benar-benar membuatku sulit melupakan kelucuannya" kata Wailea saat mereka berjalan keluar dari bioskop.
Mereka saling menceritakan bagian dan adegan yang membuat mereka sangat kegelian. Hingga tanpa disadari mereka sudah sampai di rumah dan lupa membeli makan malam. Akhirnya mereka pun keluar lagi untuk mencari restoran terdekat.
Pertama kalinya dalam pernikahan yang terhitung belum satu tahun itu, mereka menikmati waktu dengan benar-benar lepas dan tidak merasa canggung sama sekali. Saat tiba di restoran pun demikian, mereka terus menceritakan dua tayangan yang baru saja mereka tonton. Seolah mengulang kembali apa yang sebenarnya sudah mereka tahu alurnya itu bukanlah sesuatu yang membosankan melainkan hal yang begitu seru.
Ditengah-tengah perbincangan, Rezo menyadari akan sesuatu. Dia tidak bisa seperti ini saat bersama Ketty. Usai menonton tayangan apapun, Ketty tidak pernah membahas ulang tayangan tersebut untuk keseruan semata
"Kamu mau pesan apa?" tanya Rezo saat melihat daftar menu makanan. "Aku salad sayur saja" jawab Wailea yakin. "Kamu yakin akan kenyang?" tanya Rezo lagi. "Kenyang kok, kebetulan juga aku lagi proses diet" jawab Wailea. Sepertinya berbohong di depan Rezo sudah menjadi hal biasa bagi Wailea. Semua akibat perasaan hambar bercampur kecewa yang membuat Wailea mati rasa. Demi menghargai ajakan makan siang Rezo, Wailea pun memilih untuk memakan salad sayur saja berhubung perutnya yang sudah sangat kenyang akibat ayam geprek pemberian Helix. Sebenarnya alasan Wailea melahap habis ayam geprek itu bukan semata karena itu makanan kesukaannya, tetapi secara alam bawah sadar sangat sulit bagi dirinya untuk menyakiti hati Helix atau mengacuhkan pemberian darinya. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Wailea kembali ke dalam ruangan dengan perut yang terasa seperti mau meledak. "Wajahmu menunjukkan kalau kamu sedang sangat kekenya
Sikap yang Rezo berikan saat awal pernikahan mereka, lebih tepatnya sebelum Wailea tahu tentang perselingkuhannya itu, semanis sikap yang dia tunjukkan saat ini. Namun bedanya, dulu terasa seperti ada yang mengganjal tetapi kini malah seolah lepas dan tidak ada beban sama sekali. Dia menjadi dirinya sendiri tanpa batas dan halangan. Entah sebenarnya apa yang dia rencanakan atau pun apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya itu.Jika memang perceraian adalah salah satu penyebab dia memberikan waktu dua minggu ini, lalu mengapa bukan Wailea saja yang bertindak dalam segala hal dan cara demi terciptanya rasa cinta itu di dalam hati Rezo? Mengapa malah kini sepertinya Rezo yang lebih banyak usahanya di banding dengan Wailea."Wailea kita sudah sampai" kata Rezo membuyarkan lamunan.Mereka turun dari mobil kemudian masuk ke dalam rumah sakit. Tak lama Wailea pun mendapat giliran pemeriksaan. Dokter merasa heran melihat kondisi kaki Wailea yang sudah sangat membaik.
Hari ini hari minggu dan waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Hawa dingin pun terasa menusuk tulang. Biasanya Wailea terbangun pukul empat setiap harinya, namun kali ini lebih awal. Dia mengambil ponsel dan menatap jam pada layar. Menghela nafas lalu mencoba memejamkan matanya untuk kembali tidur. Kegelisahan apa ini? Terlalu banyak yang melayang-layang dipikiranku hingga sulit rasanya untuk tidur lagi, keluhnya dalam hati. Hal ini membuat Wailea kesal dan akhirnya mengambil posisi duduk di atas kasur. Sepertinya memang aku harus bangun, katanya dalam hati. Wailea menurunkan kaki dari atas ranjang kemudian berjalan keluar dari kamar menuju dapur. Dia mengambil segelas air lalu meneguknya perlahan. Matanya melihat sesuatu di kejauhan, siapa itu? Perlahan dia mulai berjalan dan mendekat. "Rezo!" sapa Wailea dengan perasaan lega karena sempat takut dan berfikir aneh. "Hai. Kenapa bangun?" tanya Rezo. "Aku terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Kamu sendiri sedang apa?" tanya Wail
Saat bercerita, terlihat mata Rezo yang meneteskan air mata. Wailea mengusap lembut bahu Rezo sambil berkata bahwa dirinya bangga dengan apa yang telah Rezo lakukan. Rezo tersenyum melihat Wailea, teringat akan dirinya yang diminta untuk menikahi Wailea disaat kepergian sang ibu. Rezo berfikir jika saat itu dia menolak, pasti ayahnya akan terus terpuruk bahkan hingga saat ini. Setidaknya menikah dengan Wailea bukanlah hal terburuk dalam hidupnya. "Wailea, kamu mau jalan-jalan?" tanya Rezo semangat. Wailea terlihat bertanya-tanya dan bingung. "Kemana?" tanya Wailea. "Bali. Mumpung ini weekend dan kaki kamu sudah baik" kata Rezo. "Tapi besok aku harus bekerja, Zo" kata Wailea panik. "Kalau begitu kita pulang nanti malam" kata Rezo lagi. Wailea semakin bingung menatap wajah Rezo. Rezo mengambil ponsel dan kemudian membuka aplikasi tiket. Dia mencari jadwal penerbangan hari ini dan ternyata ada penerbangan pukul enam pagi. "Bagaimana? Biar aku pesan sekarang!" tanya Rezo me,masti
"Astaga" Wailea terkejut saat melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dia segera bersiap-siap berangkat ke kantor. Tidak lupa dia membangunkan Rezo juga. "Pagi, Hel" sapa Wailea saat memasuki ruangan. Dari tempat duduk, Helix memandangi Wailea dengan pandangan yang terlihat sangat tajam. Wailea merasa kikuk dan salah tingkah. Dia pun bertanya pada Helix mengapa dia memandanginya seperti itu? "Kamu tidak ingat kemarin itu harus apa?" tanya Helix sinis. Wailea memutar bola matanya dan sesekali melirik ke arah Helix. Dia mencoba memaksa otaknya untuk mengingat apa yang seharusnya dia lakukan kemarin tetapi tetap saja dia tidak ingat. "Kamu yakin kamu lupa akan hal penting itu?" tanya Helix geram. Mendengar kata penting yang di lontarkan Helix membuat Wailea akhirnya teringat akan hal itu. Dia menepuk dahinya dengan sangat keras. Aduhhhh.... bodoh, bodoh, bodoh, katanya. Sebuah pekerjaan besar yang dilewatkan Wailea membuatnya menyesal akan semuanya. Dia tahu jika Helix te
Kelemahan Helix memang tidak bisa melihat Wailea merasa tidak bahagia. Saling diam di dalam mobil membuatnya gerah dan akhirnya mulai mencoba bersikap biasa. Namun saat Helix mencoba, Wailea tidak memberikan sikap yang sama padanya. Kini malah Wailea yang terlihat kesal dan tidak perduli. "Kamu kenapa?" tanya Helix. "Tidak apa-apa" jawab Wailea acuh. "Kenapa jadi kamu yang kesal sekarang ?" tanya Helix lagi. "Aku tidak kesal, hanya saja takut!' kata Wailea. Suara Wailea yang meninggi membuat sopir pun terkejut dan melirik dari kaca. "Memangnya aku monster?" tanya Helix geram. "Lebih menakutkan dari monster!" sahut Wailea kesal. "Iya, monster tampan" sahut Helix. Kepercayaan diri Helix mampu membuat wajah yang tadinya cemberut berubah tersenyum. Helix memang selalu tahu hal apa yang harus dia lakukan untuk mencairkan hari Wailea. Tingkah mereka memang selalu saja membuat pusing orang lain. "Oke, jadi materinya seperti ini" Helix mulai menjelaskan. *** Setibanya mereka di b
Dia adalah Tami, salah satu staff hotel yang tadi menghantarkan mereka menuju kamar hotel. Tami memberikan sebuah tas kepada Wailea dan satu tas lagi kepada Helix. Wailea melihat ke arah dalam untuk melihat isinya, ternyata dress dan juga sandal yang sangat menarik warnanya. Di dalam tas Helix juga berisikan satu set baju kaos dan juga celana pendek beserta sepasang sandal bermerek. "Untuk apa ini?" tanya Wailea. "Mr.Franco meminta saya untuk memberikan semua ini kepada Bu Wailea dan juga Pak Helix, berhubung belum pastinya jam penerbangan kalian kembali ke Jakarta" kata Tami menjelaskan. "Kalau begitu saya permisi" Tami meninggalkan mereka. Wailea mengambil ponselnya lalu menelepon Robin, katanya "Halo pak, kami jadi pulang sore ini kan?" "Wailea, saya minta maaf karena belum sempat memberitahumu. Tiket pesawat kalian belum saya beli. Kemarin saya memang bilang pesawat kalian untuk kembali ke Jakarta itu sore hari, tetapi ternyata setelah saya pikir-pikir lagi untuk apa saya yang
Setelah berganti pakaian, mereka pun berjalan menuju restoran. Mereka memesan makanan untuk makan siang, namun mereka dilarang untuk membayarnya. Ini adalah salah satu kebaikan yang diberikan Mr.Franco karena merasa senang bisa bekerjasama dengan Wailea dan Helix. Usai menikmati makan siang, Helix memesan driver online untuk menjemput mereka dan membawa ke suatu tempat. "Tempat apa ini, Hel?" tanya Wailea ketika sampai di tempat tujuan. "Ini adalah salah satu kecantikan Bali" jawab Helix. "Wah, aku hanya melihat semua ini di televisi. Tetapi sekarang aku bisa melihatnya secara langsung" Wailea merasa takjub dan terkesima. Begitu indah tempat ini hingga mampu menghipnotisnya dan membuatnya tidak berhenti terpukau. Mereka berdua melakukan banyak hal disini, menonton beberapa tarian dengan riasan wajah yang sungguh mempesona, kemudian mereka juga melihat lukisan-lukisan yang sangat indah. Membeli aksesoris kas Bali, dan lain-lain. Disetiap kegiatan, Helix selalu mengambil foto dari
"Saya rasa istri bapak takut saat mendengar suara anda, makanya dia pergi dari sini tanpa membawa barang" ujar Luna saat Helix hendak menduduki kursi plastik merah di teras rumah Luna. Helix terheran, mengapa bisa wanita di hadapannya itu berfikir jika dia adalah suami dari Wailea. Helix pun bertanya-tanya siapakah wanita ini, karena baru pertama kalinya dia melihat Luna. "Saya ini resepsionis hotel di Bali yang berhasil anda buat kehilangan pekerjaan. Pantas saja anda tega kepada orang lain, kepada istri anda sendiri saja anda teganya bukan main" sahut Luna kesal. Helix semakin bingung dibuatnya. "Dari tadi saya perhatikan ucapan anda melantur tidak ada arahnya. Kenapa anda pikir saya ini suami Wailea?" tanya Helix penasaran. "Kalau anda bukan suaminya, lalu kenapa foto anda ada di dompetnya?" tegas Luna. Helix terdiam dan berfikir. "Saya tidak sengaja melihat foto anda di dompet mbak Wailea. Foto 3x4 sih, tapi sangat jelas kalau itu foto anda" lanjut Luna. Ingin rasanya Helix
Setelah selesai diobati, Wailea berjalan menuju toko disebelah klinik. Dia membeli sebuah topi dan masker. Tujuannya agar perban dikepala tidak terlihat dan wajahnya pun tidak terlihat karena ditutupi masker. Setelah itu kembali Wailea mencari taksi dan melanjutkan perjalanannya menuju bandara. Seolah sudah di lancarkan jalannya, disaat Wailea sampai dia pun langsung mendapatkan penerbangan tepat pada waktunya. Dia segera mengurus tiket dan lain sebagainya. Beberapa jam kemudian Wailea telah tiba di Sumatra. Tak sabar rasa hati ingin bertemu sang ibu dan memeluknya erat. Dia sudah membayangkan untuk menceritakan semua yang telah dialaminya selama ini. Setelah menggunakan kendaraan umum, Wailea pun sampai di halaman rumah sang ibu. Tangisan tak mampu lagi ditahan olehnya, dia segera berlari menuju pintu utama. Tooookkk... Tokk... Tokkk.. Suara ketukan pintu yang sangat lembut. Seseorang dari dalam rumah membukakan pintu. Wailea terkejut saat melihat seseorang yang tidak dia kenal be
Cuaca pagi yang mulai terasa hangat oleh mentari. Wailea terbangun dan tersadar jika dirinya tidak di rumah itu lagi. Wailea mengambil ponselnya dan kemudian menyambungkan pada kabel pengisian daya. Pasti sudah banyak pesan dari orang-orang yang mencariku, katanya dalam hati. "Selamat pagi mbak. Ayo sarapan dulu" ajak Luna. Luna kembali dikejutkan dengan darah yang mulai memenuhi perban dan juga bahkan meninggalkan noda pada sarung bantalnya. "Maaf Luna, saya jadi mengotori barang kamu" kata Wailea sungkan. "Itu bukan masalah mbak, bisa dicuci dan kembali bersih. Yang jadi masalah sekarang adalah, perban dan obat saya kebetulan habis. Jadi saya harus beli dulu ke apotek" kata Luna. Wailea mengambil dompetnya dan memberikan sejumlah uang. "Terima uang ini ya. Kamu sudah memberiku tempat dan makanan bahkan obat. Aku tidak tenang jika kamu tidak menerimanya". "Mbak Wailea sama sekali tidak merepotkan saya. Saya malah senang bisa membantu. Tapi apa tidak lebih baik mbak Lea ke ruma
Wailea terus mengendarai motornya ke arah yang dia sendiri pun tak tahu. Untuk sementara darahnya sudah terhenti karena perban dan obat yang dia pakai sebelum pergi. Mengapa Wailea memilih pergi? Mengapa dia tidak tetap tinggal disana dan meminta pertolongan? Karena merasa Ruben sangat marah padanya dan juga Rezo, dia pun memilih untuk bertahan sendiri. Dia juga tahu jika Helix masih dalam keadaan kesal padanya, jadi lebih baik dia tidak menghubungi siapapun. Dengan sebuah ransel kecil, Wailea membawa sedikit pakaiannya. Dia yakin untuk kembali ke rumah Weni. Hatinya kini terasa sangat lelah dengan semuanya. Karena kepalanya yang terasa masih sangat berat, Wailea pun tak imbang kemudian hampir menabrak seorang wanita. Dia membanting stang motornya dan kemudian terjatuh. "Mbak baik-baik saja?" tanya seorang wanita yang terlihat panik. "Maafkan saya, saya tidak hati-hati" kata Wailea sembari melepaskan helm di kepalanya. "Mbak Wailea" kata wanita itu. Wailea mencoba mengingat siapa
Ttookkk... Tookkk... Ttoookkkk. Suara ketukan itu terdengar sangat kasar. Helix segera keluar dari kamarnya menuju pintu utama dan membukakan pintu. Bbbuuukkkkk... Sebulan pukulan yang sangat kuat mendarat di pelipis Helix. "Apa-apaan ini?" tanya Helix sembari menyentuh pelipisnya yang langsung membiru dan bengkak. "Apa anda puas sekarang menghancurkan rumah tangga anak dan juga menantu saya?" tanya Ruben dengan sangat geram. "Maksud bapak apa?" tanya Helix kebingungan. "Saya tahu jika anda memiliki hubungan dengan menantu saya" jawab Ruben dengan penuh emosi. "Saya memang punya hubungan dengan menantu anda, tetapi hanya sebatas hubungan rekan kerja dan juga teman dekat. Apanya yang salah?" tanya Helix lagi. "Terlalu banyak kebohongan yang kalian semua ciptakan" ujar Ruben. "Saya memang punya perasaan dengan Wailea, tetapi dia tidak pernah menyambut perasaan saya ini sekalipun. Mungkin saya akan sangat bahagia jika anda memukul saya karena tuduhan anda benar. Asal anda tahu,
Wailea terdiam membeku, air matanya yang sedari tadi menetes kini berhenti seketika. Keadaan hatinya sangat buruk dan sama sekali tidak beraturan. Kini matanya tertuju kepada secarik kertas bermaterai di atas meja. Bercerai? Apakah ini ujung dari perjuanganku selama ini? Wailea berjalan mendekati meja dan mulai meraih dokumen tersebut. Dipandangilah isi surat itu dari atas hingga bawah. Ini kali pertama di dalam hidupnya merasakan begitu berat ketika memegang secarik kertas. Bayang-bayang yang menakutkan kini meliputi pikirannya. Bagaimana dengan mama? Bagaimana dengan papa Ruben? Bagaimana nasibku nanti? Apa pandangan orang-orang terhadapku yang menjadi janda hanya dalam waktu sekejap mata? Aku harus bagaimana? Terlalu banyak suara yang kini bersarang di kepalanya. "Boleh aku bertanya? Jika kalian menjawabnya dengan jujur, maka aku akan segera menandatangani surat ini dan pergi" tantang Wailea. Ketty dan Rezo saling pandang dan kemudian mempersilahkan Wailea untuk mengajukan perta
Hati Papinka terasa membara mendengar sindiran Ruben yang begitu menyakitkan namun benar adanya. Wajah Papinka dan Ketty memerah karena menahan malu dan emosi. Seolah mereka terkena telak dari Ruben, Ketty pun memutar otak agar bagaimana caranya mereka bisa kembali berada di posisi yang aman. "Asal om tahu, kami tidak pernah menyembunyikan hubungan kami ini di depan Wailea. Bahkan dia tahu jika saya dan Rezo berlibur di Bali" kata Ketty membuat suasana semakin kacau. Ruben tercengang dan seketika itu juga menatap Wailea. "Apa benar yang dia katakan?" tanya Ruben. Bibir Wailea terasa berat hendak menjawab pertanyaan itu. Entah dia harus bagaimana sekarang menghadapi situasi yang mulai menyudutkannya itu. "Maafkan Lea, pa" sahut Wailea tanpa pembelaan apapun. Jantung Ruben kini terasa nyeri dan sakit. Dia pun memegang dadanya dan mencoba untuk tetap bertahan. Sungguh sulit dipercaya namun pernyataan itu tak dibantah oleh Wailea. "Om tahu kenapa Wailea tidak bertindak apa-apa? Karen
Helix tersungkur lemas tak berdaya, matanya tak sanggup menahan air mata. Tersadar jika ternyata perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Betapa hancurnya dia, menyaksikan orang yang mencintainya harus mengorbankan kehidupannya demi orang lain. Cinta memang tidak harus memiliki, tetapi cinta yang mereka alami adalah sesuatu yang sangat rumit dan pelik. Helix mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Wailea. Namun sayang, ponsel Wailea dalam keadaan kehabisan baterai dan mati. Helix terus menatap surat itu diiringi dengan air mata yang tak henti-hentinya membasahi pipi. Mencintai orang selama bertahun tahun dan akhirnya bertemu dengan dia tetapi dalam keadaan telah dimiliki orang lain, bukanlah hal terberat bagi Helix. Namun saat mengetahui jika orang yang dia cintai juga mencintainya namun berjuang demi kebahagiaan orang lain membuatnya rapuh dan terasa sangat menyakitkan. Disaat Helix tengah merasakan kepedihannya seorang diri di sudut ruangan, Wailea dan Ruben pun sampai di halam
"Helix, ini hari terakhir Wailea bekerja. Jadi tolong kamu bahas berdua dengannya untuk setiap projek yang masih dalam tahap pengerjaan" kata Robin."Hari teakhir? Maksudnya bagaimana?" tanya Helix terkejut. "Kalian bicara ya, saya tinggal" sahut Robin lalu meninggalkan ruangan mereka."Ada apa Wailea?" tanya Helix panik."Aku akan pindah besok, Hel" jawab Wailea lemas."Kenapa mendadak sekali?" tanya Helix lagi."Memang mendadak, karena ini keputusan Rezo" jawab Wailea. "Kamu bahkan tahu kalau selingkuhan suamimu sedang mengandung, tetapi kamu tetap bertahan?" tanya Helix jengkel. Dia menggaruk kepalanya dengan sangat keras. Perasaan kesal yang tidak mampu ditutupi. -----Waktu berjalan dengan sangat cepat. Kini jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Sepanjang hari Helix dan Wailea hanya diam dan fokus akan pekerjaan. Komunikasi mereka pun dilakukan melalui chat. Keheningan dan kebekuan yang belum pernah terjadi sebelumnya diantara mereka.Hingga tiba saatnya jam pulang kerja, He